- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
[07 09 2004] Hari Ini 10 Tahun Lalu, Munir Dibunuh


TS
alnjaya
[07 09 2004] Hari Ini 10 Tahun Lalu, Munir Dibunuh
![[07 09 2004] Hari Ini 10 Tahun Lalu, Munir Dibunuh](https://dl.kaskus.id/statik.tempo.co/data/2014/09/04/id_321631/321631_620.jpg)
Quote:
INILAHCOM, Jakarta—GA 974, 7 September 2004. Untuk kesekian kalinya lelaki itu kembali muntah. Tak hanya dari mulut, ia pun telah berkali-kali keluar masuk mengeluarkan isi perut di WC pesawat yang sempit. Kini cairan yang dikeluarkannya itu tak lagi keruh oleh makanan yang telah ia telan. Jauh sudah lebih encer, nyaris bening.
Lambungnya terasa bagai disayat-sayat pisau yang lama dibakar api. Ditoreh, mengiris tipis-tipis kulit lambungnya. Pedih, dan panas bagaikan terbakar.
Itu kali keenam ia bolak-balik WC. Bukan tanpa pertolongan. Pramugari Tia Dwi Ambara sempat memberinya teh manis, pertolongan yang bisa ia berikan ketika Promag yang diminta lelaki berambut merah itu ternyata tak ada. ”Tak ada, Pak Munir,” kata Tia.
Lelaki itu bernama Munir, aktivis hak asasi yang tengah dalam perjalanan ke Belanda, untuk belajar, memperdalam ilmu dan meluaskan wawasan.
Ketika rasa sakit itu dirasakan Munir seolah membetot dan memburai ususnya hingga ia mengaduh, para kru pesawat kini dibantu seorang dokter yang juga berada di pesawat itu. Dr Tarmizi dari RS Harapan Kita. Sang dokter bersama purser Madjib dan Pramugara Asep Rochmat membawa Munir ke kursi 4D di kelas bisnis yang lebih lapang.
”Minim sekali. Tak ada obat mulas, tak ada obat muntaber. Terutama yang saat ini sangat dibutuhkan, infus,” kata dr Tarmizi saat memeriksa doctor’s emergency kit yang diberikan seorang pramugara. Ia kecewa. Diambilnya dari tasnya sendiri dua butir obat diare New Diatabs, juga obat mual dan perut kembung, Zantacts dan Promag, masing-masing sebutir.
Dr Tarmizi juga sempat memberi Munir cairan antimual Primperam. Dengan jarum suntik disedotnya 5 ml, dosis satu ampul, disuntikkannya ke bahu kiri Munir. Cukup ampuh, Munir pun tertidur.
Beberapa saksi mata melihat itu bukan tidur yang lelap. Munir terlihat gelisah. Mungkin ia tertidur dalam gelisah. Mungkin juga merem untuk mengurangi rasa sakitnya.
Tetapi tak lama Munir kembali mengaduh. Mungkin begitu sakit sampai meminta dirinya dibaringkan di lantai. Ia memohon, hingga pramugara membentang selimut sebagai alas di depan kursi 4D-E. Sebuah bantal diletakkan di sana. Di situlah Munir terbaring. Tapi tak pernah diam. Ia mengaduh, berguling-guling dengan gelisah.
Dr Tarmizi membuka kembali kotak obat. Diambilnya Diazepam 5 ml. Untuk kedua kalinya Munir bahu Munir disuntik. Obat penenang itu tak manjur. Ia masih harus dibawa lagi ke WC; muntah dan buang air.
Sekembalinya dari WC, Munir terlihat agak tenang. Atau mungkin sudah kepayahan hingga tak lagi mampu banyak bergerak. Pada pukul 05.15 GMT atau 12.10 WIB keesokan harinya, purser Madjib terpekik saat menemui lelaki itu di ‘tempat tidur’nya. Dengan posisi miring menghadap kursi, dilihatnya air liur tak berbusa mengalir dari sudut mulut Munir. Ketika dipegang, telapak tangan Munir terlihat biru. Dingin. Dokter Tarmizi yang datang kemudian menegaskan Munir telah meninggal.
Dua jam sebelum mendarat, 40 ribu kaki di atas bumi Rumania, pramugara Asep Rochman dan Bondan membacakan yasin untuk jenazah yang kini dibaringkan di lantai depan kursi 4J-K. Munir
***
Satu dasa warsa kini, kematian Munir masih bersaput misteri. Banyak pihak meyakini, yang telah dijebloskan ke balik jeruji besi, bukanlah pelaku yang asli. Banyak pihak percaya, ada banyak hal yang masih ditutupi.
Bila benar, semoga saja ada perhatian besar kembali berpaling ke kasus ini. Agar kematian Munir tak sia-sia. Agar tak ada lagi yang menyepelekan harga satu nyawa. Sebab bukankah agama berkata, membunuh satu nyawa tanpa hak, sejatinya tak kurang dari membunuh semua umat manusia.
Apalagi itu nyata-nyata nyawa seorang yang punya banyak jasa, nyawa seorang yang telah membuat publik negeri ini membuka mata. [dsy]
ember : [url]http://nasional.inilah..com/read/detail/2133963/hari-ini-10-tahun-lalu-munir-dibunuh#.VAwT4sJ_sQM[/url]
Lambungnya terasa bagai disayat-sayat pisau yang lama dibakar api. Ditoreh, mengiris tipis-tipis kulit lambungnya. Pedih, dan panas bagaikan terbakar.
Itu kali keenam ia bolak-balik WC. Bukan tanpa pertolongan. Pramugari Tia Dwi Ambara sempat memberinya teh manis, pertolongan yang bisa ia berikan ketika Promag yang diminta lelaki berambut merah itu ternyata tak ada. ”Tak ada, Pak Munir,” kata Tia.
Lelaki itu bernama Munir, aktivis hak asasi yang tengah dalam perjalanan ke Belanda, untuk belajar, memperdalam ilmu dan meluaskan wawasan.
Ketika rasa sakit itu dirasakan Munir seolah membetot dan memburai ususnya hingga ia mengaduh, para kru pesawat kini dibantu seorang dokter yang juga berada di pesawat itu. Dr Tarmizi dari RS Harapan Kita. Sang dokter bersama purser Madjib dan Pramugara Asep Rochmat membawa Munir ke kursi 4D di kelas bisnis yang lebih lapang.
”Minim sekali. Tak ada obat mulas, tak ada obat muntaber. Terutama yang saat ini sangat dibutuhkan, infus,” kata dr Tarmizi saat memeriksa doctor’s emergency kit yang diberikan seorang pramugara. Ia kecewa. Diambilnya dari tasnya sendiri dua butir obat diare New Diatabs, juga obat mual dan perut kembung, Zantacts dan Promag, masing-masing sebutir.
Dr Tarmizi juga sempat memberi Munir cairan antimual Primperam. Dengan jarum suntik disedotnya 5 ml, dosis satu ampul, disuntikkannya ke bahu kiri Munir. Cukup ampuh, Munir pun tertidur.
Beberapa saksi mata melihat itu bukan tidur yang lelap. Munir terlihat gelisah. Mungkin ia tertidur dalam gelisah. Mungkin juga merem untuk mengurangi rasa sakitnya.
Tetapi tak lama Munir kembali mengaduh. Mungkin begitu sakit sampai meminta dirinya dibaringkan di lantai. Ia memohon, hingga pramugara membentang selimut sebagai alas di depan kursi 4D-E. Sebuah bantal diletakkan di sana. Di situlah Munir terbaring. Tapi tak pernah diam. Ia mengaduh, berguling-guling dengan gelisah.
Dr Tarmizi membuka kembali kotak obat. Diambilnya Diazepam 5 ml. Untuk kedua kalinya Munir bahu Munir disuntik. Obat penenang itu tak manjur. Ia masih harus dibawa lagi ke WC; muntah dan buang air.
Sekembalinya dari WC, Munir terlihat agak tenang. Atau mungkin sudah kepayahan hingga tak lagi mampu banyak bergerak. Pada pukul 05.15 GMT atau 12.10 WIB keesokan harinya, purser Madjib terpekik saat menemui lelaki itu di ‘tempat tidur’nya. Dengan posisi miring menghadap kursi, dilihatnya air liur tak berbusa mengalir dari sudut mulut Munir. Ketika dipegang, telapak tangan Munir terlihat biru. Dingin. Dokter Tarmizi yang datang kemudian menegaskan Munir telah meninggal.
Dua jam sebelum mendarat, 40 ribu kaki di atas bumi Rumania, pramugara Asep Rochman dan Bondan membacakan yasin untuk jenazah yang kini dibaringkan di lantai depan kursi 4J-K. Munir
***
Satu dasa warsa kini, kematian Munir masih bersaput misteri. Banyak pihak meyakini, yang telah dijebloskan ke balik jeruji besi, bukanlah pelaku yang asli. Banyak pihak percaya, ada banyak hal yang masih ditutupi.
Bila benar, semoga saja ada perhatian besar kembali berpaling ke kasus ini. Agar kematian Munir tak sia-sia. Agar tak ada lagi yang menyepelekan harga satu nyawa. Sebab bukankah agama berkata, membunuh satu nyawa tanpa hak, sejatinya tak kurang dari membunuh semua umat manusia.
Apalagi itu nyata-nyata nyawa seorang yang punya banyak jasa, nyawa seorang yang telah membuat publik negeri ini membuka mata. [dsy]
ember : [url]http://nasional.inilah..com/read/detail/2133963/hari-ini-10-tahun-lalu-munir-dibunuh#.VAwT4sJ_sQM[/url]
Quote:
Surat Menlu AS Mengenang 10 Tahun Kematian Munir
TEMPO.CO, Washington, DC - Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry turut memperingati sepuluh tahun tewasnya Munir Said Thalib, aktivis hak asasi manusia (HAM), akibat diracun saat dalam penerbangan ke Belanda. Dalam surat elektronik yang diterima Tempo, Kerry mengenang Munir.
Di awal surat, Kerry menyapa rakyat Indonesia yang menyayangi Munir. "Ia dikenal dengan nama yang sederhana: Munir. Munir mengabdikan hidupnya untuk membuat Tanah Airnya lebih demokratis, lebih bebas, dan lebih manusiawi atau bermartabat. Sepuluh tahun lalu, hari ini, seseorang telah membunuhnya karena takut bahwa dia, sang pembela HAM, mungkin akan berhasil meraih cita-cita besarnya," kata Kerry.(Baca:Istri Munir: Jokowi Lakukan Kesalahan Pertama)
"Sayang, sampai hari ini, keadilan belum juga menemukan jalan bagi Munir. Penyelidikan menyeluruh terhadap para pihak yang diduga terlibat dalam kasus pembunuhannya masih belum jelas. Pada 2004, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan penuntasan kasus Munir akan menjadi sebuah ujian bagi demokrasi Indonesia. Suatu pernyataan yang masih berlaku sampai saat ini. Kami mendukung semua upaya, dari segala pihak, untuk menyeret siapa pun pihak yang terlibat, termasuk sang pemberi perintah pembunuhan Munir."
"Munir adalah suara hati nurani dan kegamblangan." Dia, Kerry melanjutkan, telah menginspirasi para aktivis dari generasi ke generasi, kaum cendekia, dan pelayan rakyat yang saat ini mentransformasi Indonesia. "Begitu banyak orang, termasuk istri yang ia tinggalkan, Suciwati, mengenang Munir dengan cara terus meneruskan apa yang ia perjuangkan." (Baca:Menolak Lupa, PPI Canberra Ingatkan Kasus Munir)
"Hari ini, izinkan kami, rakyat Amerika Serikat, bergabung dengan masyarakat Indonesia untuk mengenang peninggalan atau pusaka Munir Said Thalib. Kami menyerukan perlindungan bagi semua yang mengabdikan diri dan berdedikasi untuk perdamaian, demokrasi, dan HAM di seluruh penjuru dunia."
Sepuluh tahun lalu, pada 7 September 2004, Munir tewas diracun di dalam pesawat Garuda Indonesia ketika melakukan perjalanan Jakarta-Amsterdam. Bagi sebagian besar aktivis HAM di Indonesia, vonis majelis hakim di pengadilan kepada Pollycarpus Budihari Priyanto yang dianggap sebagai pelaku pembunuhan bukanlah akhir kasus Munir.
ember : http://www.tempo.co/read/news/2014/0...Kematian-Munir
TEMPO.CO, Washington, DC - Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry turut memperingati sepuluh tahun tewasnya Munir Said Thalib, aktivis hak asasi manusia (HAM), akibat diracun saat dalam penerbangan ke Belanda. Dalam surat elektronik yang diterima Tempo, Kerry mengenang Munir.
Di awal surat, Kerry menyapa rakyat Indonesia yang menyayangi Munir. "Ia dikenal dengan nama yang sederhana: Munir. Munir mengabdikan hidupnya untuk membuat Tanah Airnya lebih demokratis, lebih bebas, dan lebih manusiawi atau bermartabat. Sepuluh tahun lalu, hari ini, seseorang telah membunuhnya karena takut bahwa dia, sang pembela HAM, mungkin akan berhasil meraih cita-cita besarnya," kata Kerry.(Baca:Istri Munir: Jokowi Lakukan Kesalahan Pertama)
"Sayang, sampai hari ini, keadilan belum juga menemukan jalan bagi Munir. Penyelidikan menyeluruh terhadap para pihak yang diduga terlibat dalam kasus pembunuhannya masih belum jelas. Pada 2004, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan penuntasan kasus Munir akan menjadi sebuah ujian bagi demokrasi Indonesia. Suatu pernyataan yang masih berlaku sampai saat ini. Kami mendukung semua upaya, dari segala pihak, untuk menyeret siapa pun pihak yang terlibat, termasuk sang pemberi perintah pembunuhan Munir."
"Munir adalah suara hati nurani dan kegamblangan." Dia, Kerry melanjutkan, telah menginspirasi para aktivis dari generasi ke generasi, kaum cendekia, dan pelayan rakyat yang saat ini mentransformasi Indonesia. "Begitu banyak orang, termasuk istri yang ia tinggalkan, Suciwati, mengenang Munir dengan cara terus meneruskan apa yang ia perjuangkan." (Baca:Menolak Lupa, PPI Canberra Ingatkan Kasus Munir)
"Hari ini, izinkan kami, rakyat Amerika Serikat, bergabung dengan masyarakat Indonesia untuk mengenang peninggalan atau pusaka Munir Said Thalib. Kami menyerukan perlindungan bagi semua yang mengabdikan diri dan berdedikasi untuk perdamaian, demokrasi, dan HAM di seluruh penjuru dunia."
Sepuluh tahun lalu, pada 7 September 2004, Munir tewas diracun di dalam pesawat Garuda Indonesia ketika melakukan perjalanan Jakarta-Amsterdam. Bagi sebagian besar aktivis HAM di Indonesia, vonis majelis hakim di pengadilan kepada Pollycarpus Budihari Priyanto yang dianggap sebagai pelaku pembunuhan bukanlah akhir kasus Munir.
ember : http://www.tempo.co/read/news/2014/0...Kematian-Munir
Quote:
10 Tahun Kematian Munir, KontraS Tuntut 3 Hal ke Jokowi dan SBY
Liputan6.com, Jakarta - Tepat hari ini pejuang hak asasi manusia (HAM) Munir wafat, akibat diracun saat penerbangan menuju Belanda. Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar menilai masih banyak hal yang belum terkuak dari kasus tersebut. KontraS pun meminta 3 hal.
"Pertama, meminta Presiden untuk membuka temuan dan rekomendasi TPF Munir (Tim Pencari Fakta Kasus Munir) secepat-cepatnya. Kedua, Presiden SBY dan calon presiden Jokowi (Joko Widodo) segera memastikan penyelesaian kasus sebagai bagian dari komitmen yang harus diselesaikan. Ketiga, Jokowi patut mempertimbangkan target penyelesaian kasus ini untuk memilih jaksa agung," jelas Haris Azhar di Jakarta, Minggu (7/9/2014).
Di akhir masa pemerintahan, KontraS meminta Presiden SBY untuk segera membuka Laporan Tim Pencari Fakta Pembunuhan Munir. Sebab, 10 tahun kasus Munir berlalu, hingga kini belum juga terkuak. Divonisnya 3 orang yang terlibat tidak cukup membuka atau menarik tanggung jawab orang-orang di level tertinggi sebagai otak atau dalang pelaku pembunuhan Munir.
"Lebih jauh lagi hasil TPF hingga kini belum juga diumumkan meskipun ada kewajiban berdasarkan Keputusan Presiden No 111 tahun 2004 tentang Pembentukan Tim Pencari Fakta Kasus Meninggalnya Munir butir ke-9 yang menyebutkan pemerintah mengumumkan hasil penyelidikan tim kepada masyarakat," ungkap Haris.
KontraS menilai tindakan mengumumkan hasil TPF tidak hanya dalam rangka menjalankan kewajiban berdasarkan keppres tapi juga secara khusus memberikan informasi kepada masyarakat apa yang menjadi temuan dari Tim Pencari Fakta Kasus Kematian Munir. Baik dari segi motif pembunuhan dan para pelaku pembunuhan serta menjadi pintu masuk untuk dilakukannya proses hukum yang lebih mendalam.
"Jika hal itu tidak dilakukan KontraS bersama elemen masyarakat akan menempuh gugatan CLS (Citizen Law Suit) sebuah gugatan warga negara untuk menggugat tanggung jawab penyelenggara negara atas kelalaian memenuhi hak-hak warga negara," tandas Haris.
Pada 7 September 2004 silam, Munir ditemukan meninggal dalam penerbangan dari Jakarta menuju Belanda. Sebuah otopsi yang dilakukan pihak berwenang Belanda menunjukkan bahwa ia telah diracun dengan arsenik.
Adapun Munir selalu dalam keadaan bahaya sebagai akibat dari kerja-kerja hak asasi manusianya. Pada 2002 dan 2003, kantornya diserang, sedangkan pada Agustus 2003, sebuah bom meledak di luar rumahnya di Bekasi, Jawa Barat. (Yus)
ember : http://news.liputan6.com/read/210202...jokowi-dan-sby
Liputan6.com, Jakarta - Tepat hari ini pejuang hak asasi manusia (HAM) Munir wafat, akibat diracun saat penerbangan menuju Belanda. Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar menilai masih banyak hal yang belum terkuak dari kasus tersebut. KontraS pun meminta 3 hal.
"Pertama, meminta Presiden untuk membuka temuan dan rekomendasi TPF Munir (Tim Pencari Fakta Kasus Munir) secepat-cepatnya. Kedua, Presiden SBY dan calon presiden Jokowi (Joko Widodo) segera memastikan penyelesaian kasus sebagai bagian dari komitmen yang harus diselesaikan. Ketiga, Jokowi patut mempertimbangkan target penyelesaian kasus ini untuk memilih jaksa agung," jelas Haris Azhar di Jakarta, Minggu (7/9/2014).
Di akhir masa pemerintahan, KontraS meminta Presiden SBY untuk segera membuka Laporan Tim Pencari Fakta Pembunuhan Munir. Sebab, 10 tahun kasus Munir berlalu, hingga kini belum juga terkuak. Divonisnya 3 orang yang terlibat tidak cukup membuka atau menarik tanggung jawab orang-orang di level tertinggi sebagai otak atau dalang pelaku pembunuhan Munir.
"Lebih jauh lagi hasil TPF hingga kini belum juga diumumkan meskipun ada kewajiban berdasarkan Keputusan Presiden No 111 tahun 2004 tentang Pembentukan Tim Pencari Fakta Kasus Meninggalnya Munir butir ke-9 yang menyebutkan pemerintah mengumumkan hasil penyelidikan tim kepada masyarakat," ungkap Haris.
KontraS menilai tindakan mengumumkan hasil TPF tidak hanya dalam rangka menjalankan kewajiban berdasarkan keppres tapi juga secara khusus memberikan informasi kepada masyarakat apa yang menjadi temuan dari Tim Pencari Fakta Kasus Kematian Munir. Baik dari segi motif pembunuhan dan para pelaku pembunuhan serta menjadi pintu masuk untuk dilakukannya proses hukum yang lebih mendalam.
"Jika hal itu tidak dilakukan KontraS bersama elemen masyarakat akan menempuh gugatan CLS (Citizen Law Suit) sebuah gugatan warga negara untuk menggugat tanggung jawab penyelenggara negara atas kelalaian memenuhi hak-hak warga negara," tandas Haris.
Pada 7 September 2004 silam, Munir ditemukan meninggal dalam penerbangan dari Jakarta menuju Belanda. Sebuah otopsi yang dilakukan pihak berwenang Belanda menunjukkan bahwa ia telah diracun dengan arsenik.
Adapun Munir selalu dalam keadaan bahaya sebagai akibat dari kerja-kerja hak asasi manusianya. Pada 2002 dan 2003, kantornya diserang, sedangkan pada Agustus 2003, sebuah bom meledak di luar rumahnya di Bekasi, Jawa Barat. (Yus)
ember : http://news.liputan6.com/read/210202...jokowi-dan-sby
Quote:
Amerika Serikat turut mengenang kematian Munir
Hari ini 10 tahun yang lalu, Klik Munir dinyatakan meninggal dunia di atas pesawat Garuda Indonesia tujuan Amsterdam, Belanda. Otopsi menunjukkan adanya kandungan arsenik dalam jumlah besar di tubuhnya.
"Sepuluh tahun yang lalu, seseorang membunuh Munir karena mereka khawatir ia akan berhasil membuat negaranya menjadi lebih demokratis, lebih bebas dan lebih manusiawi," kata John Kerry dalam pernyataan tertulis yang diterima BBC Indonesia.
"Hari ini kami bergabung dengan rakyat Indonesia untuk mengenang Munir Said Thalib dan kami menyerukan perlindungan untuk mereka yang bekerja demi perdamaian, demokrasi dan kebebasan di seluruh dunia," demikian kata pernyataan itu.
Kerry juga mengatakan bahwa keadilan belum sepenuhnya terpenuhi. "Pada 2004, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengakui bahwa resolusi kredibel terhadap kasus Munir akan menjadi ujian kunci bagi demokrasi Indonesia. Hal itu masih berlaku sampai sekarang. Kami mendukung semua upaya untuk membawa siapa pun yang memerintahkan Munir dibunuh ke meja hijau."
Meminta keadilan
Sementara itu, istri mendiang Munir dalam wawancara dengan BBC Indonesia beberapa waktu lalu mengatakan kasus ini belum selesai.
"Kalau hanya pelaku lapangannya saja sih, itu mah gampang saya pikir. Tapi dalangnya? Sampai sekarang masih bebas. Dan kita bisa lihat itu. Selama kasusnya tidak terselesaikan, yah kita (Suciwati dan aktivis pegiat hak asasi manusia) akan tetap minta, pemenuhan keadilannya," kata Suciwati.
Di Indonesia sendiri, berbagai kegiatan Klik memperingati kematian Munir juga marak diadakan dengan slogan "Munir ada dan berlipat ganda."
Sementara itu masyarakat Indonesia di Australia sejak awal bulan September mengadakan berbagai acara memperingati kematian Munir.
Sejumlah kegiatan seperti diskusi, pemutaran film, doa bersama serta aksi diselenggarakan di sejumlah kota besar seperti Canberra, Sydney, Brisbane, Melbourne serta kemungkinan di beberapa kota lainnya di Australia.
Munir Said Thalib meninggal dunia pada usia 39 tahun dalam perjalanan ke Amsterdam untuk menempuh pendidikan S2 bidang hukum humaniter di Universitas Utrecht.
Hari ini 10 tahun yang lalu, Klik Munir dinyatakan meninggal dunia di atas pesawat Garuda Indonesia tujuan Amsterdam, Belanda. Otopsi menunjukkan adanya kandungan arsenik dalam jumlah besar di tubuhnya.
"Sepuluh tahun yang lalu, seseorang membunuh Munir karena mereka khawatir ia akan berhasil membuat negaranya menjadi lebih demokratis, lebih bebas dan lebih manusiawi," kata John Kerry dalam pernyataan tertulis yang diterima BBC Indonesia.
"Hari ini kami bergabung dengan rakyat Indonesia untuk mengenang Munir Said Thalib dan kami menyerukan perlindungan untuk mereka yang bekerja demi perdamaian, demokrasi dan kebebasan di seluruh dunia," demikian kata pernyataan itu.
Kerry juga mengatakan bahwa keadilan belum sepenuhnya terpenuhi. "Pada 2004, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengakui bahwa resolusi kredibel terhadap kasus Munir akan menjadi ujian kunci bagi demokrasi Indonesia. Hal itu masih berlaku sampai sekarang. Kami mendukung semua upaya untuk membawa siapa pun yang memerintahkan Munir dibunuh ke meja hijau."
Meminta keadilan
Sementara itu, istri mendiang Munir dalam wawancara dengan BBC Indonesia beberapa waktu lalu mengatakan kasus ini belum selesai.
"Kalau hanya pelaku lapangannya saja sih, itu mah gampang saya pikir. Tapi dalangnya? Sampai sekarang masih bebas. Dan kita bisa lihat itu. Selama kasusnya tidak terselesaikan, yah kita (Suciwati dan aktivis pegiat hak asasi manusia) akan tetap minta, pemenuhan keadilannya," kata Suciwati.
Di Indonesia sendiri, berbagai kegiatan Klik memperingati kematian Munir juga marak diadakan dengan slogan "Munir ada dan berlipat ganda."
Sementara itu masyarakat Indonesia di Australia sejak awal bulan September mengadakan berbagai acara memperingati kematian Munir.
Sejumlah kegiatan seperti diskusi, pemutaran film, doa bersama serta aksi diselenggarakan di sejumlah kota besar seperti Canberra, Sydney, Brisbane, Melbourne serta kemungkinan di beberapa kota lainnya di Australia.
Munir Said Thalib meninggal dunia pada usia 39 tahun dalam perjalanan ke Amsterdam untuk menempuh pendidikan S2 bidang hukum humaniter di Universitas Utrecht.
Diubah oleh alnjaya 07-09-2014 15:32
0
4.3K
Kutip
38
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan