

TS
davearmstrong
Sebuah Monolog Akhir Pekan: NASI BUNGKUS, KAPAL PERANG DAN TAKDIR TNI AL
Betapa terkejutnya saya, ketika membaca sebuah
email yang masuk dari sesorang yang pernah saya
kenal dan begitu dekat ketika saya turut aktif dalam
aksi pemuda dan mahasiswa untuk menyuarakan
tuntutan reformasi pada 1998 dahulu. Enam belas
tahun, waktu yang cukup panjang untuk sebuah
persahabatan.
Kala itu, ketika kelompok kami memilih untuk tetap
berdiam dalam gedung MPR, waktu sudah
menunjukan hampir jam 11 malam. Jakarta yang
panas, sudah mulai terasa dingin. Sekelompok
Marinir mendatangi kami. Mereka berseru;
Indonesia..! Yang kami sambut dengan pekikan;
Merdeka..! Seseorang yang paling senior kemudian
menyapa kami dan menawarkan nasi bungkus dan
teh panas. Meski perut saya tidak terlalu lapar, saya
paksakan untuk menyantapnya agar tidak
mengecewakan hati si pemberi. Kami bersila di atas
lantai yang mulai terasa sangat dingin.
Disela-sela acara makan bersama, kami juga tidak
lupa bertukar pikiran tentang harapan bangsa
Indonesia di masa depan. Orang-orang marinir ini
ternyata sangat menguasai tentang hukum, filsafat,
ekonomi, seni dan budaya. Bahkan tak jarang
merekalah yang memulai sebuah topik pembicaraan.
Karena pemikiran kita connected, maka tak terasa
waktu pun sudah berangsur menuju pagi. Akhirnya
kami disarankan untuk beristirahat sebelum waktu
subuh tiba.
Teman-teman saya langsung tertidur pulas, tapi
sayang, mata ini susah terpejam. Pikiran saya
menerawang kemana-mana, hingga akhirnya
lamunan saya terhenti ketika seseorang menepuk
bahu saya. Dia menyodorkan rokok, tapi saya tolak
karena saya bukan perokok. Dia menyampaikan
ketertarikannya pada gaya saya saat berdiskusi tadi.
Dia meramalkan bahwa setelah aksi unjuk rasa
berhenti, saya akan menduduki jabatan penting di
salah satu instansi pemerintah. Saya menggeleng,
berusaha untuk mengembalikan ramalannya. Jujur,
saya gak pernah bercita-cita jadi pegawai negeri.
Alasannya sangat sederhana, saya tidak punya pigur
seorang PNS dalam keluarga besar kami. Jadi wajar
dong jika saya menanggapinya dengan skeptis.
Setelah itu, ia pamit untuk kembali ke pasukan
sambil menyelipkan sehelai kartu nama saat kami
bersalaman. Wow..! Ternyata dia punya posisi yang
sangat bagus dalam kesatuan elit marinir kita.
Hubungan kami masih terus berlanjut, meskipun
akhirnya saya memutuskan untuk meninggalkan
Indonesia saat aksi unjuk rasa telah menemui titik
ujungnya.
Terima kasih dan selamat jalan pak ‘S’, semoga
selamat sampai di Jakarta, dan berkumpul kembali
bersama keluarga tercinta. Amien..! Jika nanti anda
membaca JKGR dan menemukan topik yang mirip
dengan apa yang baru saja kita bincangkan, maka
pastinya sayalah yang memposting artikel itu.
Hehehe..! Maaf jika saya lancang, habis anda
keukeuh ngumpetin rahasia KS kita yang satu itu.
Tenang, anggaplah saya sebagai teman yang suka
usil. Sesuatu yang kita sepakati sebagai rahasia,
saya akan tetap menjaganya, meskipun nyawa saya
taruhannya. Baiklah, saya akan teriak, “Yes..! Kita
sudah punya KS Kilo Klass..! Terima kasih pak, atas
segala ‘hoaxnya’. Hehehe..! Mulai sekarang saya
akan bisa tidur dengan tenang dan penuh bangga.
Tepat pada 5 April 2014 yang baru lalu, Kasal Dr.
Marsetio telah meresmikan salah satu naval base
paling canggih di Indonesia, yakni di teluk Palu.
Beberapa kapal selam dengan nomor lambung 401
dan 402 yang kita miliki telah menjadi penghuni
sarang hantu laut Indonesia paling dalam. Jalesveva
Jayamahe. Kami bangga menjadi bagian dari NKRI.
Apalah artinya angka? Hahaha..! Sebuah keputusan
cerdas yang amat cerdik, dengan membiarkan angka
itu tidak berkembang biak. Kapal selam bukanlah
kapal yang dibangun untuk suguhan mata para
military fansboy seperti saya. Identitas sejati sebuah
kapal selam bukanlah terletak pada tulisan angka
yang tertera pada dinding lambung kapal, tetapi ada
pada sistem yang tertanam dalam kapal itu. Alasan
nan sederhana tetapi mampu memenuhi prasyarat
logika.
Teluk Palu. Pangkalan Kapal Selam TNI AL
Tahun ini, kita akan kedatangan begitu banyak
alutsista canggih, yang bahkan saya sendiri tidak
yakin bahwa barang itu akan bisa terpublish
semuanya. Gak apa-apa, cukup telinga ini saja yang
mendengarnya. Senang, tenang dan bangga luar
biasa. Salah satu alutsista canggih yang paling gak
sabar saya tunggu adalah fregate Bung Tomo Class
atau Usman Harun. Sebelumnya, jujur saya agak
khawatir dengan kemampuan kapal canggih ini.
Namun sekarang kerisauan hati saya itu, musnah
sudah. Isu instabilitas dan lemahnya sistem senjata,
ternyata tidak separah yang kita kira.
Kapal ini bukanlah kapal sembarangan. Jika
diibaratkan dengan mobil, maka kapal ini bukan
sekedar mobil sedan, namun lebih dari itu, KRI Bung
Tomo Class adalah sebuah kapal sekelas mobil sport
Ferari atau Lamborghini, meskipun bukan sekelas
mobil Bugati Veyron. Keengganan sang produsen
untuk menciptakan fregate sekelas mobil Bugati
Veyron, adalah alasan utama mengapa sang Sultan
ingin melego kapal ini. Adalah US Navy yang tidak
menghendaki kapal ini menyamai kemampuan kapal
mereka. Sang Sultan murka, namun beruntung masih
mampu mengambil sebuah keputusan dengan baik
dan under control. Dia tawarkan barang itu pada
Malaysia dan Vietnam, yang notabene adalah dua
negara Asean yang sedang berkonflik di LCS, dengan
harga sebesar total biaya yang telah dikeluarkan
oleh sang Sultan untuk mengakuisisi barang itu.
Selain harganya yang tergolong sangat mahal.
Protes keberatan datang dari US dan Britain, karena
mereka khawatir bahwa konflik LCS akan berubah
menjadi sebuah arena pertempuran terbuka.
Kita tahu bahwa Malaysia dan Vietnam sama-sama
sedang meningkatkan kemampuan sarana tempur
lautnya di wilayah LCS. Pembelian Gowind class
menjadi sebuah keputusan politis dan populis yang
paling akhir. Mengapa TLDM menolak Sigma dan
Meko? Alasannya adalah karena TLDM ingin
menyelaraskan system yang ditawarkan Thales
Perancis terhadap armada tempurnya dimasa yang
akan datang. TLDM ingin total membangun sebuah
armada perang lautnya dengan berkiblat pada
Perancis. Selain itu, DCNS juga menawarkan sebuah
status dan prestise bagi Malaysia sebagai user
Gowind Class yang pertama, dan memberikan
kesempatan pada perusahaan galangan kapal
Malaysia untuk membangun Gowind Class yang
memiliki DWT lebih besar dari Meko Class yang
sudah ada dan juga lebih besar dari Sigma Class
yang dipesan oleh TNI AL. Selain itu hangar
helicopternya juga dirancang untuk mampu memuat
UAV, RMN Super Lynx Mk300s, Fennec AS555s dan
RMAF EC725 Cougars. Dan sebagaimana ukurannya
yang lebih besar, kapal ini juga dikengkapi dengan
VLS 16 cells.
Kembali pada kapal perang Bung Tomo Class. Mulai
saat ini, marilah kita berhenti mempertanyakan
kinerja intelejen kita. Karena nyatanya kapal ini bisa
menjadi bagian dari TNI AL juga tak terlepas dari
peran intelejen kita. Brunei adalah negara kecil di
Asia Tenggara yang sangat diandalkan oleh militer
US. Selain memiliki kondisi alam tropis yang sangat
baik untuk dijadikan media latihan tentara US, Brunei
juga merupakan salah satu sapi perahan Amerika.
Tak sedikit perang yang dilakoni Amerika,
mendapatkan sumber dana dari Brunei. Dalam peta
militer US, Singapore dan Australia adalah pusat
penempatan fasilitas perang mereka, sedangkan
Philipine sebagai pusat pemukiman tentara dan
Brunei menjadi wilayah refueling semua armada
tempur US. Ketika Philipine memilih untuk beraliansi
dengan Vietnam dalam menghadapi claim China di
kepulauan Spratly, sejatinya Malaysia sudah
mencoba mengajak Brunei untuk turut bergabung
dengan armada tempurnya dengan dalih untuk
menjaga stabilitas kawasan.
Selama ini, tentara Brunei memang telah biasa
tergabung dalam militer Malaysia dalam setiap misi
perdamaian di bawah naungan PBB. Namun kali ini,
Brunei dengan tegas menolak, dengan alasan bahwa
PBB belum turun tangan. Jika Brunei bersedia
bergabung bersama Malaysia, maka Malaysia akan
meminta kompensasi kapal Ragam Class tersebut
untuk turut menjaga wilayah yang dipersengketakan.
Untuk menjaga hubungan baik yang telah terjalin
lama dengan Malaysia, maka Brunei memilih untuk
melepas kapal ini pada Indonesia, yang di mata
Brunei terlihat begitu netral, dan..! Konon pihak
Brunei sangat sadar bahwa hanya Indonesia yang
bisa menghadapi China. Karena itu pihak Brunei
sangat menginginkan militer Indonesia lebih kuat.
Selain itu juga, jika kapal tersebut menjadi milik
Indonesia, gak akan ada tetangga yang berani
macam-macam atas keputusan yang diambil sang
Sultan.
Keyakinan Sultan sehingga menjadi seperti ini, tak
lain adalah berkat peran intelejen, bukan peran dari
seorang broker, apalagi pedagang kaki lima. Kali ini
memori saya terbawa kembali pada kemampuan
diplomasi pak ‘S’ ini, saat kami menikmati nasi
bungkus di gedung DPR/MPR. Jangan-jangan, pak S
inilah yang telah berhasil mempengaruhi para
pejabat militer dan kesultanan Brunei. Semoga..!
(by: yayan@indocuisine /Kuala Lumpur, 15 April
2014).JKGR
sumber : jakartagreater.com/sebuah-monolog-akhir-pekan-nasi-bungkus-kapal-perang-dan-takdir-tni-al/
email yang masuk dari sesorang yang pernah saya
kenal dan begitu dekat ketika saya turut aktif dalam
aksi pemuda dan mahasiswa untuk menyuarakan
tuntutan reformasi pada 1998 dahulu. Enam belas
tahun, waktu yang cukup panjang untuk sebuah
persahabatan.
Kala itu, ketika kelompok kami memilih untuk tetap
berdiam dalam gedung MPR, waktu sudah
menunjukan hampir jam 11 malam. Jakarta yang
panas, sudah mulai terasa dingin. Sekelompok
Marinir mendatangi kami. Mereka berseru;
Indonesia..! Yang kami sambut dengan pekikan;
Merdeka..! Seseorang yang paling senior kemudian
menyapa kami dan menawarkan nasi bungkus dan
teh panas. Meski perut saya tidak terlalu lapar, saya
paksakan untuk menyantapnya agar tidak
mengecewakan hati si pemberi. Kami bersila di atas
lantai yang mulai terasa sangat dingin.
Disela-sela acara makan bersama, kami juga tidak
lupa bertukar pikiran tentang harapan bangsa
Indonesia di masa depan. Orang-orang marinir ini
ternyata sangat menguasai tentang hukum, filsafat,
ekonomi, seni dan budaya. Bahkan tak jarang
merekalah yang memulai sebuah topik pembicaraan.
Karena pemikiran kita connected, maka tak terasa
waktu pun sudah berangsur menuju pagi. Akhirnya
kami disarankan untuk beristirahat sebelum waktu
subuh tiba.
Teman-teman saya langsung tertidur pulas, tapi
sayang, mata ini susah terpejam. Pikiran saya
menerawang kemana-mana, hingga akhirnya
lamunan saya terhenti ketika seseorang menepuk
bahu saya. Dia menyodorkan rokok, tapi saya tolak
karena saya bukan perokok. Dia menyampaikan
ketertarikannya pada gaya saya saat berdiskusi tadi.
Dia meramalkan bahwa setelah aksi unjuk rasa
berhenti, saya akan menduduki jabatan penting di
salah satu instansi pemerintah. Saya menggeleng,
berusaha untuk mengembalikan ramalannya. Jujur,
saya gak pernah bercita-cita jadi pegawai negeri.
Alasannya sangat sederhana, saya tidak punya pigur
seorang PNS dalam keluarga besar kami. Jadi wajar
dong jika saya menanggapinya dengan skeptis.
Setelah itu, ia pamit untuk kembali ke pasukan
sambil menyelipkan sehelai kartu nama saat kami
bersalaman. Wow..! Ternyata dia punya posisi yang
sangat bagus dalam kesatuan elit marinir kita.
Hubungan kami masih terus berlanjut, meskipun
akhirnya saya memutuskan untuk meninggalkan
Indonesia saat aksi unjuk rasa telah menemui titik
ujungnya.
Terima kasih dan selamat jalan pak ‘S’, semoga
selamat sampai di Jakarta, dan berkumpul kembali
bersama keluarga tercinta. Amien..! Jika nanti anda
membaca JKGR dan menemukan topik yang mirip
dengan apa yang baru saja kita bincangkan, maka
pastinya sayalah yang memposting artikel itu.
Hehehe..! Maaf jika saya lancang, habis anda
keukeuh ngumpetin rahasia KS kita yang satu itu.
Tenang, anggaplah saya sebagai teman yang suka
usil. Sesuatu yang kita sepakati sebagai rahasia,
saya akan tetap menjaganya, meskipun nyawa saya
taruhannya. Baiklah, saya akan teriak, “Yes..! Kita
sudah punya KS Kilo Klass..! Terima kasih pak, atas
segala ‘hoaxnya’. Hehehe..! Mulai sekarang saya
akan bisa tidur dengan tenang dan penuh bangga.
Tepat pada 5 April 2014 yang baru lalu, Kasal Dr.
Marsetio telah meresmikan salah satu naval base
paling canggih di Indonesia, yakni di teluk Palu.
Beberapa kapal selam dengan nomor lambung 401
dan 402 yang kita miliki telah menjadi penghuni
sarang hantu laut Indonesia paling dalam. Jalesveva
Jayamahe. Kami bangga menjadi bagian dari NKRI.
Apalah artinya angka? Hahaha..! Sebuah keputusan
cerdas yang amat cerdik, dengan membiarkan angka
itu tidak berkembang biak. Kapal selam bukanlah
kapal yang dibangun untuk suguhan mata para
military fansboy seperti saya. Identitas sejati sebuah
kapal selam bukanlah terletak pada tulisan angka
yang tertera pada dinding lambung kapal, tetapi ada
pada sistem yang tertanam dalam kapal itu. Alasan
nan sederhana tetapi mampu memenuhi prasyarat
logika.
Teluk Palu. Pangkalan Kapal Selam TNI AL
Tahun ini, kita akan kedatangan begitu banyak
alutsista canggih, yang bahkan saya sendiri tidak
yakin bahwa barang itu akan bisa terpublish
semuanya. Gak apa-apa, cukup telinga ini saja yang
mendengarnya. Senang, tenang dan bangga luar
biasa. Salah satu alutsista canggih yang paling gak
sabar saya tunggu adalah fregate Bung Tomo Class
atau Usman Harun. Sebelumnya, jujur saya agak
khawatir dengan kemampuan kapal canggih ini.
Namun sekarang kerisauan hati saya itu, musnah
sudah. Isu instabilitas dan lemahnya sistem senjata,
ternyata tidak separah yang kita kira.
Kapal ini bukanlah kapal sembarangan. Jika
diibaratkan dengan mobil, maka kapal ini bukan
sekedar mobil sedan, namun lebih dari itu, KRI Bung
Tomo Class adalah sebuah kapal sekelas mobil sport
Ferari atau Lamborghini, meskipun bukan sekelas
mobil Bugati Veyron. Keengganan sang produsen
untuk menciptakan fregate sekelas mobil Bugati
Veyron, adalah alasan utama mengapa sang Sultan
ingin melego kapal ini. Adalah US Navy yang tidak
menghendaki kapal ini menyamai kemampuan kapal
mereka. Sang Sultan murka, namun beruntung masih
mampu mengambil sebuah keputusan dengan baik
dan under control. Dia tawarkan barang itu pada
Malaysia dan Vietnam, yang notabene adalah dua
negara Asean yang sedang berkonflik di LCS, dengan
harga sebesar total biaya yang telah dikeluarkan
oleh sang Sultan untuk mengakuisisi barang itu.
Selain harganya yang tergolong sangat mahal.
Protes keberatan datang dari US dan Britain, karena
mereka khawatir bahwa konflik LCS akan berubah
menjadi sebuah arena pertempuran terbuka.
Kita tahu bahwa Malaysia dan Vietnam sama-sama
sedang meningkatkan kemampuan sarana tempur
lautnya di wilayah LCS. Pembelian Gowind class
menjadi sebuah keputusan politis dan populis yang
paling akhir. Mengapa TLDM menolak Sigma dan
Meko? Alasannya adalah karena TLDM ingin
menyelaraskan system yang ditawarkan Thales
Perancis terhadap armada tempurnya dimasa yang
akan datang. TLDM ingin total membangun sebuah
armada perang lautnya dengan berkiblat pada
Perancis. Selain itu, DCNS juga menawarkan sebuah
status dan prestise bagi Malaysia sebagai user
Gowind Class yang pertama, dan memberikan
kesempatan pada perusahaan galangan kapal
Malaysia untuk membangun Gowind Class yang
memiliki DWT lebih besar dari Meko Class yang
sudah ada dan juga lebih besar dari Sigma Class
yang dipesan oleh TNI AL. Selain itu hangar
helicopternya juga dirancang untuk mampu memuat
UAV, RMN Super Lynx Mk300s, Fennec AS555s dan
RMAF EC725 Cougars. Dan sebagaimana ukurannya
yang lebih besar, kapal ini juga dikengkapi dengan
VLS 16 cells.
Kembali pada kapal perang Bung Tomo Class. Mulai
saat ini, marilah kita berhenti mempertanyakan
kinerja intelejen kita. Karena nyatanya kapal ini bisa
menjadi bagian dari TNI AL juga tak terlepas dari
peran intelejen kita. Brunei adalah negara kecil di
Asia Tenggara yang sangat diandalkan oleh militer
US. Selain memiliki kondisi alam tropis yang sangat
baik untuk dijadikan media latihan tentara US, Brunei
juga merupakan salah satu sapi perahan Amerika.
Tak sedikit perang yang dilakoni Amerika,
mendapatkan sumber dana dari Brunei. Dalam peta
militer US, Singapore dan Australia adalah pusat
penempatan fasilitas perang mereka, sedangkan
Philipine sebagai pusat pemukiman tentara dan
Brunei menjadi wilayah refueling semua armada
tempur US. Ketika Philipine memilih untuk beraliansi
dengan Vietnam dalam menghadapi claim China di
kepulauan Spratly, sejatinya Malaysia sudah
mencoba mengajak Brunei untuk turut bergabung
dengan armada tempurnya dengan dalih untuk
menjaga stabilitas kawasan.
Selama ini, tentara Brunei memang telah biasa
tergabung dalam militer Malaysia dalam setiap misi
perdamaian di bawah naungan PBB. Namun kali ini,
Brunei dengan tegas menolak, dengan alasan bahwa
PBB belum turun tangan. Jika Brunei bersedia
bergabung bersama Malaysia, maka Malaysia akan
meminta kompensasi kapal Ragam Class tersebut
untuk turut menjaga wilayah yang dipersengketakan.
Untuk menjaga hubungan baik yang telah terjalin
lama dengan Malaysia, maka Brunei memilih untuk
melepas kapal ini pada Indonesia, yang di mata
Brunei terlihat begitu netral, dan..! Konon pihak
Brunei sangat sadar bahwa hanya Indonesia yang
bisa menghadapi China. Karena itu pihak Brunei
sangat menginginkan militer Indonesia lebih kuat.
Selain itu juga, jika kapal tersebut menjadi milik
Indonesia, gak akan ada tetangga yang berani
macam-macam atas keputusan yang diambil sang
Sultan.
Keyakinan Sultan sehingga menjadi seperti ini, tak
lain adalah berkat peran intelejen, bukan peran dari
seorang broker, apalagi pedagang kaki lima. Kali ini
memori saya terbawa kembali pada kemampuan
diplomasi pak ‘S’ ini, saat kami menikmati nasi
bungkus di gedung DPR/MPR. Jangan-jangan, pak S
inilah yang telah berhasil mempengaruhi para
pejabat militer dan kesultanan Brunei. Semoga..!
(by: yayan@indocuisine /Kuala Lumpur, 15 April
2014).JKGR
sumber : jakartagreater.com/sebuah-monolog-akhir-pekan-nasi-bungkus-kapal-perang-dan-takdir-tni-al/
0
10.7K
32
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan