Ahok: Teriak-teriak Jangan "Nyolong", tetapi Tak Mau Diperiksa Hartanya
Sabtu, 6 September 2014 | 18:49 WIB
Kompas.com/Kurnia Sari Aziza

Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama saat mengunjungi cluster B, Rusunawa Marunda, Jakarta Utara, Jumat (4/9/2014).
JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menganggap
beberapa pihak yang mengusulkan Rancangan Undang-Undang Pilkada adalah mereka yang tidak percaya diri dapat memenangkan hati rakyat. Menurut dia, pemilihan kepala daerah yang ditentukan oleh DPRD tidak menunjukkan perilaku demokrasi.
"Akar masalahnya itu bukan soal biaya tinggi pemilihan langsung. Mereka berpikir nyogok 10 juta orang kan capek, mending nyogok ratusan anggota di DPRD," kata Ahok, sapaan Basuki, seusai menghadiri Indonesian Robotic Olympiad, di Tzu Chi School Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara, Sabtu (6/9/2014).
Kader Partai Gerindra itu menganggap rencana pemilihan kepala daerah melalui DPRD mengembalikan Indonesia ke zaman Orde Baru. Hanya, partai yang ada di Indonesia saat ini jumlahnya banyak. Tidak hanya satu partai yang mendominasi. [Baca: Ahok: Kepala Daerah Dipilih DPRD, Anggota Dewan Makin Kaya]
Untuk menjadi pejabat atau pemimpin daerah, kata Basuki, seseorang harus bersedia melakukan pembuktian harta terbalik. Hal ini untuk meminimalisasi potensi terjadinya korupsi atau penyalahgunaan anggaran.
Basuki menjelaskan, apabila seseorang ingin menjadi pejabat,
hartanya jangan hanya dicocokkan dengan pemilikan sertifikat saja, tetapi juga diperiksa berasal dari mana harta yang didapatkan itu, kemudian dicocokkan dengan pajak-pajak yang telah dibayar.
"Kalau enggak cocok, ya hartanya sita buat negara.Dia tidak pantas jadi pejabat. Hari ini bangsa kita penuh oleh orang politik munafik. Di satu sisi, teriak-teriak jangan nyolong duit, tetapi enggak mau diperiksa hartanya," kata mantan anggota Komisi II DPR RI itu.
Pernyataan Basuki itu merujuk Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan Ratifikasi PBB Melawan Korupsi. Dalam peraturan itu disebutkan,
jika harta seorang pejabat publik tidak sesuai dengan biaya hidup dan pajak yang dibayar, hartanya akan disita negara dan dia dinyatakan sebagai seorang koruptor.
"Jadi, kalau mau mengubah UU Pilkada silakan saja, tetapi tetap harus melakukan pembuktian harta terbalik. Aku masuk ke DKI (jadi wagub) enggak keluar duit. Kamu aja bego, orang minta duit dikasih terus," kata mantan Bupati Belitung Timur itu.
Saat ini, usulan pemilihan kepala daerah melalui DPRD tengah dibahas oleh Panja Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) dengan Kementerian Dalam Negeri.
Fraksi yang tergabung dalam
Koalisi Merah Putih sepakat pemilihan kepala daerah melalui DPRD. Sementara itu, Fraksi PDI-P, Hanura, dan PKB tetap menginginkan kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat.
partai ente gelidah termasuk yang suka kepala daerah dipilih anggota DPRD yang suci
ente malah bikin gaduh kayak partai antek komunis dan remason yang dukung pilihan langsung oleh para rakyat miskin yang bodoh dan nista