Bulan April lalu SHiOWTIME mengudarakan serial dokumenter, "Years Of Living Dangerously". Di episode perdana dalam salah satu segmen digambarkan bagaimana seorang Harrison Ford masuk ke hutan Kalimantan untuk melihat kenyataan pahit kerusakan hutan yang sangat hebat akibat ulah manusia.

Tayangan semacam itu hanya satu dari sekian banyak upaya untuk menggugah kesadaran manusia akan adanya krisis yang sangat berat yang dihadapi peradaban manusia saat ini. Tidak hanya masalah lingkungan seperti perubahan iklim atau pemanasan global, ada juga krisis energi akibat makin langkanya cadangan energi fosil sementara energi terbarukan belum juga mampu memberi kontribusi yang signifikan.

Di berbagai belahan dunia juga terjadi krisis pangan. Kurang lebih 1 miliar orang saat ini sedang mengalami bahaya kelaparan akibat harga pangan yang tidak terjangkau karena makin langkanya pasokan. Ada lagi krisis ekonomi yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir di Amerika dan Eropa, yang masih akan terjadi lagi di waktu yang akan datang dalam skala yang lebih hebat karena belum tuntasnya upaya penyelesaian krisis yang lalu.

Ini semua bukan lagi krisis yang terpisah, tapi bagian dari sebuah krisis peradaban. Krisis ini tidak bisa diselesaikan oleh sekelompok elit manusia-manusia saja, tapi semua orang. Bumi ini bagaikan sebuah rumah besar yang sedang mengalami kebakaran di sebuah ruangannya. Semua penghuni rumah harus bahu-membahu memadamkan api kalau tidak ingin kebakaran itu menghanguskan seluruh rumah dan semua penghuninya akan kehilangan. Rasanya tidak bertanggung jawab kalau ada orang yang tidak mau tahu atau tidak peduli dengan berbagai alasan.

Tapi kompleksnya masalah sering membuat orang juga kesulitan untuk ikut peduli. Dari mana harus memulainya dan dengan cara apa? Akibatnya banyak orang yang sebenarnya berniat baik untuk peduli tapi mengurungkan niatnya atau kehilangan semangat karena masalah ini.

Kampanye pilpres yang lalu memberi inspirasi saya bahwa masalah ini bisa diatasi. Pada waktu itu Jokowi ditanya mengenai visi dan misinya untuk Indonesia. Dengan mengejutkan ia menjawab: "Revolusi Mental". Benar, masalah super kompleks yang dialami bangsa ini bisa diselesaikan dengan mulai mengubah manusia, bukan cuma sistemnya saja. Pola ini juga bisa dikembangkan untuk menyelesaikan krisis peradaban yang sedang terjadi di dunia!

Krisis peradaban pada dasarnya adalah akibat dari akumulasi sikap manusia yang telah kehilangan kemanusiaanya. Hilangnya kemanusiaan membuat manusia membangun sistem peradaban yang destruktif hingga akhirnya alam berbalik melawan. Ini bisa diperbaiki dengan Revolusi Mental, yaitu mengubah manusia menjadi kembali manusiawi.

Saya yakin ini bisa menjadi kunci untuk memulihkan peradaban manusia dan menjadikannya lebih baik. Revolusi Mental bisa dilakukan siapa saja dan bisa dimulai saat ini juga. Sekalipun istilah Revolusi Mental terinspirasi dari event politik, gerakan Revolusi Mental yang dimaksud tidak ada hubungannya dengan ideologi atau partai politik tertentu.

Jika agan merasa sebagai bagian dari satu umat manusia yang menghuni satu rumah besar bernama bumi, dan terpanggil untuk ikut peduli pada krisis yang terjadi, kami mengajak agan-agan sekalian untuk ikut menyebarkan semangat dan gerakan Revolusi Mental ini ke siapapun, tidak hanya di Indonesia tapi juga ke seluruh dunia.

Silahkan hubungi situs kami di:

http://www.mentalrevo.org

Situs di atas saat ini baru tersedia dalam bahasa Inggris.

Atau silahkan download e-book Revolusi Mental DISINI (mumpung gratis)

Kami juga butuh masukan-masukan agar gerakan ini bisa punya dampak yang signifikan. Bisa dibahas di forum ini atau via PM.