- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Mengapa Sholat lima waktu tidak sama raka’atnya?


TS
azhelhc
Mengapa Sholat lima waktu tidak sama raka’atnya?
ISENG ISENG BERHADIAH, SEMOGA SAJA BERMANFAAT BUAT AGAN-AGANWATI 

SEBELUM JAUH KEBAWAH DI
AJA DULU DAN MENERIMA TAMPUNGAN
JANGAN DITIMPUK
NTR ANE BENJOL LAGI






Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Kenapa shalat lima waktu tidak sama
raka’atnya
Setiap agama memiliki dimensi rasional
dan irrational sekaligus. Untuk itu kita harus bisa menempatkan kedua dimensi tersebut dalam proporsi yang tepat. Ketika unsur rasional mencoba memasuki wilayah irrational, atau sebaliknya, maka pandangan keagamaan kita menjadi kacau balau.
Dalam Islam, banyak sekali hal yang bisa dirasionalkan. Sejumlah ayat Qur’an merujuk akan pentingnya aktivitas
akal. Bahkan penghargaan yang tinggi
diberikan kepada mereka yang berilmu tinggi. Akan tetapi, ini tidak berarti semuanya bisa dirasionalkan. Banyak juga ajaran Islam yang tidak bisa dirasionalkan. Salah satu contohnya
adalah yang saudara tanyakan yaitu
perbedaan bilangan rakaat sholat.
Dalam istilah agama Islam, hal ini diberi
istilah “Ma’lum min al-din bi aldharurah.” Contohnya adalah: Mengapa kita harus berpuasa di bulan Ramadhan saja,
bukan di bulan yang lain? Mengapa wukuf harus di padang Arafah, bukan di tempat lain? Mengapa Muhammad diutus sebagai rasul terakhir bukan yg lain?
dan sejuta mengapa bisa kita tanyakan.
Namun kita terbentur kaidah klasik, “al-Ashlu la yus`al”. Maksudnya, hal-hal yang pokok dalam agama atau ushuluddin jangan dipertanyakan dalam
artian mengkotak-katiknya.
Tentu saja kita bisa kembangkan lebih
jauh ttg apa batasan akal dan apa batasan kebolehan mempertanyakan dalam Islam; sebagaimana kita juga bisa bertanya hal serupa dalam kasus agama lain.
Para ulama sudah menjelaskan hal tersebut secara panjang lebar, tentu bukan pada tempatnya kalau saya uraikan semuanya di sini. Keterbatasan
waktu dan juga kemampuan menghalangi
saya menuliskannya
Kenapa shalat lima waktu tidak sama
raka’atnya
Setiap agama memiliki dimensi rasional
dan irrational sekaligus. Untuk itu kita harus bisa menempatkan kedua dimensi tersebut dalam proporsi yang tepat. Ketika unsur rasional mencoba memasuki wilayah irrational, atau sebaliknya, maka pandangan keagamaan kita menjadi kacau balau.
Dalam Islam, banyak sekali hal yang bisa dirasionalkan. Sejumlah ayat Qur’an merujuk akan pentingnya aktivitas
akal. Bahkan penghargaan yang tinggi
diberikan kepada mereka yang berilmu tinggi. Akan tetapi, ini tidak berarti semuanya bisa dirasionalkan. Banyak juga ajaran Islam yang tidak bisa dirasionalkan. Salah satu contohnya
adalah yang saudara tanyakan yaitu
perbedaan bilangan rakaat sholat.
Dalam istilah agama Islam, hal ini diberi
istilah “Ma’lum min al-din bi aldharurah.” Contohnya adalah: Mengapa kita harus berpuasa di bulan Ramadhan saja,
bukan di bulan yang lain? Mengapa wukuf harus di padang Arafah, bukan di tempat lain? Mengapa Muhammad diutus sebagai rasul terakhir bukan yg lain?
dan sejuta mengapa bisa kita tanyakan.
Namun kita terbentur kaidah klasik, “al-Ashlu la yus`al”. Maksudnya, hal-hal yang pokok dalam agama atau ushuluddin jangan dipertanyakan dalam
artian mengkotak-katiknya.
Tentu saja kita bisa kembangkan lebih
jauh ttg apa batasan akal dan apa batasan kebolehan mempertanyakan dalam Islam; sebagaimana kita juga bisa bertanya hal serupa dalam kasus agama lain.
Para ulama sudah menjelaskan hal tersebut secara panjang lebar, tentu bukan pada tempatnya kalau saya uraikan semuanya di sini. Keterbatasan
waktu dan juga kemampuan menghalangi
saya menuliskannya
thanks for all sudah mampir ke thread rebek ane ini
Diubah oleh azhelhc 16-09-2014 20:32
0
2K
14


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan