SLEMAN (KRjogja.com) - Budayawan Prof. Dr. Franz Magnis-Suseno SJ, mengajak masyarakat untuk mewaspadai merebaknya ekstrimisme berdasar religiusitas/agama di Indonesia. Ekstrimisme ini lebih menguat dibandingkan sekulerisme.

"Saat ini yang paling gawat ekstrimisme religius. Kalau terkena itu, nilai-nilai budaya yang dipunyai dulu menguap. Berbuat apa saja termasuk membunuh adalah hal yang gampang. Orang hanya bersikap baik hanya kalau ada kutipan dari kitab suci. Kalau ada orang yang kesulitan itu dibantu tidak tergerak oleh rasa iba, tapi melihat ke kitab suci, ada ayatnya tidak. Kalau tidak ada dia bantai. Itu gawat sekali," tandasnya dalam Seminar Nasional 'Kekerasan, Demokrasi dan HAM" di Universitas Sanata Dharma (USD)Jumat (10/10/2014).

Prof Franz Magnis menjelaskan guna mengatasi hal ini harus dibangun kekuatan rekonsiliasi sipil sehingga mampu meredam kekerasan berbasis agama atau kekerasan berbasis apapun juga. Selain itu membudayakan tidak memakai kekerasan guna menyelesaikan masalah dalam level apapun.

"Ada elite politik yang meremehkan bahkan menentang HAM. Mengkritik pembelaan HAM yang dianggap berlebihan dan kebablasan. Keadilan sosial itu tidak pernah kebablasan. Beradab tidak bisa kebablasan. Manusiawi tidak bisa kebabasan," tandas dia.

Prof Franz Magnis menambahkan perlawanan terhadap HAM hanya dilakukan oleh kelas feodal yang ingin terus berkuasa. Peremehan HAM menurutnya adalah bukti bahwa ada yang mau memperdayakan rakyat, bukan memberdayakan.

"HAM dan demokrasi sering ditentang karena dianggap produk barat. Padahal bukan produk barat, tapi produk modernitas yang menentang feodalisme," tandas dia. (Den)

http://krjogja.com/read/233466/franz...misme-agama.kr

gue tau koq yang disindir sama Prof itu agama mana..


anyway.. satu pernyataan si Prof yang menurut ane cukup penting adalah:
HAM dan demokrasi sering ditentang karena dianggap produk barat. Padahal bukan produk barat, tapi produk modernitas yang menentang feodalisme



wah gue demen banget koment yang ini, gue tempel di depan ah