Jakarta - Abdul Muhyi 23 tahun tak menyangka akan mengalami peristiwa yang memilukan. Perkenalannya dengan seorang perempuan ternyata berujung pada tragedi 'potong kelamin’. Peristiwa nahas itu dia alami Mei 2013 lalu.

Ia pun harus menjalani perawatan instensif di rumah sakit hampir sekitar tiga bulan. Kasus tersebut juga menjadi pemberitaan di berbagai media massa, baik cetak, online hingga televisi. Tak pelak, tragedi 'potong kelamin' itu menjadi santapan dan perbincangan masyarakat luas.

Pria yang akrab disapa Muhyi itu pun mengalami tekanan mental yang luar biasa. Sebab, organ tubuh yang dimutilasi merupakan alat vital bagi seorang lelaki. Bayangan suram masa depan tak dipungkiri sempat hadir dan mengganggu dia.

Namun dia beruntung memiliki tetangga, teman, orang dekat dan keluarga yang tidak kenal lelah memberi semangat. Atas dukungan moral dari mereka itulah kini Muhyi mampu menjalani aktifitas sehari–sehari sebagai sopir di sebuah penyewaan mobil.

“Teman–temannya banyak yang nyemangatin. Waktu masih di rumah sakit juga pada datang, ngasih semangat,” kata Abdul Karim, Ayahanda Abdul Muhyi saat berbincang dengan detikcom di kediamannya, Selasa (11/2) lalu.

Semangat tidak hanya diperoleh Muhyi saat menjalani perawatan di rumah sakit saja. Ketika telah kembali ke rumahnya yang terletak di Serua Utara, RT 01/RW 02 Kelurahan Serua, Kecamatan Bojong Sari, Depok, Jawa Barat, para tetangga dan masyarakat sekitar juga memberi dukungan.

Mereka juga menerima Muhyi sebagaimana biasa ia menjalani hidup sebelumnya. “Orang – orang sini ya biasa aja. Bergaul kayak biasa, gak ada aneh–aneh gimana,” kata pria paruh baya tersebut.

Berjarak dua rumah dari depan kediaman Abdul Muhyi, ada sebuah warung kecil yang menjual berbagai jajanan, rokok, kopi, dan mie intsan. Menurut Maemunah si pedagang, Muhyi kerap belanja di warungnya.

Di warung kecil ini Muhyi sering membeli berbagai hal seperti mie rebus. Setelah Muhyi kembali ke rumah dan sembuh, ia tetap membeli atau jajan di warung tersebut. Para tetangga dan si pemilik warung bergaul dan melayani Muhyi sebagaimana biasa, seolah tak pernah tidak terjadi apa-apa.

“Dia sering beli di sini, saya juga gak gimana-gimana, gak nanya-nanya itu, gak pernah ngomong gimana keadaanya?, kasihan dia kalau dikorek-korek entar keinget lagi,” kata Maemunah.

Menurut dia, Muhyi merupakan anak yang baik. Pergaulannya juga dengan orang baik-baik seperti anak-anak pengajian. Tak pernah ia melihat Muhyi bergaul dengan orang-orang yang memiliki perilaku negatif.

Maka ketika Muhyi mengalami tragedi 'potong burung', tetangga menganggap hal itu musibah dan ujian bagi Muhyi. “Dia mah bergaulnya sama anak-anak pengajian, anak pesantren, gak pernah neko-neko. Makanya kasihan dia ngalami musibah kayak gini,” katanya.

Link _nya