- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Yusril Anjurkan MK Batalkan Pilpres. Peluang SBY Memperpanjang Jabatannya?


TS
yinluck
Yusril Anjurkan MK Batalkan Pilpres. Peluang SBY Memperpanjang Jabatannya?
Yusril Tantang MK Bersikap Seperti MK Thailand Batalkan Hasil Pemilu
Jumat, 15 Agustus 2014 18:40 WITA
POS KUPANG.COM--- Pakar Hukum tata Negara, Yusril Ihza Mahendra, menantang Mahkamah Konstitusi (MK) RI berani bersikap seperti MK Thailand yang membatalkan Pemilu karena masalah penghitungan suara.
Pernyataan tersebut disampaikan Yusril mengenai penggunaan pemilih yang menggunakan KTP yang terdaftar dalam daftar pemilih khusus tambahan (DPKTb).
Menurut Yusril, DPKTb tersebut tidak pernah disebutkan dalam undang-undang dan hanya mengacu kepada putusan MK. Peraturan tersebut sah karena tidak pernah dicabut KPU dan tidak pernah dibatalkan MK.
"Persoalannya kemudian apakah secara substansi peraturan itu benar atau tidak, kita kembalikan kepada MK untuk menilai. Karena itu, saya menyatakan bahwa meskinya MK tidak mengadili Pemilu presiden hanya masalah hitung-hitungan angka tapi jauh lebih dalam kepada legalitas pelaksanaan pemilu itu sendiri," ujar Yusril seuai memberikan pendapatnya dalam lanjutan sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) presiden dan wakil presiden.
"Maka saya katakan itu, MK belum berani batalkan itu seperti yang dilakukan MK Thailand membatalkan pemilu karena masalah penghitungan suara, apakah berani MK melakukan sejauh itu, saya serahkan ke MK," kata Yusril.
Menurut Yusril walau dia hadir di MK sebagai ahli dari Prabowo-Hatta, namun pendapat tersebut berdasarkan keahliannya menjelaskan dari segi konstitusi.
Seandainya pun tidak diundang Prabowo-Hatta, lanjut Yusril, dia mengaku akan tetap maju sendiri. Atau jika pihak Joko Widodo-Jusuf Kalla yang mengundangnya memberikan pendapatnya di MK, Yusri mengatakan pendapatnya akan tetap sama.
Sebagai ahli, kata Yusril, dia tidak bisa mengatakan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden cacat hukum. Menurut Yusril, ahli hanya menerangkan sesuai dengan keahliannya dan hakim lah yang memutuskan Pemilu itu cacat hukum atau tidak.
http://kupang.tribunnews.com/2014/08...n-hasil-pemilu
Kisruh Pilpres Beri Peluang SBY Perpanjang Masa Jabatan
Sabtu, 19 Juli 2014 , 19:17:00
JAKARTA - Pakar hukum tata negara Margarito Kamis menilai tidak akan ada kerusuhan menjelang penetapan hasil pemilu presiden (pilpres) 2014. Jika tak terhindarkan, ia berharap kejadian itu terjadi setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan pemenang. "Kalau belum ada penetapan pemenang pilpres itu berbahaya sekali. Itu luar biasa berbahaya," kata Margarito kepada wartawan di Cikini, Jakarta, Sabtu (19/7).
Dijelaskannya, jika kerusuhan pecah sebelum ada penetapan pemenang pilpres maka bisa terjadi vacuum of power pascaberakhirnya masa jabatan Presiden Susilo Bambang Yudoyono. Dalam situasi tersebut, satu-satunya solusi yang bisa dilakukan adalah SBY mengeluarkan dekrit untuk memperpanjang masa jabatannya. "Kalau sampai 20 Oktober belum ada pengganti maka dia (SBY) perpanjang masa jabatannya, keluarkan dekrit. Itu sebabnya saya betul-betul berharap semua masalah diselesaikan di MK saja," papar Margarito.
Namun, lanjut Margarito, ia melihat kemungkinan terjadinya kekacauan sangat kecil. Pasalnya, persiapan aparat keamanan sudah sangat baik. "Melihat kesiapan SBY sendiri dan kelengkapan-kelengkapannya itu saya lihat kecil sekali kemungkinannya. Bisa soft landingnya, bahkan bisa landingnya itu happy," tandasnya. (
http://www.jpnn.com/read/2014/07/19/...-Masa-Jabatan-
Demo MK, HMI minta SBY keluarkan dekrit perpanjang masa jabatan
Kamis, 14 Agustus 2014 15:45
Merdeka.com - Puluhan kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Jakarta menggeruduk Mahkamah Konstitusi ( MK ). Mereka hampir bentrok dengan aparat kepolisian yang berjaga.
Dalam tuntutannya mereka meminta agar keputusan Mahkamah Konstitusi ( MK ) atas gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) tak diintervensi kepentingan politik. "Tidak ada yang menang dalam pilpres. Semuanya telah berlaku curang, selenggarakan pilpres ulang dengan fair play," kata Ibrahim dalam orasinya di depan gedung MK , Jakarta, Kamis (14/8).
Dia meminta agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ( SBY ) mengeluarkan Dekrit Presiden guna menanggapi banyaknya temuan kecurangan dalam Pilpres 2014. Sehingga Presiden SBY dapat memperpanjang masa jabatan dan menyelenggarakan pilpres ulang. "Keluarkan Dekrit Presiden untuk mewujudkan demokrasi Indonesia dan mengatasi kecurangan pilpres. Kita dorong perpanjangan massa jabatan SBY - Boediono ," terang dia.
Di samping itu, mereka juga meminta KPU dan Bawaslu untuk segera dibubarkan. Penyelenggara pemilu yang terbukti bertindak curang wajib diadili. "Bubarkan KPU dan Bawaslu abal-abal. Adili oknum penyelenggara pemilu yang berlaku curang sekarang juga," pungkas dia.
http://www.merdeka.com/peristiwa/dem...a-jabatan.html
Diminta Perpanjang Masa Jabatan, Ini Jawaban SBY
Sabtu, 26 Juli 2014, 07:00 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Adanya permintaan dari kubu Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk memperpanjang masa jabatannya selama satu tahun ke depan langsung mendapatkan respon.
Lewat program “Isu Terkini” yang diunggah dalam youtube pada Jumat (25/7), Presiden SBY menilai usulan tersebut ganjil dan tidak tepat. “Saya katakan itu bukan solusi, itu bukan opsi yang baik,” tegas SBY.
Menurut Kepala Negara, jadwal kenegaraan harus ditepati agar regularitas demokrasi tetap berjalan. Hal tersebut tak lain menyangkut pergantian kepemimpinan nasional dan pergantian pemerintahan hasil pemilu yang dilaksanakan setiap lima tahun sekali. "Artinya, tanggal 20 Oktober yang akan datang, saya betul-betul bisa mengakhiri tugas dan kewajiban saya memimpin negeri ini menjalankan roda pemerintahan, dan kemudian presiden baru dengan pemerintahannya bisa memulai tugas dan pengabdiannya untuk bangsa dan negara dengan dukungan kita semua,” tutur SBY.
http://www.republika.co.id/berita/na...ni-jawaban-sby
MK Jakarta Diuji Seperti MK Thailand, Beranikah?
Sabtu, 16 Agustus 2014 | 03:03 WIB
INILAHCOM, Jakarta - Pakar hukum tata negara Prof Yusril Ihza Mahendra mendorong semangat moralMahkamah Konstitusi (MK) agar berani mengambil langkah substansial seperti di Thailand.
Hal itu disampaikan Yusril Ihza dalam sidang sengketa hasil pilpres 2014, di Gedung MK, Jakarta, Jumat (15/8/2014). Menurutnya, MK harus berani mengambil langkah ke arah substansi seperti MK Thailand. “MK kita bisa dinilai hanya sebagai mahkamah kalkulator bila terjebak pada angka atau perolehan suara pilpres 2014,” tuturYusril.
Dalam memutus sengketa pemilu di negeri Siam, MK Thailand mengambil langkah substanstif, dengan menilai apakah pemilu konstitusional atau tidak. Menurut Yusril Ihza, hal itu terkait legalitas pilpres itu sendiri. Sehingga putusan MK tidak hanya dilihat berdasarkan perolehan suara, tetapi lebih kepada konstitusional.
MK jangan hanya jadi lembaga kalkulator karena hanya akan terjebak pada angka-angka. Padahal perolehan suara itu diyakini dengan pelanggaran yang terstruktur, sistematis dan masif.
Sebagaimana diketahui, Mahkamah Konstitusi Thailand beberapa waktu lalu memutuskan pemilihan umum yang digelar pada 2 Februari, sebaiknya ditunda. MK menyerahkan keputusan akhirnya ke tangan PM Yingluch Shinawatra dan komisi pemilihan umum.
Dalam hal ini, keputusan MK Thailand sungguh berdasarkan kehandalan profesi dan keadilan, tanpa intrik intrik politik maupun unjuk kedigjayaan lembaga masing masing yang merupakan keputusan adil dan benar secara hukum.
Keputusan MK Thailand yang menyerahkan teknis pelaksanaan dan kedaulatan kepada lembaga eksekutif adalah suatu keputusan yang egaliter dan sangat terpelajar. Hal tersebut juga bisa dicermati juga dari kesiapan rakyat Thailand untuk mengikuti pemilu yang diselenggarakan pemerintah/eksekutif berdasar jajak pendapat yang menyatakan 80 persen bersedia melakukannya.
MK Thailand juga menjatuhkan vonis bersalah atas Perdana Menteri Yingluck Shinawatra dalam kasus tuduhan penyalahgunaan kekuasaan. Dengan demikian, MK memutuskan, PM Yingluck harus meletakkan jabatannya.
Berbagai kalangan masyarakat berharap MK Jakarta tak kalah dengan MK Bangkok, dan sebagai peradilan sengketa pilpres tidak menjadi lembaga penghitung suara yang terjebak dengan perolehan angka yang dihasilkan pihak bersengketa.
Yusril Ihza Mahendra menyatakan Mahkamah Konstitusi (MK) harus memutus Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden (Sengketa Pilpres) 2014 secara adil dan bijaksana, agar presiden dan wakil presiden harus memerintah dengan legitimasi rakyat.
Tanpa adanya legitimasi rakyat, maka pemerintahan selanjutnya akan akan berhadapan dengan krisis legitimasi yang juga akan memicu instabilitas politik nasional. Jika itu yang terjadi, maka bangsa dan negara ini yang bakal merugi.
[url]http://nasional.inilah..com/read/detail/2127770/mk-jakarta-diuji-seperti-mk-thailand-beranikah#.U-6bo6hi4uQ[/url]
---------------------------------
Terlalu mahal biaya sosial dan biaya politik/keamanannya kalau MK Indonesia berani mengambil keputusan seperti MK Thailand. Belum lagi reaksi internasional, kecuali memang ada dukungan negara besar sepeti kasus Thailand itu, entahlah!

Jumat, 15 Agustus 2014 18:40 WITA
POS KUPANG.COM--- Pakar Hukum tata Negara, Yusril Ihza Mahendra, menantang Mahkamah Konstitusi (MK) RI berani bersikap seperti MK Thailand yang membatalkan Pemilu karena masalah penghitungan suara.
Pernyataan tersebut disampaikan Yusril mengenai penggunaan pemilih yang menggunakan KTP yang terdaftar dalam daftar pemilih khusus tambahan (DPKTb).
Menurut Yusril, DPKTb tersebut tidak pernah disebutkan dalam undang-undang dan hanya mengacu kepada putusan MK. Peraturan tersebut sah karena tidak pernah dicabut KPU dan tidak pernah dibatalkan MK.
"Persoalannya kemudian apakah secara substansi peraturan itu benar atau tidak, kita kembalikan kepada MK untuk menilai. Karena itu, saya menyatakan bahwa meskinya MK tidak mengadili Pemilu presiden hanya masalah hitung-hitungan angka tapi jauh lebih dalam kepada legalitas pelaksanaan pemilu itu sendiri," ujar Yusril seuai memberikan pendapatnya dalam lanjutan sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) presiden dan wakil presiden.
"Maka saya katakan itu, MK belum berani batalkan itu seperti yang dilakukan MK Thailand membatalkan pemilu karena masalah penghitungan suara, apakah berani MK melakukan sejauh itu, saya serahkan ke MK," kata Yusril.
Menurut Yusril walau dia hadir di MK sebagai ahli dari Prabowo-Hatta, namun pendapat tersebut berdasarkan keahliannya menjelaskan dari segi konstitusi.
Seandainya pun tidak diundang Prabowo-Hatta, lanjut Yusril, dia mengaku akan tetap maju sendiri. Atau jika pihak Joko Widodo-Jusuf Kalla yang mengundangnya memberikan pendapatnya di MK, Yusri mengatakan pendapatnya akan tetap sama.
Sebagai ahli, kata Yusril, dia tidak bisa mengatakan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden cacat hukum. Menurut Yusril, ahli hanya menerangkan sesuai dengan keahliannya dan hakim lah yang memutuskan Pemilu itu cacat hukum atau tidak.
http://kupang.tribunnews.com/2014/08...n-hasil-pemilu
Kisruh Pilpres Beri Peluang SBY Perpanjang Masa Jabatan
Sabtu, 19 Juli 2014 , 19:17:00
JAKARTA - Pakar hukum tata negara Margarito Kamis menilai tidak akan ada kerusuhan menjelang penetapan hasil pemilu presiden (pilpres) 2014. Jika tak terhindarkan, ia berharap kejadian itu terjadi setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan pemenang. "Kalau belum ada penetapan pemenang pilpres itu berbahaya sekali. Itu luar biasa berbahaya," kata Margarito kepada wartawan di Cikini, Jakarta, Sabtu (19/7).
Dijelaskannya, jika kerusuhan pecah sebelum ada penetapan pemenang pilpres maka bisa terjadi vacuum of power pascaberakhirnya masa jabatan Presiden Susilo Bambang Yudoyono. Dalam situasi tersebut, satu-satunya solusi yang bisa dilakukan adalah SBY mengeluarkan dekrit untuk memperpanjang masa jabatannya. "Kalau sampai 20 Oktober belum ada pengganti maka dia (SBY) perpanjang masa jabatannya, keluarkan dekrit. Itu sebabnya saya betul-betul berharap semua masalah diselesaikan di MK saja," papar Margarito.
Namun, lanjut Margarito, ia melihat kemungkinan terjadinya kekacauan sangat kecil. Pasalnya, persiapan aparat keamanan sudah sangat baik. "Melihat kesiapan SBY sendiri dan kelengkapan-kelengkapannya itu saya lihat kecil sekali kemungkinannya. Bisa soft landingnya, bahkan bisa landingnya itu happy," tandasnya. (
http://www.jpnn.com/read/2014/07/19/...-Masa-Jabatan-
Demo MK, HMI minta SBY keluarkan dekrit perpanjang masa jabatan
Kamis, 14 Agustus 2014 15:45
Merdeka.com - Puluhan kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Jakarta menggeruduk Mahkamah Konstitusi ( MK ). Mereka hampir bentrok dengan aparat kepolisian yang berjaga.
Dalam tuntutannya mereka meminta agar keputusan Mahkamah Konstitusi ( MK ) atas gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) tak diintervensi kepentingan politik. "Tidak ada yang menang dalam pilpres. Semuanya telah berlaku curang, selenggarakan pilpres ulang dengan fair play," kata Ibrahim dalam orasinya di depan gedung MK , Jakarta, Kamis (14/8).
Dia meminta agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ( SBY ) mengeluarkan Dekrit Presiden guna menanggapi banyaknya temuan kecurangan dalam Pilpres 2014. Sehingga Presiden SBY dapat memperpanjang masa jabatan dan menyelenggarakan pilpres ulang. "Keluarkan Dekrit Presiden untuk mewujudkan demokrasi Indonesia dan mengatasi kecurangan pilpres. Kita dorong perpanjangan massa jabatan SBY - Boediono ," terang dia.
Di samping itu, mereka juga meminta KPU dan Bawaslu untuk segera dibubarkan. Penyelenggara pemilu yang terbukti bertindak curang wajib diadili. "Bubarkan KPU dan Bawaslu abal-abal. Adili oknum penyelenggara pemilu yang berlaku curang sekarang juga," pungkas dia.
http://www.merdeka.com/peristiwa/dem...a-jabatan.html
Diminta Perpanjang Masa Jabatan, Ini Jawaban SBY
Sabtu, 26 Juli 2014, 07:00 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Adanya permintaan dari kubu Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk memperpanjang masa jabatannya selama satu tahun ke depan langsung mendapatkan respon.
Lewat program “Isu Terkini” yang diunggah dalam youtube pada Jumat (25/7), Presiden SBY menilai usulan tersebut ganjil dan tidak tepat. “Saya katakan itu bukan solusi, itu bukan opsi yang baik,” tegas SBY.
Menurut Kepala Negara, jadwal kenegaraan harus ditepati agar regularitas demokrasi tetap berjalan. Hal tersebut tak lain menyangkut pergantian kepemimpinan nasional dan pergantian pemerintahan hasil pemilu yang dilaksanakan setiap lima tahun sekali. "Artinya, tanggal 20 Oktober yang akan datang, saya betul-betul bisa mengakhiri tugas dan kewajiban saya memimpin negeri ini menjalankan roda pemerintahan, dan kemudian presiden baru dengan pemerintahannya bisa memulai tugas dan pengabdiannya untuk bangsa dan negara dengan dukungan kita semua,” tutur SBY.
http://www.republika.co.id/berita/na...ni-jawaban-sby
MK Jakarta Diuji Seperti MK Thailand, Beranikah?
Sabtu, 16 Agustus 2014 | 03:03 WIB
INILAHCOM, Jakarta - Pakar hukum tata negara Prof Yusril Ihza Mahendra mendorong semangat moralMahkamah Konstitusi (MK) agar berani mengambil langkah substansial seperti di Thailand.
Hal itu disampaikan Yusril Ihza dalam sidang sengketa hasil pilpres 2014, di Gedung MK, Jakarta, Jumat (15/8/2014). Menurutnya, MK harus berani mengambil langkah ke arah substansi seperti MK Thailand. “MK kita bisa dinilai hanya sebagai mahkamah kalkulator bila terjebak pada angka atau perolehan suara pilpres 2014,” tuturYusril.
Dalam memutus sengketa pemilu di negeri Siam, MK Thailand mengambil langkah substanstif, dengan menilai apakah pemilu konstitusional atau tidak. Menurut Yusril Ihza, hal itu terkait legalitas pilpres itu sendiri. Sehingga putusan MK tidak hanya dilihat berdasarkan perolehan suara, tetapi lebih kepada konstitusional.
MK jangan hanya jadi lembaga kalkulator karena hanya akan terjebak pada angka-angka. Padahal perolehan suara itu diyakini dengan pelanggaran yang terstruktur, sistematis dan masif.
Sebagaimana diketahui, Mahkamah Konstitusi Thailand beberapa waktu lalu memutuskan pemilihan umum yang digelar pada 2 Februari, sebaiknya ditunda. MK menyerahkan keputusan akhirnya ke tangan PM Yingluch Shinawatra dan komisi pemilihan umum.
Dalam hal ini, keputusan MK Thailand sungguh berdasarkan kehandalan profesi dan keadilan, tanpa intrik intrik politik maupun unjuk kedigjayaan lembaga masing masing yang merupakan keputusan adil dan benar secara hukum.
Keputusan MK Thailand yang menyerahkan teknis pelaksanaan dan kedaulatan kepada lembaga eksekutif adalah suatu keputusan yang egaliter dan sangat terpelajar. Hal tersebut juga bisa dicermati juga dari kesiapan rakyat Thailand untuk mengikuti pemilu yang diselenggarakan pemerintah/eksekutif berdasar jajak pendapat yang menyatakan 80 persen bersedia melakukannya.
MK Thailand juga menjatuhkan vonis bersalah atas Perdana Menteri Yingluck Shinawatra dalam kasus tuduhan penyalahgunaan kekuasaan. Dengan demikian, MK memutuskan, PM Yingluck harus meletakkan jabatannya.
Berbagai kalangan masyarakat berharap MK Jakarta tak kalah dengan MK Bangkok, dan sebagai peradilan sengketa pilpres tidak menjadi lembaga penghitung suara yang terjebak dengan perolehan angka yang dihasilkan pihak bersengketa.
Yusril Ihza Mahendra menyatakan Mahkamah Konstitusi (MK) harus memutus Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden (Sengketa Pilpres) 2014 secara adil dan bijaksana, agar presiden dan wakil presiden harus memerintah dengan legitimasi rakyat.
Tanpa adanya legitimasi rakyat, maka pemerintahan selanjutnya akan akan berhadapan dengan krisis legitimasi yang juga akan memicu instabilitas politik nasional. Jika itu yang terjadi, maka bangsa dan negara ini yang bakal merugi.
[url]http://nasional.inilah..com/read/detail/2127770/mk-jakarta-diuji-seperti-mk-thailand-beranikah#.U-6bo6hi4uQ[/url]
Quote:
---------------------------------
Terlalu mahal biaya sosial dan biaya politik/keamanannya kalau MK Indonesia berani mengambil keputusan seperti MK Thailand. Belum lagi reaksi internasional, kecuali memang ada dukungan negara besar sepeti kasus Thailand itu, entahlah!

0
7.1K
66


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan