Kacau ga sih Hukum di Negara kita tercinta ini????
TS
joani0491
Kacau ga sih Hukum di Negara kita tercinta ini????
Haloooo agan agan...
ane newbie, ane buat Thread ini karena baru aja kemaren sore ane lihat (lagi) ketidakadilan (?) di negara kita tercinta ini.
kemarin sore di Seputar Indonesia sore ada berita tentang seorang bapak yg mencuri sendal jepit dan dihajar babak belur oleh masyarakat yg bisa buat si bapak itu kehilangan nyawa. dan sedangkan ada lagi pencuri uang negara alias KORUPTOR ketika di penjara di kasih remisi.
ini bukan sebuah dukungan atas perilaku yang memang salah.
tapi ini hanyalah pemikirin saya yang melihat seperti ada ketimpangan hukum di negeri ini.
ada yg masih inget cerita nenek Minah?? Nenek yang "mencuri" Kakao itu...
Spoiler for nenek minah:
Spoiler for kasus nenek minah:
dok detikcom
Banyumas - Nenek Minah (55) tak pernah menyangka perbuatan isengnya memetik 3 buah kakao di perkebunan milik PT Rumpun Sari Antan (RSA) akan menjadikannya sebagai pesakitan di ruang pengadilan. Bahkan untuk perbuatannya itu dia diganjar 1 bulan 15 hari penjara dengan masa percobaan 3 bulan.
Ironi hukum di Indonesia ini berawal saat Minah sedang memanen kedelai di lahan garapannya di Dusun Sidoarjo, Desa Darmakradenan, Kecamatan Ajibarang, Banyumas, Jawa Tengah, pada 2 Agustus lalu. Lahan garapan Minah ini juga dikelola oleh PT RSA untuk menanam kakao.
Ketika sedang asik memanen kedelai, mata tua Minah tertuju pada 3 buah kakao yang sudah ranum. Dari sekadar memandang, Minah kemudian memetiknya untuk disemai sebagai bibit di tanah garapannya. Setelah dipetik, 3 buah kakao itu tidak disembunyikan melainkan digeletakkan begitu saja di bawah pohon kakao.
Dan tak lama berselang, lewat seorang mandor perkebunan kakao PT RSA. Mandor itu pun bertanya, siapa yang memetik buah kakao itu. Dengan polos, Minah mengaku hal itu perbuatannya. Minah pun diceramahi bahwa tindakan itu tidak boleh dilakukan karena sama saja mencuri.
Sadar perbuatannya salah, Minah meminta maaf pada sang mandor dan berjanji tidak akan melakukannya lagi. 3 Buah kakao yang dipetiknya pun dia serahkan kepada mandor tersebut. Minah berpikir semua beres dan dia kembali bekerja.
Namun dugaanya meleset. Peristiwa kecil itu ternyata berbuntut panjang. Sebab seminggu kemudian dia mendapat panggilan pemeriksaan dari polisi. Proses hukum terus berlanjut sampai akhirnya dia harus duduk sebagai seorang terdakwa kasus pencuri di Pengadilan Negeri (PN) Purwokerto.
Dan hari ini, Kamis (19/11/2009), majelis hakim yang dipimpin Muslih Bambang Luqmono SH memvonisnya 1 bulan 15 hari dengan masa percobaan selama 3 bulan. Minah dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 362 KUHP tentang pencurian.
Selama persidangan yang dimulai pukul 10.00 WIB, Nenek Minah terlihat tegar. Sejumlah kerabat, tetangga, serta aktivis LSM juga menghadiri sidang itu untuk memberikan dukungan moril.
Hakim Menangis
Pantauan detikcom, suasana persidangan Minah berlangsung penuh keharuan. Selain menghadirkan seorang nenek yang miskin sebagai terdakwa, majelis hakim juga terlihat agak ragu menjatuhkan hukum. Bahkan ketua majelis hakim, Muslih Bambang Luqmono SH, terlihat menangis saat membacakan vonis.
"Kasus ini kecil, namun sudah melukai banyak orang," ujar Muslih.
Vonis hakim 1 bulan 15 hari dengan masa percobaan selama 3 bulan disambut gembira keluarga, tetangga dan para aktivis LSM yang mengikuti sidang tersebut. Mereka segera menyalami Minah karena wanita tua itu tidak harus merasakan dinginnya sel tahanan.
agan masih inget juga ga "AKSI SERIBU SENDAL JEPIT"
ini kasusnya....
Spoiler for aksi seribu sendal jepit:
Curi Sandal Polisi, Pantas Dibui 5 Tahun?
Posko Sandal untuk Kapolri telah berhasil menghimpun 1.000 sandal.
ddd
Kamis, 29 Desember 2011, 21:06 Anggi Kusumadewi
Sandal jepit
Sandal jepit
Follow us on Google+
VIVAnews – Entah apa yang ada di benak AAL, pelajar sebuah sekolah menengah kejuruan negeri di Palu, Sulawesi Tengah, ketika mengetahui kenakalan ‘kecilnya’ berbuntut panjang dan berbuah pahit sampai lebih dari setahun kemudian.
Suatu hari di bulan November 2010, AAL bersama kawannya melintas di depan kos seorang anggota Brimob Polda Sulawesi Tengah berpangkat Briptu. Di depan kos sang Briptu berinisial AR, AAL melihat sandal jepit tergeletak. Tanpa berpikir panjang, ia kemudian mengambil sandal jepit tersebut.
Menurut Briptu AR, selain dirinya, kawan-kawan sekosnya pun kehilangan sandal. Ia pun mempersoalkan pencurian sandal jepit itu ke pihak kepolisian tempatnya mengabdi. Enam bulan setelah peristiwa pencurian itu, polisi memanggil AAL dan kawannya. Mereka diinterogasi, bahkan dipukuli dengan tangan dan benda tumpul.
AAL menderita lebam di punggung, kaki, dan tangan, akibat kekerasan yang ia terima saat interogasi itu. Ia pun mengaku mencuri sandal. Kasus terus bergulir. Pengaduan Briptu AR soal sandalnya yang dicuri AAL diproses terus secara hukum dan akhirnya masuk ke Kejaksaan Negeri Palu.
Kasus pencurian sandal jepit ini pun sampai juga ke pengadilan, dan AAL resmi menjadi terdakwa. Jaksa menyatakan, AAL melakukan tindak pidana sebagaimana Pasal 326 KUHP tentang Pencurian. AAL pun diancam 5 tahun penjara.
Masyarakat terkejut. Betapa bocah pencuri sandal jepit bisa terancam hukuman layaknya koruptor. Nasib mirip dengan AAL pernah dialami oleh seorang nenek bernama Mina tahun lalu. Bedanya ia tidak mencuri sandal. Ia dan dua orang anaknya dituduh mencuri 2 kilogram buah randu seharga Rp12.000.
Efendi, pemilik pohon randu di lahan PT. Segayung di Desa Sembojo, Kecamatan Kulit, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, melaporkan Nenek Mina dan kedua anaknya ke Polres Batang. Nenek Mina dan anak-anaknya yang masih di bawah umur itu pun ditahan dan diancam 7 tahun penjara.
Hentikan Kasus
Kapolres Palu AKBP Ahmad Ramadhan, ketika dihubungi VIVAnews.com, mengaku heran dengan kasus bocah pencuri sandal jepit polisi itu. Ahmad yang baru menjabat Kapolres selama sebulan itu bahkan menegaskan, kasus tersebut layak dihentikan apabila terbukti mengesampingkan sisi manusiawi.
Menurutnya, pihaknya saat ini hendak memanggil Kepala Unit Reskrim (Kanitres) Polres Palu untuk mendalami kasus tersebut. “Kasus ini kan ditangani oleh Polsek. Prosedurnya, penyidikan dari Polsek dibawa ke kejaksaan,” papar Ahmad, Kamis 29 Desember 2011.
Ahmad sendiri mengaku heran bila kasus semacam ini sampai dibawa ke kejaksaan, apalagi si bocah AAL kini duduk di kursi pesakitan sebagai terdakwa dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara. “Kok bisa begitu? Kasus ini patut saya hentikan,” kata Ahmad.
Ia mengatakan tak habis pikir dengan Briptu AR yang ‘ngotot’ kasus tersebut dibawa ke pengadilan. “Kok polisi yang terlibat tidak punya perasaan? Jangankan sandal, sepatu, bahkan mencuri 10 sepatu pun harus diproses dengan melihat latar belakang si anak,” ujar Ahmad.
Ia sendiri mengaku pernah menghentikan kasus serupa saat dirinya masih menjabat sebagai Kapolsek Tolitoli. Ketika itu, lanjutnya, ia melepas seorang anak kecil yang kedapatan mencuri celana jeans.
“Ironisnya, kali ini orang yang membawa kasus ini ke pengadilan adalah anggota polisi Brimob. Karena kasus ini ditangani Propam Polda, maka akan saya cek apa ada unsur paksaan (terhadap si anak) di sini,” kata Ahmad.
Seribu Sandal untuk Briptu AR
Simpati publik untuk AAL pun menyeruak. Berbagai elemen masyarakat didukung oleh sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat, beramai-ramai mengadu ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Mereka bahkan membuka ‘Posko Sandal untuk Kapolri’ sebagai bentuk protes atas ketidakadilan yang menimpa bocah AAL.
Masyarakat bahkan berduyun-duyun mengumpulkan sandal jepit untuk Briptu AR guna mengganti kerugian materiil yang ia derita. “Sekarang sudah terkumpul sampai seribu sandal. Yang hilang (dicuri AAL) 3 sandal, tapi ini supaya Briptu AR puas. Supaya dia tidak perlu beli sandal seumur hidup,” kata Sekjen KPAI M. Ikhsan.
Dia menegaskan, terkumpulnya seribu sandal itu merupakan bentuk keprihatinan warga terhadap penegakan hukum di negeri ini yang hanya mengedepankan sisi prosedural tanpa mempertimbangkan sisi manusiawi. Dari segi prosedur penanganan bocah AAL pun, terang Ikhsan, polisi menyalahi prosedur, di mana perlakuan terhadap pelaku kejahatan anak-anak seharusnya dibedakan dengan orang dewasa.
“Dari segi hukum, seharusnya anak-anak dibina, dibimbing, dan dikembalikan ke orang tuanya. Jadi kasus ini jelas-jelas mengabaikan Surat Edaran Kapolri yang berisi instruksi agar kasus anak diberi perlakuan berbeda,” jelas Ikhsan.
Menurutnya, Mabes sendiri telah memberi penjelasan kepada KPAI bahwa Surat Edaran Kapolri itu telah mereka kirim ke semua Polda, Polres, sampai Polsek.
“Bisa jadi kasus ini terjadi karena penyidik lapangan belum paham penerapan Surat Edaran Kapolri di lapangan. Mabes sudah berjanji untuk menegur pelapor Briptu AR,” tutur Ikhsan.
Saat ini, lanjutnya, yang perlu diingatkan dan diawasi terkait kasus pencurian sandal jepit oleh AAL itu adalah pihak kejaksaan, utamanya Kejaksaan Negeri Palu. “Kita harus ingatkan kejaksaan, karena kejaksaan yang sekarang melakukan penuntutan,” kata Ikhsan.
Menurutnya, ada beberapa opsi yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan si bocah AAL. Pertama, kejaksaan bisa merehabilitasi si anak dengan tidak meneruskan proses hukumnya di peradilan. Kedua, AAL dapat dibebaskan dari hukuman pidana kurungan.
“Ini agar tidak menjadi preseden buruk di masa depan. Kalau tidak, bisa-bisa banyak anak masuk penjara karena kenakalan-kenakalan masa remaja,” ujar Ikhsan.
Menurutnya, tindakan AAL lebih tepat dikategorikan sebagai kenakalan masa remaja sebagai bentuk tumbuh kembang mereka di masa transisi.
“Di masa transisi itu, remaja kan cenderung melakukan tindakan menyerempet hukum,” kata Ikhsan. Oleh karena itu, KPAI berharap kejaksaan bisa mempertimbangkan sisi psikologis anak.
Spoiler for kesimpulan 2 kasus tersebut menurut kompasiana:
Kasus Sandal Jepit dan Buah Kakao Ketidakadilan bagi Masyarakat Kecil
OPINI | 08 January 2012 | 20:42 Dibaca: 12588 Komentar: 4 1
Ada sesuatu hal yang menarik yang terjadi di Negara ini dalam sidang kasus ‘Sandal Jepit’’ dengan terdakwa siswa SMK di pengadilan Negeri Palu. Sungguh ironi, ketika seorang anak diancam hukuman lima tahun penjara akibat mencuri sandal jepit milik Briptu Ahmad Rusdi Harahap dan Briptu Simson Sipayung,anggota Brimob Polda Sulteng pada Mei 2011 lalu.sehingga terjadi gerakan pengumpulan 1.000 sandal jepit di berbagai kota di Indonesia. Bahkan media asing seperti singapura dan Washington Post dari Amerika Serikat menyoroti sandal jepit sebagai symbol baru ketidakadilan di Indonesia dengan berbagai judul berita seperti ‘’Indonesians Protest With Flip-Flops’’,’’Indonesians have new symbol for injustice: sandals’’, ‘’Indonesians dump flip-flops at police station in symbol of frustration over uneven justice’’,serta ‘’ Indonesia fight injustice with sandals’’.
Apa sebenarnya yang sedang terjadi ketika kita menyimak peristiwa ini? Ada yang menyebut sebagai dicederainya rasa keadilan bagi masyarakat kecil. Pada kasus Sandal jepit ini,di satu sisi,dua orang aparat yang sebenarnya mampu membeli lagi sandal jepit baru,merasa pantas untuk menegakkan keadilan dengan mengintrogasi bocah pencuri sandal jepit. Dan bocah tersebut mengakui perbuatannya. Karena menggangap sang pelaku masih di bawah umur dan Berpegang pada Undang-undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002 yang diberlakukan di wilayah hukum NKRI,maka kasus ini seharusnya diselesaikan melalui proses pembinaan bukan jalur hukum. Sehingga pihak kepolisian memanggil orang tua sang pelaku pencuri sandal jepit tersebut dengan tujuan,agar anak itu tidak mengulangi lagi perbuatannya.dan Peristiwa ini dianggap selesai dengan aksi orangtua menegur anaknya untuk tidak mengulangi perbuatannya di depan sang pemilik sandal jepit.
Namun di sisi lain menurut versi orang tua merasa tidak bisa menerima pengaduan sang buah hati yaitu sang bocah pencuri sandal jepit mengaku dianiaya,si orang tua merasa dicendarainya rasa keadilan bagi masyarakat kecil,ditandai dengan penganiayaan atas anaknya hanya karena mencuri sandal jepit.sehingga aksi orangtua melaporkan aparat digambarkan sebagai berusaha bangkit menegakkan keadilan yang akhirnya kasus tersebut diproses secara hukum. Sehingga 11 juli lalu kasus ini dibawa ke penuntut umum dan mulai disidang,tapi tidak dilakukan penahanan pada pelaku atas jaminan orangtuannya.
Kasus kecil yang menimpa orang kecil yang masih hangat dalam ingatan adalah kasus yang menimpa nenek minah berusia 55 tahun yang terjadi pertengahan agustus 2009. Nenek Minah warga desa Darmakraden, Kecamatan Ajibarang,Kabupaten Banyumas,Jawa Tengah harus dihadapkan ke Pengadilan Negeri Purrwokerto,Kabupaten Banyumas,dengan tuduhan mencuri buah kakao (coklat)milik perkebunan PT Rumpun Sari Antan 4. Nenek minah mengaku telah memetik tiga buah kakao dari perkebunan tersebut. Maksudnya untuk bibit di kebunnya yang kecil dan memang ditanami kakao. Tapi perbuatannya dipergoki mandor perkebunan. Dia minta maaf sambil mengembalikan ketiga kakao itu kepada sang mandor. Tapi rupanya tiada maaf bagi nenek minah,karena sang mandor melapor ke atasan dan diteruskan ke polisi. Di proses,lantas ke Kejaksaan,dan berakhir di Pengadilan Negeri Purwokerto. Nenek Minah dijatuhi hukuman percobaan 1 bulan 15 hari. Dia memang tidak perlu dipenjara,tapi jangan sampai melakukan tindak pidana. Dan sebelumnnya pun dia sudah menjalani tahanan rumah sekjak 13 Oktober sampai 1 November 2009.
Dalam kasus sandal jepit ini,dua pendapat yang bertentangan yaitu dari pihak aparat penegak hukum yaitu pemilik sandal jepit dan juga pendapat orangtua dari pencuri sandal jepit. Jika kita lihat dari kacamata aparat hukum memang tindakan aparat hukum tidak membawa kasus ini lewat jalur hukum sudah benar karena mengangap masih dibawah umur dan masih berstatus anak. Hanya saja yang perlu disalahkan tindakan para aparat penegak hukum kita dalam mengintrogasi para pelaku.haruskah dengan cara binatang?. Demi menegakkan keadilan dan merasa dicendarainya rasa keadilan bagi masyarakat kecil,ditandai dengan penganiayaan atas anaknya hanya karena mencuri sandal jepit. Tindakan orang tua si anak pencuri sandal jepit membawa kasus ini ke jalur hukum tidak lah salah tapi orang tua juga jangan mengacuhkan begitu saja nasib si anak sehingga anak bisa diseret ke pengadilan dan diancam hukuman lima tahun penjara. Dari kedua kasus diatas,kasus yang menimpa bocah pencuri sandal jepit dan nenek pencuri buah kakao jelas Tidak ada keadilan disitu. Karena hukuman yang adil bukan sekedar berdasarkan pasal sekian pasal sekian,tapi ada pertimbangan lain,ada hati nurani dan peri kemanusiaan. Jika melihat dari sisi pasal-pasal yang tertera dalam KUHP,sang bocah dan nenek minah memang bisa dikatakan bersalah. Karena dia mencuri. Namun dari sisi lain,apakah itu dapat disebut hukum berkeadilan? Hanya mencuri tiga buah kakao yang dilakukan seorang anak dibawah umur dan perempuan tua,harus dihukum,sedangkan para koruptor yang melahap uang Negara Negara/rakyat sampai milyaran rupiah bebas karena katanya ‘’tidak ada bukti’’?
sebenarnya ada apa dengan dunia hukum kita?. Siapa pun orangnya sama di hadapan hukum,Itu benar seratus persen. Namun kenyataannya dinegara kita ini berbeda. Tidak semua orang sama di depan hukum.di Negara ini jika orang besar dituduh berbuat kesalahan apalagi yang dituduh mempunyai kekuasaan meskipun jelas ada bukti bersalah,tak langsung menerima hukuman. Proses pengadilannya bisa diulur-ulur atau ditunda-tunda,bahkan bisa sampai ‘’hilang’’ di tengah jalan. Berbeda dengan orang kecil yang dituduh berbuat kesalahan,’’cepat’’ dijatuhi hukuman,padahal banyak kejadian,kemudian terbukti dia tidak bersalah. Tapi dia sempat menjalani hukuman sampai bertahun-tahun. Tidak ada ganti rugi apapun dari pemerintah. Jadi hukum yang bagaimana yang harus ditegakkan di Negara ini? Yang Sering kali para pemimpin bangsa ini menyuarakannya di media-media. Apakah hanya hukum yang berdasar pasal demi pasal? Atau hukum yang berkeadilan,berhati nurani,dan bukan hukum yang buta?.
banyak juga kan kasus lainnya..
seperti kasus cabut rumput.
gan ini cuma karena salah cabut rumput...
Spoiler for kasus cabut rumput:
Terdakwa Kasus Cabut Rumput Berlutut di Depan Hakim.
Jaksa menuntut keduanya dengan tahanan paling tidak satu tahun penjara sesuai Pasal 170 Ayat 1
Gowa: Isak tangis mewarnai sidang kasus cabut rumput di Pengadilan Negeri Sungguminasa, Gowa, Sulaweso Selatan. Suasana haru kian terasa saat kedua terdakwa tanpa didampingi pengacara mengemis dan berlutut di depan majelis hakim memohon dibebaskan.
Basir dan Ibrahim menangis di depan hakim dan jaksa, Kamis (27/9). Mereka mengaku tak bersalah sehingga memohon dibebaskan. Namun demikian, majelis hakim tetap memutuskan melanjutkan perkara itu ke persidangan lanjutan.
Kedua kakak beradik itu mengaku tak mencabut rumput di lahan milik kepala desa AR, seperti yang didakwakan jaksa pada mereka. Kedua terdakwa menuding dakwaan itu rekayasa.
Pada 13 mei 2012, Abdul Rahman melaporkan keduanya ke Polsek Tombolo PaoAbdul Rahman menuding mereka mencabut tujuh batang rumput di lahan kosong yang diklaim milik kepala desa tersebut.
Jaksa pun menuntut keduanya dengan tahanan satu tahun penjara sesuai Pasal 170 Ayat 1.(Muhammad Agus/RRN)
Sepertinya kasus kasus yang beterbangan di negara ini benar-benar beraneka ragam dengan keanehannya masing-masing.
Miris juga ya peradaban hukum di negara ini. Memang yang namanya pencurian tetap suatu kesalahan seberapapun besar kecilnya bila dipandang perlu ditindak lanjuti silahkan saja. Hanya saja yang jadi tak berimbang di sini adalah, seorang nenek nenek yang hanya mencuri 3 biji kakao harus berhadapan dengan meja hijau tanpa di dampingi pengacara karena tidak adanya kemampuan finansial untuk membayar jasa pengacara. Sementara koruptor a.k.a maling uang rakyat yang bermilyar milyar bahkan trilyunan bebas berkeliaran tanpa penyelesaian yang jelas.
Mafia mafia peradilan, makelar makelar kasus bisa bebas berkeliaran dan hidup bermewah mewah. Memang benar bahwa semua itu sebagai proses peringatan supaya tidaklah menjadi contoh bagi yang lain dalam tindak pencurian. Tapi, apakah proses peradilan yang seadil-adilnya bagi koruptor dan para mafia peradilan tidak bisa ditegakkan seperti petugas hukum menindak tegas maling-maling ayam dan maling-maling seperti Ibu Minah?
Masyarakat sangatlah bisa menilai sendiri seperti apa wajah hukum di negara kita ini. Ketimpangan yang terjadi di dunia hukum saat ini, seperti bergulirnya kasus Bibit - Chandra yang terus berjalan dan belum menemukan titik temu yang jelas, ditambah lagi saat ini sedang bergulir kasus Polisi vs Jurnalisme. Fiuh…kapan ya peradilan di negara ini bisa berlaku adil tanpa mencari kambing hitam?
menurut agan-agan gimana?
masih banyak tuh koruptor yang nyaman duduk di kursinya, dapet remisi....
trus gimana tuh nasibnya kasus-kasus korupsi yg tadinya heboh dan sekarang jadi adem ayem aja? gimana kelanjutan kasus mereka?