Pilpres sudah selesai, MK sudah memutus perkara. Jokowi hanya tinggal dilantik 20 Oktober 2014 nanti sebagai Presiden RI. Namun, masih banyak orang, terutama pendukung Prabowo, yang mengatakan tidak mau mengakui Jokowi sebagai presiden dan/atau hanya mengakui Prabowo sebagai presiden.
Salah kah sikap demikian?
Sebagai sikap politik, itu TIDAK SALAH. Sebagai sikap hukum, hal tersebut TIDAK MELAWAN HUKUM. Sebagai sikap sosial, biarlah masyarakat yang menilai.

Presiden hanya salah satu instrumen dalam kelangsungan sebuah negara, yang hakikatnya sebuah negara dibentuk atas kesepakatan orang banyak yang disebut rakyat. Instrumen dalam pemerintahan itu sangat banyak, mulai dari presiden sampai ketua RT. Kalau hari ini anda tidak mengakui ketua RT anda, tidak masalah kan? Anda tidak ditangkap polisi kan?
Namun, apabila karena sikap anda itu anda melakukan perbuatan hukum misal menfitnah, mencemarkan nama baik atau menghina, sebenarnya anda sudah bukan lagi berhadapan dengan si ketua RT atau si presiden, namun berhadapan dengan konstitusi atau hukum yang melarang seorang warga negara melakukan perbuatan melawan hukum seperti disebut di atas. Konsitutis itu dibuat dan dijaga bukan hanya oleh si ketua RT atau si presiden, tapi oleh wakil rakyat, presiden dan hakim2 sebelum kita.

Tidak masalah anda tidak mengakui jokowi sebagai presiden. Namun bila sikap itu membuat anda juga tidak mengakui hukum, misal menolak taat rambu lalu lintas, maka polisi tidak peduli anda mengakui jokowi atau tidak, anda pasti akan ditangkap.

Presiden faktanya adalah sebuah lembaga, ia tidak bisa dilihat hanya sebagai sebuah individu. Kita memilih individu untuk menjelma menjadi sebuah lembaga bernama 'Presiden RI'. Konstitusi kita sangat melindungi kehormatan lembaga kepresidenan ini, ia termasuk ke dalam simbol negara yang harus dijaga. Harkat dan martabatnya dilindungi oleh UU. Individu yang dipilih sebagai presiden, melekat kepadanya status kepresidenan itu sebagai lembaga pula.
Itu pula sebabnya privilage seorang presiden luar biasa besar dan mahal: paspampres, istana negara, akomodasi, dll. Yang diberi privilage bukan individunya, tapi presidennya. Di mana presiden ini telah dipilih bersama2 lewat proses yang panjang dan mahal. Setelah terpilih dia kita tugasi mengurus negara ini. Tugas 'mengurus negara' ini sulit, karena itu dia kita istimewakan dengan berbagai fasilitas agar ia lebih mudah dalam bekerja.

Kalau kemarin orang bebas mengatakan 'Jokowi PKI!', maka ucapan itu menurut hukum hanya ditujukan kepada Jokowi sebagai individu. Karena hukum kita belum memberi privilage seorang capres atau gubernur untuk dilindungi harkat dan martabatnya secara aktif. Jokowi harus melaporkan orang tersebut dulu baru kasusnya diproses polisi. Di sini hukum melindungi Jokowi secara pasif.

Bila Jokowi sudah dilantik menjadi presiden, hukum melindungi harkat dan martabatnya secara aktif. Tanpa Jokowi melapor dulu, aparat pasti akan mengejar dan menindak orang2 yang melakukan perbuatan tersebut. Hukum bukan melindungi Jokowi, tapi melindungi presiden sebagai lembaga -- yang kelembagaan itu melekat pada diri Jokowi.

Anda tidak percaya?
Sekarang keluarlah ke jalan raya. Teriaklah kencang2 dan berulang2 'SBY PKI! SBY PKI!'
Dan lihatlah apa yang akan terjadi...

Sekali lagi, tidak masalah tidak mengakui Jokowi sebagai presiden. Dan rasanya Jokowi juga tidak mempermasalahkan itu. Tapi kalau karena sikap itu anda menghina dan menfitnah Jokowi, maka sesungguhnya anda bukan berhadapan dengan Jokowi, namun berhadapan dengan hukum yang melindungi harkat dan martabat presiden sebagai kepala negara, kepala pemerintahan, simbol negara dan panglima tertinggi TNI.

Jadi kalau mau menfitnah dan menghina Jokowi dan berharap anda tak menghadapi konsekuensi hukum apapun, lakukanlah sepuasnya sebelum 20 Oktober 2014. Setelah itu, satu-dua kali anda menghina dan menfitnah presiden, anda mungkin bisa lolos. Tapi anda tak mungkin lolos selamanya.