Kaskus

News

citox.Avatar border
TS
citox.
Penderita Gangguan Jiwa Terus Naik di Indonesia. Makin Maju, Makin Banyak yg Gila?
Penderita Gangguan Jiwa Terus Naik di Indonesia. Makin Maju, Makin Banyak yg Gila?
Penderita Gangguan Jiwa Terus Naik di Indonesia. Makin Maju, Makin Banyak yg Gila?
Penderita Gangguan Jiwa Terus Naik di Indonesia. Makin Maju, Makin Banyak yg Gila?

Penderita Gangguan Jiwa Terus Naik
Sabtu, 11 Oktober 2014 , 07:46:00

DALAM beberapa pekan terakhir, media kerap memberitakan sejumlah tindak kriminalitas sadis. Di antaranya, seorang pelajar SMA tega memerkosa dan membunuh dua gadis SMP yang masih di bawah umur. Kemudian, ada juga seorang cucu yang membunuh kakeknya. Kasus itu adalah contoh penyakit yang berkaitan dengan kesehatan jiwa.

Jenis gangguan kesehatan jiwa tersebut beragam. Mulai yang ringan hingga yang berat. Yang jelas, berdasar data Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Menur Surabaya, dari tahun ke tahun jumlah pasien rawat inap penderita kesehatan jiwa terus naik. Pada 2011 ada 2.460 pasien. Setahun kemudian jumlahnya bertambah menjadi 2.582 pasien. Nah, tahun ini, hingga semester I (Januari–Juni), sudah ada 1.350 pasien.

”Memang makin bertambah setiap hari. Penyakit kejiwaan bukan berarti gila. Sekarang, kalau sudah merasa stres, jangan ragu memeriksakan diri. Jangan sampai terlambat,” tutur Direktur RSJ Menur AdiWirachjanto kepada Jawa Pos Jumat (10/10).

Peningkatan itu terlihat dari tingkat hunian ruang rawat inap di RSJ Menur yang tinggi. Dia menyebutkan, dari 251 tempat tidur, ternyata 230 di antaranya selalu penuh. Bahkan, ruang VVIP yang berjumlah 32 tempat tidur juga rata-rata terisi semua.

Kategori penderita kesehatan jiwa pun kian luas. Mereka berasal dari beragam tingkat sosial. Mulai miliarder hingga miskin papa. Parahnya, ada kecenderungan penyakit kesehatan jiwa belakangan lebih banyak diderita kelompok usia produktif, yakni 18–30 tahun. ”Sekarang ini memang kecenderungannya yang lebih muda. Kebanyakan depresi dan stres,” kata dia.

Menurut Adi, 60 persen pasien yang dirawat di RSJ Menur berasal dari Surabaya. Sedangkan sisanya berasal dari berbagai kabupaten/kota. Di antaranya Madura, Lamongan, Tuban, Gresik, dan Sidoarjo. Maklum, RSJ Menur merupakan rumah sakit tipe A yang menjadi rujukan se-Jatim.

Banyak faktor penyebab tingginya tingkat penderita kesehatan jiwa. Mulai putus dari pacar, gagal masuk ke sekolah impian, kesulitan memenuhi tuntutan hidup, hingga kehilangan orang yang dicintai. Bahkan, lanjut Adi, ada juga yang depresi karena di-bully teman-temannya.

Setiap pasien yang masuk RSJ Menur akan didiagnosis tingkat keparahannya. Jika ringan, penderita akan dipertemukan dengan psikolog. Kalau parah, baru pasien akan ditangani psikiater. Para pasien juga digolongkan dalam tiga fase perawatan. Pertama, fase akut. Pada fase ini pasien harus diberi obat dan disuntik. Jika sudah parah harus diikat. Kemudian fase tenang dan terakhir fase rehab.

Sebenarnya, semua penyakit kejiwaan bisa disembuhkan dengan cara deteksi dini. Hanya gangguan jiwa terberat yang memerlukan perawatan intensif. Kata Adi, ada empat ciri seorang penderita gangguan mental akut yang harus dirawat. Antara lain, pasien sudah tidak bisa mengendalikan diri. Misalnya, dia suka melemparkan barang dan berteriak-teriak. Kemudian, pasien bertindak yang membahayakan lingkungan dan orang lain. Termasuk membahayakan diri sendiri seperti percobaan bunuh diri.

Menurut Adi, penyakit jiwa paling akut adalah skizofrenia. Jika dalam tiga bulan tidak mendapat penanganan, penderita skizofrenia bisa lupa segalanya. Padahal, berdasar data, gangguan jiwa tertinggi di IGD dan rawat inap adalah penderita skizofrenia. Para penderitanya bisa bertindak macam-macam.

Adi mencontohkan pasien skizofrenia hebefrenik (menderita paham kebesaran). Yakni, yang bersangkutan merasa sebagai raja atau artis. Ada juga skizofrenia paranoid. Penderitanya selalu merasa curiga kepada apa pun dan siapa pun. Kemudian, skizofrenia tak terperinci yang memiliki bermacam gejala seperti berteriak-teriak dan melempar-lempar barang.

Penyembuhan gangguan kesehatan jiwa, lanjut Adi, sebenarnya mudah. Caranya: meningkatkan peran keluarga dan teman. Pihaknya berharap para penderita penyakit kesehatan jiwa itu tidak diolok-olok. Sebab, stigmatisasi buruk pada mereka berpengaruh besar pada proses penyembuhan. Pendekatan kepada pasien justru membantu kesembuhan. ”Kuncinya kepedulian orang terdekat. Tingkatkan spiritualitas juga,” ungkapnya.

Lebih lanjut Adi memaparkan, selama ini pasien penderita penyakit kejiwaan baru dibawa ke RSJ setelah lebih dari satu tahun. Karena itu, biasanya proses penanganan lebih sulit. ”Rata-rata yang masuk sini sudah terlambat penanganannya.”

Dikatakan, sebenarnya setiap puskesmas di Surabaya bisa melakukan penanganan dini pada penderita gangguan jiwa. Namun, jika menderita gangguan akut, pasien bisa langsung dibawa ke RSJ Menur.

Adi menambahkan, saat ini juga terdata 1.100 orang yang dipasung di Jatim karena gangguan jiwa. Sebanyak 150 berada dalam pantauan RSJ Menur dan 75 di RSJ Lawang Malang. Tahun ini seluruh korban pemasungan akan diobati dengan cara memaksimalkan fungsi kamar perawatan di RSJ di Jatim. Baik di Menur maupun di Lawang. Dia menggambarkan, di RSJ Lawang yang memiliki 700 tempat tidur, sekitar 10 persennya akan dikhususkan untuk korban pemasungan. Di RSJ Menur juga 10 persen dari 251 tempat tidur. Dengan demikian, total 95 korban pasung yang bisa dirawat dalam sebulan. ”Dalam satu tahun, mereka itu bisa mendapat perawatan,” ucapnya.

Sementara itu, makin banyaknya pasien di RSJ Menur sejauh ini belum diimbangi ketersediaan anggaran yang cukup. Adi mengungkapkan, saat ini setiap pasien di RSJ Menur mendapat jatah perawatan Rp 5,4 juta per bulan. Jumlah tersebut belum ideal. Dicontohkan, untuk makan saja, setiap pasien menghabiskan Rp 4,5 juta per bulan. Itu berarti masih ada sisa Rp 900 ribu. Jumlah itulah yang dialokasikan untuk obat. Padahal, obat penyakit jiwa generasi baru cukup mahal.

Sebut saja, sekali injeksi bisa menghabiskan biaya Rp 350 ribu. Adapun satu tablet senilai Rp 55 ribu. Padahal, untuk kesembuhan pasien, dibutuhkan pengobatan yang lebih bagus. ”Tahun depan malah alokasi anggarannya turun (jadi) Rp 5,2 juta. Karena itu, kami tentu harus pandai-pandai memilihkan obat,” kata Adi.

Berdasar Data IRJ (Instalasi Rawat Jalan) Jiwa RSUD dr Soetomo, penderita penyakit kejiwaan cukup besar. Trennya juga cenderung naik. Dalam sebulan rata-rata jumlah pasien berkisar 400–450 orang. Pada Mei lalu, misalnya, tercatat ada 430 orang. Berdasar data, penderita gangguan jiwa itu mayoritas kaum laki-laki.

”Yang datang itu rata-rata pasien skizofrenia atau gangguan mental berat,” kata Kepala Poli Jiwa RSUD dr Soetomo dr I Gusti Ngurah Gunadi SpKJ K kemarin.

Menurut Gunadi, sejauh ini masih kuat anggapan atau pemahaman bahwa gangguan jiwa adalah aib. Karena itu, sering kali masyarakat enggan membawa pasien ke dokter. Padahal, kalau penanganannya dilakukan sejak dini, potensi penyembuhannya sangat besar. ”Nah, bertepatan dengan Hari Kesehatan Mental Sedunia, Surabaya akan mengusung tema Living with Schizophrenia yang akan dilaksanakan pada 12 Oktober,” ujarnya. http://www.jpnn.com/read/2014/10/11/...wa-Terus-Naik-


Pasien Sakit Jiwa di Jakbar Boleh Ikut Pilpres
RABU, 09 JULI 2014 | 08:42 WIB

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum Jakarta Barat mempersilakan pasien sakit jiwa untuk ikut dalam pemilihan presiden 2014 besok. Ketua KPUD Sunardi Sutrisno mengatakan pasien penderita gangguan kejiwaan tetap diperbolehkan untuk berpartisipasi dalam pesta demokrasi lima tahunan tersebut. "Sudah ada 350 pasien kejiwaan yang masuk dalam daftar pemilih tambahan," katanya, Selasa, 8 Juli 2014. (Baca juga: Ahok Soal Pilpres: Jangan Golput, Nanti Menyesal)

Dia mengatakan aturan tertulis dalam setiap pemilu menyebutkan bahwa setiap warga negara Indonesia berhak untuk memilih. Aturan itu juga tidak menyatakan bahwa pasien kejiwaan tidak diperkenankan untuk ikut dalam pemilu. Namun, kata dia, setiap pemilih harus dipastikan dalam keadaan sehat dan sanggup memilih secara sadar.

"Karena mereka masuk dalam kriteria daftar pemilih khusus tersebut," kata Sunardi. Dia pun menyatakan bahwa sosialisasi itu sudah dilakukan sejak pertengahan Juni 2014.

Sunardi mengatakan pasien kejiwaan harus mendapatkan rekomendasi dokter jiwa untuk bisa memilih. Rekomendasi dokter diperlukan sebagai jaminan bahwa pasien itu memiliki kesadaran saat mencoblos nanti. Menurut dia, pasien kejiwaan yang boleh mencoblos ini bisa dikategorikan sebagai orang yang menderita gangguan psikososial. Hanya pasien yang menderita sakit jiwa berat yang tidak diperkenankan untuk memilih. (Baca: KPU: Prioritaskan Pemilih Disabilitas di Pilpres)

"Karena itu, kamu perlu keterangan dokter bahwa pasien itu cukup sehat untuk memilih presiden," katanya. Sunardi mengatakan pasien sakit jiwa biasanya dikategorikan dalam tiga jenis, yakni sakit jiwa ringan, sedang, dan berat. "Yang boleh memilih adalah sakit jiwa ringan dan sedang, serta ada surat dokternya."
http://www.tempo.co/read/news/2014/0...h-Ikut-Pilpres


Kemiskinan, Penyebab Gangguan Jiwa di Kebumen
Jumat, 7 Oktober 2011 | 16:58 WIB

KEBUMEN, KOMPAS.com — Kemiskinan menjadi faktor pemicu utama gangguan kejiwaan pada masyarakat Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Faktor tersebut membuat yang bersangkutan rentan stres, dilanda kecemasan yang berlebih, serta masalah psikososial lainnya yang akhirnya berujung pada gangguan jiwa.

Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen Dwi Budi Satrio, setahun terakhir, 773 penduduk Kebumen diidentifikasi mengalami gangguan kejiwaan. "Sebagian besar dari mereka usianya masih produktif dan faktor penyebab paling dominan adalah kondisi sosial ekonomi," kata Dwi, Jumat (7/10/2011), di Kebumen.

Meskipun demikian, Dwi menyadari jumlah tersebut bukan tidak mungkin tidak menggambarkan kondisi sebenarnya, seperti fenomena gunung es. Sebab, masyarakat masih ada yang malu untuk melaporkan anggota keluarganya yang mengalami gangguan kejiwaan karena merasa sebagai aib keluarga.

Dari pendataan puskesmas-puskesmas di Kebumen, 60 persen penderita gangguan jiwa disebabkan faktor sosial ekonomi. Penyebab lain adalah faktor keturunan atau bawaan genetik sejak lahir.

Dwi menjelaskan, kasus gangguan jiwa tak akan cukup ditangani dari sisi medis saja. Kebutuhan dasar manusia juga harus dipenuhi karena hal itulah yang menjadi gangguan pada pikirannya. Masyarakat di lingkungan penderita punya peran penting bagi penyembuhan penderita penyakit jiwa.
http://health.kompas.com/read/2011/1...iwa.di.Kebumen

------------------------------------

Kenapa semakin banyak orang menjadi gila dan menggila? Di Indonesia, salah satu jawabannya akibat kemiskinan yang luas.
Diubah oleh citox. 11-10-2014 21:43
rizaldi.sarpinAvatar border
heavenisnomoreAvatar border
heavenisnomore dan rizaldi.sarpin memberi reputasi
2
6.5K
28
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan