- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
ASEAN Economic Community 2015, sudah siapkah Indonesia (kita)?


TS
ahmad13
ASEAN Economic Community 2015, sudah siapkah Indonesia (kita)?

NEGARA-negara di ASIA Tenggara tidak lama lagi akan akan menemui babak baru yaitu diterapkannya ASEAN Economic Communityper 31 Desember 2015, sudah siapkah Indonesia (baca:kita)?
Spoiler for Sekilas tentang AEC 2015:
The ASEAN Economic Community (AEC) shall be the goal of regional economic integration by 2015. AEC envisages the following key characteristics: (a) a single market and production base, (b) a highly competitive economic region, (c) a region of equitable economic development, and (d) a region fully integrated into the global economy.
The AEC areas of cooperation include human resources development and capacity building; recognition of professional qualifications; closer consultation on macroeconomic and financial policies; trade financing measures; enhanced infrastructure and communications connectivity; development of electronic transactions through e-ASEAN; integrating industries across the region to promote regional sourcing; and enhancing private sector involvement for the building of the AEC. In short, the AEC will transform ASEAN into a region with free movement of goods, services, investment, skilled labour, and freer flow of capital.
The AEC areas of cooperation include human resources development and capacity building; recognition of professional qualifications; closer consultation on macroeconomic and financial policies; trade financing measures; enhanced infrastructure and communications connectivity; development of electronic transactions through e-ASEAN; integrating industries across the region to promote regional sourcing; and enhancing private sector involvement for the building of the AEC. In short, the AEC will transform ASEAN into a region with free movement of goods, services, investment, skilled labour, and freer flow of capital.
Spoiler for ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint:
The ASEAN Leaders adopted the ASEAN Economic Blueprint at the 13th ASEAN Summit on 20 November 2007 in Singapore to serve as a coherent master plan guiding the establishment of the ASEAN Economic Community 2015.
Please click herefor the ASEAN Economic Community Blueprint
Please click herefor the ASEAN Economic Community Blueprint
ASEAN Economic Community sangat berpengaruh bagi seluruh masyarakat di ASEAN, karena menuntut untuk memiliki skill untuk bersaing dengan negara ASEAN lainnya. Tidak peduli petani, karyawan swasta, buruh, atau tenaga kerja profesional lainnya, semua harus memiliki modal tersebut. Sudah siapkah Kita?
Spoiler for Asean Economic Community (AEC):
Asean Economic Community (AEC) merupakan kesepakatan yang dibangun oleh sepuluh negara anggota ASEAN. Terutama di bidang ekonomi dalam upaya meningkatkan perekonomian di kawasan dengan meningkatkan daya saing di kancah internasional agar ekonomi bisa tumbuh merata, juga meningkatkan taraf hidup masyarakat, dan yang paling utama adalah mengurangi kemiskinan.
AEC merupakan realisasi dari Visi ASEAN 2020 yaitu untuk melakukan integrasi terhadap ekonomi negara-negara ASEAN dengan membentuk pasar tunggal dan basis produksi bersama. Menurut Prof Hermanto Siregar terdapat beberapa konsep dalam AEC yaitu ASEAN Economic Community, ASEAN Political Security Community, dan ASEAN Socio-Culture Community.
Ketiga hal tersebut akan direalisasikan di antara negara-negara anggota ASEAN secara bertahap. Untuk langkah pertama yang akan direalisasikan adalah AEC pada 2015 mendatang, setidaknya terdapat 5 hal yang akan diimplementasikan yaitu arus bebas barang, arus bebas jasa, arus bebas investasi, arus bebas modal, dan arus bebas tenaga kerja terampil.
Pada 2015 di antara 10 Negara ASEAN yang terdiri dari Indonesia, Myanmar, Thailand, Malaysia, Singapura, Brunai Darussalam, Philipina, Laos, dan Kamboja, dan Vietnam harus membebaskan 5 hal di atas untuk menerapkan aturan dari kesepakatan tersebut.
Sebelumnya pada 2004, Indonesia bersama ASEAN telah menyepakati perjanjian dengan China yang dikenal sebagai ASEAN-China Free Trade Agreement(ACFTA). Dengan perjanjian itu, negara-negara ASEAN dan China harus membebaskan barang-barang masuk.
Dalam pelaksanaan AEC, negara-negara ASEAN harus memegang teguh prinsip pasar terbuka dan ekonomi yang digerakkan oleh pasar. Dengan kata lain, konsekuensi diberlakukannya AEC adalah liberalisasi perdagangan barang, jasa, dan tenaga terampil secara bebas dan tanpa hambatan tarif dan nontarif.
Rencana pemberlakuan AEC tersebut dicantumkan dalam Piagam ASEAN yang disahkan pada 2007. Pada tahun tersebut pula disepakati bahwa pencapaian AEC akan dipercepat dari 2020 menjadi 2015. Pengesahan AEC sendiri dicantumkan pada pasal 1 ayat 5 Piagam ASEAN dan diperkuat dengan pembentukan Dewan Area Perdagangan Bebas ASEAN (ASEAN Free Trade Council) yang tercantum dalam lampiran I Piagam ASEAN. Itulah dasar hukum yang mengesahkan terbentuknya ASEAN Economic Community.
Kesiapan Indonesia dalam menghadapi AEC 2015, antara peluang dan ancaman. Siap atau tidak siap sudah tidak perlu diperdebatkan lagi karena AEC sudah menjadi keputusan dan ketetapan politik yang harus dihadapi semua negara ASEAN.
Jika dilihat dari beberapa data tentang kondisi Indonesia dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, dalam banyak hal Indonesia kalah oleh Thailand dan Philipina, apalagi Brunei, Malaysia, dan Singapura masih tertinggal jauh. Indonesia hanya menang dari luas negara yang begitu besar, jumlah penduduk yang banyak, dan sumberdaya yang melimpah.
Setelah diberlakukannya AEC, Indonesia akan “diserbu” barang, jasa, investasi, modal dan tenaga kerja terampil dari negara ASEAN lainnya sehingga hal ini akan menjadi ancaman yang serius. Atau sebaliknya Indonesia dapat “menyerbu” negara ASEAN lainnya dengan barang, jasa, investasi dan tenaga kerja terampil sehingga hal ini menjadi peluangyang besar bagi kita.
Tentunya semua akan kembali kepada masing-masing kita, seharusnya semua elemen bangsa mulai berbenah untuk berperang pada AEC 2015. Pemerintah, swasta, rakyat harus bahu membahu mewujudkan Indonesia yang mandiri dan bebas dari segala bentuk penjajahan dalam bidang apapun terutama untuk saat ini bidang ekonomi.
Apa yang harus kita lakukan? Beberapa solusi yang ditawarkan untuk menghadapi AEC 2015 di antaranya adalah :
1. Mengubah ‘mindset’ konsumtif menjadi produktif sehingga kita bisa mengurangi pengeluaran dan memperbesar pemasukan bagi negara kita.
2. Meningkatkan ‘Competitiveness’ produk yang akan berpengaruh pada ketertarikan konsumen akan produk yang kita hasilkan dengan kualitas terjamin dan harga yang terjangkau.
3. Diversifikasi dan peningkatan nilai tambah bahan baku dari sumber daya alam yang melimpah menjadi produk berorientasi ekspor.
4. Meningkatkan ‘Competitiveness’ sumber daya manusia karena kunci dari kemajuan bangsa adalah bukan karena kekayaan alamnya melainkan SDM yang ada di dalamnya.
5. Mempersiapkan lulusan perguruan tinggi yang mampu berkompetisi minimal di tingkat ASEAN (kedepan semua profesi harus memiliki sertifikasi tingkat ASEAN) dan tiap tenaga profesional memiliki semangat yang tinggi.
6. Mengubah ‘mindset’ pegawai menjadi entrepreneur (pengusaha) sehingga diharapkan akan muncul pengusaha-pengusaha baru yang dapat menciptakan lapangan kerja dan memenuhi kebutuhan masyarakat indonesia secara mandiri sehingga tidak bergantung terhadap negara lain.
Tentunya kemajuan sebuah bangsa tidak hanya menjadi tanggungjawab pemerintah semata akan tetapi merupakan tanggungjawab seluruh elemen bangsa, sehingga sudah saatnya semua bersatu saling bahu membahu berjuang untuk memajukan bangsa sesuai dengan peran dan fungsinya masing-masing.
Antara masing-masing pribadi, organisasi kemasyarakatan, lembaga-lembaga pemerintah maupun swasta dan pemerintah harus saling bersinergi dan bersepakat untuk berjuang memajukan Indonesia. Perubahan harus dimulai dari masing-masing individu dilanjutkan pada tingkat masyarakat desa, kecamatan, kota/kabupaten, provinsi.
Akhirnya jika semua terus berbenah dan memperbaiki diri hasil dari akumulasi perbaikan tersebut pasti akan berpengaruh pada negeri kita yang akan semakin baik pula. Semoga dengan niat yang baik dan usaha yang benar semua tujuan baik itu akan tercapai yaitu negara kita akan menjadi negara yang berdaulat, adil dan sejahtera.
Adi Dwi Prasetia, Peserta Indonesia Bangun Desa asal Mojokerto. Lulusan program studi Teknik Informatika, Universitas Muhammadiyah Malang.
AEC merupakan realisasi dari Visi ASEAN 2020 yaitu untuk melakukan integrasi terhadap ekonomi negara-negara ASEAN dengan membentuk pasar tunggal dan basis produksi bersama. Menurut Prof Hermanto Siregar terdapat beberapa konsep dalam AEC yaitu ASEAN Economic Community, ASEAN Political Security Community, dan ASEAN Socio-Culture Community.
Ketiga hal tersebut akan direalisasikan di antara negara-negara anggota ASEAN secara bertahap. Untuk langkah pertama yang akan direalisasikan adalah AEC pada 2015 mendatang, setidaknya terdapat 5 hal yang akan diimplementasikan yaitu arus bebas barang, arus bebas jasa, arus bebas investasi, arus bebas modal, dan arus bebas tenaga kerja terampil.
Pada 2015 di antara 10 Negara ASEAN yang terdiri dari Indonesia, Myanmar, Thailand, Malaysia, Singapura, Brunai Darussalam, Philipina, Laos, dan Kamboja, dan Vietnam harus membebaskan 5 hal di atas untuk menerapkan aturan dari kesepakatan tersebut.
Sebelumnya pada 2004, Indonesia bersama ASEAN telah menyepakati perjanjian dengan China yang dikenal sebagai ASEAN-China Free Trade Agreement(ACFTA). Dengan perjanjian itu, negara-negara ASEAN dan China harus membebaskan barang-barang masuk.
Dalam pelaksanaan AEC, negara-negara ASEAN harus memegang teguh prinsip pasar terbuka dan ekonomi yang digerakkan oleh pasar. Dengan kata lain, konsekuensi diberlakukannya AEC adalah liberalisasi perdagangan barang, jasa, dan tenaga terampil secara bebas dan tanpa hambatan tarif dan nontarif.
Rencana pemberlakuan AEC tersebut dicantumkan dalam Piagam ASEAN yang disahkan pada 2007. Pada tahun tersebut pula disepakati bahwa pencapaian AEC akan dipercepat dari 2020 menjadi 2015. Pengesahan AEC sendiri dicantumkan pada pasal 1 ayat 5 Piagam ASEAN dan diperkuat dengan pembentukan Dewan Area Perdagangan Bebas ASEAN (ASEAN Free Trade Council) yang tercantum dalam lampiran I Piagam ASEAN. Itulah dasar hukum yang mengesahkan terbentuknya ASEAN Economic Community.
Kesiapan Indonesia dalam menghadapi AEC 2015, antara peluang dan ancaman. Siap atau tidak siap sudah tidak perlu diperdebatkan lagi karena AEC sudah menjadi keputusan dan ketetapan politik yang harus dihadapi semua negara ASEAN.
Jika dilihat dari beberapa data tentang kondisi Indonesia dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, dalam banyak hal Indonesia kalah oleh Thailand dan Philipina, apalagi Brunei, Malaysia, dan Singapura masih tertinggal jauh. Indonesia hanya menang dari luas negara yang begitu besar, jumlah penduduk yang banyak, dan sumberdaya yang melimpah.
Setelah diberlakukannya AEC, Indonesia akan “diserbu” barang, jasa, investasi, modal dan tenaga kerja terampil dari negara ASEAN lainnya sehingga hal ini akan menjadi ancaman yang serius. Atau sebaliknya Indonesia dapat “menyerbu” negara ASEAN lainnya dengan barang, jasa, investasi dan tenaga kerja terampil sehingga hal ini menjadi peluangyang besar bagi kita.
Tentunya semua akan kembali kepada masing-masing kita, seharusnya semua elemen bangsa mulai berbenah untuk berperang pada AEC 2015. Pemerintah, swasta, rakyat harus bahu membahu mewujudkan Indonesia yang mandiri dan bebas dari segala bentuk penjajahan dalam bidang apapun terutama untuk saat ini bidang ekonomi.
Apa yang harus kita lakukan? Beberapa solusi yang ditawarkan untuk menghadapi AEC 2015 di antaranya adalah :
1. Mengubah ‘mindset’ konsumtif menjadi produktif sehingga kita bisa mengurangi pengeluaran dan memperbesar pemasukan bagi negara kita.
2. Meningkatkan ‘Competitiveness’ produk yang akan berpengaruh pada ketertarikan konsumen akan produk yang kita hasilkan dengan kualitas terjamin dan harga yang terjangkau.
3. Diversifikasi dan peningkatan nilai tambah bahan baku dari sumber daya alam yang melimpah menjadi produk berorientasi ekspor.
4. Meningkatkan ‘Competitiveness’ sumber daya manusia karena kunci dari kemajuan bangsa adalah bukan karena kekayaan alamnya melainkan SDM yang ada di dalamnya.
5. Mempersiapkan lulusan perguruan tinggi yang mampu berkompetisi minimal di tingkat ASEAN (kedepan semua profesi harus memiliki sertifikasi tingkat ASEAN) dan tiap tenaga profesional memiliki semangat yang tinggi.
6. Mengubah ‘mindset’ pegawai menjadi entrepreneur (pengusaha) sehingga diharapkan akan muncul pengusaha-pengusaha baru yang dapat menciptakan lapangan kerja dan memenuhi kebutuhan masyarakat indonesia secara mandiri sehingga tidak bergantung terhadap negara lain.
Tentunya kemajuan sebuah bangsa tidak hanya menjadi tanggungjawab pemerintah semata akan tetapi merupakan tanggungjawab seluruh elemen bangsa, sehingga sudah saatnya semua bersatu saling bahu membahu berjuang untuk memajukan bangsa sesuai dengan peran dan fungsinya masing-masing.
Antara masing-masing pribadi, organisasi kemasyarakatan, lembaga-lembaga pemerintah maupun swasta dan pemerintah harus saling bersinergi dan bersepakat untuk berjuang memajukan Indonesia. Perubahan harus dimulai dari masing-masing individu dilanjutkan pada tingkat masyarakat desa, kecamatan, kota/kabupaten, provinsi.
Akhirnya jika semua terus berbenah dan memperbaiki diri hasil dari akumulasi perbaikan tersebut pasti akan berpengaruh pada negeri kita yang akan semakin baik pula. Semoga dengan niat yang baik dan usaha yang benar semua tujuan baik itu akan tercapai yaitu negara kita akan menjadi negara yang berdaulat, adil dan sejahtera.
Adi Dwi Prasetia, Peserta Indonesia Bangun Desa asal Mojokerto. Lulusan program studi Teknik Informatika, Universitas Muhammadiyah Malang.
Bagaimana Pemerintah Indonesia menyikapi keputusan politik tersebut? Sudah siapkah Indonesia (baca: Kita)?
Spoiler for Kadin Ragukan Kesiapan RI Sambut AEC 2015:
JAKARTA - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Suryo Bambang Sulisto meragukan kesiapan Indonesia dalam menghadapi Komunitas Ekonomi Asean (Asean Economic Community/AEC) akhir 2015. Hingga saat ini, pemerintah maupun dunia usaha belum terlihat berupaya mengintegrasikan program untuk persiapan ke arah AEC.
Untuk menghadapi AEC, Kadin berharap adanya keterlibatan integratif dalam pembuatan kebijakan pemerintah Indonesia seperti yang sudah dilakukan negara-negara Asean lain, di antaranya Singapura, Malaysia, dan Thailand.
"Dalam hal ini, Indonesia masih harus berbenah karena sektor swasta masih jauh berada di luar lingkaran pengambilan keputusan oleh negara," ujar Suryo di Jakarta, akhir pekan lalu.
Indonesia perlu serius mempersiapkan diri menghadapi AEC akhir 2015. Apalagi, berdasarkan data World Economy Forum (WEF), daya saing Indonesia berada di urutan 55 dunia pada 2008 dan kemudian menjadi peringkat 50 dunia tahun 2012. Indonesia masih jauh tertinggal dari Singapura di peringkat tiga dunia, Malaysia ke-25, dan Thailand urutan ke-38.
Jika ditinjau dari tujuan diberlakukannya, lanjut dia, AEC merupakan realisasi dari keinginan yang tercantum dalam Visi 2020 untuk mengintegrasikan ekonomi negara-negara Asean dengan membentuk pasar tunggal dan basis produksi bersama. Visi 2020 menyatakan, dalam pelaksanaan AEC, negara-negara anggota harus memegang teguh prinsip pasar terbuka (open market), berorientasi ke luar (outward looking), dan ekonomi yang digerakkan oleh pasar (market drive economy) sesuai dengan ketentuan multilateral.
Jika AEC diberlakukan akhir 2015, Asean akan terbuka untuk perdagangan barang, jasa, investasi, modal, dan pekerja (free flow of goods, free flow of services, free flow of investment, free flow of capital, dan free flow of skilled labor). "Namun terserah pada masing-masing negara untuk mendapatkan kemanfaatan dari kebebasan tersebut. Dan kita harapkan, dunia usaha nasional terus meningkatkan daya saing," katanya.
Punya Potensi
Dia menjelaskan, Indonesia perlu menyadari setiap keunggulan dan kelemahan yang dimilikinya, seperti comperative advantages yang berkaitan berkaitan dengan tingkat efisiensi dalam memproduksi barang. "Negara yang memiliki efisiensi lebih tinggi akan menjual barangnya kepada negara dengan efisensi lebih rendah," ucap Suryo.
Karena itu, terintegrasinya basis industri menjadi penting karena negara yang mempunyai comperative advantage tinggi untuk produk tertentu akan menjadi basis industri barang tersebut.
"Dengan begitu, setiap negara tidak perlu lagi memproduksi semua jenis barang untuk kebutuhannya sendiri". Indonesia memiliki potensi sumber daya alam terbesar, sehingga berpeluang menjadi basis industri pengolahan bagi Asean. Berdasarkan data yang ada, 43% dari penduduk Asean yang sekarang mencapai 600 juta jiwa adalah penduduk Indonesia. Secara demografis, 53% wilayah Asean juga merupakan wilayah Negara Kesatua Republik
Indonesia.
"Negara kita memiliki penduduk terbesar dengan biaya hidup yang relatif rendah. Indonesia juga berpotensi menjadi basis industri manufaktur, pertanian pangan, dan perikanan," kata Suryo.
Namun, untuk mewujudkan potensipotensi tersebut sangat bergantung pada kemampuan Indonesia untuk mempersiapkan prasarana yang dibutuhkan.
Beberapa hal yang harus dipersiapkan antara lain lahan untuk kawasan industri, tenaga kerja terampil, menyiapkan infrastruktur, dan sebagainya.
Pemalsuan dan Re-ekspor
Sementara itu, Direktur Jenderal Kerja Sama Industri Internasional (KII) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Agus Tjahajana menuturkan, pemerintah mulai mewaspadai pemalsuan barang atau upaya menjadikan Indonesia sebagai basis reekspor produk dari negara-negara lain (circumvention).
Hal ini diperkirakan semakin marak ketika AEC 2015 diberlakukan karena pemberlakuan arus bebas barang dan jasa di kawasan Asean.
"Kita harus mewaspadai circumvention, yang terdiri atas masuknya bagian, potongan, dan komponen ke wilayah nasional. Kemudian, itu diolah menjadi produk yang menyerupai barang yang dikenakan tindakan anti dumping atau barang lain dengan karakteristik sama," jelas Agus di sela Rapat Kerja Kemenperin dengan Pemerintah Daerah Tahun 2013 di Jakarta, pekan lalu.
Bentuk circumvention lainnya bisa berupa masuknya barang jadi yang dikenakan tindakan antidumping ke wilayah nasional melalui negara ketiga, yang berasal dari negara terkena tuduhan tindakan anti dumping dari negara tujuan ekspor. Selanjutnya, produk akan diekspor kembali ke negara tujuan ekspor dari wilayah Indonesia.
Data Kemenperin menunjukkan, hingga Mei 2013, Indonesia menghadapi empat tuduhan tindakan circumvention.
Keempatnya terdiri atas dari Komisi Eropa atas produk fiber kaca (glass fibers), dari US Department of Commerce atas oil country tubular goods, alas kaki oleh Department Commercial Defense (DECOM) Brasilia, dan atas air conditioners (AC) oleh Undersecretariat of the Prime Ministry of Foreign Trade (DTM) Turkey.
Untuk menghadapi AEC, Kadin berharap adanya keterlibatan integratif dalam pembuatan kebijakan pemerintah Indonesia seperti yang sudah dilakukan negara-negara Asean lain, di antaranya Singapura, Malaysia, dan Thailand.
"Dalam hal ini, Indonesia masih harus berbenah karena sektor swasta masih jauh berada di luar lingkaran pengambilan keputusan oleh negara," ujar Suryo di Jakarta, akhir pekan lalu.
Indonesia perlu serius mempersiapkan diri menghadapi AEC akhir 2015. Apalagi, berdasarkan data World Economy Forum (WEF), daya saing Indonesia berada di urutan 55 dunia pada 2008 dan kemudian menjadi peringkat 50 dunia tahun 2012. Indonesia masih jauh tertinggal dari Singapura di peringkat tiga dunia, Malaysia ke-25, dan Thailand urutan ke-38.
Jika ditinjau dari tujuan diberlakukannya, lanjut dia, AEC merupakan realisasi dari keinginan yang tercantum dalam Visi 2020 untuk mengintegrasikan ekonomi negara-negara Asean dengan membentuk pasar tunggal dan basis produksi bersama. Visi 2020 menyatakan, dalam pelaksanaan AEC, negara-negara anggota harus memegang teguh prinsip pasar terbuka (open market), berorientasi ke luar (outward looking), dan ekonomi yang digerakkan oleh pasar (market drive economy) sesuai dengan ketentuan multilateral.
Jika AEC diberlakukan akhir 2015, Asean akan terbuka untuk perdagangan barang, jasa, investasi, modal, dan pekerja (free flow of goods, free flow of services, free flow of investment, free flow of capital, dan free flow of skilled labor). "Namun terserah pada masing-masing negara untuk mendapatkan kemanfaatan dari kebebasan tersebut. Dan kita harapkan, dunia usaha nasional terus meningkatkan daya saing," katanya.
Punya Potensi
Dia menjelaskan, Indonesia perlu menyadari setiap keunggulan dan kelemahan yang dimilikinya, seperti comperative advantages yang berkaitan berkaitan dengan tingkat efisiensi dalam memproduksi barang. "Negara yang memiliki efisiensi lebih tinggi akan menjual barangnya kepada negara dengan efisensi lebih rendah," ucap Suryo.
Karena itu, terintegrasinya basis industri menjadi penting karena negara yang mempunyai comperative advantage tinggi untuk produk tertentu akan menjadi basis industri barang tersebut.
"Dengan begitu, setiap negara tidak perlu lagi memproduksi semua jenis barang untuk kebutuhannya sendiri". Indonesia memiliki potensi sumber daya alam terbesar, sehingga berpeluang menjadi basis industri pengolahan bagi Asean. Berdasarkan data yang ada, 43% dari penduduk Asean yang sekarang mencapai 600 juta jiwa adalah penduduk Indonesia. Secara demografis, 53% wilayah Asean juga merupakan wilayah Negara Kesatua Republik
Indonesia.
"Negara kita memiliki penduduk terbesar dengan biaya hidup yang relatif rendah. Indonesia juga berpotensi menjadi basis industri manufaktur, pertanian pangan, dan perikanan," kata Suryo.
Namun, untuk mewujudkan potensipotensi tersebut sangat bergantung pada kemampuan Indonesia untuk mempersiapkan prasarana yang dibutuhkan.
Beberapa hal yang harus dipersiapkan antara lain lahan untuk kawasan industri, tenaga kerja terampil, menyiapkan infrastruktur, dan sebagainya.
Pemalsuan dan Re-ekspor
Sementara itu, Direktur Jenderal Kerja Sama Industri Internasional (KII) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Agus Tjahajana menuturkan, pemerintah mulai mewaspadai pemalsuan barang atau upaya menjadikan Indonesia sebagai basis reekspor produk dari negara-negara lain (circumvention).
Hal ini diperkirakan semakin marak ketika AEC 2015 diberlakukan karena pemberlakuan arus bebas barang dan jasa di kawasan Asean.
"Kita harus mewaspadai circumvention, yang terdiri atas masuknya bagian, potongan, dan komponen ke wilayah nasional. Kemudian, itu diolah menjadi produk yang menyerupai barang yang dikenakan tindakan anti dumping atau barang lain dengan karakteristik sama," jelas Agus di sela Rapat Kerja Kemenperin dengan Pemerintah Daerah Tahun 2013 di Jakarta, pekan lalu.
Bentuk circumvention lainnya bisa berupa masuknya barang jadi yang dikenakan tindakan antidumping ke wilayah nasional melalui negara ketiga, yang berasal dari negara terkena tuduhan tindakan anti dumping dari negara tujuan ekspor. Selanjutnya, produk akan diekspor kembali ke negara tujuan ekspor dari wilayah Indonesia.
Data Kemenperin menunjukkan, hingga Mei 2013, Indonesia menghadapi empat tuduhan tindakan circumvention.
Keempatnya terdiri atas dari Komisi Eropa atas produk fiber kaca (glass fibers), dari US Department of Commerce atas oil country tubular goods, alas kaki oleh Department Commercial Defense (DECOM) Brasilia, dan atas air conditioners (AC) oleh Undersecretariat of the Prime Ministry of Foreign Trade (DTM) Turkey.
Indonesia dalam susunan peringkat daya saing di negara Asia menempati posisi ke-9 dimana Indonesia masih berada di bawah peringkat Thailand, Malaysia dan Singapura
Spoiler for Tantangan Entrepreneur Indonesia menghadapi AEC 2015:
Tahun 2015 dapat menjadi tahun yang penuh tantangan bagi perkembangan ekonomi Indonesia. Bagaimana tidak? ASEAN, organisasi regional yang menyatukan negara-negara di kawasan Asia Tenggara ini mengumumkan bahwa Asean Economic Community (AEC) akan diberlakukan pada tahun 2015.
Jadi sebenarnya apa itu AEC? Mengapa keberadaanya mampu mempengaruhi kondisi perekonomian Indonesia? Inti dari AEC adalah membuka luas pasar arus ekspor-import barang dan jasa ataupun investasi antarnegara ASEAN dimana permasalahan tarif dan non tarif sudah tidak diberlakukan kembali. Dengan diberikannya kemudahan untuk bertransaksi antar negara di Asia Tenggara, diyakini dapat menjadi peluang ataupun tantangan bagi perekenonomian masyarakat Indonesia.
Untuk menjelaskan kemungkinan situasi ekonomi dan industri yang dapat terjadi di Indonesia kepada para calon entrepreneur muda, Dyah Winarni Poedjiwati, MBA yang merupakan staf ahli menteri bidang sumber daya industri dan teknologi memberikan seminar nasional dengan judul “ Tantangan dan Antisipasi Dunia Industri Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)” di Universitas Ciputra (UC) pada hari Sabtu (18/1).
Dijelaskan dalam seminar, Indonesia dalam susunan peringkat daya saing di negara Asia menempati posisi ke-9 dimana Indonesia masih berada di bawah peringkat Thailand, Malaysia dan Singapura sehingga dapat dikatakan untuk menghadapi AEC 2015 perlu dilakukannya beberapa pembenahan khususnya di bidang industri.
Beberapa rencana yang dibuat sebagai upaya untuk meningkatkan daya saing di bidang industri antara lain adalah dengan menguatkan struktur industri dan meningkatkan iklim industri. Selain itu, pemerintah juga akan mengupayakan pemberian pelatihan berbasis kompetensi sebagai upaya untuk mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) Indonesia untuk menghadapi persaingan dengan SDM dari negara lain.
Jadi sebenarnya apa itu AEC? Mengapa keberadaanya mampu mempengaruhi kondisi perekonomian Indonesia? Inti dari AEC adalah membuka luas pasar arus ekspor-import barang dan jasa ataupun investasi antarnegara ASEAN dimana permasalahan tarif dan non tarif sudah tidak diberlakukan kembali. Dengan diberikannya kemudahan untuk bertransaksi antar negara di Asia Tenggara, diyakini dapat menjadi peluang ataupun tantangan bagi perekenonomian masyarakat Indonesia.
Untuk menjelaskan kemungkinan situasi ekonomi dan industri yang dapat terjadi di Indonesia kepada para calon entrepreneur muda, Dyah Winarni Poedjiwati, MBA yang merupakan staf ahli menteri bidang sumber daya industri dan teknologi memberikan seminar nasional dengan judul “ Tantangan dan Antisipasi Dunia Industri Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)” di Universitas Ciputra (UC) pada hari Sabtu (18/1).
Dijelaskan dalam seminar, Indonesia dalam susunan peringkat daya saing di negara Asia menempati posisi ke-9 dimana Indonesia masih berada di bawah peringkat Thailand, Malaysia dan Singapura sehingga dapat dikatakan untuk menghadapi AEC 2015 perlu dilakukannya beberapa pembenahan khususnya di bidang industri.
Beberapa rencana yang dibuat sebagai upaya untuk meningkatkan daya saing di bidang industri antara lain adalah dengan menguatkan struktur industri dan meningkatkan iklim industri. Selain itu, pemerintah juga akan mengupayakan pemberian pelatihan berbasis kompetensi sebagai upaya untuk mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) Indonesia untuk menghadapi persaingan dengan SDM dari negara lain.

Sumber: ASEAN.org|[URL="http://ekonomi.inilah..com/read/detail/2073441/menyongsong-aec-2015-sudah-siapkah-kita#.VDTWVvmSznA"]inilah..com[/URL] | Kemenperin.go.id | uc.ac.id
Diubah oleh ahmad13 08-10-2014 13:40
0
3.3K
Kutip
24
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan