prabowowinAvatar border
TS
prabowowin
mari kawan sambut kemenangan prabowo (makasih dah jadiin HT)
Spoiler for bonus blusukan:

Kita dapat mengetahui apa unsur penyusun Planet Neptunus tanpa kita berada di sana. Dari Bumi kita bisa mengetahui secara pasti unsur penyusun planet tersebut hanya dengan mengamati spektrum cahaya yang muncul dari sana. Demikian pula jarak eksak Bumi-Bulan dapat dihitung secara pasti tanpa kita menarik mistar dari bumi ke bulan. Kita bisa menggunakan teknik pengukuran laser dengan skala ketepatan hingga orde milimeter. Kalaulah Neptunus dan Bulan dapat kita “remote-sensing” dan “remote-calculating”, tentu saja Pilpres 2014 pun bisa. Ketiganya bagaimana pun juga tunduk pada postulat ilmu pengetahuan. Semua di alam ini tunduk pada postulat yang sama. Anda yang tidak tunduk pada ilmu pengetahuan, lepas dan hempaskan gadget yang anda gunakan untuk membaca tulisan ini, karena mereka adalah produk ilmu pengetahuan. Postulat ilmu pengetahuan sendiri tunduk pada Yang Maha Kuasa.

Kurang dari 15 jam dari sekarang, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia akan menyampaikan Putusan atas sengketa Pilpres 2014. Apa pun yang diputuskan MK, kita sebagai Warga Negara Indonesia terikat ke dalamnya. Sepanjang keputusan tersebut diambil secara jujur oleh para Hakim, tanpa keberpihakan, dan tanpa tekanan maupun tawaran dari pihak lain.

Tanpa bermaksud sama ataupun berbeda dengan keputusan MK, saya sampai saat ini tetap berkeyakinan bahwa Prabowo Subianto lah Presiden Republik Indonesia pasca Soesilo Bambang Yudhoyono. Secara opini saya memang mendukung Prabowo, setidaknya melalui dinding facebook saya, pada masa kampanye. Secara realita saya sangat yakin Prabowo lah pemenang Pilpres. Kita harus bisa membedakan ranah “Opini” dan ranah “Realita”. Ranah Opini adalah ranah sebelum suara terakhir masuk ke dalam kotak suara. Ranah Realita adalah ranah setelah suara terakhir masuk ke dalam kotak suara. Pada saat itulah, realita Presiden RI berikutnya sudah ada. Tinggal menunggu hasil hitung saja.

Teknik Hitung Cepat (Quick Count, QC) adalah salah satu cara yang telah terbukti secara ilmiah kebenarannya. QC adalah produk ilmu pengetahuan. Percayalah pada QC. Saya sendiri mendasarkan keyakinan saya bahwa Prabowo pada ranah Realita adalah pemenang Pilpres pada QC. Agar lebih “afdhal”, saya mengamati QC yang diselenggarakan stasiun Metro TV yang secara kasat mata mendukung Joko Widodo, rival Prabowo. QC ini diselenggarakan oleh Indikator Politik Indonesia (IPI), salah satu pollster yang dinilai kredibel. Klop. Kalau lah Prabowo nanti kalah pada QC tersebut, saya akan menyelamati Joko dan pasangannya.

Hasil akhir QC Metro-IPI ini adalah keunggulan bagi Joko Widodo. Joko diproyeksi meraih 52,97% sedangkan Prabowo 47,03% suara. Ruang toleransi kesalahan 0,86% (statement di situs IPI. Adapun statement di layar TV dan media cetak adalah 1%). Anda bisa melihat di http://www.indikator.co.id/pilpres20...tabilitas.php.Penting bagi Anda untuk mencermati link ini agar konek dengan penjelasan saya.

Tetapi...... Saya tidak menyelamati Joko dan pasangannya. Sampai sekarang. Pun walau hasil Hitung Nyata (Real Count, RC) KPU telah selesai dan KPU telah memutuskan Joko pemenang Pilpres. Apakah saya tidak tunduk pada ilmu pengetahuan? Justru itu, justru saya tunduk pada ilmu pengetahuan. QC Metro-IPI mengalami manipulasi(!). Bagi yang sering main ke Wall saya tentu sudah tahu manipulasi bagaimana yang dikenakan kepada proses QC tersebut. Bagi yang belum, saya sampaikan di sini bahwa, ada “upaya paksa” penurunan proyeksi suara Prabowo pda QC tersebut. Di layar TV upaya paksa itu tidak kelihatan karena yang ditampilkan hanyalah prosentase distribusi suara. Dalam bahasa sederhana: Prabowo dapat berapa persen, Joko dapat berapa persen. Apatah lagi, pada perkiraan waktu saat manipulasi dilakukan, siaran QC itu di-break cukup lama.

Distribusi suara untuk Prabowo saat sampel data mencapai 340 (17% dari 2000 TPS sampel) adalah 58,08%. Sementara Joko, sebagai imbal matematis memperoleh 41,92%. Anehnya, saat sampel data mencapai 360 (18% dari sampel), suara Prabowo turun ke 54,06%. Secara matematis hal ini tidak mungkin terjadi. Jikalah dalam pertambahan 1% data sampel tersebut semua suara adalah untuk Joko Widodo (ini mungkin TPS yang menggunakan Sistem Noken di Papua, kali ya. Hehehe... pantes ada Noken mengemuka di MK), maka suara Joko hanya akan naik maksimal ke 45,15% (hanya bisa naik sebesar 3,23%). Pada kenyataannya, sebagaimana terpapar di grafik pada situs IPI di atas, suara Joko naik ke 45,94% (!). Ada pun sebagai imbal matematis, suara Prabowo hanya bisa turun sebesar 3,23% saja. Harusnya suara Prabowo paling banyak turunnya ke 54,85%, bukan ke 54,06% sebagaimana dipaparkan pada kurva stabilitas suara.

Ini jelas-jelas mengingkari ilmu pengetahuan dan oleh karenanya QC tersebut tak layak lagi dipercaya hasil akhirnya. Joko yang diproyeksi Metro-IPI meraih 52,97% adalah salah secara matematis. Saya sendiri sangat yakin bahwa terjadi manipulasi. Matematika tidak bisa salah. Kalau salah, berarti sang Matematika sedang berbohong.

Menarik untuk mencermati kurva tersebut sesaat sebelum dimanipulasi (kalkulasi masih belum melanggar kaidah matematis). Terlihat bahwa kurva sebenarnya sudah stabil. Berturut-turut suara Prabowo pada 3 titik terakhir (300, 320, dan 340 sampel TPS) adalah 58,05, lalu 58,14, lalu 58,08%. Sudah stabil. Sangat stabil, bahkan. Titik ini mewakili 15, 16, dan 17% data. Orang dengan tingkat pemahaman statistik yang baik dengan cepat dapat mengarahkan kesimpulan bahwa TREND suara sudah terbentuk.

Hal lain yang menarik adalah ruang waktu ketika 17% data tersebut masuk adalah ruang waktu ketika TPS di kawasan WIB belum masuk datanya. Dapat dipastikan 17% data tersebut berasal dari TPS-TPS sampel di WIT dan WITA. Ini berarti, selain menggambarkan TREND, secara gamblang dapat dikatakan 58% pemilih di Kawasan Timur Indonesia plus Kaltim dan Kalteng memilih Prabowo Subianto sebagai Presiden RI. Kalau Kawasan Timur saja yang menjadi basis Jusuf Kalla kemenangan ada di Prabowo, maka .... tebak sendiri.

Ketika Rekap KPU menghasilkan prosentase suara yang berada dalam ruang proyeksi QC ini, saya tertawa terbahak-bahak. Secara ilmiah hanya ada 2 kemungkinan hasil Rekap (Real Count) berada dalam ruang proyeksi sebuah QC yang manipulatif, yaitu: kebetulan belaka atau manipulatif. Itu pun, dengan ruang toleransi kesalahan 1% plus-minus, maka hanya ada 2% kemungkinan RC-QC itu bersesuaian secara kebetulan belaka.

Sebagaimana kita dapat mengetahui unsur-unsur penyusun Planet Neptunus nun jauh di sana hanya dengan mengamati spektrum cahaya, demikian pula kita dapat “menge-sense” apa yang mungkin dapat menyebabkan RC KPU berada dalam ruang proyeksi QC yang manipulatif. Faktor kebetulan terlalu kecil peluangnya. Saya berpikir faktor manipulasi. Tidak susah menge-sense nya karena “spektrum” unsur penyusun hasil suara sudah terurai. Karena memandang dari “spektrum” nya, yaitu sesuatu yang sudah terwujud, maka dapat dikatakan sebenarnya manipulasi (baca: kecurangan) terjadi pada ranah Realita. Terjadi pasca pencoblosan. Rentang waktu yang panjang dan adanya beberapa titik hitung daerah (kelurahan-kecamatan-kabupaten-provinsi) sebelum suara dihitung secara Nasional sangat mendukung suksesnya manipulasi.

Apa yang berpotensi dimanipulasi? Ini “spektrum”nya: Daftar Pemilih Tetap (DPT), Daftar Pemilih Tambahan (DPTb), Daftar Pemilih Khusus (DPK), Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb), ini yang disebut pemilih KTP atau identitas lainnya.

Upaya penurunan paksa suara Prabowo saat QC di atas butuh penyesuaian yang “sempurna” di lapangan. Setidaknya, manipulator sudah punya target operasi: Selisih 6%. Dengan memegang spektrum suara di atas, upaya manipulasi menjadi “mudah”. Manipulasi bisa dibagi-bagi ke spektrum suara.

Cara pertama: mengkonversi suara Prabowo menjadi suara Joko. Ini memberi efek imbal matematis ganda. Yaitu, setiap persen suara Prabowo turun otomatis menjadi persen kenaikan bagi Joko.
Cara kedua: menihilkan suara Prabowo. Ini memberi efek imbal matematis tunggal. Yaitu, setiap nominal suara Prabowo turun akan menyebabkan turunnya prosentase Prabowo dan naiknya prosentase Joko tetapi tidak sebanyak cara pertama.
Cara ketiga: menaikkan suara Joko. Dampak matematis yang ditimbulkan sama dengan cara kedua di atas.
Ketiga cara ini dilakukan dengan cover spektrum di atas.

DPT Pilpres 2014 yang “bengkak” dibanding DPT Pilleg yang berlangsung hanya 3 bulan sebelumnya adalah sesuatu yang sangat mendukung operasi manipulasi suara. Di mana poinnya? 6 juta tambahan pemilih pada Pilpres menjadi lapangan yang sangat luas untuk menyusupkan suara-suara siluman ke dalamnya. Manipulator dapat dengan mudah melakukannya pada tingkat penghitungan suara setelah TPS. Menarik ketika tim Prabowo-Hatta berhasil mengidentifikasi DPT “oplosan” di 6.980 TPS 6.980 kecamatan di 33 provinsi. Menariknya adalah 6.980 TPS di 6.980 Kecamatan. Mudah menyimpulkan bahwa oplosan dilakukan di satu TPS tiap kecamatan. Kelihatan ada upaya “menyembunyikan” DPT oplosan tersebut. Disusup ke dalam 1 TPS saja di 6.980 kecamatan. DPT oplosan itu diketahui dari penggunaan NIK yang berbeda, NIK tidak terdaftar dalam buku induk kode wilayah dan administrasi, serta ada yang tidak memiliki NIK.

Kearifan lokal sistem Noken yang memungkinkan Capres mendapat suara mutlak dan sebaliknya Capres lain mendapat suara nihil menjadi salah satu ruang manipulasi. Secara seketika, suara untuk salah satu Capres bisa hilang. Dari fakta pengadilan terungkap ada daerah yang tanpa pencoblosan tapi hasil rekapnya ada. Saksi Nowela dan Vincent dari Papua secara gamblang mengungkapkan fakta ini. Istilahnya, suara di-Noken-kan. Mudah untuk menge-sense bahwa pe-Noken-an terjadi secara masif di Papua. Coba tengok tingkat partisipasi Pilpres di sana. 86% (!). “Keterlaluan”.

DPKTb bagi saya bukan saja dalam ranah sah atau tidaknya, tetapi bahwa ini menjadi ruang manipulasi. DPKTb sampai 2,9 juta adalah ruang yang lega bagi manipulator. Anda bayangkan, ada 2,9 juta orang yang “mencoblos” hanya bermodalkan KTP dan tanda pengenal lainnya. Bahkan surat keterang domisili pun berlaku. Saya heran, bagaimana mungkin KPU yang telah men-DPT-kan 190 juta orang tapi “lupa” memasukkan 2,9 juta orang ke dalam daftar mereka. Di atas saya tulis mencoblos dengan tanda kutip. Maksudnya adalah ada kemungkinan yang benar-benar mencoblos karena memang layak berstatus DPKTb hanya beberapa ratus ribu saja. Sisanya tak pernah mencoblos sama sekali karena memang tidak ada, tetapi suara “ghaib”nya masuk dalam sistem Rekap.

Menarik mencermati fakta Sukini divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Sukoharjo, Jawa Tengah, selama 1 tahun penjara dan denda 12 juta rupiah. Modus: melenyapkan suara Prabowo dengan cara merusak kertas suara. Sukini adalah petugas KPPS. Ia menerima vonis tanpa banding. “Luar biasa”. Jangan mengatakan ini hanya satu kasus. Tetapi, ini bisa jadi adalah “sampel” yang mewakili upaya “kejar tekor” dalam QC yang dilakukan secara tersebar. Sukini hanya “sial” saja aksinya merusak kertas suara Prabowo terekam kamera amatir.

Cara serupa Sukini adalah di Papua di mana petugas KPPS beramai-ramai mencoblos kertas suara. Videonya menjadi barang bukti saat sidang DKPP. Bagi saya, nampaknya itu terjadi pasca jam pencoblosan resmi. Kalau dicoblos sebelum jadwal, akan habis kertas suara. Sisa suara yang tidak terpakai dicoblos pada gambar No urut 2. Saya melihat ini sebagai upaya.

Fakta lain adalah kosongnya beberapa kotak suara di KPU Depok. Padahal Depok itu “hanya” 12 jam penerbangan dari ibukota Jakarta. Demikian pula di Matraman. Ini malah dalam kota Jakarta. Fakta ini konek dengan temuan tim Prabowo adanya lembar C1 yang palsu. Kita bisa menge-sense bahwa upaya pengubahan suara pasca pencoblosan itu kuat. Penghilangan dokumen pendukung menjadi target Manipulator yang mulai khawatir kemungkinan pengecekan keabsahan dokumen. Adanya lembar C1 palsu memastikan pemalsuan dokumen memang telah terjadi.

Yang paling parah adalah perintah KPU Pusat ke daerah-daerah untuk membuka kotak suara dengan alasan mempersiapkan dokumen menghadapi gugatan ke MK. Padahal, gugatan Prabowo belum resmi didaftarkan ke MK saat perintah KPU itu mereka keluarkan. Bagi saya, ini ibarat KPU memberikan “perlindungan” kepada manipulator dengan cara: memberi kesempatan dokumen palsu “ditarik” kembali. Dan, menciptakan peluang alasan bagi pihak Terkait untuk menyatakan data di dalam kotak sudah tidak lagi valid saat dibawa ke sidang MK. Jika tim pengacara Prabowo dipersilahkan untuk kroscek data, maka pihak Terkait bisa menyatakan keberatan karena data KPU sendiri sudah “terekspos” resiko perubahan.

Saya mengacungkan jempol (dengan sinis, tentunya) kepada Master Mind di belakang pelaku manipulasi. Saya menge-sense persiapannya yang sangat matang. Reaksinya sangat cepat dan tersembunyi. Algoritma logika untuk memanipulasi suara dengan kondisi Plan B tersedia dengan baik (mendeteksi kekalahan secepatnya dari QC, membalik keadaan QC, menentukan pola pemanfaatan cover manipulasi, bergerak memanipulasi, dan mengawal opini menang). Sangat luar biasa. Saya membayangkan sebuah tim yang terdiri dari pakar statistika, ahli komunikasi, ahli psikologi, dan tim lapangan yang terlatih bergerak senyap. Namun, sebagaimana Planet Neptunus bisa ketahuan unsur penyusunnya hanya dengan analisis spektrum, kita pun pada akhirnya bisa menyadari keberadaan sang Master Mind. “Pola”nya terlihat, walau dalam bentuk “puzzle” demi “puzzle”.

Ada banyak bukti lain yang disiapkan Prabowo-Hatta untuk melawan kecurangan Pilpres. Ruang dan waktu yang sangat terbatas tidak memungkinkan bukti-bukti tersebut terkuak di depan sidang. Namun, secara resmi telah tercatat sebagai barang bukti di kepaniteraan MK.

Saya turut menyuarakan agar MK bisa menghadirkan keputusan yang tidak hanya melihat berapa selisih suara antar Capres. Tetapi, seberapa Jujur dan Adil proses yang terjadi sehingga selisih tersebut dapat terwujud. Pilpres 2014 ini harus menjadi pelajaran dan contoh bagi bangsa ini bahwa kecurangan dalam Pemilu harus dilawan, agar kelak di kemudian hari pemerintahan Negara ini semakin mantap menjalankan mandat yang diterima dari rakyat di atas platform kejujuran.

Saya kenal Yang Mulia Hakim Konstitusi Aswanto. Saya yakin Beliau juga kenal saya. Saya yakin integritas Beliau. Melalui Dinding Facebook ini saya ingin menyampaikan kepada Beliau: Berikan kami keadilan, Yang Mulia. Viva Justice.
Diubah oleh prabowowin 21-08-2014 01:39
anasabila
anasabila memberi reputasi
1
4.1K
82
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan