HAL-HAL TEKNIS YANG SANGAT PENTING DAN HARUS DIKETAHUI DALAM BISNIS PROPERTY
TS
dolphin goreng
HAL-HAL TEKNIS YANG SANGAT PENTING DAN HARUS DIKETAHUI DALAM BISNIS PROPERTY
Quote:
Halo gan... ane coba share beberapa hal teknis administrasi dll yang harus diketahui dalam memulai bisnis property, ane masih belajar jadi kalau ada yang salah harap dikoreksi biar kita sama-sama belajar...
petama ane coba bahas dikit tentang prospek bisnis property di indonesia..
Perkembangan bisnis property di Indonesia dinilai akan semakin pesat dan memuncak di tahun 2014. Bahkan dari 15 kota di Asia Pasifik, Jakarta termasuk menjadi salah satu kota terbaik untuk berbisnis property (Tempo.co, 6/12/12). Adanya krisis ekonomi Eropa menyebabkan investor beralih melirik negara-negara kawasan Asia yang dinilai lebih potensial, dan salah satunya adalah Indonesia. Banyak perusahaan asing dan international melakukan pengurangan bisnis di Eropa dan mengalihkannya ke Indonesia. Ini bisa dilihat dari banyaknya permintaan ruang kantor yang berasal dari perbankan, lembaga sekuritas, asuransi, manufaktur, perusahaan minyak juga pertambangan. Dari segi pertumbuhan ekonomi, Indonesia termasuk Negara Asia yang perekonomiannya paling stabil di tengah adanya krisis ekonomi global. Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun 2012-2013 berada di kisaran 6,1 hingga 6,5% (Antaranews, 11/10/12). Selanjutnya ia menjelaskan juga bahwa walaupun pertumbuhan ekonomi Indonesia bukan merupakan yang tertinggi selama 5 tahun terakhir, namun ekonomi Indonesia tetap masuk dalam kategori stabil (Didik Purwanto, Kompas.com 12/11/12).
Sadar akan peluang meningkatkan perekonomian Indonesia melalui bisnis property, pemerintah juga telah mulai berbenah. Regulasi yang mengatur kepemilikan asing atas property di Indonesia kini masih dalam perencanaan revisi. Menpera yang didukung REI tengah berusaha mencari celah untuk mengubah beberapa ketentuan pada PP no 41 Tahun 1996 yang mengatur kepemilikan property oleh asing yang dirasa menghambat pertumbuhan investasi dan bisnis property Indonesia.
Dengan pertumbuhan dan perkembangan bisnis property di Indonesia maka semakin banyak orang yang ingin terjun ke dalam bisnis property tersebut, dan juga semakin banyak cara yang dapat dipilih untuk dapat masuk ke dalam bisnis yang sangat mengungtungkan ini, seperti menjadi developer, investor, atau broker property itu sendiri, namun untuk dapat benar-benar memahami seluk beluk bisnis property, ada beberapa hal teknis yang harus diketahui oleh orang yang ingin terjun ke dalam bisnis ini. Cekidot gan....
ATURAN NORMATIF DALAM JUAL BELI PROPERTI
Spoiler for ATURAN NORMATIF JUAL BELI:
Peraturan jual beli tanah yang utama sudah pasti mengenai urusan akte. Antara pembeli dan penjual yang sudah bersepakat akan melakukan transaksi, harus membuat akte jual beli atau sering disebut AJB. AJB ini akan berguna pada saat balik nama sertifikat tanah yang dijual nantinya. AJB untuk jual tanah ini dibuat di PPAT, dengan melampirkan sertifikat asli tanah, KTP, bukti pembayaran pajak serta persetujuan keluarga penjual. Jika tidak membuat AJB, maka kedua belah pihak akan kesulitan saat balik nama sertifikat.
Untuk transaksi rumah dijual, selain ada AJB untuk tanahnya juga ada akte pengalihan untuk asset bangunan di atas tanah. Untuk mendapatkan akte pengalihan ini, maka ada ketentuan dasar yang harus dipenuhi. Sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-26/PJ/2010 tentang Tata Cara Penelitian Surat Setoran Pajak Atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah Dan/Atau Bangunan, maka pihak penjual sudah harus melunasi PPh yang didapat atas hak guna bangunan tersebut. Pajak sudah harus disetor ke kas Negara, melalui kantor pos atau bank; yang dibuktikan dengan SSP (surat setoran pajak).
Jadi untuk kelancaran transaksi, lunasi dulu kewajiban di atas.
Selain itu, peraturan jual beli tanah juga mewajibkan transaksi terjadi di depan PPAT (pejabat pembuat akta tanah) atau Notaris, supaya pembeli dan penjual mengetahui kewajiban serta hak yang harus dilakukan, mempermudah pengurusan surat-surat dan ijin. Juga ada biaya yang harus dibayarkan untuk jasa PPAT ini.
Peraturan jual beli tanah yang harus diketahui adalah adanya Pajak Penjual dan Pajak Pembeli yang harus dibayarkan. Besarnya Pajak Penjual adalah sekitar 5% dari NPOP (Nilai Perolehan Objek Pajak), dibayarkan oleh orang yang menjual tanah. Sementara Pajak Pembeli dibayar oleh pembeli, nilainya sebesar 5% dari NPOP dikurangi NPOPTKP (Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak). Besar NPOP dan NPOPTKP sesuai dengan peraturan perundang-undangan daerah setempat.
Adapun jual beli tanah girik (tanah-tanah bekas hak milik adat yang belum didaftarkan atau disertifikatkan pada Kantor Pertanahan setempat ) dapat dilakukan sebagai berikut:
Akta girik yang dipakai adalah girik asli
Bukti pembayaran PBB dari pemilik girik
Surat keterangan bahwa tanah girik tersebut tidak sedang dalam persengketaan
Surat keterangan Riwayat Tanah dari kelurahan/kecamatan/kepala desa. Adapun surat riwayat ini menerangkan asal tanah dan siapa saja pemilk tanah sebelumnya hingga sampai saat ini.
Surat keterangan dari Kelurahan/Kecamatan bahwa tanah tersebut belum diperjualbelikan kepada siapapun
Tanah tersebut tidak sedang dijaminkan
BERMACAM STATUS TANAH
Spoiler for STATUS TANAH:
Nilai tanah selalu menjadi acuan dalam rangka transaksi jual–beli properti. Pada dasarnya kita dapat mengetahui nilai tanah tersebut dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang ditagihkan kepada pemilik properti setiap tahunnya, PBB (pajak bumi dan bangunan). NJOP seringkali menjadi obyek atas nilai properti tersebut, sedangkan sebenarnya yang menjadi acuan nilai properti tersebut adalah bagaimana status kepemilikan hak atas tanah tersebut Sesuai Pasal 4 jo. Pasal 16 jo. Pasal 53 jo. PP 40/1996 dan PP 41/1996 jo. Negara memberikan berbagai jenis hal atas tanah yang terdiri dari: (1) hak individual yang bersifat perdata; (2) hak pengelolaan yaitu hak istimewa yang diberikan oleh negara pada instansi-instansi tertentu untuk dikelola dan diambil manfaat atasnya; (3) tanah wakaf yaitu hak atas tanah yang semula merupakan hak primer (HM, HGB, HGU, HP atau tanah girik) dan kemudian diwakafkan atau diserahkan oleh pemiliknya kepada badan keagamaan ataupun badan sosial lainnya untuk di wakafkan
Hak individual yang bersifat perdata terdiri dari:
(1) Hak primer yaitu hak yang langsung diberikan oleh negara kepada pemegang haknya yang meliputi:
(a) Hak milik yang merupakan hak terkuat dan terpenuh dan bisa dimiliki turun temurun tanpa ada batas waktu berakhirnya. Diatasnya bisa dibebani oleh hak-hak sekunder yang lebih rendah seperti HGB, HGU, Hak Pakai, Hak Sewa dan Hak Numpang karang.
(b) Hak Guna Bangunan (HGB) adalah hak yang diberikan oleh negara untuk dapat mendirikan bangunan di atas tanah-tanah yang dikuasai oleh negara untuk jangka waktu tertentu yaitu maksimal 30 tahun dan dapat diperpanjang selama 20 tahun. Jika sudah lewat pengguna hak ini dapat mengajukan pembaruan hak selama 30 tahun lagi.
(b) Hak Guna Usaha (HGU) adalah hak yang diberikan oleh negara untuk mengolah/mengusahakan tanah-tanah tertentu dengan luas minimal 5 ha dan biasanya digunakan untuk perkebunan dan pertanian.
(c) Hak Pakai terdiri dua macam: Hak Pakai atas tanah negara yang dikuasai langsung oleh negara dan tidak memiliki nilai ekonomis yaitu Hak Pakai atas tanah negara bagi instansi-instansi Pemerintah seperti TNI, departemen, kantor perwakilan negara lain (kedutaan besar/ konsulat); Hak Pakai atas tanah negara yang memiliki nilai ekonomis, maksudnya bisa diperjualbelikan atau dialihkan kepada orang/ pihak lainnya.
(2) Hak Sekunder (Derivatif) yaitu hak yang timbul atau dibebankan diatas hak atas tanah yang sudah ada. Hak ini bisa timbul karena perjanjian antara pemilik tanah sebagai pemegang hak primer dan calon pemegang Hak Sekunder.
Yang termasuk Hak atas tanah ini antara lain:
(a) Hak sekunder yang ditumpangkan di atas hak lain yang memiliki derajat yang lebih tinggi misalnya HGB/HGU/Hak Pakai di atas tanah Hak Milik
(b) Hak Sewa di atas tanah Hak Milik/ HGB/ HG/ Hak Pengelolaan atas tanah negara
(c) Hak Sewa atas tanah pertanian
(d) Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan
(e) Hak usaha bagi hasil
(f) Hak menumpang (Hak Numpang Karang)
(g) Hak Jaminan atas tanah, yang terdiri dari gadai dan hak tanggungan.
Ada beberapa macam sertifikat hak atas tanah yang dikenal dalam undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria, yaitu:
GIRIK
Tanah girik (sebutan lain: petok D, rincik, ketitir, dll) merupakan tanah-tanah bekas hak milik adat yang belum didaftarkan atau disertifikatkan pada Kantor Pertanahan setempat. Jadi Girik bukan tanda bukti atas tanah melainkan merupakan bukti bahwa pemilik girik adalah pembayar pajak (PBB) dan orang menguasai tanah milik adat atas bidang tanah tersebut beserta bangunan (bila ada) di atasnya
SHM (Sertifikat Hak Milik)
Sertifikat Hak Milik adalah jenis sertifikat yang pemiliknya memiliki hak penuh atas kepemilikan tanah pada kawasan dengan luas tertentu yang telah disebutkan dalam sertifikat tersebut. Status SHM adalah status yang paling kuat untuk kepemilikan lahan karena disini, lahan sudah menjadi milik seseorang tanpa campur tangan ataupun kemungkinan pemilikan pihak lain. Status Hak Milik juga tidak terbatas waktunya seperti Sertifikat hak Guna Bangunan.
Nilai properti dengan status SHM lebih tinggi dibandingkan SHGB dikarenakan tidak memiliki jatuh tempo, sehingga nilainya akan berkembang seiring dengan hukum permintaan dan penawaran akan tanah yang terus meningkat
Melalui sertifikat ini, pemilik bisa menggunakannya sebagai bukti kuat atas kepemilikan tanah, dengan kata lain bila terjadi masalah, maka nama yang tercantum dalam SHM adalah pemilik sah berdasarkan hukum. Sertifikat Hak Milik juga bisa menjadi alat yang kuat untuk transaksi jual beli, atau juga jaminan kredit. Proses mendapatkan sertifikat tanah melalui notaris/PPAT agar diuruskan ke BPN, dimana notaris lebih mengetahui seluk beluk dan syarat pembuatan seritifikat tanah. Syarat masing-masing berbeda bila tanah tersebut tanah hibah atau jual beli, tanah adat, tanah lelang, dan sebagainya
SHGB (Sertifikat Hak Guna Bangun)
SHGB merupakan hak yang diberikan pada Warga Negara Indonesia atau Badan Hukum yang didirikan menurut Hukum Indonesia untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun.
Dengan berlakunya UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, maka Jangka Waktu HGB diperpanjang, berdasarkan Pasal 22 ayat (1) huruf b, yaitu: “Hak Guna Bangunan dapat diberikan dengan jumlah 80 (delapan puluh) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 50 (lima puluh) tahun dan dapat diperbarui selama 30 (tiga puluh) tahun
SHSRS (Sertifikat Hak Satuan Rumah Susun)
Adapun SHSRS berhubungan dengan kepemilikan seseorang atas rumah vertikal, rumah susun yang dibangun di atas tanah dengan kepemilikan bersama. Pengaturan kepemilikan bersama dalam satuan rumah susun digunakan untuk memberi dasar kedudukan atas benda tak bergerak yang menjadi obyek kepemilikan di luar unit, mulai taman, tempat parkir, sampai area lobi.
PERSYARATAN AJB (akte jual beli)
Spoiler for PERSYARATAN AJB:
Penjual (Pihak Pertama):
Pihak Pertama (penjual) berikut suami/istri Penjual
Asli Sertifikat hak atas tanah yang akan dijual.
Kartu Tanda Penduduk Suami dan Isteri yang masih berlaku.
Jika Suami/istri penjual meninggal maka yang harus dibawa adalah Akte Kematian.
Bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Terahir dan lima tahun kebelakang
Surat Persetujuan Suami/Istri bagi yang sudah berkeluarga.
Kartu Keluarga.
NPWP (nomor pokok wajib pajak)
Calon pembeli (Pihak Kedua): Perorangan:
Foto copy KTP suami istri
Foto copy Kartu keluarga dan Akta Nikah
Foto copy Keterangan WNI atau ganti nama (bila ada, untuk WNI keturunan) Perusahaan:
Foto copy KTP Direksi & komisaris yang mewakili
Foto copy Anggaran dasar lengkap berikut pengesahannya dari Menteri kehakiman dan HAM RI
Rapat Umum Pemegang Saham PT untuk menjual atau Surat Pernyataan Sebagian kecil asset.
PROSES PEMBUATAN AJB DIKANTOR PPAT ATAU NOTARIS:
Spoiler for PROSES AJB:
Persiapan AJB:
Sebelum membuat Akta Jual Beli Pejabat Pembuat Akta Tanah melakukan pemeriksaan mengenai keaslian sertifikat ke kantor Pertanahan (BPN, badan pertanahan nasional)
Penjual harus membayar Pajak Penghasilan (PPh) yaitu 5% dari Harga Transaksi (atau dari NJOP) di bayarkan di Bank atau Kantor Pos
Calon pembeli dapat membuat pernyataan bahwa dengan membeli tanah tersebut ia tidak menjadi pemegang hak atas tanah yang melebihi ketentuan batas luas maksimum
Surat pernyataan dari penjual bahwa tanah yang dimiliki tidak dalam sengketa.
PPAT menolak pembuatan Akta jual Beli apabila tanah yang akan dijual sedang dalam sengketa atau dalam tanggungan di bank.
Pembuatan AJB:
Pembuatan akta harus dihadiri oleh penjual dan calon pembeli atau orang yang diberi kuasa dengan surat kuasa tertulis bermeterai cukup, jika dikuasakan.
Pembuatan akta harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua orang saksi biasanya dari perangkat desa jika melalui PPAT Sementara (camat) dan kedua pegawai Notaris Jika Melalui Notaris PPAT.
Pejabat Pembuat Akta Tanah membacakan akta dan menjelaskan mengenai isi dan maksud pembuatan akta, termasuk juga sudah lunas atau belum untuk transaksinya.
Bila isi akta telah disetujui oleh penjual dan calon pembeli maka akta ditandatangani oleh penjual, calon pembeli, saksi-saksi dan Pejabat Pembuat Akte Tanah.
Akta dibuat 2 lembar asli, satu lembar disimpan di Kantor PPAT dan satu lembar lainnya disampaikan ke Kantor Pertanahan untuk keperluan pendaftaran (balik nama).
Kepada penjual dan pembeli masing-masing diberikan salinannya.
Setelah Selesai Pembuatan AJB:
PPAT menyerahkan berkas Akta Jual Beli ke Kantor Pertanahan untuk keperluan balik nama sertifikat.
Surat permohonan balik nama yang ditandatangani oleh pembeli atau Kuasanya Jika Dikuasakan.
Akta jual beli PPAT yang sudah lengkap.
Asli Sertifikat hak atas tanah.
Foto Copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) pembeli dan penjual yang masih berlaku dan di legalisir.
Bukti pelunasan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan tahun Terahir.
Bukti pelunasan pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.
Proses di Kantor Pertanahan:
Setelah berkas disampaikan ke Kantor Pertanahan, Kantor Pertanahan memberikan tanda bukti penerimaan permohonan balik nama kepada PPAT, selanjutnya oleh PPAT tanda bukti penerimaan ini diserahkan kepada Pembeli.
Nama pemegang hak lama (penjual) di dalam buku tanah dan sertifikat dicoret dengan tinta hitam dan diparaf oleh Kepala Kantor Pertanahan atau Pejabat yang ditunjuk.
Nama pemegang hak yang baru (pembeli) ditulis pada halaman dan kolom yang ada pada buku tanah dan sertifikat dengan dibubuhi tanggal pencatatan dan ditandatangani oleh Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk.
Dalam waktu 14 (empat belas hari) pembeli sudah dapat mengambil sertifikat yang sudah atas nama pembeli di kantor pertanahan, atau dikantor PPAT.