- Beranda
- Komunitas
- Pilih Capres & Caleg
Pak Prabowo, Sudahlah...


TS
kang tatang
Pak Prabowo, Sudahlah...
KOMPAS.com - "Becik ketitik, ala ketara...," tertulis dalam akun Twitter calon presiden Prabowo Subianto pada hari putusan Mahkamah Konstitusi akan dibacakan, Kamis (21/8/2014). Terjemahan bebasnya kira-kira adalah kebaikan akan terlihat dan keburukan bakal ketahuan.
Namun, pepatah ini tampaknya tak menahan laju kubu pasangan Prabowo dan Hatta Rajasa untuk mempersoalkan hasil Pemilu Presiden 2014. Gelagatnya, langkah kubu Prabowo-Hatta tak akan segera berkesudahan, sekalipun Mahkamah Konstitusi telah menolak seluruh gugatan mereka terkait sengketa hasil Pemilu Presiden 2014.
"Langkah hukum lain yang masih berjalan sekarang akan tetap kami kawal, demikian pula langkah politik," ujar Juru Bicara Tim Pemenangan Prabowo-Hatta, Tantowi Yahya, Kamis malam, dalam konferensi pers setelah pembacaan putusan MK.
Pertanyaan yang muncul, masihkah ada gunanya langkah hukum dan politik yang ditempuh kubu Prabowo-Hatta ini? Masihkah ada proses hukum yang bisa mengubah hasil pemilu setelah putusan MK? Apakah rakyat masih butuh semua hiruk-pikuk hukum dan politik tersebut?
Apalagi, bila tujuan Prabowo-Hatta mengikuti kontestasi demokrasi ini bukan semata kekuasaan dan bentuk bakti bagi negeri, apakah pepatah becik ketitik ala ketara harus berupa kemenangan dalam salah satu cara untuk berbakti kepada negeri?.
Publik sudah lelah
Sosiolog dari Universitas Gadjah Mada, Arie Djito, mengatakan upaya hukum dan politik yang masih akan digeber kubu Prabowo-Hatta tak lagi bermanfaat. "Upaya perlawanan hukum dan politik Prabowo sudah kehilangan makna bahkan tak punya arti," ujar dia.
Menurut Arie, rakyat sudah akan melupakan pemilu presiden setelah putusan sengketa hasil di MK. "Rakyat jelas sudah makin dewasa bersikap. (Bila proses hukum dan politik dipaksakan), rakyat justru makin tak simpatik pada Prabowo-Hatta," ujar dia.
Secara umum, imbuh Arie, pemilu presiden sudah usai. "Jika perlawanan dilanjutkan, rakyat akan mencibir," kata dia. "Apalagi ketika Jokowi-JK (calon presiden terpilih Joko Widodo-Jusuf Kalla) sudah mulai bekerja, maka lambat laun (upaya) Prabowo-Hatta akan kehilangan makna."
Terkait upaya politik, Arief mengajak kubu Prabowo-Hatta untuk ibaratnya mengukur baju sendiri. "Masa jabatan (periode 2009-2014) kita sudah mau habis. Hiruk pikuk politik akan jadi bumerang, tidak mendidik, serta tak memberi manfaat lebih banyak bagi bangsa dan negara," ujar dia.
Ya sudahlah...
Dalam pernyataan yang ditandatangani semua pejabat teras partai pengusung Prabowo-Hatta kecuali Partai Demokrat, disebutkan soal niat koalisi ini memburu keadilan substantif. Dibacakan Tantowi, koalisi berpendapat putusan MK tidak mencerminkan keadilan substanfitf.
Keadilan substantif, kata Tantowi, adalah sebuah esensi yang selama ini menjadi dasar pertimbangan putusan MK. Dinyatakan pula bahwa keadilan substantif merupakan hakikat penting dalam demokrasi.
Keputusan MK atas sengketa hasil Pemilu Presiden 2014, lanjut Tantowi, menunjukkan masih banyak perjuangan kita untuk memperbaiki sistem pemilu mendatang. "Kami akan terus berjuang bersama rakyat dan barisan Koalisi Merah Putih untuk memajukan kepentingan bangsa dan negara," ujar dia.
Tak dipungkiri, ada 62,576.444 suara yang menitipkan percaya pada pasangan Prabowo-Hatta, selain 70.997.833 suara bagi Jokowi-JK. Tapi, apakah Indonesia tak bisa diibaratkan satu kelas yang baru saja usai menggelar pemilihan ketua kelas, yang siapa pun ketua kelasnya harus berbagi jadwal piket untuk kebaikan kelas milik bersama ini?
Apalagi, di bagian akhir pernyataan bersama Koalisi Merah Putih pun tertera, "Kecintaan kami pada negeri ini membuat kami terus mengawal dan berkontribusi pada bangsa walau ada di luar pemerintahan. Kami tidak ingin bangsa ini dikendalikan segelintir orang."
Posisi yang akan diambil menurut pernyataan itu pun sudah jelas. "(Lewat) perwakilan rakyat di parlemen (kami) akan terus mengawasi pemerintah, sebagai kekuatan penyeimbang, (yang) dengan cara itu check and balances berjalan dengan baik."
Sayup-sayup terngiang lirik lagu lawas Elpamas yang juga pernah dinyanyikan Iwan Fals. "Pak Tua, sudahlah.. Engkau sudah terlihat lelah.. Kami mampu untuk bekerja.." Suara Bondan Prakosa pun sayup-sayup meningkahinya, "Ketika mimpimu yang begitu indah tak pernah terwujud, ya sudahlah.. Saat kau berlari mengejar anganmu dan tak pernah sampai, ya sudahlah..."
http://nasional.kompas.com/read/2014...bowo.Sudahlah.
Namun, pepatah ini tampaknya tak menahan laju kubu pasangan Prabowo dan Hatta Rajasa untuk mempersoalkan hasil Pemilu Presiden 2014. Gelagatnya, langkah kubu Prabowo-Hatta tak akan segera berkesudahan, sekalipun Mahkamah Konstitusi telah menolak seluruh gugatan mereka terkait sengketa hasil Pemilu Presiden 2014.
"Langkah hukum lain yang masih berjalan sekarang akan tetap kami kawal, demikian pula langkah politik," ujar Juru Bicara Tim Pemenangan Prabowo-Hatta, Tantowi Yahya, Kamis malam, dalam konferensi pers setelah pembacaan putusan MK.
Pertanyaan yang muncul, masihkah ada gunanya langkah hukum dan politik yang ditempuh kubu Prabowo-Hatta ini? Masihkah ada proses hukum yang bisa mengubah hasil pemilu setelah putusan MK? Apakah rakyat masih butuh semua hiruk-pikuk hukum dan politik tersebut?
Apalagi, bila tujuan Prabowo-Hatta mengikuti kontestasi demokrasi ini bukan semata kekuasaan dan bentuk bakti bagi negeri, apakah pepatah becik ketitik ala ketara harus berupa kemenangan dalam salah satu cara untuk berbakti kepada negeri?.
Publik sudah lelah
Sosiolog dari Universitas Gadjah Mada, Arie Djito, mengatakan upaya hukum dan politik yang masih akan digeber kubu Prabowo-Hatta tak lagi bermanfaat. "Upaya perlawanan hukum dan politik Prabowo sudah kehilangan makna bahkan tak punya arti," ujar dia.
Menurut Arie, rakyat sudah akan melupakan pemilu presiden setelah putusan sengketa hasil di MK. "Rakyat jelas sudah makin dewasa bersikap. (Bila proses hukum dan politik dipaksakan), rakyat justru makin tak simpatik pada Prabowo-Hatta," ujar dia.
Secara umum, imbuh Arie, pemilu presiden sudah usai. "Jika perlawanan dilanjutkan, rakyat akan mencibir," kata dia. "Apalagi ketika Jokowi-JK (calon presiden terpilih Joko Widodo-Jusuf Kalla) sudah mulai bekerja, maka lambat laun (upaya) Prabowo-Hatta akan kehilangan makna."
Terkait upaya politik, Arief mengajak kubu Prabowo-Hatta untuk ibaratnya mengukur baju sendiri. "Masa jabatan (periode 2009-2014) kita sudah mau habis. Hiruk pikuk politik akan jadi bumerang, tidak mendidik, serta tak memberi manfaat lebih banyak bagi bangsa dan negara," ujar dia.
Ya sudahlah...
Dalam pernyataan yang ditandatangani semua pejabat teras partai pengusung Prabowo-Hatta kecuali Partai Demokrat, disebutkan soal niat koalisi ini memburu keadilan substantif. Dibacakan Tantowi, koalisi berpendapat putusan MK tidak mencerminkan keadilan substanfitf.
Keadilan substantif, kata Tantowi, adalah sebuah esensi yang selama ini menjadi dasar pertimbangan putusan MK. Dinyatakan pula bahwa keadilan substantif merupakan hakikat penting dalam demokrasi.
Keputusan MK atas sengketa hasil Pemilu Presiden 2014, lanjut Tantowi, menunjukkan masih banyak perjuangan kita untuk memperbaiki sistem pemilu mendatang. "Kami akan terus berjuang bersama rakyat dan barisan Koalisi Merah Putih untuk memajukan kepentingan bangsa dan negara," ujar dia.
Tak dipungkiri, ada 62,576.444 suara yang menitipkan percaya pada pasangan Prabowo-Hatta, selain 70.997.833 suara bagi Jokowi-JK. Tapi, apakah Indonesia tak bisa diibaratkan satu kelas yang baru saja usai menggelar pemilihan ketua kelas, yang siapa pun ketua kelasnya harus berbagi jadwal piket untuk kebaikan kelas milik bersama ini?
Apalagi, di bagian akhir pernyataan bersama Koalisi Merah Putih pun tertera, "Kecintaan kami pada negeri ini membuat kami terus mengawal dan berkontribusi pada bangsa walau ada di luar pemerintahan. Kami tidak ingin bangsa ini dikendalikan segelintir orang."
Posisi yang akan diambil menurut pernyataan itu pun sudah jelas. "(Lewat) perwakilan rakyat di parlemen (kami) akan terus mengawasi pemerintah, sebagai kekuatan penyeimbang, (yang) dengan cara itu check and balances berjalan dengan baik."
Sayup-sayup terngiang lirik lagu lawas Elpamas yang juga pernah dinyanyikan Iwan Fals. "Pak Tua, sudahlah.. Engkau sudah terlihat lelah.. Kami mampu untuk bekerja.." Suara Bondan Prakosa pun sayup-sayup meningkahinya, "Ketika mimpimu yang begitu indah tak pernah terwujud, ya sudahlah.. Saat kau berlari mengejar anganmu dan tak pernah sampai, ya sudahlah..."
http://nasional.kompas.com/read/2014...bowo.Sudahlah.


anasabila memberi reputasi
1
982
9
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan