Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

mosquit0Avatar border
TS
mosquit0
Kurdistan - Cerita Perjuangan suatu Bangsa tanpa Negara
Quote:


Kurdistan - Cerita Perjuangan suatu Bangsa tanpa Negara

Merdeka dari Irak, Pemimpin Kurdi Ingin Referendum

KURDI - Pemimpin wilayah otonom Kurdistan, Irak, Massoud Barzani, menyerukan parlemen untuk menetapkan tanggal referendum kemerdekaan dari Irak. Wilayah itu sudah lama ingin pisah dari Irak, setelah negara itu mengalami kekacauan tiada henti sejak rezim Saddam Hussein tumbang.

Anggota parlemen dari Partai Demokrat Kurdistan (KDP), Farhad Sofi, kepada Reuters, membenarkan permintaan pemimpin Kurdi itu untuk menggelar referendum.

”Barzani meminta parlemen untuk membentuk sebuah komisi pemilihan independen guna melaksanakan referendum di wilayah Kurdistan dan menentukan jalan ke depan,” katanya yang dilansir Jumat (4/7/2014).

Parlemen belum memutuskan permintaan pemimpin Kurdi itu. Namun, Amerika Serikat pada Kamis kemarin menyayangkan langkah Barzani untuk merdeka dari Irak. Menurut AS, satu-satunya cara untuk bisa mengusir militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) adalah dengan bersatu.

Gedung Putih, semula mencoba meyakinkan para pemimpin Sunni, Syiah dan Kurdi di Irak untuk membentuk pemerintahan bersatu di Baghdad. Namun, usulan itu disambut dingin. ”Faktanya adalah bahwa kita tetap percaya bahwa Irak lebih kuat jika bersatu,” ujar juru bicara Gedung Putih, John Earnest.

“Itulah sebabnya Amerika Serikat terus mendukung Irak yang demokratis, pluralistik dan bersatu dan kita akan terus mendesak semua pihak di Irak untuk terus bekerja bersama menuju tujuan itu,” kata Earnest.

Pemimpin Kurdi menyalahkan Perdana Menteri Irak, Nuri al-Maliki atas kacauanya situasi di Irak. ”Kami memperingatkan Maliki sejak enam bulan lalu tentang apa yang terjadi di Irak, tapi dia tidak mendengarkan dan ini adalah konsekuensinya,” ujar Barzani dalam sebuah pertemuan dengan anggota parlemen.

http://international.sindonews.com/r...gin-referendum

Quote:


Kurdistan - Cerita Perjuangan suatu Bangsa tanpa Negara
kavaleri Kurdi, 1915

Terpecahnya Bangsa Kurdi

PERSOALAN suku (bangsa) Kurdi (Kurdistan) kembali menyembul ke permukaan menyusul serangan militer Turki atas posisi-posisi gerilyawan Partai Pekerja Kurdistan (PKK) ókelompok sparatis Kurdi di Turki yang bercita-cita mendirikan Negara Kurdió di seputar wilayah perbatasan Turki-Irak, 23 Februari 2008.
Kurang lebih 10.000 tentara Turki masuk ke wilayah Irak Utara memburu gerilyawan PKK yang lari dan berlindung di kawasan tersebut. Itu adalah gempuran pertama militer Turki terhadap PKK dalam rentang waktu lima tahun terakhir.

Pengejaran pasukan Turki terhadap gerilyawan PKK pimpinan Abdullah Ocalan hingga memasuki teritorial Irak itu, tentu berpotensi menimbulkan implikasi politik maupun militer serius, terutama jika pemerintahan Perdana Menteri (PM) Nuri Al-Maliki di Baghdad tidak mau memahami masuknya militer Turki ke Irak untuk mengatasi perlawanan militer PKK yang berlindung di Irak Utara.
Bagaimanapun, dengan mengejar gerilyawan PKK hingga melintasi wilayah Irak, militer Turki melanggar kedaulatan negeri yang terkenal dengan legenda 1001 Malam itu.

Sejarah Panjang

Dalam buku bertajuk The Social and Political Structures of Kurdistan karya Martin van Bruinessen (1992) disebutkan, komunitas Kurdi adalah kelompok etnis minoritas di Timur Tengah yang mendiami wilayah di Turki, Iran, Irak, Suriah, dan Armenia. Bahasa Kurdi adalah cabang rumpun bahasa Indo-Eropa yang berkerabat dengan bahasa Persia.

Sejarah panjang bangsa Kurdi tergores sejak 612 Sebelum Masehi (SM), ketika Imperium Medya eksis di wilayah tersebut. Luas teritorial Kurdistan mencapai 409.650 kilometer persegi, terletak di sepanjang Pegunungan Taurus dan Zagros dengan populasi sekarang berjumlah sekitar 40 juta jiwa.
Karakter geografis Kurdistan yang terdiri atas gugusan perbukitan, struktur sosial yang sarat sentimen tribalisme/kesukuan, serta sistem pencaharian yang mengandalkan pertanian, membuat bangsa dan wilayah Kurdistan menjadi semieksklusif sepanjang sejarahnya.

Yang unik, sepanjang sejarah itu, tak ada satu pun bangsa ataupun kekuatan yang dapat menguasai penuh wilayah Kurdistan. Bangsa Yunani, Romawi, Persia, bahkan dinasti berbasis Islam sekalipun gagal menaklukkan secara menyeluruh bangsa Kurdi. Di era modern pun, sistem yang melahiran negara semisal Turki, Iran, Irak, dan Suriah, juga gagal menguasai penuh teritori Kurdi.

Akan tetapi, karakter geografis Kurdi itu justru membawa petaka, karena setelah Perang Dunia (PD) I harus menerima wilayahnya terbagi di antara lima negara. Terpecahnya geografis dan politik Kurdistan kali pertama terjadi pada 1514 SM, menyusul pertempuran Chaldiran antara Dinasti Safavid melawan Ottoman yang membawa mereka menandatangani perjanjian pembagian pengaruh di wilayah Kurdi.

Pembagian wilayah Kurdi kali kedua dilakukan berdasarkan Perjanjian Sykes Picot antara Inggris dan Prancis dengan dihadiri wakil dari Kekaisaran Rusia pada 1916. Selanjutnya, terjadi lagi pada 1919 merujuk Perjanjian Sevres dan pada 1923 menurut Perjanjian Lausanne.

Dalam Perjanjian Lausanne disepakati, Kurdi utara masuk yurisdiksi Turki, memiliki wilayah seluas 194.000 kilometer persegi, kini berpenduduk 13 juta jiwa; Kurdi timur masuk Iran, berluas wilayah 125.000 kilometer persegi, sekarang berpenduduk delapan juta jiwa; Kurdi selatan masuk Irak, berluas wilayah 72.000 kilometer persegi, sekarang berpenghuni enam juta jiwa; Kurdi barat daya masuk Suriah berluas wilayah 18.000 kilometer persegi, kini berpopulasi satu juta jiwa; dan Kurdi timur laut masuk yurisdiksi Armenia (eks-Uni Soviet), berluas wilayah 18.000 kilometer persegi dan kini berpopulasi satu juta jiwa (Musthafa Abdurrahman; Tragedi Bangsa Kurdi, Terpecah oleh Kekuatan Luar; Kompas, 7 November 2007).

Tercabik-cabiknya wilayah Kurdi tersebut membuat pupusnya impian bangsa itu untuk mempunyai negara sendiri. Pemimpin lama Kurdi, Mustafa Barzani (1990-1979), pernah berjuang mendirikan Negara Kurdi. Perjuangannya menuai hasil dengan mendirikan negara Kurdi bernama Mahabad di wilayah Kurdistan, Iran, pada 1946. Namun, eksistensinya kemudian buyar.

Bangsa Tragis

Pembagian wilayah menjadi penyebab kian retaknya sistem sosial budaya dan politik bangsa Kurdi. Mereka berada di bawah sistem politik pemerintahan pusat yang beragam di negara-negara yang menjadi tempat komunitas-komunitas bangsa Kurdi tinggal.

Karenanya, meski sejarah bangsa Kurdi cukup tua, mereka termasuk bangsa yang kurang beruntung. Bahkan ada yang menyebut sebagai bangsa yang tragis akibat karakter geografis, sentimen tribalisme, tirani, dan kolonialisme. Sekurangnya ada tiga faktor yang membuat bangsa Kurdi tercerai-berai dan sulit mewujudkan impian mendirikan negara sendiri.

Pertama, kuatnya sentimen kesukuan yang mengakibatan komunitas Kurdi tak pernah bersatu secara kebangsaan. Hal itu menyebabkan mereka sulit melahirkan seorang pemimpin yang sanggup menyatukan bangsanya.

Kedua, kekuasaan kolonialisme. Di era kolonialisme dulu tak jarang penguasa kolonial memanfaatkan sentimen kesukuan di antara komunitas yang ada untuk mengadu domba sesama suku bangsa Kurdi.

Ketiga, represi (kediktatoran) pemerintah pusat di negara-negara bangsa Kurdi berada sejak setelah PD I. Para pemerintah diktator itu, misalnya. menolak mengakui eksistensi bangsa dan bahasa Kurdi.

Pemerintah di Turki, Iran, dan Irak, yang memiliki warga Kurdi dalam jumlah besar, terus bersikap tegas: ”hanya ada satu bangsa, budaya, dan bahasa di negara mereka; tak ada yang namanya bangsa, budaya, maupun bahasa Kurdi.” Bahasa Kurdi dilarang diajarkan di sekolah-sekolah di negara-negara tempat komunitas Kurdi tinggal.

Itulah realitas sosial politik nan-tragis yang dijalani bangsa Kurdi, terutama di Turki, Iran, dan Irak, dalam kurun waktu yang sudah lama. Mereka tercerai-berai selain oleh ego antarkelompok suku di lingkup internal bangsa Kurdi sendiri, juga oleh kekuatan kolonialisme sewaktu dijajah Barat dan represi pemerintah di negara-negara tempat komunitas Kurdi tinggal sekarang. Namun, kalangan pengamat umumnya kini menilai kondisi Kurdi Irak pasca-Saddam Hussein jauh sudah lebih baik. Mereka mendapat otonomi khusus dari pemerintah pusat.

Di luar itu, penjabat Presiden Irak sekarang (Jalal Talabani, pemimpin Partai Uni Patriot Kurdi) dan Menteri Luar Negeri Hosham Zebari beretnis Kurdi. Sebagian pengamat menilai, hal itu sebagai momentum dan modal penting bagi Kurdi Irak khususnya untuk mendirikan Negara Kurdi.

http://m.suaramerdeka.com/index.php/...008/03/11/4435

Quote:




emoticon-Ngacir--------- emoticon-Ngacir
0
24.9K
51
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan