Directed by : Adriyanto Dewo
Written by : Tumpal Tampubolon
Produced by : Sheila Timothy
Associate Producer : Vino G. Bastian
Director of Photography : Amalia TS
Editor : Dinda Amanda
Music Director : Indra Perkasa
Art Director : Iqbal Marjono
Sound Designer : Adityawan Susanto
Tabula Rasa adalah film terbaru yang diproduksi oleh Lifelike Pictures. Setelah sukses memproduksi film Pintu Terlarang (2009) dan Modus Anomali (2012), kali ini rumah produksi Lifelike Pictures menghadirkan film ber-genre drama keluarga yang mengangkat kekayaan masakan Minang, berjudul “Tabula Rasa”. Seperti diketahui masakan Minang merupakan salah satu masakan Indonesia yang populer, bahkan keberadaan rumah makan Padang (Minang) tersebar dari pulau Sumatera hingga Papua.
Tabula Rasa yang dalam bahasa Latin berarti “Kesempatan untuk memulai sesuatu tanpa prasangka” menjadi kesempatan bagi sineas muda Adriyanto Dewo dan Tumpal Tampubolon dalam menunjukan potensinya. Sheila Timothy selaku produser Tabula Rasa yang dalam film ketiganya ini juga menggaet aktor kenamaan Indonesia, Vino G. Bastian untuk pertama kalinya bekerja di balik layar sebagai Associate Producer.
SINOPSIS
Quote:
Hans (19 tahun) seorang pemuda Serui, Papua, memiliki cita-cita untuk menjadi seorang pesepakbola profesional. Mimpinya hampir menjadi kenyataan ketika ia direkrut oleh sebuah klub bola di Jakarta. Namun, nasib berkata lain dan Hans terpaksa harus kehilangan mimpinya. Di tengah keputusasaan, ia bertemu dengan Mak (56 tahun) seorang pemilik rumah makan Padang kecil dan sederhana (Lapau). Mak menolong Hans dan mengajak Hans ke lapaunya. Semangkuk gulai kepala ikan hangat dan kebaikan hati Mak membangkitkan kembali semangat hidup Hans, dan ia memohon untuk bisa bekerja di lapau.
Kehadiran Hans ternyata mendapat penolakan dari Parmanto (54 tahun), juru masak dan Natsir (42 tahun), juru senduak (pelayan). Keadaan menjadi semakin memburuk ketika mereka mendapat saingan sebuah rumah makan baru yang lebih besar, yang persis berada di depan lapau. Hans, Mak, Natsir dan Parmanto harus menyelesaikan perselisihan di antara mereka untuk menyelamatkan lapau yang sedang sulit karena sepi pengunjung.
Makanan adalah iktikad baik untuk bertemu - lewat masakan dan makanan mereka bertemu, berusaha saling memberikan harapan dan semangat. Lewat masakan dan makanan, mereka berusaha saling memahami dan meleburkan perbedaan-perbedaan yang ada. Lewat masakan dan makanan pula, Hans mendapatkan sebuah pelajaran yang berharga tentang hidup. Mungkinkah Hans mendapat kesempatan yang baru untuk memulai kembali hidupnya tanpa adanya sebuah prasangka yang buruk?