- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
[RUU PILKADA] Tips Jitu dari Jimly Asshiddiqie agar Menang Gugatan MK


TS
colostrum
[RUU PILKADA] Tips Jitu dari Jimly Asshiddiqie agar Menang Gugatan MK
Silahkan dicermati yang ane bold gan.
Ini yg bicara mantan ketua MK lho, bukan orang sembarangan. Anehnya koq SBY gak minta saran beliau aja, malah minta saran dari Yusril yg agak sesat dan beresiko tinggi.
Gayun bersambut, Pompida pun langsung mencari celah kesalahan formil dalam pengambilan keputusan RUU Pilkada.
crot-1
crot-2
Ini yg bicara mantan ketua MK lho, bukan orang sembarangan. Anehnya koq SBY gak minta saran beliau aja, malah minta saran dari Yusril yg agak sesat dan beresiko tinggi.
Quote:
UU Pilkada Digugat ke MK, Ini Saran Jimly Asshiddiqie Biar tak Ditolak
![[RUU PILKADA] Tips Jitu dari Jimly Asshiddiqie agar Menang Gugatan MK](https://dl.kaskus.id/www.jpnn.com/picture/normal/20141001_004639/004639_553596_jimly_eci_dlm.JPG)
JAKARTA - Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshiddiqie mengatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tak perlu menggugat Undang-Undang Pemilukada ke Mahkamah Konstitusi. Selain pemerintah tidak memiliki legal standing atas undang-undang yang telah dibuatnya sendiri, sudah banyak elemen masyarakat yang mendaftarkan gugatan itu ke MK.
“Pemerintah tidak perlu menggugat. Karena yang menggunggat pemohonnya sudah banyak. Ada masyarakat, LSM, akademisi, bahkan partai politik yang tidak setuju (terhadap Undang-Undang Pemilukada, red). Jadi ngapain lagi presiden atau pemerintah mau repot-repot. Dia kan sudah membuat undang-undang bersama DPR,” ujarnya di Gedung DKPP, Jakarta, Selasa (30/9).
Menurut Jimly, kalaupun undang-undang yang baru disahkan DPR tidak ditandatangani, tidak menjadi soal. Karena di Indonesia, sudah ada lima undang-undang yang tidak ditandatangani oleh presiden. Salah satunya Undang-Undang Penyiaran.
“Itu (Undang-undang Penyiaran, red) tidak ditandatangani oleh presiden karena ribut-ribut kaya begini juga. Tapi dalam waktu 30 hari menurut ketentuan (UUD 1945, red) Pasal 20 ayat 5 menyebutkan, undang-undang yang sudah mendapat persetujuan bersama berlaku sebagai undang-undang. Sah dan wajib diundangkan. Undang-undang telah memberi ketentuan bahwa Menteri Hukum dan HAM diwajibkan oleh UUD untuk mengundangkannya,” ujar mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini.
Jimly menyarankan, ada dua langkah yang dapat ditempuh Presiden terkait Undang-Undang Pemilukada. Yaitu, mengkritik undang-undang. Artinya, presiden tetap menandatangani namun dengan catatan-catatan.
“Presiden boleh mengritik undang-undang,” katanya.
Langkah lain, pakar hukum tata negara di Universitas Indonesia ini menilai Presiden SBY yang juga selaku Ketua Umum Partai Demokrat, bisa menginstruksikan anggotanya yang duduk di DPR merubah undang-undang melalui legislatif review. Artinya, Partai Demokrat di DPR bisa mengambil inisiatif mencabut atau mengubah kembali undang-undang pemilihan kepala daerah itu.
Terhadap pihak-pihak yang mengajukan uji materi UU Pilkada ke MK, Jimly menyarankan untuk memperkuat argumen-argumennya. Bukan hanya melalui materi dari undang-undang tersebut, tapi juga menguji formil dari undang-undang dimaksud. Baik itu prosedur pembentukannya, prosedur pengesahan, bahkan format undang-undang. “Para pemohon itu harus jeli, jangan hanya uji materil, tapi uji formil juga,”katanya.(gir/jpnn)
JAKARTA - Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshiddiqie mengatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tak perlu menggugat Undang-Undang Pemilukada ke Mahkamah Konstitusi. Selain pemerintah tidak memiliki legal standing atas undang-undang yang telah dibuatnya sendiri, sudah banyak elemen masyarakat yang mendaftarkan gugatan itu ke MK.
“Pemerintah tidak perlu menggugat. Karena yang menggunggat pemohonnya sudah banyak. Ada masyarakat, LSM, akademisi, bahkan partai politik yang tidak setuju (terhadap Undang-Undang Pemilukada, red). Jadi ngapain lagi presiden atau pemerintah mau repot-repot. Dia kan sudah membuat undang-undang bersama DPR,” ujarnya di Gedung DKPP, Jakarta, Selasa (30/9).
Menurut Jimly, kalaupun undang-undang yang baru disahkan DPR tidak ditandatangani, tidak menjadi soal. Karena di Indonesia, sudah ada lima undang-undang yang tidak ditandatangani oleh presiden. Salah satunya Undang-Undang Penyiaran.
“Itu (Undang-undang Penyiaran, red) tidak ditandatangani oleh presiden karena ribut-ribut kaya begini juga. Tapi dalam waktu 30 hari menurut ketentuan (UUD 1945, red) Pasal 20 ayat 5 menyebutkan, undang-undang yang sudah mendapat persetujuan bersama berlaku sebagai undang-undang. Sah dan wajib diundangkan. Undang-undang telah memberi ketentuan bahwa Menteri Hukum dan HAM diwajibkan oleh UUD untuk mengundangkannya,” ujar mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini.
Jimly menyarankan, ada dua langkah yang dapat ditempuh Presiden terkait Undang-Undang Pemilukada. Yaitu, mengkritik undang-undang. Artinya, presiden tetap menandatangani namun dengan catatan-catatan.
“Presiden boleh mengritik undang-undang,” katanya.
Langkah lain, pakar hukum tata negara di Universitas Indonesia ini menilai Presiden SBY yang juga selaku Ketua Umum Partai Demokrat, bisa menginstruksikan anggotanya yang duduk di DPR merubah undang-undang melalui legislatif review. Artinya, Partai Demokrat di DPR bisa mengambil inisiatif mencabut atau mengubah kembali undang-undang pemilihan kepala daerah itu.
Terhadap pihak-pihak yang mengajukan uji materi UU Pilkada ke MK, Jimly menyarankan untuk memperkuat argumen-argumennya. Bukan hanya melalui materi dari undang-undang tersebut, tapi juga menguji formil dari undang-undang dimaksud. Baik itu prosedur pembentukannya, prosedur pengesahan, bahkan format undang-undang. “Para pemohon itu harus jeli, jangan hanya uji materil, tapi uji formil juga,”katanya.(gir/jpnn)
Gayun bersambut, Pompida pun langsung mencari celah kesalahan formil dalam pengambilan keputusan RUU Pilkada.
Quote:
Poempida Surati SBY, Sebut Putusan RUU Pilkada tak Sah
![[RUU PILKADA] Tips Jitu dari Jimly Asshiddiqie agar Menang Gugatan MK](https://dl.kaskus.id/cdn.metrotvnews.com/dynamic/content/2014/09/30/298893/OmsDR0D8KR.jpg?w=668)
Metrotvnews.com, Jakarta: Politisi muda yang dipecat Partai Golkar, Poempida Hidayatullah, mengirim surat terbuka kepada Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono. Surat itu berisi tanggapan terhadap pengambilan keputusan pembahasan RUU Pilkada, 25 September lalu.
"Kami memberikan penjelasan bahwa pengambilan keputusan RUU Pilkada pada Sidang Paripurna DPR tidak sesuai dengan Tata Tertib DPR terkait pengambilan keputusan melalui suara terbanyak atau voting," ujar Poempida dalam surat yang dikirim Selasa (30/9/2014).
Penjelasan mengenai Tata Tertib DPR dijelaskan Poempida sesuai dengan Pasal 284 ayat 1. Aturan itu menyatakan bahwa keputusan berdasarkan suara terbanyak sah bila diambil dalam rapat yang dihadiri oleh anggota dan unsur fraksi sebagaimana dimaksud Pasal 251 ayat (1) dan disetujui oleh lebih dari separuh jumlah anggota yang hadir.
Poempida juga mengatakan, bila jumlah anggota DPR yang hadir pada saat sidang paripurna sebanyak 496 sesuai absensi, pengambilan keputusan dapat dikatakan sah apabila mendapat 249 suara.
"Pada saat Sidang Paripurna, suara keputusan terkait RUU Pilkada hanya mendapatkan 226 suara atau hanya memperoleh sebesar 45,56% suara anggota DPR yang hadir. Artinya bahwa suara anggota DPR yang mendukung Pilkada DPR tidak memenuhi persyaratan Tata Tertib DPR," kata dia.
Mengenai anggota DPR yang walkout atau meninggalkan sidang, diatur dalam Pasal 285 ayat 3 dianggap telah hadir dan tidak mempengaruhi sahnya keputusan.
"Untuk itu kami berpendapat bahwa pengambilan keputusan terkait RUU Pilkada pada Sidang Paripurna 25 September 2014 dapat dikatakan tidak sah dan tidak dapat disetujui sebagai Undang-undang," ujar Poempida.
JCO
![[RUU PILKADA] Tips Jitu dari Jimly Asshiddiqie agar Menang Gugatan MK](https://dl.kaskus.id/cdn.metrotvnews.com/dynamic/content/2014/09/30/298893/OmsDR0D8KR.jpg?w=668)
Metrotvnews.com, Jakarta: Politisi muda yang dipecat Partai Golkar, Poempida Hidayatullah, mengirim surat terbuka kepada Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono. Surat itu berisi tanggapan terhadap pengambilan keputusan pembahasan RUU Pilkada, 25 September lalu.
"Kami memberikan penjelasan bahwa pengambilan keputusan RUU Pilkada pada Sidang Paripurna DPR tidak sesuai dengan Tata Tertib DPR terkait pengambilan keputusan melalui suara terbanyak atau voting," ujar Poempida dalam surat yang dikirim Selasa (30/9/2014).
Penjelasan mengenai Tata Tertib DPR dijelaskan Poempida sesuai dengan Pasal 284 ayat 1. Aturan itu menyatakan bahwa keputusan berdasarkan suara terbanyak sah bila diambil dalam rapat yang dihadiri oleh anggota dan unsur fraksi sebagaimana dimaksud Pasal 251 ayat (1) dan disetujui oleh lebih dari separuh jumlah anggota yang hadir.
Poempida juga mengatakan, bila jumlah anggota DPR yang hadir pada saat sidang paripurna sebanyak 496 sesuai absensi, pengambilan keputusan dapat dikatakan sah apabila mendapat 249 suara.
"Pada saat Sidang Paripurna, suara keputusan terkait RUU Pilkada hanya mendapatkan 226 suara atau hanya memperoleh sebesar 45,56% suara anggota DPR yang hadir. Artinya bahwa suara anggota DPR yang mendukung Pilkada DPR tidak memenuhi persyaratan Tata Tertib DPR," kata dia.
Mengenai anggota DPR yang walkout atau meninggalkan sidang, diatur dalam Pasal 285 ayat 3 dianggap telah hadir dan tidak mempengaruhi sahnya keputusan.
"Untuk itu kami berpendapat bahwa pengambilan keputusan terkait RUU Pilkada pada Sidang Paripurna 25 September 2014 dapat dikatakan tidak sah dan tidak dapat disetujui sebagai Undang-undang," ujar Poempida.
JCO
crot-1
crot-2
0
3.1K
Kutip
40
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan