- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Jokowi Diminta Komandani Pasukan Siber


TS
audifighter
Jokowi Diminta Komandani Pasukan Siber
Jokowi Diminta Komandani Pasukan Siber


Quote:
Indonesia memerlukan pasukan ribuan orang untuk melawan kejahatan siber. Presiden terpilih Joko Widodo diminta membentuk pasukan itu dan memimpinnya seperti Presiden Amerika Serikat Barack Obama. "Karena terkait dengan data penduduk Indonesia yang bisa disedot NSA (National Security Agency) Amerika secara mudah dan rahasia," kata Ketua Sharing Vision, Dimitri Mahayana di Institut Teknologi Bandung, Kamis, 9 Oktober 2014.
Menurut Dimitri, pasukan siber itu harus dipimpin langsung Joko Widodo karena menyangkut kedaulatan negara. Pengguna teknologi informasi di Indonesia telah secara sukarela memberikan data-data pribadi ke aplikasi atau website yang dipakainya, seperti Facebook dan surat elektronik. "Namun dari luar, NSA bisa menyedot data pribadi itu, bahkan isi komunikasinya seperti di media sosial dan WhatsApp," ujar dosen Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB itu. (Baca juga: Cyber Attack Rugikan US$ 113 Miliar per Tahun)
Lewat program Prism yang dibentuk 2007, lembaga keamanan Negeri Abang Sam itu didanai US$ 20 juta per tahun. Misinya, kata Dimitri, untuk mengumpulkan data dari berbagai perusahaan teknologi informasi di Amerika Serikat, seperti Microsoft, Google, Yahoo, dan Facebook. Di sejumlah negara, aksi NSA diketahui untuk menyadap telepon seluler 35 pemimpin dunia pada 2010, serta meretas jaringan server surat elektronik Presiden Meksiko dan menteri kabinetnya.
Pakar keamanan teknologi informasi dari ITB Budi Rahardjo mengatakan, kini dengan 70 juta pengguna Internet di Indonesia, pasukan siber yang diperlukan sedikitnya berjumlah 7.000 orang. "Seorang ahli keamanan cyber menangani 10 ribu orang. Kita masih krisis tenaga ini," katanya.
Pasukan siber itu bisa berasal dari kepolisian dan tentara, serta ahli sipil. ITB sendiri sedang membangun Cyber Security Center di kampus Jatinangor, Sumedang, untuk menyiapkan tenaga ahli keamanan informasi berjenjang S1 sampai S3. "Tren ke depan, serangan cyber ini masih berupa virus, spam, dan malware, ke jaringan dan media sosial," ujar Budi.
SUMBER
Menurut Dimitri, pasukan siber itu harus dipimpin langsung Joko Widodo karena menyangkut kedaulatan negara. Pengguna teknologi informasi di Indonesia telah secara sukarela memberikan data-data pribadi ke aplikasi atau website yang dipakainya, seperti Facebook dan surat elektronik. "Namun dari luar, NSA bisa menyedot data pribadi itu, bahkan isi komunikasinya seperti di media sosial dan WhatsApp," ujar dosen Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB itu. (Baca juga: Cyber Attack Rugikan US$ 113 Miliar per Tahun)
Lewat program Prism yang dibentuk 2007, lembaga keamanan Negeri Abang Sam itu didanai US$ 20 juta per tahun. Misinya, kata Dimitri, untuk mengumpulkan data dari berbagai perusahaan teknologi informasi di Amerika Serikat, seperti Microsoft, Google, Yahoo, dan Facebook. Di sejumlah negara, aksi NSA diketahui untuk menyadap telepon seluler 35 pemimpin dunia pada 2010, serta meretas jaringan server surat elektronik Presiden Meksiko dan menteri kabinetnya.
Pakar keamanan teknologi informasi dari ITB Budi Rahardjo mengatakan, kini dengan 70 juta pengguna Internet di Indonesia, pasukan siber yang diperlukan sedikitnya berjumlah 7.000 orang. "Seorang ahli keamanan cyber menangani 10 ribu orang. Kita masih krisis tenaga ini," katanya.
Pasukan siber itu bisa berasal dari kepolisian dan tentara, serta ahli sipil. ITB sendiri sedang membangun Cyber Security Center di kampus Jatinangor, Sumedang, untuk menyiapkan tenaga ahli keamanan informasi berjenjang S1 sampai S3. "Tren ke depan, serangan cyber ini masih berupa virus, spam, dan malware, ke jaringan dan media sosial," ujar Budi.
SUMBER
0
2.2K
Kutip
30
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan