- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Jkt : Habib Rizieq Unjuk Rasa, Pelantikan Gub DKI Jakarta Diwarnai Bentrokan


TS
TheInvestigator
Jkt : Habib Rizieq Unjuk Rasa, Pelantikan Gub DKI Jakarta Diwarnai Bentrokan
Demonstrasi disebabkan karena Gub dan Wagub diduga menyuap anggota DPRD supaya dipilih
Source
Badan Musyawarah Betawi Selidiki Money Politics Pemilihan Gubernur
JAKARTA - Badan Musyawarah (Bamus) Betawi yang membawahkan 65 organisasi warga Betawi akan menyelidiki money politics dalam pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur DKI Jakarta periode 2002-2007, yang dimenangkan pasangan Sutiyoso-Fauzi Bowo.
"Kami akan berkumpul, Jumat (hari ini) untuk membahas langkah penyelidikan," kata Ketua Bamus Betawi dr Abdul Sjukur lewat telepon Kamis di Jakarta.
Dia mengemukakan, dugaan money politics muncul dari pemberitaan media massa dan Bamus akan menindaklanjuti dengan mencari bukti dan pengakuan anggota DPRD.
Ketika menjawab pertanyaan apakah dirinya optimistis dapat memberikan laporan mengenai money politics dalam masa uji publik hingga Senin (16/9), Abdul Sjukur mengatakan, dirinya optimistis walau belum punya bukti signifikan. "Yang namanya money politics itu terasa, tapi sukar dibuktikan, meski begitu kita tidak boleh pesimistis," kata Abdul Sjukur.
Bamus Betawi sejak awal pemilihan secara terbuka menolak pencalonan Sutiyoso dengan alasan saat ini kaum Betawi memimpin Jakarta.
Dalam Tatib Pemilihan pada Pasal 24 Ayat 2 disebutkan, "Pendapat masyarakat pada pengujian publik terbatas pada adanya dugaan politik uang yang diduga terjadi sebelum, selama, dan setelah rapat paripurna khusus tahap I."
Ayat 3 pasal tersebut mengemukakan panitia pemilihan menerima pengaduan tertulis sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) dari beberapa anggota masyarakat melalui pimpinan organisasi kemasyarakatan tingkat Provinsi DKI Jakarta yang terdaftar.
Selanjutnya dalam Pasal 27 disebutkan, pengaduan masyarakat dinyatakan terbukti bila panitia pemilihan menerima pengakuan tertulis perihal tersebut lebih dari satu (satu) anggota DPRD. Pengakuan tertulis tersebut dinyatakan sah bila ditulis pada lembar bersegel atau kertas bermaterai cukup.
Anggota Panitia Pemilihan Posman Siahaan yang ditemui wartawan Kamis di Jakarta menjelaskan, sesuai dengan peraturan tersebut, minimal ada dua anggota DPRD yang harus memberi pernyataan tertulis bahwa mereka menerima suap.
"Misalnya ada pengaduan dan pengakuan itu, maka hasil pemilihan dibatalkan, lalu DPRD akan menyerahkan pengusutan selanjutnya kepada penyidik hukum, dan anggota DPRD yang menerima suap itu tentu akan diusulkan untuk dipecat oleh para anggota DPRD lainnya," kata Posman.
Dia memperkirakan, jika ada pengaduan dan pengakuan tersebut, pihak Sutiyoso dan Fauzi Bowo akan membantah hal tersebut dan mengadu ke polisi sebagai korban fitnah. "Kalau mau berandai-andai, bukankah mungkin anggota yang mengaku disuap itu sebenarnya dibayar pihak tertentu untuk mengaku dan memfitnah, jadi penegak hukum harus mengusut dengan sebenar-benarnya," kata Posman. F-PKP beranggotakan satu orang, yaitu Posman Siahaan yang bersama F-PDIP dan F-PG mencalonkan pasangan Sutiyoso-Fauzi Bowo sebagai Gubernur-Wakil Gubernur DKI 2002-2007.
Sepi
Hari pertama uji publik bagi pasangan Sutiyoso-Fauzi Bowo diwarnai sepinya Gedung DPRD DKI Jakarta dari anggota Dewan yang hadir. Hingga pukul 15.00 WIB petang kemarin, ruang F-PDIP yang merupakan fraksi terbesar dengan 30 anggota dari 85 kursi DPRD tampak kosong, seperti juga F-TNI/Polri dan F-PAN dan F-PK, sedangkan anggota F-PPP yang terlihat hanya Hamidi dan satu-satunya anggota F-PKP Posman Siahaan ada di ruangannya.
Kepala Humas DPRD Rubingan ketika mengemukakan, pada Rabu tidak ada kegiatan Dewan. "Jika ada pengaduan saat uji publik, maka organisasi yang mengadu akan diterima bagian Tata Usaha Sekretariat DPRD DKI dan menjadi prioritas untuk proses ke panitia pemilihan, jadi proses pengaduan tidak terganggu," kata Rubingan.
Mayoritas anggota F-PDIP dan F-PG menginap di Hotel Borobudur sehari sebelum pemilihan dan saat pemilihan tiba di Gedung DPRD menggunakan kendaraan taktis dan helikopter Polri. Sumber dari hotel tersebut menyebutkan, terdapat 21 kamar suite yang disewa sejak Selasa (10/9).
"Hingga Kamis statusnya masih disewa, tarif per malam satu kamar suite adalah 187 dolar AS (sekitar Rp 1,6 juta), pembayarannya setelah check out," kata sumber tersebut.
Kerugian
Sementara itu, data dari Pusat Pengendalian Ketegangan Sosial (Pusdalgangsos) Pemerintah DKI Jakarta menyebutkan, kerugian akibat bentrokan saat unjuk rasa pemilihan gubernur-wakil gubernur mencapai Rp 100 juta.
"Selain materi, tiga anggota Polri dilarikan ke rumah sakit akibat kaki mereka terlindas kendaraan taktis Polri yang mengangkut anggota DPRD dan empat Banpol terkena lemparan batu pengunjuk rasa," kata Kepala Bidang Pusat Pengolahan Data Pusdalgangsos Raya Siahaan kepada wartawan.
Dia juga mengutip data Pertolongan Darurat 118 yang menyebut 20 demonstran dilarikan ke rumah sakit, lima karena keracunan, sedangkan lainnya robek di pelipis dan kaki saat terjadi bentrokan dengan aparat yang diwarnai saling lempar, semprotan water cannon, serta tembakan gas air mata dan peluru karet.
Kerusakan materi meliputi pecahnya kaca satu sedan Volvo Sekretariat Wapres, satu minibus, serta kaca satu kendaraan Dinas Pemadam Kebakaran.
Pagar Gedung DPRD sepanjang 60m juga rusak akibat dicopot demonstran, demikian juga gardu jaga Gedung Dispenda yang bersebelahan dengan DPRD serta taman Dispenda seluas 600 meter persegi.
Kumpulkan Bukti
Koordinator Konsorsium Masyarakat Miskin Kota (UPC) Wardah Hafidz mengakui, pihaknya sedang berkonsolidasi mengumpulkan bukti-bukti terjadinya penyimpangan dalam pemilihan Gubernur DKI, menyusul terpilihnya pasangan Sutiyoso-Fauzi Bowo sebagai Gubernur dan Wagub DKI periode 2002-2007.
"Kami sedang melakukan konsolidasi itu dan berupaya menghimpun data-data tentang pelanggaran yang dilakukan dalam pemilihan Gubernur DKI lalu," katanya, di Jakarta, Kamis.
Tapi, tentunya pengumpulan bukti-bukti itu tidak terbatas pada upaya UPC, semua warga Jakarta yang memang mempunyai bukti kuat bisa saja melaporkan ke DPRD dan membatalkan hasil pemilihan.
Berkali-kali Wardah mengimbau warga Jakarta lainnya untuk memanfaatkan kesempatan dua hari setelah pemilihan gubernur (hari ini dan besok) untuk menunjukkan keberatan dengan dasar serta bukti-bukti yang kuat tentang penyimpangan yang telah dilakukan Gubernur atau Wagub dalam pemilihan yang lalu.
Walau ada anggapan dua hari itu hanya lips service saja, katanya, tetapi itu kesempatan yang perlu digunakan sesuai dengan janji DPRD yang masih menerima pengaduan atau keberatan masyarakat atas gubernur-wagub terpilih. "Jika dalam uji publik, keberatan atau penyimpangan itu memang terbukti benar, maka DPRD akan melakukan peninjauan ulang atas hasil pemilihan Gubernur DKI yang baru itu," katanya.
Wardah menuturkan, bukti-bukti tentang adanya penyimpangan itu sebenarnya sudah jelas terlihat dari adanya pengakuan sejumlah anggota DPRD.
Dikatakannya, sejumlah anggota DPRD sudah mengakui adanya suap-suap itu antara lain dengan mengatakan, "Saya akan menyerahkan kembali uang-uang itu." Atau ada yang mengakui sistem pemilihan dengan cara tertulis itu dipenuhi dengan politik uang.
Tantangan Berat
Mengenai beban tugas yang harus dipikul Gubernur DKI yang baru, Wardah mengatakan, pasangan gubernur dan wagub yang baru itu akan menghadapi proses yang sulit sekali.
Apalagi jika mereka memulai kebijakannya dengan upaya-upaya seperti pembatasan penduduk, menjadikan Jakarta sebagai kota tertutup atau pembatasan pekerja-pekerja sektor informal. "Saya khawatir kebijakan semacam itu akan menimbulkan ketegangan-ketegangan baru dan juga dampak nasionalnya akan makin buruk," ujarnya.
Menurut dia, dengan adanya kebijakan semacam itu, akan berdampak memicu kota-kota besar lainnya melakukan hal yang sama dengan Jakarta.
Dengan demikian, akhirnya nanti akan muncul kerajaan atau negara-negara kecil di dalam Indonesia sendiri, yang orang Jakarta akan bilang penduduk provinsi lain tidak boleh masuk DKI dan penduduk daerah lainnya juga melarang warga Jakarta memasuki wilayahnya.
Harus Dihormati
Sementara itu, Wakil Presiden Hamzah Haz mengatakan, terpilihnya kembali Sutiyoso sebagai Gubernur DKI Jakarta periode 2002-2007 merupakan hasil dari demokrasi yang harus dihormati, meskipun dalam pemilihannya diwarnai unjuk rasa penentangan.
"Bagi kita yang menghargai demokrasi, ya memang sudah seperti itu hasilnya. Bagaimanapun kita harus hormati," kata Hamzah seusai peresmian putaran pertama Pekan Imunisasi Nasional (PIN) di kediaman resmi Wapres Jl Diponegoro Jakarta, Kamis.
Menurut Wapres, senang atau tidak senang atas terpilihnya Sutiyoso, rakyat tetap perlu melakukan kontrol terhadap kinerja gubernur tersebut. Wapres menambahkan, Sutiyoso juga harus menyadari bahwa dia terpilih dengan selisih suara sangat tipis yakni sekitar lima persen.
"Jadi, memang dia mendapat banyak tantangan. Di DPRD pun ada sekitar 45 persen yang menentangnya, ditambah lagi yang tercermin dari masyarakat," kata Wapres. Kenyataan tersebut merupakan pekerjaan rumah bagi Sutiyoso dan Wagub Fauzi Bowo. Mereka harus bekerja keras dalam melakukan tugasnya.
Mengenai masih adanya tindakan represif dari aparat keamanan terhadap massa pengunjuk rasa saat pemilihan Gubernur DKI tersebut, Wapres mengharapkan hal itu tidak terjadi lagi. "Paling tidak, itu harus menjadi catatan bahwa dalam pemilihan gubernur ada suatu resistensi dari masyarakat yang harus ditanggapi oleh aparat," katanya.
Dalam rapat paripurna DPRD DKI hari Rabu (11/9), Sutiyoso dan Fauzi Bowo terpilih sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI periode 2002-2007, dengan meraih 47 suara dari 85 anggota DPRD yang mengikuti rapat pemilihan. Pemilihan sempat terganggu oleh unjuk rasa dari berbagai kelompok yang berjumlah ribuan orang, yang mengepung Gedung DPRD di Jl Kebon Sirih Jakarta tersebut. (ant-16t)
Source
Quote:
Liputan6.com, Jakarta: Setelah tertunda selama dua jam, sidang pemilihan Gubernur DKI akhirnya dimulai juga pada pukul 11.45 WIB. Sebanyak 78 dari 85 anggota DPRD kini sudah berada di dalam ruang sidang. Sebelumnya, mereka tak bisa masuk ke dalam Gedung DPRD Jakarta karena sekitar 6.000 massa memblokade Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, tepat di depan Gedung Dewan, Rabu (11/9).
Reporter SCTV Olivia Rosalia melaporkan, sejumlah anggota Dewan bisa masuk ke dalam ruang sidang setelah Polda Metro Jaya mengerahkan dua helikopter untuk mengangkut mereka. Selain itu, sebagian anggota DPRD juga menggunakan kendaraan taktis milik polisi untuk bisa tiba di lokasi. Namun, Ketua Fraksi TNI/Polri DPRD Jakarta Ibnu Sumantri mengaku datang ke DPRD tanpa hambatan. Sebab, ia berangkat dari rumah sekitar pukul 05.00 WIB dan tiba di Kebon Sirih pada pukul 06.15 WIB, saat massa masih sepi. Sedangkan calon Gubernur dari F-PDIP Tarmidi Suhardjo dan sejumlah anggota Fraksi Reformasi memilih berjalan kaki ke Gedung DPRD. Alasannya, penggunaan helikopter dan kendaraan taktis hanya membuang-buang biaya.
Kendati sebagian besar anggota DPRD sudah memasuki ruang sidang, namun pemilihan Gubernur DKI belum juga dimulai. Anggota Dewan meminta pimpinan sidang menunda acara pemilihan Gubernur. Mereka juga mendesak pimpinan sidang menemui massa di luar gedung dan bernegosiasi dengan pengunjuk rasa. Selain itu, sebagian anggota DPRD meminta pimpinan sidang mengubah tata tertib persidangan karena proses pemilihan gubernur sudah tertunda selama dua jam [baca: Massa Anti-Sutiyoso Menghambat Pemilihan Gubernur Jakarta].
Setelah persidangan dibuka, Wakil Ketua DPRD M. Suwardi (F-PAN), anggota DPRD Syamsidar Siregar, Agus Darmawan, Dani Anwar, dan Abdul Azis Matnur menemui massa. Mereka didampingi Ugiek Sugihardjo (F-PDIP), Djafar Badjeber (F-PPP Reformasi), dan Ridho Kamaluddin (F-PPP). Bahkan, Suwardi sempat berorasi di depan pengunjuk rasa. Intinya, mereka sepakat memperjuangkan aspirasi massa yang menolak pencalonan Sutiyoso sebagai Gubernur DKI periode 2002-2007. Dalam kesempatan itu, sebanyak 15 perwakilan massa meminta Dewan memperbolehkan mereka masuk ke dalam ruang sidang untuk menyaksikan pemilihan gubernur. "Kami ingin melihat proses persidangan," kata Habib Rizieq Shihab, Ketua Front Pembela Islam yang hadir dalam unjuk rasa.
Ribuan massa dari FPI, Gerakan Bersama Rakyat (Gebrak), Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta (BEM UNJ), dan Barisan Betawi Antimaksiat dan Forum Antimaksiat (FAM), sejak pagi sudah memenuhi Jalan Kebon Sirih dan Medan Merdeka Selatan. Mereka berupaya menggagalkan pemilihan gubernur. Alasannya, calon yang diajukan F-PDIP, Sutiyoso, tak layak lagi dipilih sebagai Gubernur DKI. Mantan Panglima Kodam Jaya ini diduga menyuap 35 anggota DPRD dari F-PDIP dan F-Golkar untuk memuluskan pencalonan. Selain itu, Sutiyoso juga terlibat dalam Peristiwa 27 Juli 1996.
Aksi pengunjuk rasa mendapat pengawalan ketat dari sekitar 1.800 personel Polda Metro Jaya [baca: Ribuan Polisi Mengamankan Pemilihan Gubernur Jakarta]. Akibatnya, sempat terjadi dorong-mendorong antara pengunjuk rasa dan polisi. Setidaknya, dalam waktu 30 menit terjadi dua kali aksi dorong. Pertama terjadi pada pukul 09.30 WIB dan yang kedua pada jam 10.00 WIB. Akhirnya sekitar pukul 10.30 WIB, massa berhasil merobohkan pagar di sisi kanan Gedung DPRD. Meski pagar sudah roboh, massa tetap saja tak bisa masuk ke dalam ruang sidang. Karena, polisi memasang barikade berduri di belakang pagar.
Setelah pagar berhasil merobohkan pagar, massa berusaha melewati barikade berduri. Namun, upaya ini dihalau polisi dengan cara menyemprotkan air dari kendaraan water canon dan melepaskan tembakan peringatan. Massa yang marah lalu membalas aksi polisi dengan melemparkan kayu, batu, dan botol minuman yang berserak di Jalan Kebon Sirih. Bentrokan ini berlangsung selama beberapa menit, hingga sejumlah anggota DPRD datang menemui para pengunjuk rasa.(ULF/Olivia Rosalia)
Reporter SCTV Olivia Rosalia melaporkan, sejumlah anggota Dewan bisa masuk ke dalam ruang sidang setelah Polda Metro Jaya mengerahkan dua helikopter untuk mengangkut mereka. Selain itu, sebagian anggota DPRD juga menggunakan kendaraan taktis milik polisi untuk bisa tiba di lokasi. Namun, Ketua Fraksi TNI/Polri DPRD Jakarta Ibnu Sumantri mengaku datang ke DPRD tanpa hambatan. Sebab, ia berangkat dari rumah sekitar pukul 05.00 WIB dan tiba di Kebon Sirih pada pukul 06.15 WIB, saat massa masih sepi. Sedangkan calon Gubernur dari F-PDIP Tarmidi Suhardjo dan sejumlah anggota Fraksi Reformasi memilih berjalan kaki ke Gedung DPRD. Alasannya, penggunaan helikopter dan kendaraan taktis hanya membuang-buang biaya.
Kendati sebagian besar anggota DPRD sudah memasuki ruang sidang, namun pemilihan Gubernur DKI belum juga dimulai. Anggota Dewan meminta pimpinan sidang menunda acara pemilihan Gubernur. Mereka juga mendesak pimpinan sidang menemui massa di luar gedung dan bernegosiasi dengan pengunjuk rasa. Selain itu, sebagian anggota DPRD meminta pimpinan sidang mengubah tata tertib persidangan karena proses pemilihan gubernur sudah tertunda selama dua jam [baca: Massa Anti-Sutiyoso Menghambat Pemilihan Gubernur Jakarta].
Setelah persidangan dibuka, Wakil Ketua DPRD M. Suwardi (F-PAN), anggota DPRD Syamsidar Siregar, Agus Darmawan, Dani Anwar, dan Abdul Azis Matnur menemui massa. Mereka didampingi Ugiek Sugihardjo (F-PDIP), Djafar Badjeber (F-PPP Reformasi), dan Ridho Kamaluddin (F-PPP). Bahkan, Suwardi sempat berorasi di depan pengunjuk rasa. Intinya, mereka sepakat memperjuangkan aspirasi massa yang menolak pencalonan Sutiyoso sebagai Gubernur DKI periode 2002-2007. Dalam kesempatan itu, sebanyak 15 perwakilan massa meminta Dewan memperbolehkan mereka masuk ke dalam ruang sidang untuk menyaksikan pemilihan gubernur. "Kami ingin melihat proses persidangan," kata Habib Rizieq Shihab, Ketua Front Pembela Islam yang hadir dalam unjuk rasa.
Ribuan massa dari FPI, Gerakan Bersama Rakyat (Gebrak), Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta (BEM UNJ), dan Barisan Betawi Antimaksiat dan Forum Antimaksiat (FAM), sejak pagi sudah memenuhi Jalan Kebon Sirih dan Medan Merdeka Selatan. Mereka berupaya menggagalkan pemilihan gubernur. Alasannya, calon yang diajukan F-PDIP, Sutiyoso, tak layak lagi dipilih sebagai Gubernur DKI. Mantan Panglima Kodam Jaya ini diduga menyuap 35 anggota DPRD dari F-PDIP dan F-Golkar untuk memuluskan pencalonan. Selain itu, Sutiyoso juga terlibat dalam Peristiwa 27 Juli 1996.
Aksi pengunjuk rasa mendapat pengawalan ketat dari sekitar 1.800 personel Polda Metro Jaya [baca: Ribuan Polisi Mengamankan Pemilihan Gubernur Jakarta]. Akibatnya, sempat terjadi dorong-mendorong antara pengunjuk rasa dan polisi. Setidaknya, dalam waktu 30 menit terjadi dua kali aksi dorong. Pertama terjadi pada pukul 09.30 WIB dan yang kedua pada jam 10.00 WIB. Akhirnya sekitar pukul 10.30 WIB, massa berhasil merobohkan pagar di sisi kanan Gedung DPRD. Meski pagar sudah roboh, massa tetap saja tak bisa masuk ke dalam ruang sidang. Karena, polisi memasang barikade berduri di belakang pagar.
Setelah pagar berhasil merobohkan pagar, massa berusaha melewati barikade berduri. Namun, upaya ini dihalau polisi dengan cara menyemprotkan air dari kendaraan water canon dan melepaskan tembakan peringatan. Massa yang marah lalu membalas aksi polisi dengan melemparkan kayu, batu, dan botol minuman yang berserak di Jalan Kebon Sirih. Bentrokan ini berlangsung selama beberapa menit, hingga sejumlah anggota DPRD datang menemui para pengunjuk rasa.(ULF/Olivia Rosalia)
Source
Quote:
Badan Musyawarah Betawi Selidiki Money Politics Pemilihan Gubernur
JAKARTA - Badan Musyawarah (Bamus) Betawi yang membawahkan 65 organisasi warga Betawi akan menyelidiki money politics dalam pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur DKI Jakarta periode 2002-2007, yang dimenangkan pasangan Sutiyoso-Fauzi Bowo.
"Kami akan berkumpul, Jumat (hari ini) untuk membahas langkah penyelidikan," kata Ketua Bamus Betawi dr Abdul Sjukur lewat telepon Kamis di Jakarta.
Dia mengemukakan, dugaan money politics muncul dari pemberitaan media massa dan Bamus akan menindaklanjuti dengan mencari bukti dan pengakuan anggota DPRD.
Ketika menjawab pertanyaan apakah dirinya optimistis dapat memberikan laporan mengenai money politics dalam masa uji publik hingga Senin (16/9), Abdul Sjukur mengatakan, dirinya optimistis walau belum punya bukti signifikan. "Yang namanya money politics itu terasa, tapi sukar dibuktikan, meski begitu kita tidak boleh pesimistis," kata Abdul Sjukur.
Bamus Betawi sejak awal pemilihan secara terbuka menolak pencalonan Sutiyoso dengan alasan saat ini kaum Betawi memimpin Jakarta.
Dalam Tatib Pemilihan pada Pasal 24 Ayat 2 disebutkan, "Pendapat masyarakat pada pengujian publik terbatas pada adanya dugaan politik uang yang diduga terjadi sebelum, selama, dan setelah rapat paripurna khusus tahap I."
Ayat 3 pasal tersebut mengemukakan panitia pemilihan menerima pengaduan tertulis sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) dari beberapa anggota masyarakat melalui pimpinan organisasi kemasyarakatan tingkat Provinsi DKI Jakarta yang terdaftar.
Selanjutnya dalam Pasal 27 disebutkan, pengaduan masyarakat dinyatakan terbukti bila panitia pemilihan menerima pengakuan tertulis perihal tersebut lebih dari satu (satu) anggota DPRD. Pengakuan tertulis tersebut dinyatakan sah bila ditulis pada lembar bersegel atau kertas bermaterai cukup.
Anggota Panitia Pemilihan Posman Siahaan yang ditemui wartawan Kamis di Jakarta menjelaskan, sesuai dengan peraturan tersebut, minimal ada dua anggota DPRD yang harus memberi pernyataan tertulis bahwa mereka menerima suap.
"Misalnya ada pengaduan dan pengakuan itu, maka hasil pemilihan dibatalkan, lalu DPRD akan menyerahkan pengusutan selanjutnya kepada penyidik hukum, dan anggota DPRD yang menerima suap itu tentu akan diusulkan untuk dipecat oleh para anggota DPRD lainnya," kata Posman.
Dia memperkirakan, jika ada pengaduan dan pengakuan tersebut, pihak Sutiyoso dan Fauzi Bowo akan membantah hal tersebut dan mengadu ke polisi sebagai korban fitnah. "Kalau mau berandai-andai, bukankah mungkin anggota yang mengaku disuap itu sebenarnya dibayar pihak tertentu untuk mengaku dan memfitnah, jadi penegak hukum harus mengusut dengan sebenar-benarnya," kata Posman. F-PKP beranggotakan satu orang, yaitu Posman Siahaan yang bersama F-PDIP dan F-PG mencalonkan pasangan Sutiyoso-Fauzi Bowo sebagai Gubernur-Wakil Gubernur DKI 2002-2007.
Sepi
Hari pertama uji publik bagi pasangan Sutiyoso-Fauzi Bowo diwarnai sepinya Gedung DPRD DKI Jakarta dari anggota Dewan yang hadir. Hingga pukul 15.00 WIB petang kemarin, ruang F-PDIP yang merupakan fraksi terbesar dengan 30 anggota dari 85 kursi DPRD tampak kosong, seperti juga F-TNI/Polri dan F-PAN dan F-PK, sedangkan anggota F-PPP yang terlihat hanya Hamidi dan satu-satunya anggota F-PKP Posman Siahaan ada di ruangannya.
Kepala Humas DPRD Rubingan ketika mengemukakan, pada Rabu tidak ada kegiatan Dewan. "Jika ada pengaduan saat uji publik, maka organisasi yang mengadu akan diterima bagian Tata Usaha Sekretariat DPRD DKI dan menjadi prioritas untuk proses ke panitia pemilihan, jadi proses pengaduan tidak terganggu," kata Rubingan.
Mayoritas anggota F-PDIP dan F-PG menginap di Hotel Borobudur sehari sebelum pemilihan dan saat pemilihan tiba di Gedung DPRD menggunakan kendaraan taktis dan helikopter Polri. Sumber dari hotel tersebut menyebutkan, terdapat 21 kamar suite yang disewa sejak Selasa (10/9).
"Hingga Kamis statusnya masih disewa, tarif per malam satu kamar suite adalah 187 dolar AS (sekitar Rp 1,6 juta), pembayarannya setelah check out," kata sumber tersebut.
Kerugian
Sementara itu, data dari Pusat Pengendalian Ketegangan Sosial (Pusdalgangsos) Pemerintah DKI Jakarta menyebutkan, kerugian akibat bentrokan saat unjuk rasa pemilihan gubernur-wakil gubernur mencapai Rp 100 juta.
"Selain materi, tiga anggota Polri dilarikan ke rumah sakit akibat kaki mereka terlindas kendaraan taktis Polri yang mengangkut anggota DPRD dan empat Banpol terkena lemparan batu pengunjuk rasa," kata Kepala Bidang Pusat Pengolahan Data Pusdalgangsos Raya Siahaan kepada wartawan.
Dia juga mengutip data Pertolongan Darurat 118 yang menyebut 20 demonstran dilarikan ke rumah sakit, lima karena keracunan, sedangkan lainnya robek di pelipis dan kaki saat terjadi bentrokan dengan aparat yang diwarnai saling lempar, semprotan water cannon, serta tembakan gas air mata dan peluru karet.
Kerusakan materi meliputi pecahnya kaca satu sedan Volvo Sekretariat Wapres, satu minibus, serta kaca satu kendaraan Dinas Pemadam Kebakaran.
Pagar Gedung DPRD sepanjang 60m juga rusak akibat dicopot demonstran, demikian juga gardu jaga Gedung Dispenda yang bersebelahan dengan DPRD serta taman Dispenda seluas 600 meter persegi.
Kumpulkan Bukti
Koordinator Konsorsium Masyarakat Miskin Kota (UPC) Wardah Hafidz mengakui, pihaknya sedang berkonsolidasi mengumpulkan bukti-bukti terjadinya penyimpangan dalam pemilihan Gubernur DKI, menyusul terpilihnya pasangan Sutiyoso-Fauzi Bowo sebagai Gubernur dan Wagub DKI periode 2002-2007.
"Kami sedang melakukan konsolidasi itu dan berupaya menghimpun data-data tentang pelanggaran yang dilakukan dalam pemilihan Gubernur DKI lalu," katanya, di Jakarta, Kamis.
Tapi, tentunya pengumpulan bukti-bukti itu tidak terbatas pada upaya UPC, semua warga Jakarta yang memang mempunyai bukti kuat bisa saja melaporkan ke DPRD dan membatalkan hasil pemilihan.
Berkali-kali Wardah mengimbau warga Jakarta lainnya untuk memanfaatkan kesempatan dua hari setelah pemilihan gubernur (hari ini dan besok) untuk menunjukkan keberatan dengan dasar serta bukti-bukti yang kuat tentang penyimpangan yang telah dilakukan Gubernur atau Wagub dalam pemilihan yang lalu.
Walau ada anggapan dua hari itu hanya lips service saja, katanya, tetapi itu kesempatan yang perlu digunakan sesuai dengan janji DPRD yang masih menerima pengaduan atau keberatan masyarakat atas gubernur-wagub terpilih. "Jika dalam uji publik, keberatan atau penyimpangan itu memang terbukti benar, maka DPRD akan melakukan peninjauan ulang atas hasil pemilihan Gubernur DKI yang baru itu," katanya.
Wardah menuturkan, bukti-bukti tentang adanya penyimpangan itu sebenarnya sudah jelas terlihat dari adanya pengakuan sejumlah anggota DPRD.
Dikatakannya, sejumlah anggota DPRD sudah mengakui adanya suap-suap itu antara lain dengan mengatakan, "Saya akan menyerahkan kembali uang-uang itu." Atau ada yang mengakui sistem pemilihan dengan cara tertulis itu dipenuhi dengan politik uang.
Tantangan Berat
Mengenai beban tugas yang harus dipikul Gubernur DKI yang baru, Wardah mengatakan, pasangan gubernur dan wagub yang baru itu akan menghadapi proses yang sulit sekali.
Apalagi jika mereka memulai kebijakannya dengan upaya-upaya seperti pembatasan penduduk, menjadikan Jakarta sebagai kota tertutup atau pembatasan pekerja-pekerja sektor informal. "Saya khawatir kebijakan semacam itu akan menimbulkan ketegangan-ketegangan baru dan juga dampak nasionalnya akan makin buruk," ujarnya.
Menurut dia, dengan adanya kebijakan semacam itu, akan berdampak memicu kota-kota besar lainnya melakukan hal yang sama dengan Jakarta.
Dengan demikian, akhirnya nanti akan muncul kerajaan atau negara-negara kecil di dalam Indonesia sendiri, yang orang Jakarta akan bilang penduduk provinsi lain tidak boleh masuk DKI dan penduduk daerah lainnya juga melarang warga Jakarta memasuki wilayahnya.
Harus Dihormati
Sementara itu, Wakil Presiden Hamzah Haz mengatakan, terpilihnya kembali Sutiyoso sebagai Gubernur DKI Jakarta periode 2002-2007 merupakan hasil dari demokrasi yang harus dihormati, meskipun dalam pemilihannya diwarnai unjuk rasa penentangan.
"Bagi kita yang menghargai demokrasi, ya memang sudah seperti itu hasilnya. Bagaimanapun kita harus hormati," kata Hamzah seusai peresmian putaran pertama Pekan Imunisasi Nasional (PIN) di kediaman resmi Wapres Jl Diponegoro Jakarta, Kamis.
Menurut Wapres, senang atau tidak senang atas terpilihnya Sutiyoso, rakyat tetap perlu melakukan kontrol terhadap kinerja gubernur tersebut. Wapres menambahkan, Sutiyoso juga harus menyadari bahwa dia terpilih dengan selisih suara sangat tipis yakni sekitar lima persen.
"Jadi, memang dia mendapat banyak tantangan. Di DPRD pun ada sekitar 45 persen yang menentangnya, ditambah lagi yang tercermin dari masyarakat," kata Wapres. Kenyataan tersebut merupakan pekerjaan rumah bagi Sutiyoso dan Wagub Fauzi Bowo. Mereka harus bekerja keras dalam melakukan tugasnya.
Mengenai masih adanya tindakan represif dari aparat keamanan terhadap massa pengunjuk rasa saat pemilihan Gubernur DKI tersebut, Wapres mengharapkan hal itu tidak terjadi lagi. "Paling tidak, itu harus menjadi catatan bahwa dalam pemilihan gubernur ada suatu resistensi dari masyarakat yang harus ditanggapi oleh aparat," katanya.
Dalam rapat paripurna DPRD DKI hari Rabu (11/9), Sutiyoso dan Fauzi Bowo terpilih sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI periode 2002-2007, dengan meraih 47 suara dari 85 anggota DPRD yang mengikuti rapat pemilihan. Pemilihan sempat terganggu oleh unjuk rasa dari berbagai kelompok yang berjumlah ribuan orang, yang mengepung Gedung DPRD di Jl Kebon Sirih Jakarta tersebut. (ant-16t)
Source
Diubah oleh TheInvestigator 01-10-2014 16:36
0
3.2K
Kutip
20
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan