yinluckAvatar border
TS
yinluck
Apa enknya Jokowi Presiden bagi Rakyat? BBM naik, Pajak mencekik, sekolah mahal
Belum juga dilantik, Jokowi sudah ancang-ancang kurangi subsidi BBM:
Jokowi Presiden, Harga BBM Naik 40%
July 30, 2014

Harga BBM bakal naik 40% di pemerintahan Jokowi. Usulan Tim Ekonomi Jokowi-JK yang mendesak pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono untuk berbagi tugas menaikkan harga BBM bersubsidi masing-masing 20 persen ditentang oleh Pengamat Ekonomi, Aviliani. “Langsung saja naikkan semuanya (40 persen) di pemerintahan Jokowi, kalau naikkan harga BBM di pemerintahan sekarang sudah nggak mungkin,” katanya saat ditemui saat Halal Bihalal di Kediaman Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Muliaman D Hadad, Jakarta, Selasa (29/7/2014).

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Chairul Tanjung (CT) menganggap penyesuaian harga bukanlah satu-satunya jalan untuk menyehatkan fiskal Indonesia. “Menurunkan subsidi BBM, jangan langsung dengan kenaikan. Yang kita harus bicarakan adalah penurunan subsidi BBM,” tuturnya.

CT menyarankan agar pemerintahan baru mengurangi anggaran subsidi BBM. Sebab alokasi subsidi BBM sudah terlalu besar sehingga memberatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). “Kenaikan harga BBM wajib dilakukan oleh pemerintah baru karena jumlah subsidinya sudah terlalu besar dan persentase terhadap pengeluaran pemerintah sudah besar. Daripada ini dibuang untuk suatu yang tak bermanfaat, lebih baik uangnya untuk mengurangi angka kemiskinan yang menjadi permasalahan sekarang,” papar CT.

Sebelumnya, Ekonom Bank Standard Chartered yang juga Tim Ekonomi Jokowi Fauzi Ichsan menyarankan agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menaikkan harga BBM 20 persen. Lalu presiden terpilih, Jokowi menaikkan lagi 20 persen. “Negara-negara miskin, seperti India, Vietnam dan Kamboja saja sudah memberlakukan harga BBM lebih mahal dari kita. Makanya pemerintahan SBY 20 persen, pemerintahan Jokowi 20 persen,” kata Fauzi.
http://sidomi.com/310288/jokowi-pres...a-bbm-naik-40/


Pajak akan semakin mencekik rakyat ...
Kulkas, AC dan Mesin Cuci Kini Dikenakan Pajak Barang Mewah

Pasal 2 PMK ini menyebutkan, untuk jenis Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah dalam kategori kelompok alat rumah tangga, kelompok peralatan dan perlengkapan olahraga, alat perekam atau reproduksi gambar, dikenakan PPnBM sebesar 10 %.

Masuk pajak barang mewah (PPnBM): lemarin pendingin-pembeku dengan kapasitas di atas 180 liter dengan nilai impor atau harga jual di atas Rp 10 juta per unit

Sehubungan dengan adanya gejolak pada pasar keuangan dan nilai tukar rupiah Kementerian Keuangan mengatur perlakukan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terhadap Barang Kena Pajak yang tergolong mewah selain kendaraan bermotor, demikian seperti diberitakan dalam laman resmi Setkab.

Pengaturan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 121/PMK.011/2013 yang ditandatangani oleh Menteri Keuangan M. Chatib Basri pada 26 Agustus lalu.

Dalam lampiran PMK itu disebutkan barang-barang yang digolongkan sebagai barang mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) itu antara lain: lemarin pendingin-pembeku, dari tipe rumah tangga dengan kapasitas di atas 180 liter dengan nilai impor atau harga jual di atas Rp 10 juta per unit; pemanas air instan atau pemanas air dengan tempat penyimpanan, bukan listrik, dengan nilai impor atau harga jual di atas Rp 5 juta; mesin cuci, termasuk yang dapat digunakan untuk mencuci dan mengeringkan pakaian dengan nilai impor atau harga jual di atas Rp 5 juta per unit; perlengkapan memancing dengan nilai impor atau harga jual Rp 2,5 juta atau lebih per unit; dan mesin pengatur suhu udara (AC) dengan kapasitas pendingin di atas 1 PK dengan 2 PK dengan nilai impor atau harga jual di atas Rp 8 juta/unit.

Selain itu juga kamera digital dan kamera vidoa, selain yang dipergunakan untuk usaha penyiaran radio atau televisi dengan nilai impor atau harga jual di atas Rp 10 juta; kamera fotografi (selain kamera sinematografi) dengan harga jual atau nilai pabean ditambah bea masuk di atas Rp 10 juta; tungku, kompor, alat masal dan peralatan rumah tangga tanpa listrik dengan nilai impor atau harga jual di atas Rp 5 juta; rumah dan town house dengan luas bangunan 350 m2 atau lebih; apartemen, kondominium dengan luas bangunan 150 m2 atau lebih; parfum dan cairan pewangi yang siap dijual eceran dengan nilai impor atau harga jual Rp 20.000 per ml; pakaian selam dan kacamata pelindung selam.

Ada juga karpet dan penutup lantai tekstil lainnya, sudah jadi, dari wool atau sutera, selain dari jenis yang dipergunakan untuk alas sembahyang; arloji tangan, arloji saku dan arloji lainnya dengan nilai impor atau harga jual Rp 40 juta/unit; kopor, tas perempuan, tas eksekutif, tas kantor, tas sekolah dengan nilai impor atau harga jual di atas Rp 5 juta; pakaian, aksesori pakaian dan barang lainnya dari kulit berbulu dengan nilai impor atau harga jual Rp 6 juta atau lebih per stel; dan lain-lain.

Pasal 2 PMK ini menyebutkan, untuk jenis Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah dalam kategori kelompok alat rumah tangga, kelompok peralatan dan perlengkapan olahraga; kelompok mesin pengatur suhu udara; kelompok alat perekam atau reproduksi gambar, pesawat penerima siaran radio; dan kelompok alat fotografi, alat sinematografi, dan perlengkapannya dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) sebesar 10 persen.

Untuk kelompok alat rumah tangga, pesawat pendingan, pesawat pemanas di luar ketentuan di atas dalam Pasal 3 PMK Nomor 121 ini dikenakan PPnBM 20 persen.

Adapun untuk kelompok kapal atau kendaraan lainnya, sampan dan kano; kelompok peralatan dan perlengkapan golf dan ski air; kelompok barang kaca dari kristal yang digunakan untuk meja, dapur, rias, kantor, dekorasi; dan kelompok barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari logam mulia atau dari logam yang dilapisi logam muliah atau campuran keduanya sesuai Pasal 3 PMK ini dikenakan PPnBM sebesar 30 persen.

Sedang untuk kelompok barang yang terbuat dari kulit atau kulit tiruan seperti tas perempuan, ikat pinggang, karpet/permadani; barang lainnya atau sebagian atau seluruhnya terbuat dari emas atau platina; perahu motor untuk pelesir atau olahraga; dan lain-lain dikenakan PPnBM sebesar 40 persen.

Adapun kelompok permadani yang terbuat daru bulu hewan halus, helikopter, pesawat udara dan kendaraan udara lainnya; dan kelompok peralatan golf sesuai Pasal 5 PMK ini dikenakan PPnBM sebesar 50 persen.

Terakhir, kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari batu mulia dan/atau mutiara atau campuran dari padanya, termasuk kapal pesiar mewah dan yacht dikenakan PPnBM sebesar 75 persen. “Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 9 PMK yang diundangkan pada 26 Agustus 2013 itu.*
http://www.globalmuslim.web.id/2013/...dikenakan.html


Lulus SMA saja kagak laku di pasar kerja, ke PT?
Uang Kuliah Tunggal, Tata Kelola Pendidikan Tinggi Liberal

Mulai tahun akademik 2013-2014 pemerintah memberlakukan kebijakan Biaya Kuliah Tunggal (BKT) dan Uang Kuliah Tunggal (UKT). Yaitu sebagaimana Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 55 Tahun 2013 tentang BKT dan UKT Pada Perguruan Tinggi Negeri di lingkungan Kemendikbud, khususnya pasal 5. Dimana meringankan beban mahasiswa merupakan salah satu dasar pertimbangan kebijakan UKT. Demikian ditegaskan pada poin pertimbangan (poin b) PermenDikBud tersebut. Namun realitasnya, sungguh jauh dari harapan.

Sementara itu, masih PerMenDikBud tentang UKT dan pada poin 1 “Mengingat”, ditegaskan bahwa UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi dijadikan dasar peringatan keberadaan UKT. Karenanya, konsep UKT tidak terpisahkan dari UU No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi ( UU PT atau UU DikTi). Yang dicanangkan pemerintah sebagai bingkai tata kelola pendidikan tinggi atau yang digadang-gadangkan dengan sebutan Good University Governance atau Good Higher Education Governance.

Lebih jauh lagi, adalah sangat urgen mewujudkan pengelolaan pendidikan tinggi yang baik. Yaitu yang mampu memberikan akses yang seluas-luasnya kepada seluruh anggota masyarakat terhadap pendidikan tinggi berkualitas. Hanya saja apakah prinsip-prinsip tata kelola pendidikan tinggi yang selama ini digunakan telah memberikan arah yang demikian atau justru sebaliknya?

Buah Pahit Tata Kelola Pendidikan Tinggi Kapitalistik.

Sangat mahalnya biaya kuliah pada Pendidikan Tinggi tak terkecuali Pendidikan Tinggi Negeri, apapun alasannya, adalah bukti yang tidak terbantahkan bahwa lembaga Pendidikan Tinggi tersebut dikelola di atas prinsip-prinsip liberalistik, kapitalistik, komersialitik, bukan social (gratis atau dengan biaya sangat murah).

Sebagai gambarannya, biaya kuliah per mahasiswa pada Program Studi Kedokteran berkisar Rp 32 – 62 juta/tahun; Ilmu Tehnik Rp 14 – 20 juta/tahun; dan Ilmu Sosial Rp 10 – 17 juta/tahun (Lihat Hand out: “Pokok-Pokok Pengaturan Rancangan RUU DIKTI, H. Syamsul Bachri M.Sc. Wa.Ka. Komisi X DPR RI/ Ka Panja RUU DIKTI Komisi X DPR RI). Sementara pendapatan per kapita masyarakat Indonesia hanya Rp 33,3 juta (BPS, 2012). Jelas ini nilai yang sangat membebani, di tengah-tengah serba mahalnya berbagai kebutuhan pokok masyarakat.

Bagimana dengan kebijakan BKT dan UKT, biaya pendidikan di tingkat pendidikan tinggi menjadi lebih murah? Ternyata tidak. Ini tercermin dari tingginya nilai BKT, yang mendasari penentuan nilai UKT. Yaitu keseluruhan biaya operasional per mahasiswa per semester pada program studi di perguruan tinggi negeri. Nilai BKT dikurangi biaya yang ditanggung pemerintah merupakan nilai UKT, yang digolongkan berdasarkan kemampuan ekonomi mahasiswa.

Adapun nilai BKT yang tinggi terlihat lebih jelas pada sejumlah Perguruan Tinggi Negeri yang terkemuka. Seperti Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Indonesia (UI), Universitas Gajah Mada (UGM) dan Institut Teknologi Bandung (ITB). IPB membandrol dengan nilai Rp 6.093. 000 – 15. 232.000; UI, Rp 6.093.00 – 15.232.00; UGM, Rp 6.093.00 – 15.232.00; ITB, Rp 7.616.000 – 13.404.000; dan UNAIR, Rp 5. 077.000 – 12. 694. 000. Hal ini berimplikasi pada nilai UKT yang tetap mencekik. Karena bagi kelompok yang sangat miskin (Golongan I), seribu-dua ribu rupiah apa lagi Rp 500.000 per bulan tetap saja mahal bahkan sangat mahal, dan jumlahnya amat sedikit (5%). Sementara bagi mahasiswa yang terkategori tidak kaya dan tidak pula miskin, (Golongan III – VII), yang merupakan kelompok terbesar, UKT dengan nilai hingga belasan juta rupiah tetap sajalah mencekik leher (Lihat Lampiran: Permendikbud RI No 55 Th 2013 Tentang BKT dan UKT). Akhirnya secara keseluruhan, konsep BKT dan UKT hanyalah untuk mengekalkan komersialisasi pendidikan tinggi dan pengelolaanya.

Di samping itu, tata kelola pendidikan tinggi yang liberalistik ini juga terlihat dari konsep otonomi kampus. Yang menolak peran pemerintah dalam pengelolaan pendidikan tinggi, karena dinilai sebagai “racun” yang menghambat kreativitas kampus. Dimana daya kreativitas hanya akan muncul apabila lembaga dan insan pendidikan otonom, bukan pegawai pemerintah dengan mentalitas pegawai (Satryo Soemantri, Good University Governance Dejawatanisasi PT). Artinya pengelolaan pendidikan tinggi harus atas prinsip-prinsip bisnis bukan pelayanan/social. Gagasan yang menyesatkan ini telah dilegalkan melalui UU No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan tinggi. Yaitu Bagian ke lima, pasal 62, ayat 1 s.d 4. Dan untuk mengejawantahkannya pengelolaan keuangan pendidikan tinggi harus mengikuti konsep Badan Layanan Umum (BLU) atau dengan membentuk PTN Badan Hukum (lihat pasal 65 ayat 1).

Bersamaan dengan itu, tidak sedikit yang terkecoh dengan gagasan tata kelola yang liberalistik tersebut. Yang demikian karena gagasan ini dipoles dengan prinsip-prinsip yang dipandang elegan. Seperti efisiens, efektif, anti korupsi, birokrasi sederhana, transparansi, dan gagasan-gagasan serupa dari prinsip good governance. Yang bila diteliti secara seksama prinsip-prinsip tersebut hanyalah untung melanggengkan liberalisasi layanan publik dalam hal ini pendidikan tinggi dan tata kelolanya. Dimana fungsi pemerintah dikebiri sebatas fasilitator dan regulator saja.

Bukan hanya itu, bukan satu dua orang yang berpendapat bahwa mahalnya pendidikan tinggi (baca liberalisasi) tidak menjadi masalah yang penting “kualitasnya”. Asalkan “kualitas” yang ditawarkan sesuai dengan besarannya bayaran itu tidak menjadi masalah. Ini adalah logika dari benak-benak yang telah teracuni ide individualiastik, yang menyalahi ketentuan Islam.

Lebih dari pada itu semua, tata kelola pendidikan tinggi yang baik tidak akan pernah terwujud selama komersialisasi menjadi jiwa tata kelola. Bahkan inilah (liberalisasi,komersialisasi) yang menjadi sumber petaka pendidikan tinggi saat ini. Mulai dari biaya pendidikan tinggi sangat mahal, hingga disorientasi visi dan misi pendidikan tinggi. Jelas ini konsep tata kelola pendidikan tinggi yang menyalahi ketentuan Islam, disamping amat sangat membahayakan masa depan umat. Hanya saja kebijakan tata kelola yang liberalistik ini adalah niscaya dalam sistem politik demokrasi, yang menjadikan hawa nafsu manusia sebagai sumber aturan.
http://hizbut-tahrir.or.id/2013/07/0...-dan-khilafah/


Jaminan Assuransi Kesehatan yang ternyata tidak sehat?
SJSN dan BPJS: Memalak Rakyat Atas Nama Jaminan Sosial

Saat ini institusi bisnis asuransi multinasional tengah mengincar peluang bisnis besar di Indonesia

Mulai 1 Januari 2014 pemerintah mulai memberlakukan sistem jaminan sosial. Ini adalah tindak lanjut Perpres No. 12 tahun 2013 tentang jaminan kesehatan dan PP 101/2012 tentang Penerima Bantuan Iuran (PBI) sebagai implementasi UU SJSN.

Menyongsong pelaksanaan itu, Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi aktif tampil di layar kaca. Dengan gaya keibuannya, ia mengemukakan betapa jaminan sosial ini akan memberikan kesejahteraan bagi rakyat.

Begitukah?

Konsep Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang ditetapkan di Indonesia ini merupakan bagian dari Konsesus Washington dalam bentuk Program SAP (Structural Adjustment Program) yang diimplemetasikan dalam bentuk LoI antara IMF dan Pemerintahan Indonesia untuk mengatasi krisis.

SJSN ini konsepnya mengikuti paradigma Barat atau sistem kapitalis dalam masalah jaminan sosial, yaitu sistem asuransi. Namanya terdengar bagus, Jaminan Sosial Nasional, tetapi isinya ternyata hanya mengatur tentang asuransi sosial yang akan dikelola oleh BPJS. Artinya, itu adalah swastanisasi pelayanan sosial khususnya di bidang kesehatan.

Hal ini bisa dilihat dari isi UU No. 40 tahun 2004 tentang SJSN itu. Dalam Pasal 1 berbunyi: Asuransi sosial adalah suatu mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib yang berasal dari iuran guna memberikan perlindungan atas risiko sosial ekonomi yang menimpa peserta dan/atau anggota keluarganya. Lalu Pasal 17 ayat (1): Setiap peserta wajib membayar iuran. (2) Setiap pemberi kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya, menambahkan iuran yang menjadi kewajibannya dan membayarkan iuran tersebut kepada BPJS secara berkala.

Dari dua pasal itu bisa dipahami. Pertama: terjadi pengalihan tanggung jawab negara kepada individu atau rakyat melalui iuran yang dibayarkan langsung, atau melalui pemberi kerja bagi karyawan swasta, atau oleh negara bagi pegawai negeri. Lalu sebagai tambal sulamnya, negara membayar iuran program jaminan sosial bagi yang miskin. Pengalihan tanggung jawab negara kepada individu dalam masalah jaminan sosial juga bisa dilihat dari penjelasan undang-undang tersebut tentang prinsip gotong-royong yaitu: Peserta yang mampu (membantu) kepada peserta yang kurang mampu dalam bentuk kepesertaan wajib bagi seluruh rakyat; peserta yang berisiko rendah membantu yang berisiko tinggi; dan peserta yang sehat membantu yang sakit. Jadi, jelas undang-undang ini justru ingin melepaskan tanggung jawab negara terhadap jaminan sosial atau kesehatan.

Kedua: Yang akan menerima jaminan sosial adalah mereka yang teregister atau tercatat membayar iuran.

Ketiga: Jaminan sosial tersebut hanya bersifat parsial, misalnya jaminan kesehatan, tetapi tidak memberikan jaminan kepada rakyat dalam pemenuhan kebutuhan pokok sandang, pangan dan papan maupun pendidikan.

Adapun BPJS adalah lembaga yang dibentuk berdasarkan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang BPJS, yang merupakan amanat dari UU No. 40 Tahun 2004 Tentang SJSN. BPJS akan menjadi lembaga superbody yang memiliki kewenangan luar biasa di negara ini untuk merampok uang rakyat. Tidak hanya kepada para buruh, sasaran UU ini adalah seluruh rakyat Indonesia. Kedua UU tersebut mengatur asuransi sosial yang akan dikelola oleh BPJS. Hal ini ditegaskan oleh UU 40/2004 pasal 19 ayat 1 yang berbunyi: Jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas. Juga Pasal 29, 35, 39, dan 43. Semua pasal tersebut menyebutkan secara jelas bahwa jaminan sosial itu diselenggarakan berdasarkan prinsip asuransi sosial.

Prinsip asuransi sosial juga terlihat dalam UU Nomer 24 Tahun 2011 tentang BPJS. Pada Pasal 1 huruf (g) dan Pasal 14 serta Pasal 16 disebutkan bahwa BPJS menyelenggarakan sistem jaminan sosial nasional berdasarkan prinsip kepesertaan yang bersifat wajib.

Inilah fakta sebenarnya dan bahaya UU SJSN dan BPJS bagi rakyat. Rakyat dipalak sedemikian rupa atas nama kepentingan negara dalam menjamin layanan kesehatan dan sosial lainnya. Bagaimana tidak memalak. UU itu menyiapkan seperangkat sanksi bagi rakyat yang tidak mau membayar premi. Jadi, bohong jika dikatakan bahwa UU ini akan membawa kesejahteraan bagi rakyat.

Saat ini institusi bisnis asuransi multinasional tengah mengincar peluang bisnis besar di Indonesia yang dibuka antara lain oleh UU 40/2004, Pasal 5 dan Pasal 17, juga UU 24/2011 Pasal 11 huruf (b); disebutkan bahwa BPJS berwenang menempatkan dana jaminan sosial untuk investasi. Ini merupakan bukti nyata dari pengaruh neoliberalisme yang memang sekarang sedang melanda Indonesia.
http://hizbut-tahrir.or.id/2013/12/2...inan-sosial-2/

-----------------------------

Liberalisasi ekonomi dan sosial Indonesia seperti terselenggaranya era pasar bebas ASEAN, liberalisasi di bidang kesehatan, pendidikan, dan sistem perpajakan yang akan semakin memberatkan rakyat, penghapusan berbagai subsidi, adalah program utama neolibs internasional. Bagi kebanyakan negara-negara besar di dunia Barat yang memang mengharapkan Indonesia bisa tuntas di liberalisasi total, figur Jokowi adalah pemimpin Indonesia yang sangat menjanjikan mereka, agar program globalisasi ekonomi itu bisa berjalan mulus di negeri ini.


emoticon-Turut Berduka
Diubah oleh yinluck 01-08-2014 00:40
0
23.3K
326
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan