- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Aku dan AlterEgo ku ( Based True Story)


TS
nickblouis
Aku dan AlterEgo ku ( Based True Story)
Pertama - tama ane minta ijin sama Momod sekalian terutama Momod Dipretelin 
Cerita ane kali ini bukan stensilan, semoga gak di apa - apain yak
Aku mendengar suara di dalam hatiku, ia nampak mirip denganku.
“Hai Nick hatimu sudah tertutup, pintu gerbang kenyataan sudah tertutup bagimu” ujar suara itu
“hah!, apa? siapa kau?” tanyaku dalam hati
“aku adalah kau Nick” jawabnya
“bukan, aku Nick siapa kau!” pekik ku lagi
“hahahahaha” suara tawanya menggema dan perlahan hilang dalam hatiku
“siapa dia” gumamku dalam hati tanpa mempedulikannya
Ia selalu menggangguku, seolah muncul untuk menguasai setiap kesadaranku.
Mbak Wiki (baca Wikipedia) bilang dia adalah Alter Ego, yaitu kepribadian ganda yang muncul karena ketidakmampuan seseorang mengekspresikan keinginannya dalam kehidupan nyata.
Pagi itu aku menyusuri lorong sekolah dan hendak masuk ke kelas.
“hai cupu ….. hai cupu” panggil mereka
Aku tak menggubrisnya dan melanjutkan langkahku hingga tiba di kelas.
“hai si cupu dateng loh” ujar salah satu anak
Beberapa anak yang lain pun ikut menertawakanku, kembali aku tak menghiraukan.
“he si cupu naksir sama si ini loh” goda anak itu lagi
“beneran tuh!, hei cupu bilang dong kalo lu suka” anak lainnya menimpali
Mereka terus mengurauiku tanpa mempedulikan perasaanku. Aku pun melirik ke arah gadis yang mereka comblangkan denganku. Aku tahu bagaimana perasaannya, dia pasti sangat malu pikirku.
Kejadian itu terus berulang bahkan geng anak – anak nakal di sekolahku tak henti – hentinya mengerjaiku. Saat aku hendak ke kantin waktu istirahat para berandalan itu sudah memblokade jalan ku.
“wah mau kemana lo cupu, sini bentar” sapa mereka
“gu..gue mau ke kantin” jawabku gugup
“hehe, sini gue lagi kesel hari ini” ujar salah satu dari mereka
Ketidakberanian memaksaku menuruti kata - kata mereka. Aku pun dimasukkan kedalam bak sampah dengan diangkat beramai – ramai oleh mereka.
Aku pun terbangun dari bayang - bayang masa lalu itu.
Kini aku memasuki masa kuliah, namun masa lalu itu masih membekas dalam benakku. Walaupun memiliki teman - teman yang berbeda, aku masih merasakan trauma atas hal yang pernah terjadi sehingga aku memilih menjaga jarak dengan mereka. Beberapa anak menggunjIngku karena setiap ada gathering aku tidak pernah ikut. Mulai dari Nongkrong, Futsal hingga Rekreasi bersama teman - teman satu offering pun tak pernah sekalipun ku hadiri. Orang bilang aku introvert, namun inilah aku biarlah mereka berkata apa.
“Nick, lu kok gak pernah ikut sama kita kita sih” tanya mereka
"hehe" akuhanya bisa meringis
Kampusku adalah kampus yang terkenal di kota ku. Seleksi masuk di sana sangatlah sulit, aku beruntung bisa diterima disana. Oleh karena itu teman - teman saat ini tentunya berbeda dari yang anak - anak masa SMA dulu. Aku tak bermaksud membandingkan bagaimana perilaku seorang yang berintelektual tinggi dengan rendah namun itulah faktanya, karena mereka lebih care terhadapku. Walaupun begitu aku masih tetap pada zona nyamanku dengan menyendiri.
Pagi itu aku berangkat ke kampus, waktu itu sungguh pagi karena aku adalah orang yang disiplin. Biasanya aku membaca terlebih dahulu apa materi yang akan dijelaskan oleh dosen sehingga akan lebih memahami penjelasan beliau. Semua anak selalu bercengkerama satu sama lain namun tidak dengan diriku, mereka pun tak menghiraukanku karena sejak semester dua selalu berganti kelas dan mahasiswa tiap pergantian mata kuliah sehingga tak banyak anak yang mengenaliku.
Pagi itu berbeda ia memanggilku.
“Nick” sapanya
Aku pun menoleh seperti orang kebingungan dan kulihat gadis itu duduk di bangku depan kelas bersama seorang temannya.
“hai” jawabku
“sini Nick, kelas masih kosong kok” ajaknya
“oh” aku pun menuruti katanya
Ia adalah Sherly salah satu anak yang satu mata kuliah dengan ku, disampingnya adalah Gizelle (baca Gizel, daripada ribet)
“hari ini materinya apaan?” tanya Sherly padaku
“inventory anda production planning” jawabku lugas karena aku sudah belajar
“lu belajar terus Nick” tanya Gizelle
“um” kuanggukan kepalaku
Setiap jam mata kuliah tersebut aku selalu mengobrol terlebih dahulu dengan mereka. Ada alasan mengapa seorang introvert sepertiku bisa nyambung dengan mereka. Alasannya adalah aku sempat menaruh hati pada Sherly sejak semester tiga lalu.
Kedua anak itu tak hanya cantik menurutku namun juga cukup smart. Gizzele adalah anak yang bisa dibilang keturunan bule karena rambutnya yang kepirangan. Tak hanya itu ia juga anak yang cukup mampu karena hobi jalan - jalan keluar negeri. Namun aku tak tertarik dengannya, aku lebih memilih Sherly. Banyak hal yang membuatku terkesima olehnya, dia adalah gadis yang bisa dibilang tomboy dengan wajah ke chinesse-an, selain itu kepintarannya yang melebihi diriku membuatku bertekuk lutut.
Banyak anak yang membicarakan kepintarannya, mulai dari nilai ujiannya yang selalu hampir sempurna hingga nilai IPKnya yang selalu mendekati angka empat tiap semester. Tak pernah kulihat ia belajar ataupun memelototi buku tentang perkuliahan namun selalu nilainya membuat anak - anak takjub. Aku sempat iri karena aku yang belajar tiap malam tidak pernah bisa mendapatkan nilai dan IPK seperti dirinya.
Suatu saat ada seorang anak berceloteh tentang dirinya.
“kalo lo pacaran sama tuh cewek, bakal seneng idup lo” celoteh salah satu anak
“kok bisa gitu?” tanya teman yang lain heran
“loh,kalian kalian gak tahu” ujarnya
Walaupun aku hanya menguping aku sedikit tahu siapa Sherly. Ayahnya adalah seorang pengusaha yang bisa dibilang cukup sukses sehingga bisa dibilang kehidupannya bergelimang harta.
Itu hanyalah kata mereka karena selama ini ku tahu, ia tidak pernah membanga - banggakan harta orang tuanya. Tak sekalipun ia ke kampus menaiki mobil atau memakai asesoris yang menunjukkan keprestisannya. Bukan karena harta yang ia miliki namun karena perilaku sederhana yang ia tunjukkan membuatku menganggapnya wanita yang sempurna, karena cantik, smart dan memiliki sifat sederhana.
“Oh Tuhan, bagaimana kau bisa menciptakan wanita sempurna seperti dia” gumamku karena terkagum
Waktu di SMA aku pernah mendekati seorang gadis namun tidak pernah merasakan apa itu namanya happy ending seperti kebanyakan sinetron di layar kaca. Cerita pada prologue tadi adalah salah satunya.
Gadis itu adalah Silvia, teman satu kelasku. Banyak anak yang pandangannya tertuju padanya tak terkecuali diriku. Akan tetapi aku adalah anak yang paling cupu di sekolah itu sehingga setiap aku dekat dengannya aku menjadi bahan olok - olok an. Aku yakin Silvia pun malu bila aku mencoba mendekatinya.
Pada suatu kesempatan aku bisa memperoleh nomor ponselnya sehingga aku bisa mencoba lebih dekat dengan dirinya. Akan tetapi setiap dia aku sms tidak pernah membalas dan akhirnya aku mencoba untuk menelfon.
“hai Silvia” sapa ku
“iya ada apa Nick” jawabnya
Seperti biasa aku pun ber basa - basi, namun ia tidak pernah menanggapi diriku dengan serius. Setiap aku berbicara ia tidak pernah membalas dan tidak tercipta suasana obrolan yang menyenangkan. Sehingga aku tahu bahwa ia tidak punya rasa terhadapku.
Di lain waktu aku mencoba mendekati adik kelasku dengan berbekal nomor ponsel yang diberikan oleh temanku. Dia cukup baik dan mau membalas semua sms ku, kami pun berhubungan baik walaupun sebatas lewat telepon seluler. Akan tetapi saat ku beri tahu siapa diriku akhirnya lamba laun ia berubah dan sedikit menjauh dariku. Setiap pesan singkat yang kukirim tidak lagi ia balas dan kembali aku mengerti siapa diriku.
Kali ini di masa kuliah akhirnya aku bertemu dengan Sherly gadis yang menarik hatiku. Beberapa saat kami begitu dekat karena ia selalu menyapaku sebelum waktu kuliah. Setiap malam aku terus merenungkan perihal kedekatanku dengan dirinya. Namun aku begitu takut untuk menunjukkan perasaanku terhadap dirinya. Aku tidak ingin kejadian waktu SMA terulang lagi. Saat ia mengetahui bahwa aku menyimpan rasa aku yakin dia pasti akan menjauh dariku.
“gue tahu siap gue” gumamku pesimis dalam renunganku
“ini kesempatan lo Nick” ujar diriku yang lain
“enggak, gue takut dia ngejauhin gue” jawabku dengan rasa takut
“ayo Nick, lo suka kan sama dia, lo sayang kan sama dia” hati kecilku terus memberikan semangat
Namun pengalaman pahit ku yang bertumpuk membuatku terus yakin bahwa siapa diriku. Aku tidak pantas untuk menjadi pacar Sherly. Aku pun tidak yakin apakah tampang ku pas - pas an hingga setiap gadis yang ku kejar selalu menjauh. Itulah yang kurasakan saat aku merenungkan hal tentang aku dan Sherly.
“oh bagaimana ini, oh bagaimana!” aku bingung
Semua orang pasti akan bahagia saat merasakan romansa percintaan, namun hatiku tidak berbunga - bunga melainkan terbakar oleh api perasaan ini. Setiap malam aku tidak bisa tidur karena merenungkan kegilaan perasaan yang tidak bisa ku luapkan ini. Saat itu lah dia datang sang suara dari dalam batinku.
“Nick, aku bisa menolongmu” ujar suara itu
“siapa? siapa kau!” gerutuku dalam hati
“aku adalah dirimu” jawabnya
“apa maksudmu, inilah aku” jawabku lantang dalam hati
“hahaha” ia malah tertawa
“aku tidak butuh dirimu” bentahku
“aku lebih tahu siapa dirimu, pintu kenyataan akan tertutup dan kau akan datang kepada kegelapan” ujarnya dengan kata - kata yang tak kumengerti
“apa maksudmu?” tanyaku heran
“kau akan mengalami kegagalan dalam percintaan lagi, saat itu kau akan mengemis mencariku” ujar suara itu
Suara itu pun menghilang namun aku tak menghiraukannya.
Aku berpikir aku akan bahagia dengan tidak mengungkapkan perasaan ku terhadap Sherly. Selama aku bisa berdekatan dengan dirinya walaupun tidak sebagai sepasang kekasih aku tetap akan bahagia itu pikirku.
Setiap hari kujalani dengan biasa aku tetap berhubungan dengan Sherly walaupun hanya sebatas sebagai teman. Kami pun mulai akrab karena biasa jalan – jalan bersama walaupun ia masih ditemani dengan Gizelle. Hal itu membuatku senang karena aku tidak perlu menunjukkan perasaanku pun aku masih tetap bisa dekat dengan dirinya. Itulah mengapa aku lebih memilih tetap berada di zona nyaman.
Lambat laun semua berubah, karena kali ini ada orang ketiga, yaitu Glenn. Sherly menjadi sering berhubungan dengannya daripada denganku. Aku pun hanya bias memaklumi saja. Glenn lebih pintar berbicara dari pada diriku sehingga ketika kami berkumpul aku sering di acuhkan. Sherly sungguh baik hati karena ia berusaha masih tetap mengajakku berbicara. Sepertinya ia merasa tidak enak bila terus mengacuhkan ku.
Aku merasa keberadaanku mengusik kebahagiaan mereka dan aku pun memutuskan untuk menjaga jarak dan kembali menjadi anak introvert seperti dulu. Saat aku hendak memasuki kelas Sherly kembali menyapaku seperti biasanya.
“hai Nick” sapanya
“hai” jawabku lagi
“ntar abis kuliah kita jalan –jalan yuk” ajaknya
“mmm, sama siapa aja” tanyaku
“yah biasa ama Gizelle, oh iya Glenn ikutan juga loh” katanya
“oh sorry deh, ntar gue ada urusan” aku berkilah
“yah, kok gitu si Nick, gak asik nih” ia kecewa
“iya - iya maaf, lain kali aja ya Sher” jawabku
Kejadian seperti itu terus berulang, bahkan ketika jam kuliah Sherly dan Glenn duduk berduaan aku pun tidak lagi ikut dalam ruang pembicaraan mereka.
Aku sempat berpikir bahwa aku ini bodoh. Sherly tetap biasa dan menganggapku seperti teman, namun aku merasa hatiku terbakar setiap kali aku diacuhkan dan mereka mengobrol dengan asyik. Hingga beberapa lama akhirnya mereka pun jadian. Semua anak membicarakan itu dan aku hanya mengiyakan dengan senyum palsu.
Saat aku bertemu akupun bersikap biasa terhadap dirinya.
“selamat yah udah jadian” aku memberi ucapan selamat
“hehe, iya thanks yah Nick” jawabnya dengan tersipu
“trus kapan traktirannya” aku berbasa – basi
“iya santai aja, ntar gue traktir kok sama temen – temen” jawabnya
Aku masih bisa tersenyum di luar seperti orang gila karena kupikir temanku jadian akupun senang gumamku. Akan tetapi rasanya hatiku tercabik – cabik di dalam.
Setiap malam aku memikirkan hal ini di kamar dengan berbaring sambil mendengarkan musik dari earphone. Lagu I’m In Love dari Narsha yang kudengar menambah kesan haru akan perasaan yang kualami sehingga linangan air mata tak terbendung. Amarah dalam hati bercampur padu dengan kesedihan dan kedengkian hingga air mata terus menetes membasahi pipiku dalam sebuah alunan malam.
Luka lama yang sudah aku rajut, kini terbuka kembali. Aku masih ingat bagaimana pedihnya saat gadis yang pernah aku puja selalu mencampakanku. Kini ketika aku memiliki kesempatan untuk menyejukkan hati yang telah kering telah ku buang sia - sia.
“lo bodoh Nick, lo bodoh” teriakku dalam hati
"Silvia, Frieska, kini Sherly, oh apa ini memang takdirku" aku menggerutu
Saat tengah meratapi nasib itulah suara itu kembali datang.
“sudah ku duga ini akan terjadi” ujar suara itu
“diam kau!, aku tidak punya urusan denganmu!” bentakku dalam hati
“orang sebodoh dirimu memang pantas mendapatkan hal seperti itu” suara itu malah mengolokku
“terserah lo mau ngomong apa!, gue emang begok, tolol, uhuhuhu” bentakku
“hahahahaha” dia menertawakanku
“hei kau, siapa kau sebenarnya?” tanyaku mulai penasaran dengannya
“sudah kubilang aku adalah kau Nick” jawab suara itu
“gue gak ngerti maksud lo” aku tak menggubrisnya lagi
“terserah” jawabnya singkat
“hei, kau yang mengaku diriku, kau pernah bilang bisa membantuku” tanyaku
“iya dulu, tapi kau telah menolakku” jawabnya
“gue sekarang udah gak tahan rasanya pengen mati, makanya gue minta tolong” aku memaksa
“pengen mati? Mati aja kok repot” ujarnya
Tanpa pikir panjang aku pun mencari seutas tali dan mencoba mengikatkannya pada sebuah dinding di sudut kamar ku. Lalu aku bersiap untuk mengalungkan leher ku pada tali tersebut.
“eh, eh eh, gue bercanda santai dong Nick” ujar suara itu menggodaku
“biarin gue pengen mati” jawabku sudah mengalungkan tali itu tinggal melompat dari kursi.
“hahaha, jangan gitu dong, oke gue bantuin elo” ujar suara itu
“huh!” akupun membatalkan rencana itu
Aku pun mulai berdialog dengan dia yang mengaku diriku itu.
“oke jadi gini, mulai sekarang gue yang pegang kendali” ujarnya
“iya apa aja deh pokoknya, gue gak mau ngerasain sakit ati lagi” aku mengiyakan
“oke, mulai sekarang lo tenang aja, liat gue beraksi” ujarnya
“isss, gue ngomong kayak lo, kayak perjanjian ame iblis ya” gerutuku
“hahaha, oke tapi ada syaratnya” iya mengajukan sesuatu
“apaan syaratnya?” tanyaku
“lo gak bisa balik ke diri lo sendiri, ngerti!” ujarnya dengan nada serius
“jyah bener kan, gue emang janjian ame iblis” ledekku
“gue gak bercanda Nick, lo pikirin ini baik – baik” ujarnya dengan tatapan serius
Sejenak aku memikirkan matang – matang syarat yang ia ajukan. Setiap aku berpikir aku terbayang senyuman Sherly yang indah lalu di susupi bayang Glenn yang sudah menjadi pacarnya. Perasaan ku tercabik kembali dan ingin menangis kembali. Aku pun membulatkan tekad untuk menuruti persyaratan gila itu.
“oke, gue terima persyaratan elo” jawabku dengan lantang
“bagus, malem ini lo tidur yang nyenyak karena ini hari terakhir lo bisa ngendaliin kesadaran” perintahnya
“oke, gue tunggu janji lo” aku memastikan
“siippp” jawabnya
LANJUT DI SINI YAH
Update 1 di Post 8
Update 2 di Pos 20

Cerita ane kali ini bukan stensilan, semoga gak di apa - apain yak

Quote:
Sinopsis
Aku mendengar suara di dalam hatiku, ia nampak mirip denganku.
“Hai Nick hatimu sudah tertutup, pintu gerbang kenyataan sudah tertutup bagimu” ujar suara itu
“hah!, apa? siapa kau?” tanyaku dalam hati
“aku adalah kau Nick” jawabnya
“bukan, aku Nick siapa kau!” pekik ku lagi
“hahahahaha” suara tawanya menggema dan perlahan hilang dalam hatiku
“siapa dia” gumamku dalam hati tanpa mempedulikannya
Ia selalu menggangguku, seolah muncul untuk menguasai setiap kesadaranku.
Mbak Wiki (baca Wikipedia) bilang dia adalah Alter Ego, yaitu kepribadian ganda yang muncul karena ketidakmampuan seseorang mengekspresikan keinginannya dalam kehidupan nyata.
Spoiler for part I:
Prologue
Pagi itu aku menyusuri lorong sekolah dan hendak masuk ke kelas.
“hai cupu ….. hai cupu” panggil mereka
Aku tak menggubrisnya dan melanjutkan langkahku hingga tiba di kelas.
“hai si cupu dateng loh” ujar salah satu anak
Beberapa anak yang lain pun ikut menertawakanku, kembali aku tak menghiraukan.
“he si cupu naksir sama si ini loh” goda anak itu lagi
“beneran tuh!, hei cupu bilang dong kalo lu suka” anak lainnya menimpali
Mereka terus mengurauiku tanpa mempedulikan perasaanku. Aku pun melirik ke arah gadis yang mereka comblangkan denganku. Aku tahu bagaimana perasaannya, dia pasti sangat malu pikirku.
Kejadian itu terus berulang bahkan geng anak – anak nakal di sekolahku tak henti – hentinya mengerjaiku. Saat aku hendak ke kantin waktu istirahat para berandalan itu sudah memblokade jalan ku.
“wah mau kemana lo cupu, sini bentar” sapa mereka
“gu..gue mau ke kantin” jawabku gugup
“hehe, sini gue lagi kesel hari ini” ujar salah satu dari mereka
Ketidakberanian memaksaku menuruti kata - kata mereka. Aku pun dimasukkan kedalam bak sampah dengan diangkat beramai – ramai oleh mereka.
Aku pun terbangun dari bayang - bayang masa lalu itu.
Kini aku memasuki masa kuliah, namun masa lalu itu masih membekas dalam benakku. Walaupun memiliki teman - teman yang berbeda, aku masih merasakan trauma atas hal yang pernah terjadi sehingga aku memilih menjaga jarak dengan mereka. Beberapa anak menggunjIngku karena setiap ada gathering aku tidak pernah ikut. Mulai dari Nongkrong, Futsal hingga Rekreasi bersama teman - teman satu offering pun tak pernah sekalipun ku hadiri. Orang bilang aku introvert, namun inilah aku biarlah mereka berkata apa.
“Nick, lu kok gak pernah ikut sama kita kita sih” tanya mereka
"hehe" akuhanya bisa meringis
Kampusku adalah kampus yang terkenal di kota ku. Seleksi masuk di sana sangatlah sulit, aku beruntung bisa diterima disana. Oleh karena itu teman - teman saat ini tentunya berbeda dari yang anak - anak masa SMA dulu. Aku tak bermaksud membandingkan bagaimana perilaku seorang yang berintelektual tinggi dengan rendah namun itulah faktanya, karena mereka lebih care terhadapku. Walaupun begitu aku masih tetap pada zona nyamanku dengan menyendiri.
Spoiler for Part II:
Berawal dari Sebuah Romansa
Pagi itu aku berangkat ke kampus, waktu itu sungguh pagi karena aku adalah orang yang disiplin. Biasanya aku membaca terlebih dahulu apa materi yang akan dijelaskan oleh dosen sehingga akan lebih memahami penjelasan beliau. Semua anak selalu bercengkerama satu sama lain namun tidak dengan diriku, mereka pun tak menghiraukanku karena sejak semester dua selalu berganti kelas dan mahasiswa tiap pergantian mata kuliah sehingga tak banyak anak yang mengenaliku.
Pagi itu berbeda ia memanggilku.
“Nick” sapanya
Aku pun menoleh seperti orang kebingungan dan kulihat gadis itu duduk di bangku depan kelas bersama seorang temannya.
“hai” jawabku
“sini Nick, kelas masih kosong kok” ajaknya
“oh” aku pun menuruti katanya
Ia adalah Sherly salah satu anak yang satu mata kuliah dengan ku, disampingnya adalah Gizelle (baca Gizel, daripada ribet)
“hari ini materinya apaan?” tanya Sherly padaku
“inventory anda production planning” jawabku lugas karena aku sudah belajar
“lu belajar terus Nick” tanya Gizelle
“um” kuanggukan kepalaku
Setiap jam mata kuliah tersebut aku selalu mengobrol terlebih dahulu dengan mereka. Ada alasan mengapa seorang introvert sepertiku bisa nyambung dengan mereka. Alasannya adalah aku sempat menaruh hati pada Sherly sejak semester tiga lalu.
Kedua anak itu tak hanya cantik menurutku namun juga cukup smart. Gizzele adalah anak yang bisa dibilang keturunan bule karena rambutnya yang kepirangan. Tak hanya itu ia juga anak yang cukup mampu karena hobi jalan - jalan keluar negeri. Namun aku tak tertarik dengannya, aku lebih memilih Sherly. Banyak hal yang membuatku terkesima olehnya, dia adalah gadis yang bisa dibilang tomboy dengan wajah ke chinesse-an, selain itu kepintarannya yang melebihi diriku membuatku bertekuk lutut.
Banyak anak yang membicarakan kepintarannya, mulai dari nilai ujiannya yang selalu hampir sempurna hingga nilai IPKnya yang selalu mendekati angka empat tiap semester. Tak pernah kulihat ia belajar ataupun memelototi buku tentang perkuliahan namun selalu nilainya membuat anak - anak takjub. Aku sempat iri karena aku yang belajar tiap malam tidak pernah bisa mendapatkan nilai dan IPK seperti dirinya.
Suatu saat ada seorang anak berceloteh tentang dirinya.
“kalo lo pacaran sama tuh cewek, bakal seneng idup lo” celoteh salah satu anak
“kok bisa gitu?” tanya teman yang lain heran
“loh,kalian kalian gak tahu” ujarnya
Walaupun aku hanya menguping aku sedikit tahu siapa Sherly. Ayahnya adalah seorang pengusaha yang bisa dibilang cukup sukses sehingga bisa dibilang kehidupannya bergelimang harta.
Itu hanyalah kata mereka karena selama ini ku tahu, ia tidak pernah membanga - banggakan harta orang tuanya. Tak sekalipun ia ke kampus menaiki mobil atau memakai asesoris yang menunjukkan keprestisannya. Bukan karena harta yang ia miliki namun karena perilaku sederhana yang ia tunjukkan membuatku menganggapnya wanita yang sempurna, karena cantik, smart dan memiliki sifat sederhana.
“Oh Tuhan, bagaimana kau bisa menciptakan wanita sempurna seperti dia” gumamku karena terkagum
Waktu di SMA aku pernah mendekati seorang gadis namun tidak pernah merasakan apa itu namanya happy ending seperti kebanyakan sinetron di layar kaca. Cerita pada prologue tadi adalah salah satunya.
Gadis itu adalah Silvia, teman satu kelasku. Banyak anak yang pandangannya tertuju padanya tak terkecuali diriku. Akan tetapi aku adalah anak yang paling cupu di sekolah itu sehingga setiap aku dekat dengannya aku menjadi bahan olok - olok an. Aku yakin Silvia pun malu bila aku mencoba mendekatinya.
Pada suatu kesempatan aku bisa memperoleh nomor ponselnya sehingga aku bisa mencoba lebih dekat dengan dirinya. Akan tetapi setiap dia aku sms tidak pernah membalas dan akhirnya aku mencoba untuk menelfon.
“hai Silvia” sapa ku
“iya ada apa Nick” jawabnya
Seperti biasa aku pun ber basa - basi, namun ia tidak pernah menanggapi diriku dengan serius. Setiap aku berbicara ia tidak pernah membalas dan tidak tercipta suasana obrolan yang menyenangkan. Sehingga aku tahu bahwa ia tidak punya rasa terhadapku.
Di lain waktu aku mencoba mendekati adik kelasku dengan berbekal nomor ponsel yang diberikan oleh temanku. Dia cukup baik dan mau membalas semua sms ku, kami pun berhubungan baik walaupun sebatas lewat telepon seluler. Akan tetapi saat ku beri tahu siapa diriku akhirnya lamba laun ia berubah dan sedikit menjauh dariku. Setiap pesan singkat yang kukirim tidak lagi ia balas dan kembali aku mengerti siapa diriku.
Kali ini di masa kuliah akhirnya aku bertemu dengan Sherly gadis yang menarik hatiku. Beberapa saat kami begitu dekat karena ia selalu menyapaku sebelum waktu kuliah. Setiap malam aku terus merenungkan perihal kedekatanku dengan dirinya. Namun aku begitu takut untuk menunjukkan perasaanku terhadap dirinya. Aku tidak ingin kejadian waktu SMA terulang lagi. Saat ia mengetahui bahwa aku menyimpan rasa aku yakin dia pasti akan menjauh dariku.
“gue tahu siap gue” gumamku pesimis dalam renunganku
“ini kesempatan lo Nick” ujar diriku yang lain
“enggak, gue takut dia ngejauhin gue” jawabku dengan rasa takut
“ayo Nick, lo suka kan sama dia, lo sayang kan sama dia” hati kecilku terus memberikan semangat
Namun pengalaman pahit ku yang bertumpuk membuatku terus yakin bahwa siapa diriku. Aku tidak pantas untuk menjadi pacar Sherly. Aku pun tidak yakin apakah tampang ku pas - pas an hingga setiap gadis yang ku kejar selalu menjauh. Itulah yang kurasakan saat aku merenungkan hal tentang aku dan Sherly.
“oh bagaimana ini, oh bagaimana!” aku bingung
Semua orang pasti akan bahagia saat merasakan romansa percintaan, namun hatiku tidak berbunga - bunga melainkan terbakar oleh api perasaan ini. Setiap malam aku tidak bisa tidur karena merenungkan kegilaan perasaan yang tidak bisa ku luapkan ini. Saat itu lah dia datang sang suara dari dalam batinku.
“Nick, aku bisa menolongmu” ujar suara itu
“siapa? siapa kau!” gerutuku dalam hati
“aku adalah dirimu” jawabnya
“apa maksudmu, inilah aku” jawabku lantang dalam hati
“hahaha” ia malah tertawa
“aku tidak butuh dirimu” bentahku
“aku lebih tahu siapa dirimu, pintu kenyataan akan tertutup dan kau akan datang kepada kegelapan” ujarnya dengan kata - kata yang tak kumengerti
“apa maksudmu?” tanyaku heran
“kau akan mengalami kegagalan dalam percintaan lagi, saat itu kau akan mengemis mencariku” ujar suara itu
Suara itu pun menghilang namun aku tak menghiraukannya.
Aku berpikir aku akan bahagia dengan tidak mengungkapkan perasaan ku terhadap Sherly. Selama aku bisa berdekatan dengan dirinya walaupun tidak sebagai sepasang kekasih aku tetap akan bahagia itu pikirku.
Spoiler for Part III:
Perjanjian dengan Sang Iblis
Setiap hari kujalani dengan biasa aku tetap berhubungan dengan Sherly walaupun hanya sebatas sebagai teman. Kami pun mulai akrab karena biasa jalan – jalan bersama walaupun ia masih ditemani dengan Gizelle. Hal itu membuatku senang karena aku tidak perlu menunjukkan perasaanku pun aku masih tetap bisa dekat dengan dirinya. Itulah mengapa aku lebih memilih tetap berada di zona nyaman.
Lambat laun semua berubah, karena kali ini ada orang ketiga, yaitu Glenn. Sherly menjadi sering berhubungan dengannya daripada denganku. Aku pun hanya bias memaklumi saja. Glenn lebih pintar berbicara dari pada diriku sehingga ketika kami berkumpul aku sering di acuhkan. Sherly sungguh baik hati karena ia berusaha masih tetap mengajakku berbicara. Sepertinya ia merasa tidak enak bila terus mengacuhkan ku.
Aku merasa keberadaanku mengusik kebahagiaan mereka dan aku pun memutuskan untuk menjaga jarak dan kembali menjadi anak introvert seperti dulu. Saat aku hendak memasuki kelas Sherly kembali menyapaku seperti biasanya.
“hai Nick” sapanya
“hai” jawabku lagi
“ntar abis kuliah kita jalan –jalan yuk” ajaknya
“mmm, sama siapa aja” tanyaku
“yah biasa ama Gizelle, oh iya Glenn ikutan juga loh” katanya
“oh sorry deh, ntar gue ada urusan” aku berkilah
“yah, kok gitu si Nick, gak asik nih” ia kecewa
“iya - iya maaf, lain kali aja ya Sher” jawabku
Kejadian seperti itu terus berulang, bahkan ketika jam kuliah Sherly dan Glenn duduk berduaan aku pun tidak lagi ikut dalam ruang pembicaraan mereka.
Aku sempat berpikir bahwa aku ini bodoh. Sherly tetap biasa dan menganggapku seperti teman, namun aku merasa hatiku terbakar setiap kali aku diacuhkan dan mereka mengobrol dengan asyik. Hingga beberapa lama akhirnya mereka pun jadian. Semua anak membicarakan itu dan aku hanya mengiyakan dengan senyum palsu.
Saat aku bertemu akupun bersikap biasa terhadap dirinya.
“selamat yah udah jadian” aku memberi ucapan selamat
“hehe, iya thanks yah Nick” jawabnya dengan tersipu
“trus kapan traktirannya” aku berbasa – basi
“iya santai aja, ntar gue traktir kok sama temen – temen” jawabnya
Aku masih bisa tersenyum di luar seperti orang gila karena kupikir temanku jadian akupun senang gumamku. Akan tetapi rasanya hatiku tercabik – cabik di dalam.
Setiap malam aku memikirkan hal ini di kamar dengan berbaring sambil mendengarkan musik dari earphone. Lagu I’m In Love dari Narsha yang kudengar menambah kesan haru akan perasaan yang kualami sehingga linangan air mata tak terbendung. Amarah dalam hati bercampur padu dengan kesedihan dan kedengkian hingga air mata terus menetes membasahi pipiku dalam sebuah alunan malam.
Luka lama yang sudah aku rajut, kini terbuka kembali. Aku masih ingat bagaimana pedihnya saat gadis yang pernah aku puja selalu mencampakanku. Kini ketika aku memiliki kesempatan untuk menyejukkan hati yang telah kering telah ku buang sia - sia.
“lo bodoh Nick, lo bodoh” teriakku dalam hati
"Silvia, Frieska, kini Sherly, oh apa ini memang takdirku" aku menggerutu
Saat tengah meratapi nasib itulah suara itu kembali datang.
“sudah ku duga ini akan terjadi” ujar suara itu
“diam kau!, aku tidak punya urusan denganmu!” bentakku dalam hati
“orang sebodoh dirimu memang pantas mendapatkan hal seperti itu” suara itu malah mengolokku
“terserah lo mau ngomong apa!, gue emang begok, tolol, uhuhuhu” bentakku
“hahahahaha” dia menertawakanku
“hei kau, siapa kau sebenarnya?” tanyaku mulai penasaran dengannya
“sudah kubilang aku adalah kau Nick” jawab suara itu
“gue gak ngerti maksud lo” aku tak menggubrisnya lagi
“terserah” jawabnya singkat
“hei, kau yang mengaku diriku, kau pernah bilang bisa membantuku” tanyaku
“iya dulu, tapi kau telah menolakku” jawabnya
“gue sekarang udah gak tahan rasanya pengen mati, makanya gue minta tolong” aku memaksa
“pengen mati? Mati aja kok repot” ujarnya
Tanpa pikir panjang aku pun mencari seutas tali dan mencoba mengikatkannya pada sebuah dinding di sudut kamar ku. Lalu aku bersiap untuk mengalungkan leher ku pada tali tersebut.
“eh, eh eh, gue bercanda santai dong Nick” ujar suara itu menggodaku
“biarin gue pengen mati” jawabku sudah mengalungkan tali itu tinggal melompat dari kursi.
“hahaha, jangan gitu dong, oke gue bantuin elo” ujar suara itu
“huh!” akupun membatalkan rencana itu
Aku pun mulai berdialog dengan dia yang mengaku diriku itu.
“oke jadi gini, mulai sekarang gue yang pegang kendali” ujarnya
“iya apa aja deh pokoknya, gue gak mau ngerasain sakit ati lagi” aku mengiyakan
“oke, mulai sekarang lo tenang aja, liat gue beraksi” ujarnya
“isss, gue ngomong kayak lo, kayak perjanjian ame iblis ya” gerutuku
“hahaha, oke tapi ada syaratnya” iya mengajukan sesuatu
“apaan syaratnya?” tanyaku
“lo gak bisa balik ke diri lo sendiri, ngerti!” ujarnya dengan nada serius
“jyah bener kan, gue emang janjian ame iblis” ledekku
“gue gak bercanda Nick, lo pikirin ini baik – baik” ujarnya dengan tatapan serius
Sejenak aku memikirkan matang – matang syarat yang ia ajukan. Setiap aku berpikir aku terbayang senyuman Sherly yang indah lalu di susupi bayang Glenn yang sudah menjadi pacarnya. Perasaan ku tercabik kembali dan ingin menangis kembali. Aku pun membulatkan tekad untuk menuruti persyaratan gila itu.
“oke, gue terima persyaratan elo” jawabku dengan lantang
“bagus, malem ini lo tidur yang nyenyak karena ini hari terakhir lo bisa ngendaliin kesadaran” perintahnya
“oke, gue tunggu janji lo” aku memastikan
“siippp” jawabnya
LANJUT DI SINI YAH
Update 1 di Post 8
Update 2 di Pos 20
Diubah oleh nickblouis 23-09-2014 23:55


anasabila memberi reputasi
1
6.5K
Kutip
31
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan