- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
ὸ.ό Ternyata Madiun Bukan Cuma Melulu Soal Pecelnya, Tempat & Penduduknya Spesial ὸ.ό
TS
LookMa
ὸ.ό Ternyata Madiun Bukan Cuma Melulu Soal Pecelnya, Tempat & Penduduknya Spesial ὸ.ό
Bulan Desember 2011, penulis sekeluarga (kedua orang tua, kakak, dan staff rumahtangga beserta anaknya) ingin menghabiskan liburan Natal di Yogyakarta. Kami menyewa sebuah mobil dan berangkat dari Bogor. Kami sengaja mengambil jalur Selatan lewat Bandung karena kakak penulis tinggal di sana. Dari Bogor kami ke Bandung untuk menjemput kakak penulis kemudian baru pergi ke Yogyakarta. Kami menginap dulu semalam di Bandung dan kemudian berangkat ke Yogyakarta pada pagi hari.
Ketika sampai di Gombong, ayah penulis ingin mampir di daerah Sidobunder. Dia ingin bernostalgia karena ketika muda dulu, dia pernah menjadi tentara pelajar dan berperang melawan Belanda. Maka mampirlah kami ke sana. Jalan menuju Sidobunder ini bagus dan pemandangannya indah. Terdapat beberapa sungai kecil yang mengalir dan juga sawah yang berwarna hijau. Setelah mencari-cari dan bertanya ke sana ke mari, akhirnya kami menemukan sebuah monumen di sana. Ayah penulis turun dan betapa bahagianya dia melihat beberapa nama yang dia kenal tercantum di monumen tersebut. Setelah beberapa lama, kami melanjutkan perjalanan menuju Yogyakarta.
Sesampai di Yogyakarta, kami menuju ke penginapan kami di daerah jalan Kaliurang. Keesokan harinya staf rumahtangga kami (Ninit) berangkat ke Madiun dengan naik kereta api, dan kami akan pergi ke rumah keluarganya sehari kemudian.
Pada pagi hari kami sudah berangkat dari Yogyakarta menuju Madiun. Saat sampai di Maospati, kami menelepon Ninit dan dia mengatakan akan menunggu kami di pertigaan ring road dan akan memandu kami menuju desanya. Jalan menuju desa Banyak masih berbatu-batu dan ternyata dari ring road cukup jauh sekitar 5 km. Akhirnya sampailah kami di desa Banyak di rumah orang tua Ninit. Kami disambut dengan baik oleh kedua orang tuanya. Mereka mengenakan baju terbaik mereka, padahal kami hanya berpakaian seadanya. Aduh!. Keluarga Ninit yang lain juga datang menyambut. Ketika memasuki rumah, suguhan sudah disediakan di meja tamu.
Ketika penulis ingin melihat-lihat kawasan sekitar, penulis diantar oleh Ninit melihat-lihat desa itu. Sebagian rumah-rumah di sana dindingnya sudah terbuat dari batu bata dan sudah sangat sedikit yang terbuat dari gubuk atau papan. Saat berjalan-jalan beberapa tetangga ingin tahu siapa kami dan dengan bangga Ninit memperkenalkan kami kepada para tetangganya. Malu juga rasanya, seperti orang penting saja.

Rumah Penduduk
Di dekat rumah Ninit juga terdapat sawah yang sangat hijau. Bersama-sama dengan kakak penulis, penulis pun berjalan-jalan di pematang sawah, juga berbincang dengan penduduk setempat.

Sawah hijau membentang
Siang hari, saat makan siang tiba, kami diajak untuk berkunjung ke rumah kakak dari Ninit, yang jaraknya tidak jauh dari rumah orang tuanya. Rumah ini pun sudah ditembok namun sangat minim jendela sehingga panas sekali rasanya. Di sana sudah tersedia pecel Madiun, jenang (semacam dodol), durian, rujak cingur, dan banyak lagi. Banyak sekali. Melihatnya saja kami sudah merasa kenyang. Kami pun menyantap hidangan yang disediakan. Setelah makan, kami pun bersantai di rumah itu sambil tidur-tiduran di lantai ruang tamunya. Benar-benar seperti di rumah sendiri.

Makan siang sambil lesehan
Menjelang sore hari, kami pun berpamitan untuk kembali ke Yogakarta. Tentu saja kami pulang tidak dengan tangan kosong. Kami dibawakan beras hasil panen mereka, beras ketan, sambal pecel, jenang, brem, dan banyak lagi. Mobil yang sudah penuh menjadi semakin penuh dengan bawaan tersebut. Namun kami merasa senang karena bisa mengunjungi desa asal Ninit yang sudah bekerja di keluarga kami selama lebih dari dua puluh lima tahun.
http://www.santaibro.com/?p=85
Ketika sampai di Gombong, ayah penulis ingin mampir di daerah Sidobunder. Dia ingin bernostalgia karena ketika muda dulu, dia pernah menjadi tentara pelajar dan berperang melawan Belanda. Maka mampirlah kami ke sana. Jalan menuju Sidobunder ini bagus dan pemandangannya indah. Terdapat beberapa sungai kecil yang mengalir dan juga sawah yang berwarna hijau. Setelah mencari-cari dan bertanya ke sana ke mari, akhirnya kami menemukan sebuah monumen di sana. Ayah penulis turun dan betapa bahagianya dia melihat beberapa nama yang dia kenal tercantum di monumen tersebut. Setelah beberapa lama, kami melanjutkan perjalanan menuju Yogyakarta.
Sesampai di Yogyakarta, kami menuju ke penginapan kami di daerah jalan Kaliurang. Keesokan harinya staf rumahtangga kami (Ninit) berangkat ke Madiun dengan naik kereta api, dan kami akan pergi ke rumah keluarganya sehari kemudian.
Pada pagi hari kami sudah berangkat dari Yogyakarta menuju Madiun. Saat sampai di Maospati, kami menelepon Ninit dan dia mengatakan akan menunggu kami di pertigaan ring road dan akan memandu kami menuju desanya. Jalan menuju desa Banyak masih berbatu-batu dan ternyata dari ring road cukup jauh sekitar 5 km. Akhirnya sampailah kami di desa Banyak di rumah orang tua Ninit. Kami disambut dengan baik oleh kedua orang tuanya. Mereka mengenakan baju terbaik mereka, padahal kami hanya berpakaian seadanya. Aduh!. Keluarga Ninit yang lain juga datang menyambut. Ketika memasuki rumah, suguhan sudah disediakan di meja tamu.
Ketika penulis ingin melihat-lihat kawasan sekitar, penulis diantar oleh Ninit melihat-lihat desa itu. Sebagian rumah-rumah di sana dindingnya sudah terbuat dari batu bata dan sudah sangat sedikit yang terbuat dari gubuk atau papan. Saat berjalan-jalan beberapa tetangga ingin tahu siapa kami dan dengan bangga Ninit memperkenalkan kami kepada para tetangganya. Malu juga rasanya, seperti orang penting saja.

Rumah Penduduk
Di dekat rumah Ninit juga terdapat sawah yang sangat hijau. Bersama-sama dengan kakak penulis, penulis pun berjalan-jalan di pematang sawah, juga berbincang dengan penduduk setempat.

Sawah hijau membentang
Siang hari, saat makan siang tiba, kami diajak untuk berkunjung ke rumah kakak dari Ninit, yang jaraknya tidak jauh dari rumah orang tuanya. Rumah ini pun sudah ditembok namun sangat minim jendela sehingga panas sekali rasanya. Di sana sudah tersedia pecel Madiun, jenang (semacam dodol), durian, rujak cingur, dan banyak lagi. Banyak sekali. Melihatnya saja kami sudah merasa kenyang. Kami pun menyantap hidangan yang disediakan. Setelah makan, kami pun bersantai di rumah itu sambil tidur-tiduran di lantai ruang tamunya. Benar-benar seperti di rumah sendiri.

Makan siang sambil lesehan
Menjelang sore hari, kami pun berpamitan untuk kembali ke Yogakarta. Tentu saja kami pulang tidak dengan tangan kosong. Kami dibawakan beras hasil panen mereka, beras ketan, sambal pecel, jenang, brem, dan banyak lagi. Mobil yang sudah penuh menjadi semakin penuh dengan bawaan tersebut. Namun kami merasa senang karena bisa mengunjungi desa asal Ninit yang sudah bekerja di keluarga kami selama lebih dari dua puluh lima tahun.
http://www.santaibro.com/?p=85
0
1.9K
13
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan