- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Daftar Brand Fashion Asli Anak Indonesia (WAJIB BACA GAN!)


TS
mensrepublic
Daftar Brand Fashion Asli Anak Indonesia (WAJIB BACA GAN!)
Kebanyakan dari orang Indonesia lebih suka pake produk asing gan. Padahal banyak produk asli Indonesia yang KEREN KEREN.
Terutama barang barang fashion. Toh yang merk luar negeri pun pabriknya di Indonesia gan!
Yuk kita lebih cinta dan lebih sering beli produk asli anak Indonesia!
KEREN KEREN!
Ini beberapa daftarnya gan, monggo ditambahin kalo agan ada referensi lain!

Berdiri sejak 2003, Wadezig! tumbuh semakin besar dan menjadi salah satu local brand yang masih bertahan hingga saat ini tanpa merubah konsep yang sejak awal mereka usung.
Konsep yang menjadi karakter Wadezig! itu apa sih?
Wadezig! itu adalah cowo artsy yang kritis tapi pinter. kadang bandel, urakan, keras kepala, tapi selalu seru untuk diajak ngobrol tentang apa saja, karena dia selalu memiliki opini-opini alternatif yang terkadang sangat personal atau subjektif tentang banyak hal yang menarik perhatiannya. Dengan kepintarannya dan dorongan bermainnya yang sangat tinggi membuat Wadezig! selalu menjadi teman yang enak untuk sekedar diajak bercanda atau ngobrol santai, maupun untuk menjadi lawan berdebat dalam diskusi yang serius. Wadezig! adalah teman yang seru dan menyenangkan


Sewaktu masih duduk di bangku SMA, Peter Firmansyah, pria kelahiran Sumedang 4 Februari 1984, terbiasa mengubek-ubek tumpukan baju di pedagang kaki lima. Kini, ia adalah pemilik usaha yang memproduksi busana yang sudah diekspor ke beberapa negara.
Tak butuh waktu relatif lama. Semua itu mampu dicapai Peter hanya dalam waktu 1,5 tahun sejak ia membuka usahanya pada November 2008. Kini, jeans, kaos, dan topi yang menggunakan merek Peter says denim, bahkan, dikenakan para personel kelompok musik di luar negeri.
Pada situs-situs internet kelompok musik itu, label Peter says denim juga tercantum sebagai sponsor. Peter says denim pun bersanding dengan merek-merek kelas dunia yang menjadi sponsor, seperti Gibson, Fender, Peavey, dan Macbeth.

”Saya hanya bisa menahan keinginan punya baju bagus. Mereka juga sering ke klub, mabuk, dan ngebut pakai mobil, tapi saya tidak ikutan. Lagi pula, duit dari mana,” ujarnya.
Peter kecil akrab dengan kemiskinan. Sewaktu masih kanak-kanak, perusahaan tempat ayahnya bekerja bangkrut sehingga ayahnya harus bekerja serabutan. Peter pun mengalami masa suram. Orangtuanya harus berutang untuk membeli makanan.
Pernah mereka tak mampu membeli beras sehingga keluarga Peter hanya bergantung pada belas kasihan kerabatnya. ”Waktu itu kondisi ekonomi keluarga sangat sulit. Saya masih duduk di bangku SMP Al Ma’soem, Kabupaten Bandung,” kata Peter.
Ia benar-benar memulai usahanya dari nol. Pendapatan selama menjadi pegawai toko disisihkan untuk mengumpulkan modal. Di sela-sela pekerjaannya, ia juga mengerjakan pesanan membuat busana. Dalam sebulan, Peter rata-rata membuat 100 potong jaket, sweter, atau kaus. Keuntungan yang diperoleh antara Rp 10.000- Rp 20.000 per potong.
”Gaji saya hanya sekitar Rp 1 juta per bulan, tetapi hasil dari pekerjaan sampingan bisa mencapai Rp 2 juta, he-he-he…,” kata Peter. Penghasilan sampingan itu ia dapatkan selama dua tahun waktu menjadi pegawai toko hingga 2005.
Pengalaman pahit juga pernah dialami Peter. Pada tahun 2008, misalnya, ia pernah ditipu temannya sendiri yang menyanggupi mengerjakan pesanan senilai Rp 14 juta. Pesanannya tak dikerjakan, sementara uang muka Rp 7 juta dibawa kabur. Pada 2007, Peter juga mengerjakan pesanan jins senilai Rp 30 juta, tetapi pemesan menolak membayar dengan alasan jins itu tak sesuai keinginannya.
Sejak 2007, Peter sudah sanggup membiayai pendidikan tiga adiknya. Seorang di antaranya sudah lulus dari perguruan tinggi dan bekerja. Peter bertekad mendorong dua adiknya yang lain untuk menyelesaikan pendidikan jenjang sarjana. Ia, bahkan, bisa membelikan mobil untuk orangtuanya dan merenovasi rumah mereka di Jalan Padasuka, Bandung.
”Kerja keras dan doa orangtua, kedua faktor itulah yang mendorong saya bisa sukses. Saya memang ingin membuat senang orangtua,” katanya. Jika dananya sudah mencukupi, ia ingin orangtuanya juga bisa menunaikan ibadah haji.
Meski kuliahnya tak rampung, Peter kini sering mengisi seminar-seminar di kampus. Ia ingin memberikan semangat kepada mereka yang berniat membuka usaha. ”Mau anak kuli, buruh, atau petani, kalau punya keinginan dan bekerja keras, pasti ada jalan seperti saya menjalankan usaha ini,” ujarnya.
Peter memanfaatkan fungsi jejaring sosial di internet, seperti Facebook, Twitter, dan surat elektronik untuk promosi dan berkomunikasi dengan pengguna Petersaysdenim. ”Juli nanti saya rencana mau ke Kanada untuk bisnis. Teman-teman musisi di sana mau ketemu,” katanya.
”Pokoknya, saya mau ’menjajah’ negara-negara lain. Saya ingin tunjukkan bahwa Indonesia, khususnya Bandung, punya produk berkualitas,” ujarnya


Umur yang masih cukup muda, yaitu di usianya yang ke-18, Agit harus menerima kenyataan pahit. Saat itu, sang ibu telah meninggalkannya untuk selamanya. 40 hari kemudian, sang Ayah menyusul ke pangkuan sang khalik. Ia beserta beberapa kakaknya, berjuang untuk meneruskan hidup tanpa orang tua. Setelah lulus SMA, Agit pun tidak melanjutkan kuliah karena tidak ada biaya, ia lalu bekerja di salah satu distro di kawasan Kebayoran Baru sebagai shop keeper.
Di kala bekerja, ia mempunyai keinginan untuk memiliki merk clothing line sendiri. Namun karena keterbatasan modal, dengan uang yang ada ia memiliki ide untuk membuat stiker. Merk pertama yang ia punya adalah “Yeah Right”, sekitar dua tahun yang lalu. Produk pertamanya juga masih sebatas stiker, ia belum memproduksi pakaian apapun. Setelah itu barulah ia mencoba untuk mendesign sendiri kaos ciptaannya dengan menyelipkan sebuah stiker dengan gambar baby octo, sebuah gambar gurita lucu berwarna ungu.
Latar belakang terciptanya WOLES pun cukup menarik. Itu bermula pada saat ia memperhatikan tweet orang-orang yang ia follow di jejaring media sosial, Twitter. Setiap status teman yang mengeluh tentang macetnya Jakarta atau status lain yang menyuarakan keresahan, Agit selalu merespon dengan kata “woles” yang berarti santai. Hal tersebut berlangsung hingga beberapa waktu.
Selanjutnya, pria bernama lengkap Agtya Priyadi ini pun memiliki ide untuk membuat sebuah gimmick baru mengenai hal-hal yang berhubungan dengan woles. Ia lalu membuat stiker sederhana bertuliskan “woles” yang ditempelkan di cover handphone teman-temannya. Ternyata respon yang diterima jauh melebihi ekspektasinya. Banyak orang yang menyukainya bahkan pemesanannya lebih luar biasa daripada Yeah Right sendiri.


Dimulai pada pertengahan tahun 2010 ide tentang KICK DENIM muncul, berangkat dari sebuah keinginan akan kesempurnaan dalam berfashion khususnya denim.
Dengan mengusung slogan atau tag line PIMP YOUR PANTS, KICK DENIM berusaha memberikan nuansa baru dalam dunia clothing Bandung dan Indonesia secara global. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan untuk terus memperluas pasar sampai keluar negeri.


Ouval Research didirikan oleh tiga anak muda yaitu M. Rizki Yanuar,Firman Firdaus, dan Arif Maskom pada tahun 1997. Ketiganya adalah pemain skateboard. Berawal dari keinginan mereka untuk memenuhi kebutuhan komunitas skateboard. Maka lahirlah ide-ide kreatif dan inovatif hasil pemikiran idealis dari ketiga anak muda itu.
Ouval Research sendiri merupakan akronim dari” Originality for Understanding Viction and Artificial Language”. Yang memiliki filosofi semangat, spontanitas, kebersamaan, dan semua hal tentang percaya diri sendiri, serta menikmati hidup, disitu terlihat adanya sedikit “pemberontakan” gaya remaja dan anak muda.
Kisah sukses ini diawali dengan hasil patungan yang menghasilkan modal sebesar Rp. 200 ribu. Dari modal kecil itu mengalirlah kaos dan sweater karya-karya kreatif dari Ouval, yang dimulai dengan melayani usaha sesuai dengan pesanan dari konsumen juga dengan sistem konsinyasi.
Hingga pada tahun 2000 Ouval Research membuka toko sendiri di Jalan Buah Batu, Bandung dengan modal Rp. 20 juta untuk sewa tempat, disain ruangan dan persediaan barang. Dari sinilah mereka mengawali sukses sebagai pebisnis clothing dengan design kaos dan design sweater yang sukses. Disusul pada tahun 2003 Ouval mengembangkan usahanya dengan membuka toko lagi di di Jalan Sultan Agung, kawasan elit di Bandung, dengan modal Rp. 60 juta. Toko ini yang menjadi perpanjangan distribusi produk kaos dan sweater melalui berbagai distro diluar Bandung
Produk-produk kaos dan sweater Ouval Research telah menyebar lebih dari 100 distro di seluruh Indonesia. Apa yang membuat Ouval Research begitu sukses melakukan penetrasi pasar? Inilah rahasia sukses mereka “Kami Limited Edition” konsumen diberikan pelayanan yang special dengan desain produk yang terbatas tidak banyak ditemukan secara mudah. Ouval Research hanya mengeluarkan 30 design kaos atau sweater setiap bulannya dan tiap kaos dan sweater-nya hanya diproduksi sebanyak 50 sampai 100 buah saja.


Berawal dari kecintaan pada surfing, skateboard, dan desain sekelompok desainer dan artis, membuat label clothing dengan nama 347boardrider.co di tahun 1996. Kecintaan tersebut tentulah menjadi refleksi dalam setiap desain.
Seperti halnya sejarah clothing yang kuat karena komunitas, sekelompok orang ini pun menjual produknya berdasarkan pesanan-pesanan di katalog yang mereka buat.
Hingga akhirnya di tahun 1999, mereka bisa mendirikan outlet sendiri. Masa inilah bisa dikatakan sebagai pionir keberadaan label clothing, tak hanya di Bandung tapi Indonesia. Namun di tahun ini 347boarrider.co pun diubah hanya dengan nama 347.
Sebagai kumpulan anak-anak muda. 347 tak hanya berkutat di seputar bisnis tapi menjadi media bagi anak muda Bandung untuk menumpahkan gagasan dalam bentuk Ripple Magazine. Di mana di dalamnya tertuang hal-hal tentang anak muda Bandung yang tak terbaca oleh media lainnya.
Di sana, mereka mencatat sudut-sudut pandang lain tentang dunia mereka. Di tahun yang sama mereka memproduksi sepatu dengan label 'Indicator Shoes' yang desainnya terinsipirasi skateboarding dan musik rock. Pada tahun 2001, 347 membuka label Boyriders khusus untuk perempuan tapi hanya bisa bertahan satu tahun.
Menurut Yogi, 347 mulai melakukan ekspansi ke luar Bandung sekitar tahun 2000-an yaitu ke Jakarta. Saat ini produk-produk 347 sudah menyebar ke berbagai pelosok tanah air.


Distro yang mulai muncul pada tahun 90-an tetap eksis hingga kini. Salah satunya distro Airplane, di Jalan Aceh No 44, Bandung.
Dimotori oleh tiga sahabat yang senang berkreasi sendiri membuat T’shirt dan celana, Fiki Chikara Satari, Helvi, dan baik, akhirnya mengusung merek Airplane. Dengan modal awal Rp 300 ribu, mereka pasarkan kaos buatan sendiri itu di lingkungan terbatas.
Melihat animo yang bagus, akhirnya pada 2001 atau tiga tahun setelah usahanya dirintis, Fiki dan dua sahabatnya menyewa sebuah tempat di Jalan Aceh 44. “Sewa awalnya dulu hanya Rp 6 juta per tahun, sekarang sudah Rp 60 juta per tahun,” ungkapnya.
Menurut Fiki, bertahan selama 10 tahun memang bukan hal yang mudah di tengah-tengah persaingan antara factory outlet dan mall-mall di Bandung. “Distro sendiri jumlahnya sudah mencapai 300-an. Biar merek kami tetap bisa eksis, kami harus melakukan inovasi terus,” ujarnya. Kini Airplane telah memasok ke 94 distro yang ada di Indonesia.
Sejak 2007, kata dia, Airplane memakai konsep season. Setiap empat bulan satu kali, dibuat tema khusus. “Untuk season awal tahun ini adalah ’seduce you good’. Kami ingin menjadikan awal tahun ini sangat menggoda, tentunya dalam konotasi yang baik,” tuturnya.
Tetap dengan mengusung model yang simpel, T’shirt, celana denim, hingga jaket semua dibuat sedikit ‘menggoda’. Menurut Direktur Kreatif Airplane Gino Herriansyah, warna yang mendominasi pada season kali ini adalah biru, merah, dan kuning. “Dengan adanya tema, memudahkan kami pada saat promosi,” cetus Gino.
Fiki menambahkan salah satu cara agar Airplane tetap eksis adalah menjadi sponsor band-band lokal, seperti the Sigit.”Kami menjadi sponsor bagi The Sigit yang akan konser di Texas pada Maret 2008 nanti,” ujar Fiki.
Kini jumlah karyawan Airplane sudah mencapai 54 orang. Dengan keseriusan dan inovasi yang terus diasah, Fiki optimistis usahanya akan tetap bertahan di tengah persaingan usaha yang sudah tidak ramah lagi.


Men's Republic didirikan oleh seorang remaja berusia 17 tahun bernama Yasa. Berawal karena Ayahnya yang sakit, Yasa pun mencoba untuk membangun bisnis. Kini Men's Republic telah menjadi salah satu brand fashion anak muda yang diperhitungkan. Produk Men's Republic kini telah menyebar ke seluruh Indonesia.
Men's Republic (TM) adalah brand fashion pria kebanggaan anak muda Indonesia yang menyediakan produk dengan kualitas premium & dengan harga yang dapat dijangkau oleh kalangan anak muda Indonesia.
Dengan tagline "Wherever you go..." , Men's Republic ingin menjadi brand fashion pria yang produknya lengkap dan bisa menemani kemana saja pada waktu kapan saja. Maka dari itu Men's Republic terus berinovasi menciptakan produk fashion pria mulai dari ujung kaki hingga ujung kepala.
Setelah beroperasi lebih dari 3 tahun, awalnya Men's Republic hanya menyediakan produk kaos saja namun kini Men's Republic sudah menyediakan berbagai macam produk mulai dari Pakaian Dalam, Kaos, Kemeja, Sweater, Jacket, Celana, Sandal hingga Sepatu dan akan masih terus berinovasi menyediakan produk terbaik kebanggaan anak muda Indonesia.
Visi Men's Republic adalah menjadi brand fashion pria terbaik di Indonesia dengan kualitas produk tinggi yang dibanggakan oleh anak muda di Indonesia.
Website Men's Republic


Apa jadinya jika filosofi struktur bangunan dan teori fisika modern diaplikasikan pada desain sepatu? Hasilnya adalah Brodo Footwear yang terlahir dari tangan dua mahasiswa teknik Institut Teknologi Bandung (ITB).
Sepatu keren ini dipakai oleh kalangan mahasiswa hingga penyanyi top seperti Glen Fredly dan Sandhy Sondhoro. Lulusan teknik sipil jualan sepatu? Sekilas mungkin terkesan tidak nyambung. Nyatanya, pengetahuan dan keahlian teknik yang dipelajari Yukka Harlanda selama kuliah di Jurusan Teknik Sipil ITB menjadi modal berharga dalam pengembangan desain sepatu merek Brodo Footwear yang dirintisnya sejak 2010.
“Desain Brodo banyak terinspirasi dari keindahan struktur bangunan yang dikombinasikan dengan sedikit teori dari fisika modern,” ujar Yukka saat ditemui SINDO dalam pameran UKM Pasar Indonesia Goes to Mall di Mal Kelapa Gading, Jakarta Utara, beberapa waktu lalu.
Bersama Putera Dwi Karunia, mahasiswa Teknik Kelautan ITB yang dikenalnya semasa orientasi mahasiswa baru pada 2007, Yukka iseng-iseng mencari referensi desain sepatu dari internet dan mencoba menuangkannya dalam gambar-gambar. Gambar desain sepatu ini lantas dibawa ke perajin sepatu yang banyak tersebar di Kota Kembang. “Saya dan Putera punya ketertarikan yang sama soal sepatu. Kebetulan di Bandung banyak perajin yang ahli, ya sudah kami manfaatkan saja mereka untuk membuatkan sepatu yang sesuai selera zaman sekarang. Tapi, awalnya untuk dipakai sendiri saja,” tuturnya.
Senang memakai sepatu hasil desain sendiri, pada Juni 2010 kedua karib ini mencoba memasarkan sampel produknya lewat internet, jejaring sosial, dan forum-forum diskusi online. Nama “Brodo” pun dipilih sebagai merek dengan alasan enak didengar. Padahal, arti brodo dalam bahasa Italia adalah air kaldu yang tentunya tidak ada hubungannya dengan sepatu. “Dalam branding kami tidak ingin mengesankan terlalu serius. Bahasa yang dipakai dalam pemasaran juga disesuaikan dengan target utama pasar kami, yaitu usia 19–28 tahun,” sebut Yukka.
Jabodetabek.
Sampai saat ini, Brodo sudah menelurkan sekitar delapan item model yang punya kekhasan tersendiri. “Untuk mendapat kepercayaan konsumen, kami fokus di layanan 24 jam. Konsumen yang tidak puas dengan barang yang sudah dipesan juga bisa menukarnya,”tandasnya. Dengan keunikan desain dan kenyamanan layanan, Yukka dan Putera percaya diri menawarkan produk mereka kepada berbagai kalangan konsumen, termasuk publik figur. Antara lain penyanyi Sandhy Sondhoro yang sejak awal 2011 sudah mengenakan produk Brodo dan Glen Fredly yang belum lama ini juga meminati sepatu karya dua wirausaha muda ini.
Bermula dari iseng, bisnis yang dirintis Yukka dan Putera kini bisa meraup omzet sekitar Rp200 juta–300 juta per bulan dan bisa meningkat tiga kali lipat saat menjelang Lebaran atau Natal.
Peningkatan omzet dan kapasitas produksi disadari Yukka harus diimbangi dengan kemampuan mempertahankan kualitas.Sebab itu, dalam kontrak kerja dengan vendor perajin, setiap sepatu yang dinilai tidak lolos standar kualifikasi Brodoakan dikembalikan ke perajin.
“Tujuannya supaya perajin berdisiplin dan berkomitmen membuat produk berkualitas. Imbal baliknya dari kami juga memastikan pembayaran tidak telat,” tegasnya.
Menurut Yukka, kualitas yang baik juga menjadi syarat penting agar produk sepatu Brodo bisa diterima di pasar internasional. Rencananya, tahun depan Brodo akan memulai ekspor perdana ke kawasan Asia Tenggara.
Website Brodo



JANGAN LUPA KOMEN, RATE DAN CENDOL GAN!
Terutama barang barang fashion. Toh yang merk luar negeri pun pabriknya di Indonesia gan!
Yuk kita lebih cinta dan lebih sering beli produk asli anak Indonesia!
KEREN KEREN!
Ini beberapa daftarnya gan, monggo ditambahin kalo agan ada referensi lain!
Spoiler for Wadezig:

Berdiri sejak 2003, Wadezig! tumbuh semakin besar dan menjadi salah satu local brand yang masih bertahan hingga saat ini tanpa merubah konsep yang sejak awal mereka usung.
Konsep yang menjadi karakter Wadezig! itu apa sih?
Wadezig! itu adalah cowo artsy yang kritis tapi pinter. kadang bandel, urakan, keras kepala, tapi selalu seru untuk diajak ngobrol tentang apa saja, karena dia selalu memiliki opini-opini alternatif yang terkadang sangat personal atau subjektif tentang banyak hal yang menarik perhatiannya. Dengan kepintarannya dan dorongan bermainnya yang sangat tinggi membuat Wadezig! selalu menjadi teman yang enak untuk sekedar diajak bercanda atau ngobrol santai, maupun untuk menjadi lawan berdebat dalam diskusi yang serius. Wadezig! adalah teman yang seru dan menyenangkan

Spoiler for Peter Says Denim:

Sewaktu masih duduk di bangku SMA, Peter Firmansyah, pria kelahiran Sumedang 4 Februari 1984, terbiasa mengubek-ubek tumpukan baju di pedagang kaki lima. Kini, ia adalah pemilik usaha yang memproduksi busana yang sudah diekspor ke beberapa negara.
Tak butuh waktu relatif lama. Semua itu mampu dicapai Peter hanya dalam waktu 1,5 tahun sejak ia membuka usahanya pada November 2008. Kini, jeans, kaos, dan topi yang menggunakan merek Peter says denim, bahkan, dikenakan para personel kelompok musik di luar negeri.
Pada situs-situs internet kelompok musik itu, label Peter says denim juga tercantum sebagai sponsor. Peter says denim pun bersanding dengan merek-merek kelas dunia yang menjadi sponsor, seperti Gibson, Fender, Peavey, dan Macbeth.

”Saya hanya bisa menahan keinginan punya baju bagus. Mereka juga sering ke klub, mabuk, dan ngebut pakai mobil, tapi saya tidak ikutan. Lagi pula, duit dari mana,” ujarnya.
Peter kecil akrab dengan kemiskinan. Sewaktu masih kanak-kanak, perusahaan tempat ayahnya bekerja bangkrut sehingga ayahnya harus bekerja serabutan. Peter pun mengalami masa suram. Orangtuanya harus berutang untuk membeli makanan.
Pernah mereka tak mampu membeli beras sehingga keluarga Peter hanya bergantung pada belas kasihan kerabatnya. ”Waktu itu kondisi ekonomi keluarga sangat sulit. Saya masih duduk di bangku SMP Al Ma’soem, Kabupaten Bandung,” kata Peter.
Ia benar-benar memulai usahanya dari nol. Pendapatan selama menjadi pegawai toko disisihkan untuk mengumpulkan modal. Di sela-sela pekerjaannya, ia juga mengerjakan pesanan membuat busana. Dalam sebulan, Peter rata-rata membuat 100 potong jaket, sweter, atau kaus. Keuntungan yang diperoleh antara Rp 10.000- Rp 20.000 per potong.
”Gaji saya hanya sekitar Rp 1 juta per bulan, tetapi hasil dari pekerjaan sampingan bisa mencapai Rp 2 juta, he-he-he…,” kata Peter. Penghasilan sampingan itu ia dapatkan selama dua tahun waktu menjadi pegawai toko hingga 2005.
Pengalaman pahit juga pernah dialami Peter. Pada tahun 2008, misalnya, ia pernah ditipu temannya sendiri yang menyanggupi mengerjakan pesanan senilai Rp 14 juta. Pesanannya tak dikerjakan, sementara uang muka Rp 7 juta dibawa kabur. Pada 2007, Peter juga mengerjakan pesanan jins senilai Rp 30 juta, tetapi pemesan menolak membayar dengan alasan jins itu tak sesuai keinginannya.
Sejak 2007, Peter sudah sanggup membiayai pendidikan tiga adiknya. Seorang di antaranya sudah lulus dari perguruan tinggi dan bekerja. Peter bertekad mendorong dua adiknya yang lain untuk menyelesaikan pendidikan jenjang sarjana. Ia, bahkan, bisa membelikan mobil untuk orangtuanya dan merenovasi rumah mereka di Jalan Padasuka, Bandung.
”Kerja keras dan doa orangtua, kedua faktor itulah yang mendorong saya bisa sukses. Saya memang ingin membuat senang orangtua,” katanya. Jika dananya sudah mencukupi, ia ingin orangtuanya juga bisa menunaikan ibadah haji.
Meski kuliahnya tak rampung, Peter kini sering mengisi seminar-seminar di kampus. Ia ingin memberikan semangat kepada mereka yang berniat membuka usaha. ”Mau anak kuli, buruh, atau petani, kalau punya keinginan dan bekerja keras, pasti ada jalan seperti saya menjalankan usaha ini,” ujarnya.
Peter memanfaatkan fungsi jejaring sosial di internet, seperti Facebook, Twitter, dan surat elektronik untuk promosi dan berkomunikasi dengan pengguna Petersaysdenim. ”Juli nanti saya rencana mau ke Kanada untuk bisnis. Teman-teman musisi di sana mau ketemu,” katanya.
”Pokoknya, saya mau ’menjajah’ negara-negara lain. Saya ingin tunjukkan bahwa Indonesia, khususnya Bandung, punya produk berkualitas,” ujarnya

Spoiler for Woles:

Umur yang masih cukup muda, yaitu di usianya yang ke-18, Agit harus menerima kenyataan pahit. Saat itu, sang ibu telah meninggalkannya untuk selamanya. 40 hari kemudian, sang Ayah menyusul ke pangkuan sang khalik. Ia beserta beberapa kakaknya, berjuang untuk meneruskan hidup tanpa orang tua. Setelah lulus SMA, Agit pun tidak melanjutkan kuliah karena tidak ada biaya, ia lalu bekerja di salah satu distro di kawasan Kebayoran Baru sebagai shop keeper.
Di kala bekerja, ia mempunyai keinginan untuk memiliki merk clothing line sendiri. Namun karena keterbatasan modal, dengan uang yang ada ia memiliki ide untuk membuat stiker. Merk pertama yang ia punya adalah “Yeah Right”, sekitar dua tahun yang lalu. Produk pertamanya juga masih sebatas stiker, ia belum memproduksi pakaian apapun. Setelah itu barulah ia mencoba untuk mendesign sendiri kaos ciptaannya dengan menyelipkan sebuah stiker dengan gambar baby octo, sebuah gambar gurita lucu berwarna ungu.
Latar belakang terciptanya WOLES pun cukup menarik. Itu bermula pada saat ia memperhatikan tweet orang-orang yang ia follow di jejaring media sosial, Twitter. Setiap status teman yang mengeluh tentang macetnya Jakarta atau status lain yang menyuarakan keresahan, Agit selalu merespon dengan kata “woles” yang berarti santai. Hal tersebut berlangsung hingga beberapa waktu.
Selanjutnya, pria bernama lengkap Agtya Priyadi ini pun memiliki ide untuk membuat sebuah gimmick baru mengenai hal-hal yang berhubungan dengan woles. Ia lalu membuat stiker sederhana bertuliskan “woles” yang ditempelkan di cover handphone teman-temannya. Ternyata respon yang diterima jauh melebihi ekspektasinya. Banyak orang yang menyukainya bahkan pemesanannya lebih luar biasa daripada Yeah Right sendiri.

Spoiler for Kick Denim:

Dimulai pada pertengahan tahun 2010 ide tentang KICK DENIM muncul, berangkat dari sebuah keinginan akan kesempurnaan dalam berfashion khususnya denim.
Dengan mengusung slogan atau tag line PIMP YOUR PANTS, KICK DENIM berusaha memberikan nuansa baru dalam dunia clothing Bandung dan Indonesia secara global. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan untuk terus memperluas pasar sampai keluar negeri.

Spoiler for Ouval Researc:

Ouval Research didirikan oleh tiga anak muda yaitu M. Rizki Yanuar,Firman Firdaus, dan Arif Maskom pada tahun 1997. Ketiganya adalah pemain skateboard. Berawal dari keinginan mereka untuk memenuhi kebutuhan komunitas skateboard. Maka lahirlah ide-ide kreatif dan inovatif hasil pemikiran idealis dari ketiga anak muda itu.
Ouval Research sendiri merupakan akronim dari” Originality for Understanding Viction and Artificial Language”. Yang memiliki filosofi semangat, spontanitas, kebersamaan, dan semua hal tentang percaya diri sendiri, serta menikmati hidup, disitu terlihat adanya sedikit “pemberontakan” gaya remaja dan anak muda.
Kisah sukses ini diawali dengan hasil patungan yang menghasilkan modal sebesar Rp. 200 ribu. Dari modal kecil itu mengalirlah kaos dan sweater karya-karya kreatif dari Ouval, yang dimulai dengan melayani usaha sesuai dengan pesanan dari konsumen juga dengan sistem konsinyasi.
Hingga pada tahun 2000 Ouval Research membuka toko sendiri di Jalan Buah Batu, Bandung dengan modal Rp. 20 juta untuk sewa tempat, disain ruangan dan persediaan barang. Dari sinilah mereka mengawali sukses sebagai pebisnis clothing dengan design kaos dan design sweater yang sukses. Disusul pada tahun 2003 Ouval mengembangkan usahanya dengan membuka toko lagi di di Jalan Sultan Agung, kawasan elit di Bandung, dengan modal Rp. 60 juta. Toko ini yang menjadi perpanjangan distribusi produk kaos dan sweater melalui berbagai distro diluar Bandung
Produk-produk kaos dan sweater Ouval Research telah menyebar lebih dari 100 distro di seluruh Indonesia. Apa yang membuat Ouval Research begitu sukses melakukan penetrasi pasar? Inilah rahasia sukses mereka “Kami Limited Edition” konsumen diberikan pelayanan yang special dengan desain produk yang terbatas tidak banyak ditemukan secara mudah. Ouval Research hanya mengeluarkan 30 design kaos atau sweater setiap bulannya dan tiap kaos dan sweater-nya hanya diproduksi sebanyak 50 sampai 100 buah saja.

Spoiler for UNKL347:

Berawal dari kecintaan pada surfing, skateboard, dan desain sekelompok desainer dan artis, membuat label clothing dengan nama 347boardrider.co di tahun 1996. Kecintaan tersebut tentulah menjadi refleksi dalam setiap desain.
Seperti halnya sejarah clothing yang kuat karena komunitas, sekelompok orang ini pun menjual produknya berdasarkan pesanan-pesanan di katalog yang mereka buat.
Hingga akhirnya di tahun 1999, mereka bisa mendirikan outlet sendiri. Masa inilah bisa dikatakan sebagai pionir keberadaan label clothing, tak hanya di Bandung tapi Indonesia. Namun di tahun ini 347boarrider.co pun diubah hanya dengan nama 347.
Sebagai kumpulan anak-anak muda. 347 tak hanya berkutat di seputar bisnis tapi menjadi media bagi anak muda Bandung untuk menumpahkan gagasan dalam bentuk Ripple Magazine. Di mana di dalamnya tertuang hal-hal tentang anak muda Bandung yang tak terbaca oleh media lainnya.
Di sana, mereka mencatat sudut-sudut pandang lain tentang dunia mereka. Di tahun yang sama mereka memproduksi sepatu dengan label 'Indicator Shoes' yang desainnya terinsipirasi skateboarding dan musik rock. Pada tahun 2001, 347 membuka label Boyriders khusus untuk perempuan tapi hanya bisa bertahan satu tahun.
Menurut Yogi, 347 mulai melakukan ekspansi ke luar Bandung sekitar tahun 2000-an yaitu ke Jakarta. Saat ini produk-produk 347 sudah menyebar ke berbagai pelosok tanah air.

Spoiler for Airplane System:

Distro yang mulai muncul pada tahun 90-an tetap eksis hingga kini. Salah satunya distro Airplane, di Jalan Aceh No 44, Bandung.
Dimotori oleh tiga sahabat yang senang berkreasi sendiri membuat T’shirt dan celana, Fiki Chikara Satari, Helvi, dan baik, akhirnya mengusung merek Airplane. Dengan modal awal Rp 300 ribu, mereka pasarkan kaos buatan sendiri itu di lingkungan terbatas.
Melihat animo yang bagus, akhirnya pada 2001 atau tiga tahun setelah usahanya dirintis, Fiki dan dua sahabatnya menyewa sebuah tempat di Jalan Aceh 44. “Sewa awalnya dulu hanya Rp 6 juta per tahun, sekarang sudah Rp 60 juta per tahun,” ungkapnya.
Menurut Fiki, bertahan selama 10 tahun memang bukan hal yang mudah di tengah-tengah persaingan antara factory outlet dan mall-mall di Bandung. “Distro sendiri jumlahnya sudah mencapai 300-an. Biar merek kami tetap bisa eksis, kami harus melakukan inovasi terus,” ujarnya. Kini Airplane telah memasok ke 94 distro yang ada di Indonesia.
Sejak 2007, kata dia, Airplane memakai konsep season. Setiap empat bulan satu kali, dibuat tema khusus. “Untuk season awal tahun ini adalah ’seduce you good’. Kami ingin menjadikan awal tahun ini sangat menggoda, tentunya dalam konotasi yang baik,” tuturnya.
Tetap dengan mengusung model yang simpel, T’shirt, celana denim, hingga jaket semua dibuat sedikit ‘menggoda’. Menurut Direktur Kreatif Airplane Gino Herriansyah, warna yang mendominasi pada season kali ini adalah biru, merah, dan kuning. “Dengan adanya tema, memudahkan kami pada saat promosi,” cetus Gino.
Fiki menambahkan salah satu cara agar Airplane tetap eksis adalah menjadi sponsor band-band lokal, seperti the Sigit.”Kami menjadi sponsor bagi The Sigit yang akan konser di Texas pada Maret 2008 nanti,” ujar Fiki.
Kini jumlah karyawan Airplane sudah mencapai 54 orang. Dengan keseriusan dan inovasi yang terus diasah, Fiki optimistis usahanya akan tetap bertahan di tengah persaingan usaha yang sudah tidak ramah lagi.

Spoiler for Men's Republic:

Men's Republic didirikan oleh seorang remaja berusia 17 tahun bernama Yasa. Berawal karena Ayahnya yang sakit, Yasa pun mencoba untuk membangun bisnis. Kini Men's Republic telah menjadi salah satu brand fashion anak muda yang diperhitungkan. Produk Men's Republic kini telah menyebar ke seluruh Indonesia.
Men's Republic (TM) adalah brand fashion pria kebanggaan anak muda Indonesia yang menyediakan produk dengan kualitas premium & dengan harga yang dapat dijangkau oleh kalangan anak muda Indonesia.
Dengan tagline "Wherever you go..." , Men's Republic ingin menjadi brand fashion pria yang produknya lengkap dan bisa menemani kemana saja pada waktu kapan saja. Maka dari itu Men's Republic terus berinovasi menciptakan produk fashion pria mulai dari ujung kaki hingga ujung kepala.
Setelah beroperasi lebih dari 3 tahun, awalnya Men's Republic hanya menyediakan produk kaos saja namun kini Men's Republic sudah menyediakan berbagai macam produk mulai dari Pakaian Dalam, Kaos, Kemeja, Sweater, Jacket, Celana, Sandal hingga Sepatu dan akan masih terus berinovasi menyediakan produk terbaik kebanggaan anak muda Indonesia.
Visi Men's Republic adalah menjadi brand fashion pria terbaik di Indonesia dengan kualitas produk tinggi yang dibanggakan oleh anak muda di Indonesia.
Website Men's Republic

Spoiler for Brodo:

Apa jadinya jika filosofi struktur bangunan dan teori fisika modern diaplikasikan pada desain sepatu? Hasilnya adalah Brodo Footwear yang terlahir dari tangan dua mahasiswa teknik Institut Teknologi Bandung (ITB).
Sepatu keren ini dipakai oleh kalangan mahasiswa hingga penyanyi top seperti Glen Fredly dan Sandhy Sondhoro. Lulusan teknik sipil jualan sepatu? Sekilas mungkin terkesan tidak nyambung. Nyatanya, pengetahuan dan keahlian teknik yang dipelajari Yukka Harlanda selama kuliah di Jurusan Teknik Sipil ITB menjadi modal berharga dalam pengembangan desain sepatu merek Brodo Footwear yang dirintisnya sejak 2010.
“Desain Brodo banyak terinspirasi dari keindahan struktur bangunan yang dikombinasikan dengan sedikit teori dari fisika modern,” ujar Yukka saat ditemui SINDO dalam pameran UKM Pasar Indonesia Goes to Mall di Mal Kelapa Gading, Jakarta Utara, beberapa waktu lalu.
Bersama Putera Dwi Karunia, mahasiswa Teknik Kelautan ITB yang dikenalnya semasa orientasi mahasiswa baru pada 2007, Yukka iseng-iseng mencari referensi desain sepatu dari internet dan mencoba menuangkannya dalam gambar-gambar. Gambar desain sepatu ini lantas dibawa ke perajin sepatu yang banyak tersebar di Kota Kembang. “Saya dan Putera punya ketertarikan yang sama soal sepatu. Kebetulan di Bandung banyak perajin yang ahli, ya sudah kami manfaatkan saja mereka untuk membuatkan sepatu yang sesuai selera zaman sekarang. Tapi, awalnya untuk dipakai sendiri saja,” tuturnya.
Senang memakai sepatu hasil desain sendiri, pada Juni 2010 kedua karib ini mencoba memasarkan sampel produknya lewat internet, jejaring sosial, dan forum-forum diskusi online. Nama “Brodo” pun dipilih sebagai merek dengan alasan enak didengar. Padahal, arti brodo dalam bahasa Italia adalah air kaldu yang tentunya tidak ada hubungannya dengan sepatu. “Dalam branding kami tidak ingin mengesankan terlalu serius. Bahasa yang dipakai dalam pemasaran juga disesuaikan dengan target utama pasar kami, yaitu usia 19–28 tahun,” sebut Yukka.
Jabodetabek.
Sampai saat ini, Brodo sudah menelurkan sekitar delapan item model yang punya kekhasan tersendiri. “Untuk mendapat kepercayaan konsumen, kami fokus di layanan 24 jam. Konsumen yang tidak puas dengan barang yang sudah dipesan juga bisa menukarnya,”tandasnya. Dengan keunikan desain dan kenyamanan layanan, Yukka dan Putera percaya diri menawarkan produk mereka kepada berbagai kalangan konsumen, termasuk publik figur. Antara lain penyanyi Sandhy Sondhoro yang sejak awal 2011 sudah mengenakan produk Brodo dan Glen Fredly yang belum lama ini juga meminati sepatu karya dua wirausaha muda ini.
Bermula dari iseng, bisnis yang dirintis Yukka dan Putera kini bisa meraup omzet sekitar Rp200 juta–300 juta per bulan dan bisa meningkat tiga kali lipat saat menjelang Lebaran atau Natal.
Peningkatan omzet dan kapasitas produksi disadari Yukka harus diimbangi dengan kemampuan mempertahankan kualitas.Sebab itu, dalam kontrak kerja dengan vendor perajin, setiap sepatu yang dinilai tidak lolos standar kualifikasi Brodoakan dikembalikan ke perajin.
“Tujuannya supaya perajin berdisiplin dan berkomitmen membuat produk berkualitas. Imbal baliknya dari kami juga memastikan pembayaran tidak telat,” tegasnya.
Menurut Yukka, kualitas yang baik juga menjadi syarat penting agar produk sepatu Brodo bisa diterima di pasar internasional. Rencananya, tahun depan Brodo akan memulai ekspor perdana ke kawasan Asia Tenggara.
Website Brodo




JANGAN LUPA KOMEN, RATE DAN CENDOL GAN!
Diubah oleh mensrepublic 10-08-2014 23:38
0
24.3K
Kutip
156
Balasan
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan