Kaskus

News

tadnewAvatar border
TS
tadnew
Kritik atas Buku Leluhur Joko Widodo
Kritik atas Buku Leluhur Joko Widodo
Code:
Sebuah buku terbitan Pustaka Iiman berjudul ”Menapak Jejak Leluhur Joko Widodo; Kiai Abdul Jalal I - Sang Penakluk Jogopaten, Bulan Sabit Diatas Perdikan Kaliyoso” karangan ER Asura, cukup membuat gerah warga Pontianak, khususnya keturunan Kesultanan Kadriah Pontianak Kalimantan Barat. Hal ini bukan tanpa sebab, kegusaran itu muncul akibat sampul buku yang memuat lukisan seorang figur yang menjadi panutan dan merupakan salah seorang Pangeran dimasa Kesultanan Kadriah masih berjaya diawal-awal berdirinya.


Figur pada gambar sampul buku terbitan Mizan tersebut adalah lukisan Pangeran Syarif Hamid Alkadrie karya Raden Saleh. Beliau merupakan salahsatu putra pendiri kesultanan Kadriah di Pontianak, yakni Seri Paduka Teramat Mulia Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie.

Selain dikenal sebagai tokoh ulama terkemuka pada zamannya, Pangeran Syarif Hamid Alkadrie juga dikenal berjasa membantu perjuangan para tokoh-tokoh pejuang di tanah Betawi atau sekarang lebih dikenal dengan Jakarta. Terutama sekali dalam membantu perlawanan Tubagus Angke terhadap penjajahan VOC Belanda di Betawi. Untuk memudahkan dalam membantu para pejuang itu, Pangeran Syarif Hamid Alkadrie membebaskan sebuah lahan luas yang dulu dikenal sebagai “Kampung Bali” dan membangun sebuah pemukiman, madrasah dan mesjid ditempat tersebut.

Mengajarkan Islam adalah tugas utama Pangeran Hamid selama berada di tanah Betawi. Dan membantu perjuangan melawan VOC adalah pengabdian beliau terhadap cikal bakal berdirinya sebuah negara bangsa baru dikemudian hari, Indonesia. Beliau membekali para santrinya tidak hanya dengan semangat keberagamaan yang khaffah, namun selain itu juga membangkitkan semangat jihad dan rela berkorban atas kekejaman masa penjajahan yang dilakukan VOC Belanda pada masa itu. Pemukiman tempat beliau tinggal di Angke juga merupakan basis perlawanan para pejuang, tempat persembunyian mereka, yang meski berlokasi dekat dengan wilayah kekuasaan VOC ketika itu, namun sangat sulit bahkan tidak bisa dimasuki oleh para penjajah dan pengikutnya.

Kegigihan pengabdian Pangeran Syarif Hamid Alkadrie dalam mempertahankan tauhid dan memperjuangkan kemerdekaan, dijalaninya hingga akhir hayat beliau. Makam Pangeran Syarif Hamid Alkadrie sampai dengan sekarang masih dapat dikunjungi di Jakarta, berhadapan tepat dengan Masjid Jami Angke. Dan dikomplek makam itu terkubur pula jasad para syuhada tanah Betawi. Pada pusara Pangeran Syarif Hamid Alkadrie, akan dengan mudah kita temui lukisan karya Raden Saleh tersebut dipajang dengan jelas dan terawat baik.

Akhirnya, kita sangat menghargai para penulis-penulis sejarah lewat karya tulisan masing-masing. terkait dengan buku berjudul “Menapak Jejak Leluhur Joko Widodo; Kiai Abdul Jalal I - Sang Penakluk Jogopaten, Bulan Sabit Diatas Perdikan Kaliyoso” diatas, isi dari tulisan bolehjadi menjadi sebuah literatur yang baik untuk mengenang dan memperjelas leluhur atau kiprah seseorang dimasa lalunya. Tapi tidaklah sampai memajang gambar oranglain seperti terpampang pada sampul buku tersebut. Karena Pangeran Syarif Hamid Alkadrie jelas bukan Kiai Abdul Jalal I dimaksud si penulis buku, sebab Pangeran Syarif Hamid Alkadrie sejak awal perjuangan beliau hingga akhir hayatnya diketahui tidak memiliki keturunan.

Warga Pontianak khususnya Kesultanan Kadriah Pontianak tentu mengenal dengan baik siapa leluhur mereka baik dari gambar, foto, maupun identitas zuriyat yang tergambarkan jelas hingga memenuhi syarat nasab kepada putri Baginda Nabi Besar Muhammad Shallallaahu’alaihi Wasallam, Sayyidah Fatimah Az-Zahra yang diperistri oleh Khalifah Sayidina Ali bin Abu Thalib.

Semoga hal ini menjadi pelajaran kita bersama dalam mempercantik sebuah karya tulisan supaya tidak menggunakan sesuatu yang tentunya dapat menyakiti orang lain. Semoga Allah Seru Sekalian Alam memberikan Hikmah-Nya kepada kita semua.
Dari forum Kompas.com

Jawaban Pernerbit
Code:
Salam…
Semoga Bapak selalu sehat dan sukses menjalankan aktifitasnya.
Pertama, saya dari Penerbit Imania yang menerbitkan buku Kiai Abdul Jalal I: Sang Penakluk Jogo Paten, Bulan Sabit di Atas Perdikan Kaliyoso.
Terus terang kami kaget, membaca postingan Bapak soal cover novel yang kami terbitkan tersebut ternyata adalah foto Sultan Hamid Al Kadrie. Jika benar lukisan tersebut adalah Sultan Hamid Al Kadrie, karya Raden Saleh, kami memohon maaf yang sebenarnya kepada keluarga/ahli waris Sultan Hamid Al Kadrie di Pontianak. Kami tegaskan dalam desain cover ini tidak ada unsur kesengajaan untuk mengambil foto/lukisan orang lain untuk dijadikan sebuah cover buku. Memang kalau kita amati pose dan kostum sangat mirip, namun kalau kita lihat secara saksama muka di foto cover sangat berbeda. Mungkin itu menyangkut pendesainan cover.
Boleh kiranya kami menjelaskan soal desain cover. Jujur kami mengambil inspirasi dari foto Kiai Mojo (Sahabat dan teman perjuangan Pangeran Diponegoro sekaligus teman/sahabat Kiai Abdul Jalal I saat mondok/berguru dengan Kiai Baderan di Klaten).Ini hanya asumsi kami soal kostum. Persepsi desain kami soal kostum kemungkinan cara berpakaian Kiai Abdul Jalal menyerupai pose kiai Mojo dengan kostumnya. Kita juga gali soal cara berpakaian para pejuang Islam di tahun 18220-an. Yakni: memakai jubah, ada keris terselip di perut, dan memakai uden-udeng di kepala. Jujur kami mendapat inspirasi soal desain kostum dari:
1. http://umarabduh.blog.com/files/2011/07/UA-BLOG-Kyai-Maja.jpg
2. http://sr.rodovid.org/images/thumb/d/df/Kyai_Maja6.jpg/300px-Kyai_Maja6.jpg
Soal inspirasi desain wajah dan postur fisik: kami memawancarai langsung keluarga/ ahli waris Kiai Abdul Jalal I di Solo. Bahkan kami mewawancari seorang kiai sepuh di daerah Purwosari, di mana beliau adalah keturunan Kiai Abdul Jalal I yang paling tua. Karena tidak adanya dokumentasi foto/lukisan dari keluarga/ keturunan Kiai Abdul Jalal, kami hanya menanyakan perkiraan tentang bentuk muka/ fisik Kiai Abdul Jalal I. Mereka mengilustrasikan bahwa Kiai Abdul Jalal I itu kurus, badan tinggi, muka lonjong, berjanggut. Untuk sketsa/foto memang kami desain Kiai Abdul Jalal I dalam usia tua. Karena memang ketika pecah perang Diponegoro, di mana beliau ikut memback up perjuangan dalam usia sepuh. Akhirnya kami tuangkan dalam desain cover. Kami juga ada file asli cover Kiai Abdul Jalal I. Sangat beda antara muka Sultan Hamid Al Kadrie dan Kiai Abdul Jalal (hasil desain cover kami).
Soal kesamaan kostum dan pose: kami memohon maaf sebesar-besarnya jika benar itu sama dengan lukisan Raden Saleh. Terus terang, tidak ada unsur kesengajaan kami untuk mengambil foto orang dan dijadikan cover sebuah buku komersil. Apalagi kesengajaan kami untuk memburu rente, mengambil keuntungan dengan mengambil foto/lukisan seorang pejuang dan tokoh besar (Sultan Hamid Al Kadrie).
Membaca komentar di bawah Posting Bapak soal kami mendukung salah satu tokoh dengan memanfaatkan foto/dokumentasi orang: saya tegaskan tidak ada sama sekali niatan itu. Buku ini kami terbitkan murni untuk mengedukasi masyarakat Indonesia melalui karya novel untuk menggali semangat perjuangan, keikhlasan, patriotisme dan cinta tanah air tentang sosok Kiai Abdul Jalal. Ini murni kami (penerbit) yang biayai riset, proses pra produksi, produksi, cetak dan distribusinya. Kami tidak mendapatkan seperpun dana dari funding atau tim sukses seseorang. Sekali lali niatan kami hanyalah menocoba menerbitkan buku-buku tentang tokoh-tokoh inspratif yang berjasa untuk bangsa ini, namun jarang diekpose atau dibahas oleh sejarawan.
Sekali, kami mohon maaf atas ketidaknyamanan ini. Terima kasih atas kritiknya, semoga ke depan kami lebih berhati-hati dalam mengemas sebuah buku.


Komentar dari Pihak keluarga
Code:
1. Kami berhusnudzan/berprasangka baik apabila dipajangnya gambar Pangeran Syarif Hamid Alkadrie Jamalullail Ba’alawi disampul buku/novel tersebut disebabkan ketidaktahuan atau minimnya informasi yang terkait lukisan tersebut.
2. Dari dua link yang bapak jadikan referensi untuk merekonstruksi/rekayasa figur yang diangkat didalam buku/novel tersebut, jelas terlihat sangat otentik dengan lukisan yang menjadi koleksi kami, bahkan meskipun dilakukan perubahan atas mimik/ekspresi pada wajah figur dalam lukisan, atau memindahkan tangan kanan yang semula tidak kelihatan menjadi serata dengan tangan kiri lukisan. Namun sesungguhnya hal itu tidak terlihat merubah secara detail keseluruhan lukisan sehingga masih dapat dikenali dengan sangat baik bahwa gambar lukisan pada sampul buku/novel tersebut adalah Pangeran Syarif Hamid Alkadrie. Lukisan asli karya Raden Saleh tersebut dibuat pada tahun 1853 M sejatinya saat ini tersimpan rapi di Musium Kerajaan Belanda. Ada tiga sketsa lukisan tersebut yang berada di tiga tempat berbeda. Pertama; Lukisan Asli di Musium Belanda, Kedua; Lukisan yang dipajang dimakam Allahuyarham di Komplek Pemakaman Jalan Pangeran Tubagus Angke, Jakarta. Ketiga; Lukisan yang terpajang selama ratusan tahun di Istana Kadriah Pontianak Kalimantan Barat. silakan lihat disini
- https://plus.google.com/111067610869690977989/posts/aqi1SfgoFkf
Dan juga foto asli dari Allahyarham yang saat ini saya simpan sebagai koleksi pribadi.
3. Yang menjadi kekhawatiran kami adalah. dikemudian hari publik hanya akan mengenali lukisan tersebut sebagai Kiai Abdul Jalal I sebagaimana sampul buku yang bapak terbitkan, menjadi referensi. Tentu saja itu akan membuat kami berada pada posisi tidak nyaman, seolah mengaku-ngaku bahwa lukisan itu sebagai milik kami. Maka melalui artikel ini kami meluruskan itu dan terima kasih atas respon bapak selaku pihak penerbit. Untuk itu kami meminta kebijaksanaan terbaik sebagai win-win solution agar dikemudian hari tidak terjadi masalah literatur pada sejarah kita masing-masing.
Melalui media ini kita bertabayyun menunjukkan bahwa sebagai manusia tentu kita tak luput dari kekhilafan, hanyalah Allah dan Rasul-Nya yang terbebas dari kekeliruan-kekeliruan. Saya selaku pribadi masih berprasangka baik terhadap hal ini, kami pun tak mengutak-atik isi dari buku/novel tersebut melainkan hanya lukisan yang terpajang pada sampul buku/novel dimaksud. Sebab itu merupakan salah satu ulama kami yang juga merupakan penyebar agama Islam di Nusantara. Jadi dimohon teramat sangat kerapatan mafhum akan pengertian dan kebijaksanaannya
Hamdan liRabbin Khasshana biMuhammadin, Wassalam.
Diubah oleh tadnew 09-09-2014 14:57
0
3K
2
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan