- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Kisah Muallaf Batak Muslimah yang Ujian Hidupnya Berliku


TS
kampret.gesenk
Kisah Muallaf Batak Muslimah yang Ujian Hidupnya Berliku
JAKARTA, Infaq Dakwah Center (IDC) – Berbahagialah kita yang dilahirkan dalam keluarga Muslim, karena bisa berislam dengan khusyuk dan merdeka tanpa gangguan apapun. Tidak halnya dengan perjuangan iman Indah Hutabarat (Nurul Hidayati) ini. Keputusannya masuk Islam disusul badai ujian yang bertubi-tubi: fitnah, gangguan, pengasingan, intimidasi, penculikan, penodaan kehormatan, dan sebagainya. Setitik pun ia tak pernah menyesali keputusan hijrah memeluk Islam. Ditempa berbagai ujian dan musibah iman dan Islamnya makin kuat, sang muallaf kini berhijab sempurna dengan niqabnya, namun perlu solidaritas sesama Muslim.
GADIS Batak ini dilahirkan 26 tahun silam di Simalungun, Sumatera Utara. Ia dibesarkan dalam keluarga besar Kristen Protestan yang taat dan digadang-gadang menjadi aktivis Kristen. Sejak berusia dua tahun, ia diasuh oleh pamannya, seorang pengurus gereja Batak di Dumai. Sang paman yang dianggap sebagai ayah angkat ini menjabat sebagai Sintua di gereja ini.
Meski dibesarkan di lingkungan fanatik Protestan, tapi di sekolah Indah banyak bergaul dengan teman-teman Muslim. Dari sinilah perjuangan ‘mencari Tuhan’ bermula. Perjalanan mengenal Islam mulai tumbuh sejak kelas 3 SD. Secara sembunyi-sembunyi, ia sering ikut teman-temannya belajar di Madrasah. Namun ia harus berhenti ke madrasah setelah ketahuan dan mendapat marah besar dari sang paman.
“Saya menyukai Islam sejak kelas 3 SD. Sejak tiga tahun itu saya juga suka mengikuti teman-teman saya ke Madrasah, tapi secara diam-diam. Walaupun seiring waktu akhirnya ketahuan juga sama paman,” ujarnya kepada Relawan IDC di kontrakannya, Sabtu lalu.
Menginjak remaja, di bangku SMP ia nekad bergaul dengan teman-temannya yang Muslim. Ia ingin belajar banyak tentang Islam kepada teman-teman Muslimnya. Namun ia kembali ketahuan keluarga sehingga mendapat sanksi dipindahkan sekolah.
“Di SMP saya punya teman akrab tiga orang Muslim. Kepada merekalah saya suka bertanya-tanya soal Islam. Paman saya sempat mengetahui hal itu, sehingga saya dipindahkan ke Dumai selama setahun,” tuturnya.
Setelah diungsikan setahun, ia dipulangkan kembali ke sekolah yang lama di Bengkalis, tapi diwajibkan mengikuti kelas Marguru Malua, yaitu program katekisasi gereja Batak untuk pendalaman doktrin Kristen. Beberapa doktrin Lutheran yang wajib dihafal dalam Kathekismus gereja tersebut antara lain: Patik ni Debata (Sepuluh Firman), Hata Haporseaon (Pengakuan Iman Rasuli), Tangiang Ale Amanami (Doa Bapa Kami), Pandidion Na Badia (Baptisan Kudus), Hasesaan Ni Dosa (Pengakuan Dosa) dan Ulaon Na Badia (Perjamuan Kudus).
Anehnya, semakin dipaksa untuk mengikuti kegiatan gereja secara rutin, ia justru semakin tidak nyaman hidup dalam iman kristiani. Semakin memperdalam Alkitab (Bibel), justru semakin banyak pertanyaan yang mengusik benaknya. Ia semakin merasakan keganjilan dengan imannya.
“Semakin memperdalam Alkitab justru semakin membuat saya ragu selama tiga tahun saya belajar Alkitab,” paparnya.
Persoalan pelik yang sulit dipecahkannya dalam studi di gereja adalah doktrin Ketuhanan Yesus. Menurutnya, semasa hidupnya Yesus belum pernah mengajarkan dirinya sebagai Tuhan yang wajib disembah dan diibadahi. Tak satu pun ayat Alkitab yang mencatat Yesus bersabda: “Wahai manusia, aku adalah Allah Tuhan pencipta alam semesta. Karena itu beribadahlah kepadaku dan sembahlah aku.”
“Orang-orang Kristen itu fokus tentang masalah ketuhanan itu di Perjanjian Baru, di saat kemunculan Yesus yang dikatakan sebagai Tuhan. Kalau memang sejak awal Yesus itu Tuhan kenapa tidak diceritakan sejak Perjanjian Lama? Di sisi lain sebenarnya dalam Perjanjian Baru pun Yesus tidak pernah mengatakan dirinya sebagai Tuhan,” bebernya.
Justru Yesus mengajarkan bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan yang benar, dan Yesus bukanlah Tuhan melainkan utusan Allah (Yohanes 17:3). Ia berdakwah mengajak para pengikutnya untuk bersama-sama menyembah Allah, Tuhan Yang EsA:
“Jawab Yesus: “Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu Esa” (Markus 12:29).
Seluruh ajaran dan teladan Yesus dalam Alkitab adalah bertuhan kepada Allah. Dalam Injil Matius 11:25 Yesus bersyukur kepada Allah. Yesus juga berdoa kepada Allah (Lukas 6:12) dan minta keselamatan kepada Allah (Yohanes 12:27). Ajaran Yesus ini sejalan dengan ajaran Perjanjian Lama, bahwa Tuhan dan Juru Selamat itu hanyalah Allah, tidak ada yang lain:
“Demikianlah firman Tuhan… Sebelum Aku tidak ada Allah dibentuk, dan sesudah Aku tidak akan ada lagi. Aku, Akulah Tuhan dan tidak ada juru selamat selain daripada-Ku” (Yesaya 43:10-11).
Sebagai remaja yang cerdas, dengan berani ia bertanya kritis tentang doktrin Ketuhanan Yesus kepada pendeta pembimbing katekisasi di Gereja. Salah satu pertanyaan yang membuatnya dihukum adalah persoalan ketuhanan Yesus dalam Injil Matius 27:46: “Kira-kira jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: “Eli, Eli, lama sabakhtani?” Artinya: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”
Menurut ayat ini, ketika akan menghembuskan nafas terakhirnya di tiang salib, Yesus berteriak-teriak memanggil Allah. Logikanya tidak bisa menerima doktrin ketuhanan Yesus berdasarkan ayat ini. Karena jika Yesus itu tuhan, lantas mengapa ia memanggil tuhan? Berarti Yesus bukan tuhan karena bertuhan kepada Allah.
“Sampai saat ujian pun saya pertanyakan kepada pak pendeta, termasuk ada yang ditangkan dari Jakarta. Dalam empat Injil, baik Matius, Markus, Lukas, maupun Yohanes saya baca bolak-balik tidak ada pengakuan dari Yesus bahwa dirinya adalah Tuhan. Saya tanyakan, kalau memang Yesus itu Tuhan, kenapa ketika disalib Yesus justru meminta tolong kepada Tuhan, “Eli, Eli, lama sabakhtani? Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” paparnya.
Buntut dari pertanyaan kritis itu, Indah menerima hukuman fisik dipukul dan dikurung, karena dianggap sudah melebihi batas iman. “Pak pendeta itu mengadu kepada paman saya dan saya dipukulnya, sempat dikurung,” ungkapnya.

KABUR DARI RUMAH DEMI MEMELUK ISLAM
Di bangku SMA ia banyak berinteraksi, bertanya dan belajar kepada guru-guru yang beragama Islam. Keyakinannya kepada kebenaran Islam pun terus bertumbuh. Menginjak kelas 2 SMA, ia mengikrarkan dua kalimat syahadat.
“Kepada ibu guru di SMA saya banyak tanya tentang Islam, apa itu Islam, mengapa kita harus menutup aurat dan lain-lain. Lalu ketika saya duduk di kelas 2 SMA, barulah saya berani meyakinkan diri bahwa Islam itu adalah agama yang benar,” ucapnya.
Ia sudah membayangkan bahwa pilihan hijrah memeluk agama Islam akan menyulitkan posisinya untuk bersatu dengan keluarga besarnya yang Kristen fanatik. Terbayang di matanya betapa besar resiko dan tekanan keluarga yang akan dihadapinya.
Dengan dorongan iman yang meluap-luap tak tertahankan, tak pikir panjang lagi ia nekat melarikan diri dari rumah demi mempertahankan Islam. Namun rencananya terendus keluarga. Usahanya gagal setelah travel yang dinaikinya dicegat di tengah jalan oleh pihak keluarga.
“Paman saya bersama beberapa orang mencari saya. Ketika saya sudah naik travel menuju Dumai dicegat di tengah jalan. Saya pun dipaksa keluar dan dipulangkan kembali ke rumah,” tuturnya.
Berita kabur dari rumah yang gagal tersebut tersebar juga ke sekolah dan membuat heboh. Akhirnya ia dipanggil guru agama Islam yang juga menjabat sebagai guru BP guna memberikan nasihat tentang resiko dan konsekuensi masuk Islam.
MENJADI MUALLAF, UJIAN DATANG SILIH BERGANTI
Ia semakin menyadari resiko pilihan hidupnya. Namun tekadnya sudah bulat, tantangan di depan mata tidak menggoyahan keyakinannya untuk memeluk Islam.
Ia terus mencari cara untuk lari dari rumah, supaya kegagalan lari dari rumah sebelumnya tidak terulang lagi. Ia minta tolong kepada teman-temannya untuk membawa tas kosong supaya saya bisa menitipkan surat-surat penting, ijazah, akte kelahiran dan lain-lain. Setelah baju-baju dan surat-surat itu dikumpulkan ia pun keluar dari rumah itu. Malam itu saya menginap di rumah ibu guru Bahasa Inggrisnya. Pagi harinya diantarkan ke sebuah masjid untuk prosesi pengislaman.
Momen bersejarah dalam hidupnya pun terjadi tanggal 31 Mei 2005. Bakda zuhur ia lahir baru menjadi Muslimah dengan mengikrarkan dua kalimat syahadat di Masjid Al-Mukaromah, dengan diberi nama hijrah Nurul Hidayati.
Usai prosesi, ia pulang ke rumah ibu guru Bahasa Inggrisnya yang kini dianggap sebagai ayah angkat barunya.
Tak disangka, berawal dari kebahagiaan sebagai muallaf itulah ujian Allah datang bertubi-tubi. Prosesi pensyahadatan itu ternyata diumumkan secara terbuka di masjid dan beritanya tersebar dari mulut ke mulut, sehingga informasinya sampai kepada keluarga. Nurul pun diseret paksa untuk dipulangkan ke rumah keluarga besarnya di Siantar, Sumatera Utara. Nurul pun dibaptis ulang di gereja setempat.
“Ayah angkat saya bersama pihak gereja menggeruduk rumah ibu guru Bahasa Inggris saya. Lalu saya diseret paksa dari kamar. Saya pun dipulangkan ke Siantar. Ibu, nenek dan keluarga saya pun kaget dengan keislaman saya. Di sana keluarga besar Hutabarat dan Marpaung memperisiapkan upacara untuk membaptis saya,” paparnya.
Peristiwa ini sangat tidak diinginkan Nurul, karena pantang kembali murtad setelah masuk Islam. Ia tidak mau berbelot murtad seperti ibarat kitab suci, “Seperti anjing kembali lagi ke muntahnya, dan babi yang mandi kembali lagi ke kubangannya.”
Alhamdulillah, pertolongan Allah datang melalui nenek yang sangat menyayangi cucunya. Hatinya luluh mendengar kisah perjuangan cucunya, meski sudah berbeda iman.
“Saya berupaya membujuk opung sampai akhirnya beliau mau mengantarkan saya pergi naik bis dan memberikan ongkos. Saya pun kembali ke Riau, pihak Muslim di sana meminta perlindungan dari aparat. Alhamdulillah selama setahun tidak terjadi apa-apa,” ungkapnya.
…Usai berikrar masuk Islam, ia dipaksa pulang ke rumah keluarga besarnya di Siantar Sumatera Utara, untuk dibaptis ulang…
DICULIK DAN DILUCUTI JILBABNYA
Tahun berikutnya, pada akhir tahun 2006 ujian kembali datang menerpa. Dengan biadab, segerombolan orang mengendarai motor menculiknya usai pulang dari sebuah les. Ia disekap beberapa hari, jilbabnya pun dilucuti. Pihak keluarga besarnya yang Kristen diduga terlibat dalam upaya penculikan ini.
“Waktu itu saya tinggal di rumah guru SMA yang menjadi ayah angkat saya. Habis magrib saya pulang dari les berjalan kaki. Ada satu kendaraan motor dengan dua orang ngikutin saya dari belakang. Tiba-tiba mereka langsung menyergap saya, saya pingsan tak sadarkan diri. Waktu sadar itu sudah berada di satu ruangan sebuah gubuk, kondisinya sudah malam, jilbab saya sudah dilepas,” tuturnya.
Dalam keadaan setengah sadar Nurul akan dibawa pergi menggunakan motor. Beruntung, ia bisa kabur dengan cara melawan para penculik itu dengan menghajar kepala sang pengendara motor dengan menggunakan botol minuman yang berada di kantong sakunya.
“Saya melihat di kantong salah seorang yang bawa motor di depan saya itu ada botol minuman keras. Saya ambil lalu saya pukul kepala orang itu, kita semua jatuh dari motor. Saya langsung kabur sampai menemukan rumah penduduk dan minta tolong, sampai di rumah itu saya tidak sadar lagi. Ketika tersadar ternyata saya sudah ada di rumah sakit,” ungkapnya.
Paska penculikan pertama, hidup Nurul berjalan normal, namun geraknya dibatasi oleh orang tua angkatnya yang muslim agar keselamatannya terjaga. Ia pun bisa lulus SMA dengan baik, meski dalam situasi yang mencekam.
Setamat SMA, Nurul mendapat bantuan pendidikan dari takmir yang dulu mengislamkannya. Ia mengikuti UMPTN dan diterima di Universitas Negeri Padang (UNP).
…Perlakuan keji dialami usai menjadi muallaf. Karena mempertahankan iman dan islam, ia diculik, dipukuli, dipaksa memakan babi dan dicekoki minuman keras…
bersambung....
GADIS Batak ini dilahirkan 26 tahun silam di Simalungun, Sumatera Utara. Ia dibesarkan dalam keluarga besar Kristen Protestan yang taat dan digadang-gadang menjadi aktivis Kristen. Sejak berusia dua tahun, ia diasuh oleh pamannya, seorang pengurus gereja Batak di Dumai. Sang paman yang dianggap sebagai ayah angkat ini menjabat sebagai Sintua di gereja ini.
Meski dibesarkan di lingkungan fanatik Protestan, tapi di sekolah Indah banyak bergaul dengan teman-teman Muslim. Dari sinilah perjuangan ‘mencari Tuhan’ bermula. Perjalanan mengenal Islam mulai tumbuh sejak kelas 3 SD. Secara sembunyi-sembunyi, ia sering ikut teman-temannya belajar di Madrasah. Namun ia harus berhenti ke madrasah setelah ketahuan dan mendapat marah besar dari sang paman.
“Saya menyukai Islam sejak kelas 3 SD. Sejak tiga tahun itu saya juga suka mengikuti teman-teman saya ke Madrasah, tapi secara diam-diam. Walaupun seiring waktu akhirnya ketahuan juga sama paman,” ujarnya kepada Relawan IDC di kontrakannya, Sabtu lalu.
Menginjak remaja, di bangku SMP ia nekad bergaul dengan teman-temannya yang Muslim. Ia ingin belajar banyak tentang Islam kepada teman-teman Muslimnya. Namun ia kembali ketahuan keluarga sehingga mendapat sanksi dipindahkan sekolah.
“Di SMP saya punya teman akrab tiga orang Muslim. Kepada merekalah saya suka bertanya-tanya soal Islam. Paman saya sempat mengetahui hal itu, sehingga saya dipindahkan ke Dumai selama setahun,” tuturnya.
Setelah diungsikan setahun, ia dipulangkan kembali ke sekolah yang lama di Bengkalis, tapi diwajibkan mengikuti kelas Marguru Malua, yaitu program katekisasi gereja Batak untuk pendalaman doktrin Kristen. Beberapa doktrin Lutheran yang wajib dihafal dalam Kathekismus gereja tersebut antara lain: Patik ni Debata (Sepuluh Firman), Hata Haporseaon (Pengakuan Iman Rasuli), Tangiang Ale Amanami (Doa Bapa Kami), Pandidion Na Badia (Baptisan Kudus), Hasesaan Ni Dosa (Pengakuan Dosa) dan Ulaon Na Badia (Perjamuan Kudus).
Anehnya, semakin dipaksa untuk mengikuti kegiatan gereja secara rutin, ia justru semakin tidak nyaman hidup dalam iman kristiani. Semakin memperdalam Alkitab (Bibel), justru semakin banyak pertanyaan yang mengusik benaknya. Ia semakin merasakan keganjilan dengan imannya.
“Semakin memperdalam Alkitab justru semakin membuat saya ragu selama tiga tahun saya belajar Alkitab,” paparnya.
Persoalan pelik yang sulit dipecahkannya dalam studi di gereja adalah doktrin Ketuhanan Yesus. Menurutnya, semasa hidupnya Yesus belum pernah mengajarkan dirinya sebagai Tuhan yang wajib disembah dan diibadahi. Tak satu pun ayat Alkitab yang mencatat Yesus bersabda: “Wahai manusia, aku adalah Allah Tuhan pencipta alam semesta. Karena itu beribadahlah kepadaku dan sembahlah aku.”
“Orang-orang Kristen itu fokus tentang masalah ketuhanan itu di Perjanjian Baru, di saat kemunculan Yesus yang dikatakan sebagai Tuhan. Kalau memang sejak awal Yesus itu Tuhan kenapa tidak diceritakan sejak Perjanjian Lama? Di sisi lain sebenarnya dalam Perjanjian Baru pun Yesus tidak pernah mengatakan dirinya sebagai Tuhan,” bebernya.
Justru Yesus mengajarkan bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan yang benar, dan Yesus bukanlah Tuhan melainkan utusan Allah (Yohanes 17:3). Ia berdakwah mengajak para pengikutnya untuk bersama-sama menyembah Allah, Tuhan Yang EsA:
“Jawab Yesus: “Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu Esa” (Markus 12:29).
Seluruh ajaran dan teladan Yesus dalam Alkitab adalah bertuhan kepada Allah. Dalam Injil Matius 11:25 Yesus bersyukur kepada Allah. Yesus juga berdoa kepada Allah (Lukas 6:12) dan minta keselamatan kepada Allah (Yohanes 12:27). Ajaran Yesus ini sejalan dengan ajaran Perjanjian Lama, bahwa Tuhan dan Juru Selamat itu hanyalah Allah, tidak ada yang lain:
“Demikianlah firman Tuhan… Sebelum Aku tidak ada Allah dibentuk, dan sesudah Aku tidak akan ada lagi. Aku, Akulah Tuhan dan tidak ada juru selamat selain daripada-Ku” (Yesaya 43:10-11).
Sebagai remaja yang cerdas, dengan berani ia bertanya kritis tentang doktrin Ketuhanan Yesus kepada pendeta pembimbing katekisasi di Gereja. Salah satu pertanyaan yang membuatnya dihukum adalah persoalan ketuhanan Yesus dalam Injil Matius 27:46: “Kira-kira jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: “Eli, Eli, lama sabakhtani?” Artinya: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”
Menurut ayat ini, ketika akan menghembuskan nafas terakhirnya di tiang salib, Yesus berteriak-teriak memanggil Allah. Logikanya tidak bisa menerima doktrin ketuhanan Yesus berdasarkan ayat ini. Karena jika Yesus itu tuhan, lantas mengapa ia memanggil tuhan? Berarti Yesus bukan tuhan karena bertuhan kepada Allah.
“Sampai saat ujian pun saya pertanyakan kepada pak pendeta, termasuk ada yang ditangkan dari Jakarta. Dalam empat Injil, baik Matius, Markus, Lukas, maupun Yohanes saya baca bolak-balik tidak ada pengakuan dari Yesus bahwa dirinya adalah Tuhan. Saya tanyakan, kalau memang Yesus itu Tuhan, kenapa ketika disalib Yesus justru meminta tolong kepada Tuhan, “Eli, Eli, lama sabakhtani? Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” paparnya.
Buntut dari pertanyaan kritis itu, Indah menerima hukuman fisik dipukul dan dikurung, karena dianggap sudah melebihi batas iman. “Pak pendeta itu mengadu kepada paman saya dan saya dipukulnya, sempat dikurung,” ungkapnya.

KABUR DARI RUMAH DEMI MEMELUK ISLAM
Di bangku SMA ia banyak berinteraksi, bertanya dan belajar kepada guru-guru yang beragama Islam. Keyakinannya kepada kebenaran Islam pun terus bertumbuh. Menginjak kelas 2 SMA, ia mengikrarkan dua kalimat syahadat.
“Kepada ibu guru di SMA saya banyak tanya tentang Islam, apa itu Islam, mengapa kita harus menutup aurat dan lain-lain. Lalu ketika saya duduk di kelas 2 SMA, barulah saya berani meyakinkan diri bahwa Islam itu adalah agama yang benar,” ucapnya.
Ia sudah membayangkan bahwa pilihan hijrah memeluk agama Islam akan menyulitkan posisinya untuk bersatu dengan keluarga besarnya yang Kristen fanatik. Terbayang di matanya betapa besar resiko dan tekanan keluarga yang akan dihadapinya.
Dengan dorongan iman yang meluap-luap tak tertahankan, tak pikir panjang lagi ia nekat melarikan diri dari rumah demi mempertahankan Islam. Namun rencananya terendus keluarga. Usahanya gagal setelah travel yang dinaikinya dicegat di tengah jalan oleh pihak keluarga.
“Paman saya bersama beberapa orang mencari saya. Ketika saya sudah naik travel menuju Dumai dicegat di tengah jalan. Saya pun dipaksa keluar dan dipulangkan kembali ke rumah,” tuturnya.
Berita kabur dari rumah yang gagal tersebut tersebar juga ke sekolah dan membuat heboh. Akhirnya ia dipanggil guru agama Islam yang juga menjabat sebagai guru BP guna memberikan nasihat tentang resiko dan konsekuensi masuk Islam.
MENJADI MUALLAF, UJIAN DATANG SILIH BERGANTI
Ia semakin menyadari resiko pilihan hidupnya. Namun tekadnya sudah bulat, tantangan di depan mata tidak menggoyahan keyakinannya untuk memeluk Islam.
Ia terus mencari cara untuk lari dari rumah, supaya kegagalan lari dari rumah sebelumnya tidak terulang lagi. Ia minta tolong kepada teman-temannya untuk membawa tas kosong supaya saya bisa menitipkan surat-surat penting, ijazah, akte kelahiran dan lain-lain. Setelah baju-baju dan surat-surat itu dikumpulkan ia pun keluar dari rumah itu. Malam itu saya menginap di rumah ibu guru Bahasa Inggrisnya. Pagi harinya diantarkan ke sebuah masjid untuk prosesi pengislaman.
Momen bersejarah dalam hidupnya pun terjadi tanggal 31 Mei 2005. Bakda zuhur ia lahir baru menjadi Muslimah dengan mengikrarkan dua kalimat syahadat di Masjid Al-Mukaromah, dengan diberi nama hijrah Nurul Hidayati.
Usai prosesi, ia pulang ke rumah ibu guru Bahasa Inggrisnya yang kini dianggap sebagai ayah angkat barunya.
Tak disangka, berawal dari kebahagiaan sebagai muallaf itulah ujian Allah datang bertubi-tubi. Prosesi pensyahadatan itu ternyata diumumkan secara terbuka di masjid dan beritanya tersebar dari mulut ke mulut, sehingga informasinya sampai kepada keluarga. Nurul pun diseret paksa untuk dipulangkan ke rumah keluarga besarnya di Siantar, Sumatera Utara. Nurul pun dibaptis ulang di gereja setempat.
“Ayah angkat saya bersama pihak gereja menggeruduk rumah ibu guru Bahasa Inggris saya. Lalu saya diseret paksa dari kamar. Saya pun dipulangkan ke Siantar. Ibu, nenek dan keluarga saya pun kaget dengan keislaman saya. Di sana keluarga besar Hutabarat dan Marpaung memperisiapkan upacara untuk membaptis saya,” paparnya.
Peristiwa ini sangat tidak diinginkan Nurul, karena pantang kembali murtad setelah masuk Islam. Ia tidak mau berbelot murtad seperti ibarat kitab suci, “Seperti anjing kembali lagi ke muntahnya, dan babi yang mandi kembali lagi ke kubangannya.”
Alhamdulillah, pertolongan Allah datang melalui nenek yang sangat menyayangi cucunya. Hatinya luluh mendengar kisah perjuangan cucunya, meski sudah berbeda iman.
“Saya berupaya membujuk opung sampai akhirnya beliau mau mengantarkan saya pergi naik bis dan memberikan ongkos. Saya pun kembali ke Riau, pihak Muslim di sana meminta perlindungan dari aparat. Alhamdulillah selama setahun tidak terjadi apa-apa,” ungkapnya.
…Usai berikrar masuk Islam, ia dipaksa pulang ke rumah keluarga besarnya di Siantar Sumatera Utara, untuk dibaptis ulang…
DICULIK DAN DILUCUTI JILBABNYA
Tahun berikutnya, pada akhir tahun 2006 ujian kembali datang menerpa. Dengan biadab, segerombolan orang mengendarai motor menculiknya usai pulang dari sebuah les. Ia disekap beberapa hari, jilbabnya pun dilucuti. Pihak keluarga besarnya yang Kristen diduga terlibat dalam upaya penculikan ini.
“Waktu itu saya tinggal di rumah guru SMA yang menjadi ayah angkat saya. Habis magrib saya pulang dari les berjalan kaki. Ada satu kendaraan motor dengan dua orang ngikutin saya dari belakang. Tiba-tiba mereka langsung menyergap saya, saya pingsan tak sadarkan diri. Waktu sadar itu sudah berada di satu ruangan sebuah gubuk, kondisinya sudah malam, jilbab saya sudah dilepas,” tuturnya.
Dalam keadaan setengah sadar Nurul akan dibawa pergi menggunakan motor. Beruntung, ia bisa kabur dengan cara melawan para penculik itu dengan menghajar kepala sang pengendara motor dengan menggunakan botol minuman yang berada di kantong sakunya.
“Saya melihat di kantong salah seorang yang bawa motor di depan saya itu ada botol minuman keras. Saya ambil lalu saya pukul kepala orang itu, kita semua jatuh dari motor. Saya langsung kabur sampai menemukan rumah penduduk dan minta tolong, sampai di rumah itu saya tidak sadar lagi. Ketika tersadar ternyata saya sudah ada di rumah sakit,” ungkapnya.
Paska penculikan pertama, hidup Nurul berjalan normal, namun geraknya dibatasi oleh orang tua angkatnya yang muslim agar keselamatannya terjaga. Ia pun bisa lulus SMA dengan baik, meski dalam situasi yang mencekam.
Setamat SMA, Nurul mendapat bantuan pendidikan dari takmir yang dulu mengislamkannya. Ia mengikuti UMPTN dan diterima di Universitas Negeri Padang (UNP).
…Perlakuan keji dialami usai menjadi muallaf. Karena mempertahankan iman dan islam, ia diculik, dipukuli, dipaksa memakan babi dan dicekoki minuman keras…
bersambung....
Diubah oleh kampret.gesenk 25-09-2014 15:05
0
7K
31


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan