Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

citox.Avatar border
TS
citox.
Kekalahan 5:0 Jokowi/PDIP akibat Megawati? Kenapa SBY Ngotot Temui Mega, bukan Jokowi
"Kegagalan Megawati Akan Hancurkan Nawa Cita Jokowi-JK..."
Rabu, 8 Oktober 2014 | 09:08 WIB


Sekretaris Jenderal Partai Nasdem Patrice Rio Capella, Sekretaris Jenderal PKB Imam Nahrowi, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Ketua DPP PDIP Puan Maharani, calon presiden Joko Widodo, dan Sekretaris Jenderal PDIP Tjahjo Kumolo (kiri ke kanan) saat acara deklarasi di Jakarta, Rabu (14/5/2014). KOMPAS IMAGES / KRISTIANTO PURNOMO

JAKARTA, KOMPAS.com — Terpilihnya paket pimpinan MPR RI periode 2014-2019 dari kubu Koalisi Merah Putih (KMP) menjadi bagian dari rentetan kekalahan koalisi Indonesia Hebat di parlemen. Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dianggap menjadi pihak yang bertanggung jawab atas kekalahan tersebut.

"Baru babak awal membangun pertahanan, Megawati sudah kalah menempatkan satu pun kader terbaik dalam parlemen, baik DPR maupun MPR," ujar Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus melalui siaran persnya kepada Kompas.com, Rabu (8/10/2014) pagi.

Sebelumnya, koalisi Indonesia Hebat sudah kalah saat pengesahan UU Pilkada dan Undang-Undang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3). (Baca: Zulkifli Hasan, Ketua MPR 2014-2019)

Petrus mengatakan, Megawati merupakan pimpinan partai politik pemenang Pemilu Legislatif 2014. Otomatis, Megawati lebih memegang peranan penting dalam koalisi Indonesia Hebat layaknya Prabowo Subianto di KMP.

Mestinya, kata Petrus, Megawati "turun gunung" untuk memainkan perannya, misalnya, berkomunikasi dengan pimpinan partai politik di KMP. Sikap rendah hati seperti itu, menurut Petrus, yang dapat menjadi kunci kemenangan koalisi pendukung presiden dan wakil presiden terpilih Joko Widodo-Jusuf Kalla di parlemen.

"Megawati tidak pernah mendengar aspirasi publik sih," ujar dia.

Sikap Megawati yang dianggap tidak mencerminkan negarawan tersebut, lanjut Petrus, dapat berimbas negatif terhadap pemerintahan mendatang. Berbagai program Jokowi-JK dalam Nawa Cita terancam gagal diimplementasikan.

"Publik tidak boleh berharap banyak dari visi misi Nawa Cita Jokowi-JK karena kegagalan-kegagalan akibat dari sikap Megawati yang salah menata kelola partai koalisi," ujar dia.

Petrus berpendapat, parlemen memegang peranan penting bagi terwujudnya program pemerintah. Penjegalan program bisa terjadi jika parlemen dikuasai oleh kubu oposisi. Ujung-ujungnya, kata dia, lobi politik yang rentan akan praktik korupsi bisa terjadi.

"Kegagalan Megawati akan menghancurkan Nawa Cita koalisi Indonesia hebat Jokowi-JK," ujar dia.
http://nasional.kompas.com/read/2014...tm_source=news

Soal Kebersamaan di Parlemen, SBY Ingin Bertemu Megawati, BUKAN Jokowi
Senin 06 Oktober 2014 - 11:17:00 WIB



JAKARTA | DNA - Terkait dengan perkembangan yang terjadi menjelang pemilihan pimpinan DPR-RI periode 2014-2019, Presiden SBY menjelaskan, pada Selasa (30/9) malam lalu,Presiden SBY mengaku bertemu dengan Presiden Terpilih Joko Widodo (Jokowi) dan mantan calon wakil presiden pada Pilpres 2014 lalu, yaitu Hatta Rajasa, di Istana Negara, untuk membicarakan politik terkini.

Menurut SBY, pertemuan dengan Pak Jokowi berlangsung baik. Selanjutnya, ketika PDIP inginkan kebersamaan di DPR, SBY menyampaikan pentingnya pertemuan dirinya dengan Megawati Soekarnoputri masing-masing selaku Ketua Umum Partai Demokrat (PD) dan PDI Perjuangan (PDIP).

“Pertemuan saya dengan Pak Jokowi selama ini baik dan konstruktif. Pertemuan antara Presiden “incumbent” dengan Presiden Terpilih,” terang SBY dalam akun twitter pribadinya @SBYudhoyono .

Tetapi, untuk sebuah kebersamaan politik antara PDIP dan PPD, SBY menyampaikan tentunya yang mesti bertemu adalah kedua pemimpin partai. “Jika kedua Ketua Umum (PDIP & PD) bertemu, maka akan saling mengetahui kehendak, niat dan semangat yang baik untuk sebuah kebersamaan,” kata SBY meyakini.

Namun, nampaknya pertemuan penting di saat “kritis” itu tidak terjadi. Menurut SBY, ia mendengar nanti pada saatnya Megawati akan “menerima” dirinya.

Pada hari Rabu (1/10), setelah menghadiri Pelantikan Anggota DPR, DPD & MPR, menurut Presiden SBY, ia ditemui sahabatnya yang kini menjadi Wakil Presiden Terpilih Jusuf Kalla (JK), di Gedung DPR-RI.

“Intinya, Pak JK mengatakan akan baik jika ada solusi bersama untuk mengatasi situasi politik yang mengkhawatirkan. Pikiran itu jernih,” papar Presiden SBY yang merespon dan menyetujui pendapat tersebut.

Kuncinya, kata SBY, sekali lagi, jika ada pertemuan dan komunikasi langsung antara dirinya dengan Megawati Soekarnoputri.

Namun, hingga 1 Oktober malam, tambah Presiden SBY, pertemuan yang sudah lama ia harapkan itu memang tidak terjadi.

“Demikianlah penjelasan saya, agar duduk persoalannya menjadi jelas,” pungkas SBY seraya berdoa. Semoga Idul Qurban kali ini menjadi momen yang baik bagi kita semua.
http://www.dnaberita.com/berita-1186...an-jokowi.html

Akibat Megawati-SBY Gagal Bertemu, Kubu Jokowi-JK Kalah Lagi
Jumat, 3 Oktober 2014

SUMUTPOS.CO- Kekalahan Koalisi Indonesia Hebat yang menjadi pendukung Jokowi-JK dalam pemilihan paket pimpinan DPR 2014-2019 adalah yang keempat kalinya pasca-proses Pilpres 2014 bergulir. Kekalahan koalisi yang hanya diisi oleh empat parpol (lolos ke DPR) ini tak akan mungkin terjadi apabila Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Ketum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bertemu.

Demikia analisis pakar komunikasi politik Heri Budianto di Jakarta, Kamis (2/10), menyikapi parpol Koalisi Indonesia Hebat yang tidak mendapat kursi pimpinan DPR.

“Jika Bu Mega dan Pak SBY sudah dipertemukan jauh-jauh hari, PDIP dan koalisi tidak akan mengalami kegagalan bertubi-tubi seperti ini,” ujar Heri.

Heri mencatat, setidaknya tiga kegagalan lain yang dialami koalisi pendukung Jokowi-JK, yakni terkait dengan pengesahan Undang-undang MD3, Tata Tertib DPR, dan Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Rentetan kegagalan itu, kata Heri, bukanlah peristiwa politik yang tiba-tiba muncul.

“Ini merupakan kronologi politik yang sudah berjalan sejak lama. Kekalahan kali keempat yang dialami oleh koalisi pemerintahan terpilih Jokowi-JK di paripurna DPR menunjukkan kubu Koalisi Indonesia Hebat ini lamban dalam merespons sinyal politik dan dinamika yang berkembang,” kata dia.

Jika PDIP bisa mendesak Megawati sejak dulu untuk membuka ruang komunikasi politik terhadap elite parpol kubu Koalisi Merah Putih, kata Heri, maka peta politik akan berubah. “Termasuk berkomunikasi kepada Presiden SBY,” imbuhnya.

Menurut Heri, saat ini sudah terlambat bagi koalisi Jokowi-JK untuk menarik Partai Demokrat bergabung dalam koalisi di parlemen. Pasalnya, Demokrat sudah menunjukkan sikap merapat ke Koalisi Merah Putih.

Politikus PDIP Pramono Anung mengungkapkan Megawati Soekarnoputri sudah membuka jalur komunikasi dengan Ketua Umum DPP Partai Demokrat, SBY. Menurut dia, Mega sudah mengutus tim yang terdiri dari Jokowi, JK, Puan Maharani dan Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh meminta waktu untuk bertemu. “Jadi bukan ibu Mega yang tidak mau bertemu,” elak Pramono, Kamis (2/10) dini hari.

Ketua DPP PDIP Puan Maharani juga membantah pihaknya menutup komunikasi dengan SBY. Puan justru menyebut SBY lah yang enggan berkomunikasi dengan PDIP. “Dari pagi saya berusaha menghubungi Pak SBY, juga melalui orang-orang dekat beliau tapi tidak direspon. Dari pagi Puan Maharani ingin bertemu Pak SBY!” ujarnya dengan suara meninggi di gedung DPR RI, Kamis (2/10) dini hari.

Puan mengaku mendapat mandat dari Mega untuk menemui SBY sebagai respons atas permintaan tersebut. Tidak hanya dirinya, presiden dan wakil presiden terpilih Jokowi-JK juga ikut turun tangan menyambung komunikasi dengan SBY. “Saya, Pak Jokowi, Pak JK, Pak Surya Paloh semua berusaha bertemu Pak SBY. Tapi mungkin Tuhan berkehendak lain,” tukas putri Megawati ini.

Juru Bicara DPP Partai Demokrat Ruhut Sitompul mengatakan bahwa SBY sangat ingin bertemu dengan Megawati. Menurut Ruhut, SBY menolak jika Megawati hanya diwakili tokoh tertentu. Cara komunikasi dengan perwakilan itu, menurut dia, tak akan berjalan efektif dan dapat mengecewakan SBY.

“Pak SBY tidak ingin kehadiran Bu Megawati diwakili. Yang dikirim JK (wakil presiden terpilih Jusuf Kalla) dan SP (Surya Paloh, Ketua Umum Partai Nasdem). Inginnya bertemu langsung (Megawati) supaya lebih tulus,” kata Ruhut, di Kompleks Gedung Parlemen, Jakarta, Kamis (2/10).

“Pak SBY ini santun, tapi tetap manusia. Kurang merendah apa? Pak SBY kan presiden. Dia ingin ketemu Bu Megawati, tapi Megawati-nya itu yang begitu,” tambahnya.

Selain itu, Ruhut juga menyarankan Megawati atau pihak yang mewakili PDI-P tidak mengajak bertemu hanya pada saat-saat genting. “Pak SBY pasti bersedia, tapi jangan mau ketemu pas SOS saja, ya tidak baik juga kalau begitu,” pungkas Ruhut.

Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya, menyebutkan, penyebab utama kesulitan PDI-P mengajak Partai Demokrat berkoalisi adalah kegagalan upaya mengharmonisasi hubungan antara Mega dan SBY sebagai veto player di kedua partai tersebut. ”Hal ini menyebabkan jarak psikologis yang mengganggu proses komunikasi dan hubungan yang diwarnai praduga-praduga di masa lalu,” katanya.

Menurut Yunarto, PDIP sepertinya masih membutuhkan waktu untuk memahami posisi barunya. Posisi barunya saat ini membutuhkan sikap dan perilaku yang berbeda. Pada saat yang sama, Demokrat juga seperti masih mengalami ‘kejutan’ budaya sebagai partai yang mengalami kekalahan. Padahal, politik itu seni untuk mengelola berbagai kemungkinan.

”Perlu disiapkan berbagai skenario kemungkinan dan karena itu juga ada rencana mitigasinya. Hal ini hanya bisa dilakukan apabila koalisi Jokowi-JK, terutama PDIP, mulai melepaskan diri dari ketergantungan berlebih pada sosok Mega dan memberdayakan orang-orang terbaiknya dalam melakukan lobi politik,” ungkapnya.
http://sumutpos.co/2014/10/87354/meg...-gagal-bertemu


Ruhut: SBY Mau Bertemu Megawati, Bukan Utusan (Apalagi sekedar "petugas partai'?)
KAMIS, 02 OKTOBER 2014 | 13:53 WIB

TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Partai Demokrat, Ruhut Sitompul, mengatakan musabab tak adanya komunikasi antara partainya dan PDI Perjuangan adalah Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono ingin bertemu langsung dengan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. "Jangan Pak SBY dipertemukan dengan utusan, dong," kata Ruhut di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 2 Oktober 2014.

Ruhut menjelaskan, pertemuan SBY dengan utusan Mega pada Selasa malam lalu itu berlangsung singkat. Utusan Mega yang berbicara dengan SBY, kata dia, adalah wakil presiden terpilih Jusuf Kalla dan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh. "Bukan mereka tak sekelas dengan SBY, tapi tak tepat sesuai fatsun politik," ujarnya.

Sebelumnya, Ketua Fraksi PDI Perjuangan Puan Maharani mengaku SBY tidak merespons keinginan partainya untuk bertemu dengan Presiden Indonesia itu. "Hari ini (Rabu, 1 Oktober 2014) dari siang, saya, Jokowi, Jusuf Kalla, dan Surya Paloh berusaha untuk bisa bertemu dengan Pak SBY, tapi mungkin Tuhan berkehendak lain," kata Puan di gedung DPR, Kamis dinihari, 2 Oktober 2014.

Ketika dimintai konfirmasi ihwal kabar bahwa SBY hanya ingin menemui Megawati, Puan menjawab, "Saya diutus oleh Bu Mega untuk bertemu dan bisa melanjutkan proses komunikasi dengan SBY." Sejak Rabu siang sampai sore, ia berusaha menghubungi SBY melalui Jokowi dan Jusuf Kalla serta lingkungan dan orang-orang dekat SBY. "Tapi beliau tidak merespons."

Sekretaris Jenderal PDIP Tjahjo Kumolo mengatakan pertemuan tersebut digagas guna membangun koalisi di parlemen. PDIP dan rekannya di koalisi merasa perlu menggandeng partai lain agar bisa mengajukan paket calon pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat. "Yang berhak mengajukan adalah lima partai. Saat ini kami baru dapat empat partai," katanya. Namun kesepakatan itu tak terjadi. PDIP gagal melobi Demokrat
http://www.tempo.co/read/news/2014/1...i-Bukan-Utusan


Karena posisi Jokowi sekedar petugas partai sehingga tak bisa memutuskan hal strategis terkait Negara pasca SBY lengser?
Quote:


---------------------------------

Gua bayangkan kalau Jokowi nanti Presiden, semua keputusan srategis menyangkut negara, bangsa dan rakyat terlebih dahulu harus "dikonsultasikan" dan mendapat "restu" dulu dari Megawati ... apa jadinya sebuah negara sebesar Indonesia, di pimpin oleh 2 Nakhoda? yang satu resmi, yang satu dibalik layar!


emoticon-Turut Berduka
tien212700
tien212700 memberi reputasi
1
8.2K
81
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan