- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Ketua DPR & Wakilnya Ternyata Pernah Diusut KPK.Tapi UU MD3 Melindunginya?


TS
jamil4h
Ketua DPR & Wakilnya Ternyata Pernah Diusut KPK.Tapi UU MD3 Melindunginya?
Kamis, 02 Oktober 2014, 12:01 WIB
SETYA NOVANTO: Ruang Kerja Pernah 'digeledah' KPK & Harta Rp73 Miliar
Bisnis.com, JAKARTA - Setya Novanto
menjadi Ketua DPR RI Periode 2014-2019.
Harta kekayaan Ketua Dewan Perwakilan
Rakyat Setya Novanto pada 2009 mencapai
Rp73,79 miliar dan US$17.781.
Jumlah kekayaan tersebut tampak dari Laporan
Harta Kekayaan Penyelenggara Negara
tertanggal 28 Desember 2009 yang terakhir kali
dilaporkan Setya saat menjabat sebagai
anggota DPR periode 2009-2014.
Harta itu terdiri dari harta tidak bergerak
berupa tanah dan bangunan senilai Rp49 miliar
yang berada di sepuluh lokasi di Jakarta
Selatan, tiga di Jakarta Barat, empat di Bogor
dan dua di Bekasi
Selanjutnya. tulis Antara, harta bergerak
senilai Rp3,02 miliar yang terdiri atas mobil
BMW 735LI, dua motor Suzuki, tiga motor
Honda, mobil Toyota Kijang, mobil Toyota
Camry, mobil Daihatsu Feroz, mobil Jeep
Commander, mobil Merceds Benz C280 dan
mobil VW Caravelle
Selanjutnya Setya Novanto juga tercatat
memiliki logam mulia senilai Rp340,97 juta,
batu mulia sebanyak Rp591,4 juta dan benda
bergerak lain senilai Rp412 juta sehingga total
harta bergerak lain adalah Rp1,34 miliar.
Adapun kekayaan dari surat berharga
berjumlah total Rp6,51 miliar dan ditambah
dengan giro dan setara kas lainnya sejumlah
Rp13,83 mmiliar dan 17.781 dolar AS.
Kewajiban penyelenggara negara untuk
melaporkan harta kekayaan diatur dalam UU
No 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara
Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi,
Kolusi Dan Nepotisme dan UU No 30 Tahun
2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pindana Korupsi.
Berdasarkan ketentuan itu, penyelenggara
negara wajib melaporkan harta kekayaannya
saat pertama kali menjabat, mutasi, promosi
dan pensiun.
Artinya Setya Novanto wajib kembali
melaporkan harta kekayaannya pada 2014
karena kembali menjabat sebagai anggota DPR
dan bahkan naik jabatan sebagai Ketua DPR
periode 2014-2019.
Setya Novanto pernah beberapa kali diperiksa
sebagai saksi di KPK maupun pengadilan
tindak pidana korupsi
Pemeriksaan pertama yang terkait dengan
Bendahara Umum Partai Golkar tersebut adalah
kasus suap terkait pembangunan lanjutan
venue Pekan Olahraga Nasional (PON) XVIII
dengan tersangka mantan Gubernur Riau Rusli
Zainal
KPK pada 19 Maret 2013 pernah menggeledah
ruang kerja Setya Novanto dan ruang anggota
Fraksi Golkar Kahar Muzakhir.
Nama dua politikus Partait Golkar tersebut
disebut dalam kasus ini dalam sidang
Pengadilan Tipikor Pekanbaru oleh mantan
Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Riau
Lukman Abbas yang mengaku menyerahkan
uang US$1.050.000 (sekitar Rp9 miliar)
kepada Kahar Muzakhir sebagai langkah
permintaan bantuan PON dari dana APBN
Rp290 miliar.
Selanjutnya dalam kasus dugaan tindak pidana
korupsi pengadaan paket penerapan kartu
tanda penduduk berbasis nomor induk
kependudukan secara elektronik (E-KTP) tahun
anggaran 2011-2012 pada Kementerian Dalam
Negeri, nama Setya Novanto disebut oleh
mantan bendahara umum partai Demokrat
Muhammad Nazaruddin.
Nazaruddin pernah mengadukan dugaan
korupsi dalam proyek E-KTP kepada KPK
antara lain mengenai aliran dananya yang
disebut mengalir ke sejumlah anggota DPR
seperti bendahara umum Partai Golkar Setya
Novanto yang menerima RP300 miliar,
Ketua dan Wakil Ketua Komisi II DPR dan
anggota 2,5% dari anggaran, Ketua dan Wakil
Ketua Banggar 2,5% dari anggaran hingga
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi
mendapat US$2 juta melalui adinya Azmi
Aulia Dahlan.
Menurut Nazaruddin, proyek E-KTP,
dikendalikan ketua fraksi Partai Golkar di DPR
yaitu Setya Novanto, mantan ketua umum
Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang
dilaksanakan oleh Nazaruddin, staf dari PT
Adhi Karya Adi Saptinus, Menteri Dalam Negeri
Gamawan Fauzi, sekretaris Jenderal
Kementerian Dalam Negeri dan Pejabat
Pembuat Komitmen.
Terakhir, Setya Novanto juga pernah hadir
dalam sidang dengan terdakwa mantan Ketua
Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar dalam
perkara dugaan korupsi pilkada di berbagai
daerah.
Dalam sidang pada 14 April, Ketua Dewan
Pimpinan Daerah Partai Golkar Jatim sekaligus
Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Jawa
Zainuddin Amali mengakui ada percakapan
Blackberry Messenger (BBM) antara dirinya
dengan Akil terkait pilkada Jatim.
Isi percakapan itu adalah Akil meminta untuk
menyiapkan Rp10 miliar. Kala tidak, maka
pilkada Jatim akan diulang.
Setya Novanto yang menjadi saksi pada sidang
24 Aptil kemudian menyatakan bahwa ia
melarang Zainuddin Amali mengurus pilkada
Jatim. "Pak Idrus menyampaikan itu, saya
langsung larang, 'gak' usah diurus-urus itu lagi
lah, benar kata Pak Sekjen, dan tidak ada
permintaan uang dari Akil," kata Setya Novanto
kala sidang 24 April 2014.
Setya Novanto menjadi Ketua DPR didampingi
oleh Wakil Ketua DPR Fadli Zon (Fraksi Partai
Gerindra), Agus Hermanto (Fraksi Partai
Demokrat), Fahri Hamzah (Fraksi Partai
Keadilan Sejahtera) dan Taufik Kurniawan
(Fraksi Partai Amanat Nasional).
http://m.bisnis.com/quick-news/read/20141002/15/261839/setya-novanto-ruang-kerja-pernah-digeledah-kpk-harta-rp73-miliar
KPK Dalami Fahri Hamzah Disebut Terima Duit dari Nazaruddin
19 Agu 2014 14:29
Liputan6.com, Jakarta - Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) dipastikan
menindaklanjuti keterangan Yulianis yang
menyebut Wakil Ketua Komisi III DPR dari
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Fahri
Hamzah menerima duit dari Muhammad
Nazaruddin.
Nama Fahri terungkap sebagai salah satu
penerima uang ketika Yulianis bersaksi untuk
terdakwa Anas Urbaningrum dalam sidang
kasus dugaan penerimaan hadiah atau
gratifikasi proyek Pusat Pendidikan Pelatihan
dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON)
Hambalang, proyek-proyek lain serta tindak
pidana pencucian uang.
Dalam kesaksiannya di Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi, Senin 18 Agustus 2014,
Yulianis menyebut Fahri menerima US$ 25
ribu.
"Setiap keterangan saksi di persidangan
termasuk keterangan yang diberikan Yulianis,
saksi persidangan di bawah sumpah, tentu
akan didalami oleh KPK," ujar Juru Bicara
KPK Johan Budi SP dalam pesan singkat di
Jakarta, Selasa (19/8/2014).
Johan menjelaskan, tak menutup
kemungkinan KPK akan membuka
penyelidikan baru terhadap Fahri. Mengingat,
pemberian uang itu tidak terkait Anas dalam
kasusnya. Namun, penyelidikan baru itu akan
dibuka jika KPK menemukan bukti-bukti
cukup.
"Apakah keterangan tersebut didukung oleh
bukti-bukti yang kemudian bisa disimpulkan
benar, KPK bisa membuka penyelidikan baru
terkait keterangan yang tidak terkait dengan
terdakwa, karena keterangan ini disampaikan
di depan persidangan," ujar Johan.
Yulianis yang merupakan mantan direktur
Keuangan Permai Grup, menceritakan awal
mula pemberian uang kepada politikus PKS
itu. Awalnya, kata Yulianis, dia dipanggil
Nazaruddin ke lantai 7 Gedung Wisma
Permai di Mampang, Jakarta Selatan. Saat
itu, Yulianis disuruh membawa uang US$ 25
ribu.
Setelah sampai di lantai 7, Yulianis
mengungkapkan sudah ada Fahri. Saat itu,
Fahri tidak bicara apa-apa.
Yulianis pun langsung memberi amplop berisi
uang itu kepada Fahri. Pemberian itu, kata
dia, tidak langsung ke tangan Fahri,
melainkan ditaruh di meja yang berada di
depannya.
Fahri Membantah
Fahri tak berdiam diri. Kesaksian Yulianis
dibantah. Melalui akun Twitternya
@Fahrihamzah, politikus PKS itu berkicau,
"saya belum tahu Persis nya seperti apa
beritanya. Dan sy tidak merasa punya
hubungan apapun dgn Yulianis dan Nazar.
Apalagi soal uang. "
Fahri pun mempersilakan Nazar dan Yulianis
untuk mengklarifikasi soal kehadirannya di
Wisma Permai. "Saya tidak pernah ke sana.
Tidak tahu di mana dan tidak pernah
terdengar selama ini sy berurusan dengan
mereka," tulis Fahri.
Dia pun mengaku heran dengan kasus
Hambalang tersebut. Mengapa kasus yang
sudah bergulir 5 tahun ini tiba-tiba namanya
disebut dalam persidangan.
m.liputan6.com/news/read/2093183/kpk-dalami-fahri-hamzah-disebut-terima-duit-dari-nazaruddin
--------------
Nasib bangsa Indonesia diberi pimpinan KW3

SETYA NOVANTO: Ruang Kerja Pernah 'digeledah' KPK & Harta Rp73 Miliar
Bisnis.com, JAKARTA - Setya Novanto
menjadi Ketua DPR RI Periode 2014-2019.
Harta kekayaan Ketua Dewan Perwakilan
Rakyat Setya Novanto pada 2009 mencapai
Rp73,79 miliar dan US$17.781.
Jumlah kekayaan tersebut tampak dari Laporan
Harta Kekayaan Penyelenggara Negara
tertanggal 28 Desember 2009 yang terakhir kali
dilaporkan Setya saat menjabat sebagai
anggota DPR periode 2009-2014.
Harta itu terdiri dari harta tidak bergerak
berupa tanah dan bangunan senilai Rp49 miliar
yang berada di sepuluh lokasi di Jakarta
Selatan, tiga di Jakarta Barat, empat di Bogor
dan dua di Bekasi
Selanjutnya. tulis Antara, harta bergerak
senilai Rp3,02 miliar yang terdiri atas mobil
BMW 735LI, dua motor Suzuki, tiga motor
Honda, mobil Toyota Kijang, mobil Toyota
Camry, mobil Daihatsu Feroz, mobil Jeep
Commander, mobil Merceds Benz C280 dan
mobil VW Caravelle
Selanjutnya Setya Novanto juga tercatat
memiliki logam mulia senilai Rp340,97 juta,
batu mulia sebanyak Rp591,4 juta dan benda
bergerak lain senilai Rp412 juta sehingga total
harta bergerak lain adalah Rp1,34 miliar.
Adapun kekayaan dari surat berharga
berjumlah total Rp6,51 miliar dan ditambah
dengan giro dan setara kas lainnya sejumlah
Rp13,83 mmiliar dan 17.781 dolar AS.
Kewajiban penyelenggara negara untuk
melaporkan harta kekayaan diatur dalam UU
No 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara
Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi,
Kolusi Dan Nepotisme dan UU No 30 Tahun
2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pindana Korupsi.
Berdasarkan ketentuan itu, penyelenggara
negara wajib melaporkan harta kekayaannya
saat pertama kali menjabat, mutasi, promosi
dan pensiun.
Artinya Setya Novanto wajib kembali
melaporkan harta kekayaannya pada 2014
karena kembali menjabat sebagai anggota DPR
dan bahkan naik jabatan sebagai Ketua DPR
periode 2014-2019.
Setya Novanto pernah beberapa kali diperiksa
sebagai saksi di KPK maupun pengadilan
tindak pidana korupsi
Pemeriksaan pertama yang terkait dengan
Bendahara Umum Partai Golkar tersebut adalah
kasus suap terkait pembangunan lanjutan
venue Pekan Olahraga Nasional (PON) XVIII
dengan tersangka mantan Gubernur Riau Rusli
Zainal
KPK pada 19 Maret 2013 pernah menggeledah
ruang kerja Setya Novanto dan ruang anggota
Fraksi Golkar Kahar Muzakhir.
Nama dua politikus Partait Golkar tersebut
disebut dalam kasus ini dalam sidang
Pengadilan Tipikor Pekanbaru oleh mantan
Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Riau
Lukman Abbas yang mengaku menyerahkan
uang US$1.050.000 (sekitar Rp9 miliar)
kepada Kahar Muzakhir sebagai langkah
permintaan bantuan PON dari dana APBN
Rp290 miliar.
Selanjutnya dalam kasus dugaan tindak pidana
korupsi pengadaan paket penerapan kartu
tanda penduduk berbasis nomor induk
kependudukan secara elektronik (E-KTP) tahun
anggaran 2011-2012 pada Kementerian Dalam
Negeri, nama Setya Novanto disebut oleh
mantan bendahara umum partai Demokrat
Muhammad Nazaruddin.
Nazaruddin pernah mengadukan dugaan
korupsi dalam proyek E-KTP kepada KPK
antara lain mengenai aliran dananya yang
disebut mengalir ke sejumlah anggota DPR
seperti bendahara umum Partai Golkar Setya
Novanto yang menerima RP300 miliar,
Ketua dan Wakil Ketua Komisi II DPR dan
anggota 2,5% dari anggaran, Ketua dan Wakil
Ketua Banggar 2,5% dari anggaran hingga
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi
mendapat US$2 juta melalui adinya Azmi
Aulia Dahlan.
Menurut Nazaruddin, proyek E-KTP,
dikendalikan ketua fraksi Partai Golkar di DPR
yaitu Setya Novanto, mantan ketua umum
Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang
dilaksanakan oleh Nazaruddin, staf dari PT
Adhi Karya Adi Saptinus, Menteri Dalam Negeri
Gamawan Fauzi, sekretaris Jenderal
Kementerian Dalam Negeri dan Pejabat
Pembuat Komitmen.
Terakhir, Setya Novanto juga pernah hadir
dalam sidang dengan terdakwa mantan Ketua
Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar dalam
perkara dugaan korupsi pilkada di berbagai
daerah.
Dalam sidang pada 14 April, Ketua Dewan
Pimpinan Daerah Partai Golkar Jatim sekaligus
Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Jawa
Zainuddin Amali mengakui ada percakapan
Blackberry Messenger (BBM) antara dirinya
dengan Akil terkait pilkada Jatim.
Isi percakapan itu adalah Akil meminta untuk
menyiapkan Rp10 miliar. Kala tidak, maka
pilkada Jatim akan diulang.
Setya Novanto yang menjadi saksi pada sidang
24 Aptil kemudian menyatakan bahwa ia
melarang Zainuddin Amali mengurus pilkada
Jatim. "Pak Idrus menyampaikan itu, saya
langsung larang, 'gak' usah diurus-urus itu lagi
lah, benar kata Pak Sekjen, dan tidak ada
permintaan uang dari Akil," kata Setya Novanto
kala sidang 24 April 2014.
Setya Novanto menjadi Ketua DPR didampingi
oleh Wakil Ketua DPR Fadli Zon (Fraksi Partai
Gerindra), Agus Hermanto (Fraksi Partai
Demokrat), Fahri Hamzah (Fraksi Partai
Keadilan Sejahtera) dan Taufik Kurniawan
(Fraksi Partai Amanat Nasional).
http://m.bisnis.com/quick-news/read/20141002/15/261839/setya-novanto-ruang-kerja-pernah-digeledah-kpk-harta-rp73-miliar
KPK Dalami Fahri Hamzah Disebut Terima Duit dari Nazaruddin
19 Agu 2014 14:29
Liputan6.com, Jakarta - Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) dipastikan
menindaklanjuti keterangan Yulianis yang
menyebut Wakil Ketua Komisi III DPR dari
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Fahri
Hamzah menerima duit dari Muhammad
Nazaruddin.
Nama Fahri terungkap sebagai salah satu
penerima uang ketika Yulianis bersaksi untuk
terdakwa Anas Urbaningrum dalam sidang
kasus dugaan penerimaan hadiah atau
gratifikasi proyek Pusat Pendidikan Pelatihan
dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON)
Hambalang, proyek-proyek lain serta tindak
pidana pencucian uang.
Dalam kesaksiannya di Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi, Senin 18 Agustus 2014,
Yulianis menyebut Fahri menerima US$ 25
ribu.
"Setiap keterangan saksi di persidangan
termasuk keterangan yang diberikan Yulianis,
saksi persidangan di bawah sumpah, tentu
akan didalami oleh KPK," ujar Juru Bicara
KPK Johan Budi SP dalam pesan singkat di
Jakarta, Selasa (19/8/2014).
Johan menjelaskan, tak menutup
kemungkinan KPK akan membuka
penyelidikan baru terhadap Fahri. Mengingat,
pemberian uang itu tidak terkait Anas dalam
kasusnya. Namun, penyelidikan baru itu akan
dibuka jika KPK menemukan bukti-bukti
cukup.
"Apakah keterangan tersebut didukung oleh
bukti-bukti yang kemudian bisa disimpulkan
benar, KPK bisa membuka penyelidikan baru
terkait keterangan yang tidak terkait dengan
terdakwa, karena keterangan ini disampaikan
di depan persidangan," ujar Johan.
Yulianis yang merupakan mantan direktur
Keuangan Permai Grup, menceritakan awal
mula pemberian uang kepada politikus PKS
itu. Awalnya, kata Yulianis, dia dipanggil
Nazaruddin ke lantai 7 Gedung Wisma
Permai di Mampang, Jakarta Selatan. Saat
itu, Yulianis disuruh membawa uang US$ 25
ribu.
Setelah sampai di lantai 7, Yulianis
mengungkapkan sudah ada Fahri. Saat itu,
Fahri tidak bicara apa-apa.
Yulianis pun langsung memberi amplop berisi
uang itu kepada Fahri. Pemberian itu, kata
dia, tidak langsung ke tangan Fahri,
melainkan ditaruh di meja yang berada di
depannya.
Fahri Membantah
Fahri tak berdiam diri. Kesaksian Yulianis
dibantah. Melalui akun Twitternya
@Fahrihamzah, politikus PKS itu berkicau,
"saya belum tahu Persis nya seperti apa
beritanya. Dan sy tidak merasa punya
hubungan apapun dgn Yulianis dan Nazar.
Apalagi soal uang. "
Fahri pun mempersilakan Nazar dan Yulianis
untuk mengklarifikasi soal kehadirannya di
Wisma Permai. "Saya tidak pernah ke sana.
Tidak tahu di mana dan tidak pernah
terdengar selama ini sy berurusan dengan
mereka," tulis Fahri.
Dia pun mengaku heran dengan kasus
Hambalang tersebut. Mengapa kasus yang
sudah bergulir 5 tahun ini tiba-tiba namanya
disebut dalam persidangan.
m.liputan6.com/news/read/2093183/kpk-dalami-fahri-hamzah-disebut-terima-duit-dari-nazaruddin
--------------
Nasib bangsa Indonesia diberi pimpinan KW3

0
3.5K
43


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan