Juru.TulisAvatar border
TS
Juru.Tulis
[CLEAN-2] Langkah Hukum Prabowo Pasca Putusan MK
Ini adalah diskusi lanjutan dari trit gw [CLEAN] DISKUSI PERKEMBANGAN SIDANG MK. Karena sidang MK sudah selesai, maka trit itu nggak relevan lagi. Di lain pihak, Prabowo masih menempuh upaya2 hukum lain untuk menggugat Pilpres, yang tujuan akhirnya adalah mereka jadi pemenang. Upaya hukum itu antara lain:
  • Rencana menolak pengunduran diri Jokowi sebagai Gubernur
  • Rencana memboikot sidang umum MPR saat pelantikan Jokowi agar tidak kuorum
  • Menggugat ke PTUN
  • Menggugat ke MA
  • Menggugat ke peradilan umum (lewat Polri)

Masih ada langkah tambahan dari Prabowo seperti melapor ke Ombudsman. Namun karena ombudsman bukan lembaga hukum, maka gw abaikan.

Sebisa mungkin gw usahakan agar trit ini adalah diskusi hukum. Kalau diskusi politik, gw harap itu mewarnai saja, bukan diskusi utamanya.
Sebelum gw mulai penjelasan dan diskusi, harus ada pijakan dasar atau prinsip2 agar kita lebih mudah berdikusi di sini.

Pertama,
Hukum di Indonesia itu sebenarnya sederhana dan mudah dicerna. Yang membuatnya jadi rumit adalah pendapat, opini dan penafsiran orang2 yang memelintir hukum agar sesuai dengan kepentingannya.

Kedua,
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang hasil Pilpres adalah FINAL DAN MENGIKAT. Tak ada upaya hukum lain untuk membatalkan hasil suara Pilpres dimana Jokowi-JK menang. Sekali lagi, tidak ada.

Ketiga,
Hukum adalah cara menemukan kebenaran. Politik adalah cara memenangkan opini. Hukum mengenal benar/salah. Politik tidak kenal benar/salah. Yang berkembang sekarang ini adalah manuver2 politik yang turut menggunakan jalan hukum.

Keempat,
Jalannya Pilpres kemarin sebenarnya sederhana. Yang membuat rumit adalah dramanya. Seperti sinetron, sebenarnya plotnya sederhana dan mudah ditebak akhirnya. Tapi drama2 itu yang bikin penonton terlalu banyak menerima informasi, menguras emosi lalu terhambat menggunakan nalar. Jadi, tetap setia pada plotnya, jangan pada dramanya.

Kelima,
Bertebarannya kasus hukum Pilpres lewat jalur sana-sini tidak lepas dari kontribusi pengacara di sekeliling para pihak mempengaruhi mereka untuk terus berperkara. Pengacara memang 'cari makan' lewat perkara. Makin banyak perkara, makin banyak pula pendapatan pengacara. Kalau bisa berperkara di 10 tempat, kenapa cuma berperkara di 1 tempat.

TEMA I:
Bisakah DPRD DKI Jakarta menolak pengunduran diri Jokowi sebagai Gubernur DKI? Kalau ditolak mundur oleh DPRD lalu bagaimana?
Tidak ada mekanisme penolakan mundur kepala daerah oleh DPRD yang diatur dalam UU. Sehingga, pernyataan mundurnya kepala daerah atas kehendak sendiri kepada DPRD hanya bersifat pemberitahuan, bukan permintaan persetujuan. Hal ini diatur dalam UU Pemda Pasal 29 ayat 1b. UU tidak mengatur hak DPRD untuk menolak.

Dalam pasal 293 ayat 1d menjelaskan DPRD Provinsi punya tugas dan wewenang mengusulkan pengangkatan dan/atau pemberhentian gubernur.
Tidak ada satu pasal pun yang mengatur hak menolak pengunduran diri. DPRD hanya punya 2 pilihan: mengangkat atau memberhentikan. Surat pengangkatan dan pemberhentian oleh DPRD itu kemudian diserahkan ke Mendagri untuk disahkan.

Spoiler for Pasal 29 ayat 1 dan 2, UU 32/2004 (Pemda):


Spoiler for Pasal 293 ayat 1f UU 27/2009 (MPR, DPR, DPD, DPRD):


Spoiler for Pasal 42 ayat 1d UU 12/2008 (Perubahan kedua UU Pemda):


Trus kalau misalnya DPRD tetap menolak pengunduran diri Jokowi seperti kasus Wagub DKI Prijanto dulu?
Itu langkah politik, bukan langkah hukum. Hukum tidak memberi kewenangan DPRD untuk menolak pengunduran diri, tapi politik bisa akrobat seperti apapun. Intinya, hukum memberi keleluasan seseorang untuk mundur dari jabatannya atas kehendak sendiri. Contoh, Presiden Soeharto tahun 1998 langsung mundur tanpa sidang MPR.
Kalau misal DPRD bersikeras mengeluarkan surat keputusan penolakan pengunduran diri Jokowi, Jokowi bisa mengajukan pembatalan surat tersebut ke Mahkamah Agung (MA).

Bisakah Jokowi dilantik menjadi Presiden RI pada 20 Oktober nanti kalau belum keluar surat pemberhentian dari DPRD atau ada putusan dari MA?
Tidak bisa dilantik, dan ini celahnya. Karena syarat presiden untuk dilantik tidak boleh rangkap jabatan. Jokowi tidak lagi menjadi gubernur hanya bila Kemendagri mencabut SK pelantikan Jokowi sebagai gubernur. Masalahnya, Kemendagri bisa mencabut surat itu bila telah mendapatkan surat dari DPRD soal pemberhentian Jokowi. Kalau Kemendagri belum dapat surat dari DPRD, Kemendagri tak bisa memproses apapun.

Jadi apa skenario terbaik untuk Jokowi agar penolakan dirinya dikabulkan DPRD?
Ini langkah politik. Jokowi sebaiknya mengajukan pengunduran diri saat mayoritas DPRD DKI berpihak kepadanya, yakni setelah pelantikan anggota DPRD DKI baru, yakni 25 Agustus. Komposisi anggota DPRD DKI 2014-2019 mayoritas dikuasai parpol pendukung Jokowi.

TEMA II:
PKS ngajak koalisi merah-putih memboikot pelantikan Jokowi-JK agar tidak kuorum dan tidak sah. Emangnya bisa?
Tidak bisa.
Mereka bebas saja tidak hadir saat sidang paripurna MPR (DPR/DPD) pelantikan Jokowi-JK, tapi kehadiran mereka bukan syarat sah/tidaknya pelantikan presiden terpilih. Sidang paripurna pelantikan juga tidak mengambil keputusan apapun, sehingga tidak diperlukan kehadiran mayoritas anggota MPR agar kuorum.

Bagaimana sih caranya pelantikan presiden supaya sah?
Dilakukan di depan Pimpinan MPR, Ketua MA dan dalam sidang MPR. Pimpinan MPR itu terdiri dari 1 ketua (dari DPR) dan 4 wakil ketua (3 dari DPR, 1 DPD). Kalau misalnya ketua dan 3 wakilnya nggak mau hadir, disaksikan 1 unsur pimpinan MPR pun (misalnya wakil) pelantikan tetap sah.
Kalau misal anggota DPR dari koalisi merah putih nggak mau hadir, ya gak apa2. Kan masih ada sisa anggota MPR yang lain yang hadir di situ.

Spoiler for Pasal 9 UUD 1945:


Spoiler for UU 27/2009 (MPR, DPR, DPD, DPRD):


Kalau misalnya semua pimpinan MPR tidak mau hadir?
Nggak masalah. Dalam Tatib MPR menjelaskan bila pimpinan MPR tidak hadir, maka pelantikan disaksikan di hadapan sidang DPR. Kalau koalisi merah putih nggak mau hadir, kan tetap ada anggota DPR dari koalisi Jokowi yang hadir di situ. Tetap sah.

Bagaimana cara memilih pimpinan MPR, takutnya semua pimpinan MPR dari koalisi merah-putih?
Anggota MPR (DPR/DPD) terpilih akan dilantik pada 1 Oktober. Setelah itu mereka membentuk fraksi. Masing2 fraksi mengusulkan paket pimpinan MPR yang terdiri dari 1 ketua dan 4 wakil. Paket usulan ini selalu terdiri dari lintas partai dan diisi orang DPD. Nanti dari paket2 ini akan dimusyawarahkan oleh sidang MPR dan divoting (bila tak mufakat).
Sangat kecil kemungkinan paket pimpinan MPR terdiri dari satu koalisi saja, pasti lintas koalisi. Meski dari satu koalisi saja, masih ada 1 orang dari DPD yang non-partai.
Asumsikan saja, 4 unsur pimpinan MPR itu isinya dari koalisi Prabowo semua dan mereka tak mau hadir di sidang pelantikan Jokowi. Kan masih ada 1 unsur DPD yang bukan dari parpol yang jadi pimpinan MPR yang bisa hadir memimpin rapat MPR. Tidak ada alasannya Pimpinan MPR dari anggota DPD ikut2an memboikot pelantikan sebagai sikap partai, karena dia bukan orang partai.

TEMA III
Katanya prabowo juga mau ke PTUN? Apa sih yang dipersoalkan?
Prabowo menggugat SK KPU ke PTUN soal penetapan Jokowi sebagai Capres karena menganggap Jokowi mendaftar melewati batas waktu. Prabowo juga sudah menggugat perkara yang sama ke DKPP dan MK, tapi keduanya ditolak dan dinyatakan tidak terbukti.

Misal PTUN membatalkan SK penetapan Jokowi sebagai capres itu, bisa kah membatalkan putusan MK?
Tidak bisa, putusan MK final dan mengikat soal hasil. Artinya, SK hasil rekapitulasi KPU dimana Jokowi jadi pemenang itu sudah tidak bisa diutak-atik lagi pakai cara hukum apapun.
Anomali pernah terjadi di Pilkada Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) Kalimantan Timur. Calon Yusran Aspar menang di Pilkada dan di MK. Lalu lawannya yang kalah, Andi Harahap, menggugat SK KPU soal penetapan Yusran sebagai Cabup ke PTUN Kaltim, karena Yusran pernah dipidana penjara. Gugatannya ditolak. Andi lalu banding ke Pengadilan Tinggi (PT) TUN DKI Jakarta, Andi menang. PT TUN DKI Jakarta menyatakan membatalkan SK penetapan cabup Yusran. Saat yang sama Yusran sudah dilantik jadi Bupati. Putusan PT TUN itu tidak membatalkan kemenangan Yusran.

Selain itu, PTUN adalah bagian dari peradilan umum dimana pihak yang keberatan bisa banding ke PT TUN, bisa kasasi ke MA, yang prosesnya bisa bertahun-tahun.

Kalau sudah tahu begitu, kenapa Prabowo masih ngotot ke PTUN?
Pertama, untuk mencari alat politik untuk mendeligitimasi pemerintahan Jokowi, sukur2 bisa gulingkan. Perhatikan, saat ini kubu Prabowo sedang mengkapitalisasi isu kecurangan MK lewat putusan DKPP yang menganggap pembukaan kotak suara melanggar, sedang MK memutuskan tidak melanggar. Prabowo dapat celah di DKPP, dan ini akan terus mereka kapitalisasi untuk mendeligitimasi kemenangan Jokowi dan menuduh KPU dan MK curang.
Kedua, anggap saja ada pengacara yang sibuk cari makan.

TEMA IV
Prabowo menggugat ke Mahkamah Agung (MA), apa lagi yang digugat?
Prabowo melakukan uji materi ke MA soal peraturan KPU tentang DPK dan DPKTb karena menganggap tidak ada dasar hukumnya. Di sisi lain, DKPP dan MK telah menetapkan DPK dan DPKTb tidak melanggar hukum.

Misal MA memutuskan mencabut peraturan KPU soal DPK dan DPKTb, emang bisa membatalkan putusan MK?
Tidak bisa.

TEMA V
Prabowo juga melapor ke Mabes Polri, apa lagi sih yang dilaporkan?
Ada beberapa laporan sebenarnya, tapi yang paling penting adalah Prabowo melaporkan semua komisioner KPU karena pembukaan kotak suara sebelum sidang MK yang mereka anggap perbuatan pidana. Di sisi lain, DKPP menganggap perbuatan tersebut memang perbuatan pelanggaran etika. Sedangkan MK memutus pembukaan kotak suara oleh KPU tidak melanggar hukum.

Kalo misal laporan ini diproses polisi, lalu bagaimana kelanjutannya?
Polisi akan melihat dulu apakah kasus ini memang ada unsur pidananya, tentu saja berdasarkan putusan MK dan DKPP. Kalau tidak ada, mereka akan mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3). Kalau mereka anggap ada unsur pidananya, mereka serahkan ke Kejaksaan. Kejaksaan akan menelaah lagi, kalau emang tidak ada unsur pidana, maka keluar SP3. Kalau kejaksaan anggap ada unsur pidana, ya ke pengadilan negeri.
Nanti pengadilan negeri akan memutus apakah terbukti ada perbuatan pidana atau tidak. Bila terbukti ada atau pun tidak ada perbuatan pidana, para pihak bisa banding ke pengadilan tinggi, dan bisa kasasi ke MA yang prosesnya bisa bertahun2. Bahkan bisa peninjauan kembali (PK).

Kalau misal nanti peradilan umum (PN, PT atau MA) memutus komisioner bersalah, bisakah mengubah putusan MK?
Tidak bisa.

Sampai di sini dulu. Kalau ada yang penting nanti ditambah. Tolong jangan ada flaming, trolling, atau meme di trit ini. Trit ini semangatnya untuk belajar dan berbagi. Makasih.
Diubah oleh Juru.Tulis 22-08-2014 06:19
anasabila
anasabila memberi reputasi
1
12.3K
161
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan