- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
[Pejuang legalitas suntik mati] Rumah Bau Pesing si Pencetus Suntik Mati
TS
embolisasi
[Pejuang legalitas suntik mati] Rumah Bau Pesing si Pencetus Suntik Mati
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Ignatius Ryan Tumiwa (48), pria yang mengajukan revisi pasal 344 tentang suntik mati ke Mahkamah Konstitusi. Tinggal di rumah warisan milik kedua orang tuanya di Jalan Taman Sari X Nomor 61 RT 8 RW 03, Kelurahan Tamansari, Kecamatan Tamansari, Jakarta Barat. Dirumah itu ia tinggal sebatang kara, tanpa sanak keluarga, istri, ataupun anak.
Kondisi rumah itu kontras dengan kondisi rumah lainnya yang ada di sepanjang jalan itu yang bersih nan megah. Bangunan itu tampak tak terawat. Pintu pagar yang tertutup rapat, cat putihnya sudah terkelupas. Karat juga sudah tampak menghiasi pagar itu.
Bau pesing tercium saat mendekat rumah tersebut. Halaman rumah terdapat banyak lumut, ada jemuran besi terpajang di halaman tersebut serta tangga aluminium. Plafon yang berada di teras juga nampak rusak. Jebol akibat terkena bocoran air hujan.
Masuk ke dalam bau apek menyengat, ditambah kondisi lampu yang sengaja dimatikan membuat suasana pengap di rumah tersebut. Masuk ruang tamu, tumpukan gayung serta air mineral menghiasi meja dan sofa. Gayung serta air mineral itu terbungkus rapi plastik berwarna putih dengan berbagai gambar logo swalayan mewah.
Kemudian tumpukan berbagai koran diantaranya Warta Kota dengan tanggal paling baru pada 2013 lalu. Selain itu, ada koran berbahasa Mandarin juga tertata rapi. Ada dua lemari es, kemudian satu televisi tabung. Ada dua kamar mandi di rumah itu, yang pertama gelap dan dipenuhi lumut. Kamar mandi kedua tampak terang terletak di bagian belakang dekat dapur.
Plafon yang ada di dalam rumah pun tampak tak karuan. Rusak di mana-mana terkena bocoran air hujan. Berdasarkan pengamatan Warta Kota, rentan ambruk. Ada tiga kamar di ruangan itu, dua kamar berada di sisi kanan dari pintu masuk dekat ruang tamu. Dan satu lagi berada di ruang makan dengan pintu penuh dengan coretan putih.
Menurut Erni (35), tetangga yang tinggal di depan rumah Ryan, rumahnya memang kotor tidak dirawat oleh pemiliknya. Padahal lanjut Erni, setiap hari pemiliknya ada di rumah. "Wah bau apek banyak debu, pesing pula rumahnya. Orangnya saja enggak pernah mandi bau banget tuh orang," ucap wanita yang sudah 5 tahun menjadi tetangga Ryan.
Lanjut Erni, sebelum ayahnya meninggal kondisi rumah tersebut masih cukup terawat. "Sebelum ayahnya sakit dan kemudian meninggal rumahnya belum sekotor itu. Kayaknya dia jadi males kemudian stres gara-gara ayahnya meninggal," ungkap ibu yang memakai baju hijau itu yang rumahnya berada persis di depan rumah Ryan.
Sejauh yang diketahui Erni, Ryan sebelumnya bekerja sebagai seorang dosen di salah satu perguruan tinggi. "Dosen dia kerjaannya, orangnya cukup pinter kok. Saya aja enggak paham apa yang diomongin dia," tuturnya.
Ia menjelaskan, meskipun rumahnya tampak kotor dan akan rubuh. Tetapi dirinya kerap kali memergoki Ryan pesan makan-makanan dari restoran mewah. "Saya suka liat ada restoran yang datang bawain makan dan bukan nasi tapi roti gitu. Sampahnya saja plastik-plastik mewah. Banyak uang kayaknya," katanya.
Senada dikatakan Heri Tanujaya (60) Ketua RT 8 RW 03 yang rumahnya berjarak satu rumah saja dengan Ryan. Menurutnya, Ryan itu tergolong pribadi yang tertutup dan tidak pernah bergaul dengan tetangga. "Sejak dulu yang saya tahu, Ryan itu tertutup jarang bergaul sama tetangga, menyapa saja tidak," ungkap pria yang menjadi RT sejak 2006 itu.
Bahkan saat ayahnya Ryan baru saja pensiun sebelum meninggal, sang ayah kerap sosialisasi dengan warga sekitar. "Ayahnya suka ngobrol sama tetangga depan rumahnya, ngopi-ngopi di pos RW sama tetangga. Tetapi kemudian dilarang oleh Ryan karena nongkrong dianggap kotor banyak debu, jadi bisa sakit. Tak beberapa lama setelah dilarang ayahnya kemudian meninggal," tutur pria tersebut sambil ditemani istri dan kedua cucunya tersebut di rumahnya.
Lanjut Heri sepengetahuan dirinya, Ryan merupakan dosen di salah satu perguruan tinggi. Apalagi orangnya cukup pintar. "Dia S2 di UI mas, terus tiap pagi saya suka lihat bawa tas pergi kerja dan sore pulang," pungkasnya. Sumber EDAN
Ignatius Ryan Tumiwa, Dari Tunjangan untuk Pengangguran Hingga Suntik Mati
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Ignatius Ryan Tumiwa (48) namanya. Bungsu dari 4 bersaudara ini baru saja membuat heboh dengan mengajukan tuntutan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk merevisi pasal 344 terkait dengan permintaan suntik mati.
Pria kurus yang hanya memakai baju tanpa lengan serta celana hitam lusuh itu saat ditemui di rumahnya jalan Taman Sari X RT 8 RW 03, Kelurahan Tamansari, Tamansari, Jakarta Barat itu mengaku sudah sejak bulan Mei 2014 mengajukan tuntutan itu.
"Awalnya saya pergi ke komnas HAM terus ditolak, saya pergi ke depkes ditolak juga dan disuruh ke Mahkamah Konstitusi. Di MK saya disuruh pergi ke psikiater," ujar sarjana strata satu administrasi dari Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi di Jalan Kramat Raya kepada Warta Kota, Senin (4/8/2014).
Menurutnya, awal ide untuk suntik mati itu tak terlintas dalam pikirannya. Ia hanya ingin bertanya kepada Komnas HAM terkait dengan tunjangan untuk para jobless seperti dirinya. Hanya saja ketika berkunjung ke komnas HAM, dirinya mendapat larangan. Karena dianggap salah konfirmasi.
"Komnas HAM bilang yang diurusinya pelanggaran hak asasi bukan masalah pemberian tunjangan," ungkap pria lulusan pasca sarjana universitas Indonesia jurusan administrasi pada tahun 1998.
Dirinya ke Komnas HAM untuk mempertanyakan pasal 34 tentang fakir miskin dan anak terlantar dipelihara negara. "Saya bertanya kepada komnas soalnya saya kan fakir miskin. Tetapi jawaban mereka fakir miskin itu tunawisma (gelandangan) bukan seperti saya," tuturnya.
Lantas karena frustasi dari Komnas HAM, kemudian terlintas ide untuk suntik mati. "Karena tak ditanggapi muncul ide untuk ke departemen kesehatan minta disuntik mati, tetapi kembali dilarang karena di Indonesia tak ada hukum yang mengatur. Kemudian mereka menyuruh saya ke MK untuk melakukan revisi agar rencana saya bisa berjalan," ungkap pria yang mengaku pernah bekerja di perusahaan audit itu.
Saat ini dirinya lebih memperjuangkan suntik mati bukan lagi tunjangan bagi pengangguran. Karena dirinya mengaku sejak ditinggal ayahnya yang bernama Thu Indra (88) pada 2012, ia mengaku depresi serta stress berat. Ditambah dirinya diberhentikan dari pekerjaannya.
"Mau gimana lagi, saya sudah hidup sendirian. Ayah serta ibu saya sudah meninggal. Kakak saya sudah punya keluarga sendiri, sudah jarang kemari. Makanya lebih baik saya mati saja," kata pria yang bercita-cita pergi ke planet Mars itu.Sumber EDAN
Ini pengangguran bin PEMALAS dan anti sosial ato apa
Sudah dewasa, ijasah S2 UI, masih minta tunjangan pengangguran, pdhal punya rumah dan bisa bekerja layak
Ya sudah deh ane doain suntik matinya BERHASIL serta ke planet MARS nya segera terwujud
Diubah oleh embolisasi 05-08-2014 03:52
0
21.7K
200
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan