Kaskus

News

garabankelingAvatar border
TS
garabankeling
Mempertanyakan akurasi berita Suara Pembaruan terkait Tank Leopard
Salah satu tugas jurnalistik adalah mengungkap peristiwa berdasarkan fakta. Informasi yang disampaikan ke publik berdasarkan realita yang mengandung kebenaran. Kebenaran yang tidak berpihak dan imparsial terhadap semua pihak yang disebutkan dalam konten berita. Sikap imparsialitas ini penting untuk menjaga media massa yang bersangkutan dari keberpihakan terhadap kelompok atau individu, dan tentunya tetap independen.

Menjadi persoalan jika kemudian media massa menggunakan kekuatan independensinya untuk menyerang kelompok lain, atau bahkan institusi negara. Kita bisa lihat sendiri bagaimana para pemilik media menggunakan industri media raksasa untuk memuaskan ambisi kepentingan politik atau ekonomi para pemiliknya. Contoh yang paling nyata adalah ketika pemilu presiden berlangsung, bagaimana metro tv habis-habisan membela Jokowi dan bagaimana tvone membela Prabowo secara membabi buta. Itulah kasus bagaimana media massa partisan terhadap kelompok dan dipengaruhi oleh kepentingan politik pemiliknya. Metro tv dikuasai Surya Paloh (Partai Nasdem) dan Tvone dikuasai Aburizal Bakrie (Partai Golkar).

Lebih dari itu, di era reformasi saat ini, institusi paling powerfull adalah media massa. Dengan berdalih pada demokratisasi dan kebebasan berpendapat atau kebebasan pers, maka insan media merasa bisa melakukan apapun, termasuk hal yang paling vital dan bersifat rahasia negara, contohnya adalah alat utama sistem persenjataan.

Yang kemudian menjadi masalah serius adalah sumber informasi yang disampaikan ke publik tidak berasal dari sumber utama, seringkali media massa kita hanya mengutip media massa asing dan itu dianggap sebagai kebenaran dan sumber yang shahih. Padahal belum tentu media massa yang dikutip itu benar dan bisa dipertanggungjawabkan.

Analisa Konten Pemberitaan Suara Pembaruan Terkait Tank Leopard.

Pada tanggal 26 September 2014, pukul 08.27, Suara Pembaruan mengunggah tulisan berita dengan judul "Alutsista Jerman Ternyata Penuh Rongsokan". Judul ini bukan statement pejabat publik, melainkan kesimpulan subyektif dari penulis berita yang memiliki kode L-8. Satu-satunya alasan yang mungkin bisa diambil untuk dijadikan judul adalah sumber tulisan yang menyebutkan adanya laporan intelijen bahwa pejabat militer Jerman mengeluhkan alutsista negara itu yang sudah tua. Di sini lah persoalan konten berita Suara Pembaruan yang bisa diakses di www.sp.beritasatu.com. Apakah laporan intelijen Jerman yang dikutip media setempat, lalu dikutip Suara Pembaruan, diberi judul dengan bombastis, bisa dijadikan referensi terpercaya? Apakah jurnalis Suara Pembaruan sudah menerima, membaca dan mempelajari laporan intelijen yang katanya sangat rahasia tersebut?

Mari kita simak tulisan berita tersebut:

"Kini muncul berita mengagetkan bahwa alutsista Jerman ternyata kumpulan besi tua yang tidak bisa berjalan. Berita ini berasal dari sebuah laporan intelijen yang sangat rahasia.

Bahkan Angkatan Bersenjata Jerman sendiri mengeluhkan buruknya kondisi alutsista lantaran mengalami kelangkaan suku cadang.

Ratusan jet tempur, helikopter, dan kendaraan lapis baja terpaksa dikandangkan karena tidak layak beroperasi.

Laporan setebal sepuluh halaman itu sejatinya ditempeli label rahasia. Toh, cap tersebut tidak menghalangi kebocorannya ke media."

Agak menggelikan konten berita Suara Pembaruan di atas. Bagaimana bisa kalimat " Toh, cap tersebut tidak menghalangi kebocorannya ke media." Kalimat tersebut menunjukkan kemalasan jurnalis Suara Pembaruan untuk memverifikasi informasi intelijen yang sangat rahasia.

Verifikasi atas informasi merupakan pokok persoalan serius media massa kita, bahkan untuk media sekaliber Suara Pembaruan. Berita yang disuguhkan media ini tidak satupun menyebutkan sumber utama. Semuanya berdasarkan kutipan media massa Jerman. Jangankan memverifikasi laporan intelijen ke pihak-pihak terkait di Jerman, Suara Pembaruan pun sepertinya tidak mewawancarai jurnalis media massa Jerman terkait persoalan ini.

Ketidakakuratan informasi ini akan menimbulkan persoalan di tengah publik. Apakah keluhan militer Jerman ada hubungannya dengan pembelian Tank Leoard oleh TNI? Bukankah pembelian ini sudah melalui proses panjang dengan pengawasan ketat berbagai pihak lembaga negara, dalam hal ini TNI AD, Kementerian Pertahanan, Kementerian Keuangan dsb.

Sialnya, Suara Pembaruan tidak mengutip pejabat negara RI ataupun petinggi militer di negara ini. Satu-satunyanya yang dikutip adalah statement mantan Presiden BJ Habibie yang tidak terkait langsung dengan pembelian alutsista Jerman.

Suara Pembaruan Kampanye Militerphobia?

Setelah analisa diurai di atas, maka timbul spekulasi mengapa Suara Pembaruan menurunkan tulisan tersebut? Berbagai spekulasi bisa saja berkembang. Salah satunya adalah kemungkinan media ini mengkampanyekan sikap militerphobia di tengah-tengah masyarakat. Suara Pembaruan berada di bawah Berita Satu Holdings yang dipimpin oleh Peter F. Gontha. Siapakah dia?

Peter F. Gontha adalah pengusaha sukses yang kerap menyindir TNI. Hal ini bisa dilihat dari kicauannya melalui akun pribadi di @PeterGontha yang selalu negatif terhadap apapun yang berbau militer. Jadi tidak menutup kemungkinan pandangan pribadi Peter terhadap TNI mewarnai kebijakan redaksi media massa yang berada di bawahnya. Ingat pepatah "Siapa yang Menguasai Media Massa, maka Menguasai Dunia".

Jika sudah demikian, maka menjadi sulit bagi masyarakat untuk mempercayai independensi Suara Pembaruan. Apalagi berharap media ini adil terhadap TNI.

Bagus juga jika kemudian ada kesadaran di internal militer Indonesia untuk membangun media yang modern, profesional dan berpengaruh di masyarakat. (*)
0
2.6K
25
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan