Kaskus

Entertainment

ryyoortegaAvatar border
TS
ryyoortega
Pandora[CONTINUE]
Maaf sebelumnya kalo ane gk bisa lanjutin di thread pertama.
Alasan ane simple. Hp ane nokia C3 kalo ngetik kebanyakan bakal ngeleg, dan otomatis harus waiting biar ngelegnya ilang.
Ane gk suka nunggu gan. emoticon-Ngakak (S)
oke langsung aja. Tanpa basa basi


PANDORA PART 04
Haruka masih terisak dan aku serta yang lainnya juga tak tahu
harus berbuat apa. Sekujur tubuh kami dibasahi keringat dingin
karena ketakutan. Di lorong pintu masuk rumahku, Saori masih
berdiri dengan tatapan kosong sambil mengunyah rambutnya.
“Ibu! Ibu!” panggilku. Ibuku keluar dan dengan mata membelalak
menatap Saori. Aku mencoba menjelaskan kepadanya, namun
dengan segera ia menampar wajahku dan ketiga anak lainnya. Ia
menjerit ke arah kami semua.
“Kalian pergi ke sana kan? Kalian pergi ke rumah terlarang itu!”
Yang dapat kami lakukan hanya mengangguk. Kami tak mampu
mengatakan apapun untuk membela diri kami.
“Masuk ke dalam, kalian semua! Aku akan memanggil orang tua
kalian!” ibuku kemudian membawa Saori ke atas.
Aku melakukan perintah ibuku dan diam di ruang tamu. Aku
bahkan tak bisa berpikir apa-apa lagi. kami hanya duduk di sana
selama sejam hingga akhirnya semua orang tua kami datang.
Ketika orang tua kami datang, ibuku segera turun dari lantai atas.
“Mereka pergi ke rumah itu!” pekiknya.
Para orang tua tampak marah dan kecewa hingga berteriak
kepada kami.
“Apa?! Apa yang kalian lihat di sana?”
Kami semua terkejut dengan semua bentakan itu dan tak mampu
menjawabnya. Namun, Atsushi dan Kazuchika berhasil
menjelaskannya kepada mereka.
“Kami melihat sebuah meja rias dan rambut yang aneh... aku
juga memecahkan kaca depan...”
“Lalu....apa lagi yang kalian lihat?”
“Selain itu...kami meihat beberapa kertas dengan dua huruf
tertulis di atasnya ...”
Kamar itu menjadi sunyi seketika, namun pada saat yang sama
terdengar jeritan dari lantai atas.
Ibuku langsung berlari ke atas dan kemudian turun kembali. Ia
memegang pundak ibu Saori. Pipinya basah dengan air mata.
“Saori...apa dia melihat ke dalam laci?” ibu Saori datang mendekati
kami penuh rasa cemas.
“Apa kalian membuka laci ketiga dan melihat isinya?” ia
mengulang pertanyaannya.
“Laci ketiga di meja rias di lantai atas. Apa kalian melihat ke
dalamnya?” orang-orang tua lain mulai bertanya.
“Laci pertama dan kedua kami melihat isinya....tapi yang ketiga,
hanya Saori yang melihat...”
Setelah aku mengatakannya, ibu Saori mencengkeram tanganku
dan menjerit, “Kenapa kalian tak menghentikannya? Dia teman
kalian! Mengapa kalian tak menghentikannya? Mengapa?”
Ayah Saori dan orang-orang tua lainnya berusaha
menenangkannya.
“Tenanglah!”
“Kumohon, sayang! Tenangkan dirimu!”
Mereka berhasil menariknya, namun ia masih tampak histeris.
Para orang tua mulai menenangkan diri mereka dan mulai
bercerita.
“Tak ada yang pernah tinggal di rumah yang kalian datangi itu.
Rumah itu dibangun khusus untuk meja rias dan rambut itu.
Semacam kuil. Bangunan itu sudah ada sejak kami kecil.”
“Rambut itu rambut manusia asli,” ayah Kazuchika berkata,
“Kalian melihat kertas yang ada di dalam laci itu kan? Apakah ini
yang tertulis di sana?”
Ia mengambil sebuah kertas dan menuliskan sesuatu di sana.
“Ya benar! Tulisan itu yang kami lihat.”
Ayah Kazuchika lalu segera meremas-remas kertas itu dan
membuangnya ke tempat sampah. Ia melanjutkan ceritanya.
“Kata itu sebenarnya adalah sebuah nama; nama dari perempuan
yang rambutnya kalian lihat di sana. Nama itu memang tak
biasa...” ia berhenti beberapa saat sebelum kembali bercerita,
“Semua yang perlu kalian tahu adalah: kalian tak boleh, dengan
alasan apapun, membicarakan tentang rumah itu lagi! Kalian tidak
boleh berada dekat-dekat dengan rumah itu! Mengerti!”
Wajah ayah Kazuchika tampak serius saat itu dan kamipun
mengangguk patuh.
“Sekarang sudah malam. Orang tua kalian akan membawa kalian
pulang sekarang. Kalian pasti lelah.”
Tiba-tiba Kazuchika berdiri, “Bagaimana dengan Saori? Apa ia
akan baik-baik saja?”
“Lupakan tentang dia.” jawab ayah Kazuchika dengan dingin, “Ia
takkan pernah menjadi Saori yang kalian kenal dulu.” ia lalu
menatap kami dengan sorot mata penuh kesedihan. “Ibunya
akan terus menyalahkan kalian atas apa yang terjadi dengan
putrinya. Ia takkan membiarkan kalian melihat Saori lagi.”
Sejak saat itu, hidup kembali berjalan normal, kecuali satu hal.
Kami tak pernah melihat Saori lagi. Guru kami mengatakan
keluarganya sudah pindah ke tempat lain.
Kamipun tak pernah membicarakan hal itu lagi. Sepertinya kabar
bahwa kami mendobrak masuk ke rumah itu telah menyebar
sehingga larangan-pun semakin ketat. Bahkan anak-anak pun
sekarang sudah tak berani membicarakan rumah itu di belakang
orang tua mereka. Kaca yang dipecahkan Atsushi pun sekarang
ditutup dengan papan kayu sehingga tak seorangpun dapat
mengintip ke dalam.
Kamipun menyelesaikan sekolah kami dan waktu serasa berjalan
sangat cepat. Kami berempat yang semula bersahabat baik
semakin menjauh ketika kami kuliah di kota-kota yang berbeda.
Satu hal terjadi ketika aku lulus dari kuliah dan pulang ke rumah.
Aku melihat ibuku membaca surat dari ibu Saori. Ketika aku
bertanya dimana Saori, ibu menolak untuk menjawab. Ibuku
juga menolak untuk menceritakan si surat itu kepadaku. Namun
apa yang ia katakan masih menghantuiku sampai kini.
“Ia memilih untuk melakukan ini kepada Saori karena ia adalah
ibunya. Jika kau ada di posisinya, kau pasti juga akan melakukan
hal yang sama. Meskipun kau tahu itu adalah pilihan yang salah.”
Aku diam-diam menyelidikinya, tentang meja rias dan rambut
itu. Akupun menemukan kenyataan yang mengerikan.
TO BE CONTINUED

------------------------------------------
CONTINUE

PANDORA PART 05
Di keluarga tertentu di Jepang, seorang ibu akan meneruskan tiga
tradisi kepada putri mereka. Biarkan kujelaskan mengenai tradisi-
tradisi itu.
Pertama, anak perempuan adalah milik ibu mereka dan akan
diperlakukan seperti itu. Jika seorang wanita melahirkan dua atau
tiga anak perempuan, ia akan memilih salah satunya untuk
menjadi “miliknya”. Putri yang terpilih ini akan diberikan dua
nama, salah satunya adalah nama aslinya. Nama asli itu tak
diketahui oleh siapapun, kecuali ibunya.
Nama tersebut juga akan memiliki cara pengucapan yang
berbeda dengan huruf kanjinya, sehingga bila orang lain
menemukannya dan membacanya, orang tersebut takkan tahu
cara mengucapkan nama aslinya. Bahkan jika ibu itu sedang
sedang berdua saja dengan putrinya, nama itu tetap takkan
digunakan.
Nama itu digunakan untuk memperat ikatan antara ibu dan
putrinya dan membuktikan bahwa anak tersebut adalah “milik”
ibunya.
Sebagai tambahan, pada hari ibu itu memberi nama anak
perempuannya, ia harus mempersiapkan sebuah meja rias.
Putrinya tersebut tak diizinkan melihat meja rias tersebut kecuali
pada hari ulang tahunnya yang ke-10, ke-13, dan ke-16.
Kedua, untuk meningkatkan nilai “barang miliknya” tersebut, ibu
tersebut akan memaksakan “didikan” tersendiri kepada anaknya
tersebut sejak usia dini (anak perempuan lain yang tak dipilihnya
akan dididik secara biasa). Contohnya, ibu tersebut akan
memaksa putrinya untuk:
Menyayat wajah kucing atau anjing
Menyimpan patung tanpa kepala sebagai
“peliharaannya” (bahkan keluarga dan orang-
orang lain yang ada di sekitar anak perempuan
tersebut akan berpura-pura seolah patung tanpa
kepala itu hidup untuk mengelabui gadis itu agar
percaya bahwa mainannya benar-benar hidup).
Memisahkan bagian-bagian tubuh laba-laba dan
kemudian menyatukannya kembali seusai bentuk
semula.
Memakan kotorannya sendiri dan meminum air
kencing (baik miliknya sendiri maupun milik orang
lain)
Ini hanya sebagian kecil sebab aku tak sanggup untuk menulis
keseluruhannya. Percaya saja kepadaku bahwa mendengar cerita
selengkapnya akan membuat perutmu mual.
Namun ini belumlah seberapa. “Didikan-didikan” ini akan berjalan
hingga anak itu berumur 13 tahun. Kemudian ibu tersebut akan
melakukan tiga ritual upacara. Inilah tradisi yang ketiga.
Upacara pertama dilakukan saat anak itu berumur 10 tahun. Sang
ibu akan mendudukkan anaknya di depan sebuah meja rias dan
memerintahkan anaknya memberikan kukunya sebagai
persembahan.
Inilah pertama kalinya anak tersebut menyadari keberadaan meja
rias tersebut.
Dan tentu saja, persembahan itu dilakukan dengan cara
mencabut kuku itu secara keseluruhan.
Anak tersebut akan mencabut kukunya sendiri dan
memberikannya kepada ibunya. Ibunya kemudian akan menaruh
kuku tersebut di dalam sebuah kertas bertuliskan nama rahasia
putrinya di laci teratas meja rias tersebut.
Setelah itu, sang ibu akan duduk seharian di depan meja rias itu
untuk mengakhiri upacara tersebut.
Upacara kedua dilakukan saat sang anak perempuan berumur 13
tahun. Seperti upacara pertama, anak tersebut harus memberikan
persembahan. Kali ini yang harus ia persembahkan adalah
giginya.
Ia harus mencabut giginya sendiri dan kemudian ibunya akan
menaruhnya ke dalam laci kedua berserta kertas bertuliskan
nama rahasia sang anak. Sekali lagi, sang ibu akan mengakhiri
upacara dengan duduk di depan meja rias tersebut hingga hari
berakhir.
Tiga tahun kemudian, ketika anak itu berumur 16 tahun, upacara
terakhir pun dilakukan.
Dalam upacara terakhir, sang ibu akan memakan rambut
anaknya sendiri di depan meja rias. Harus dipastikan bahwa sang
ibu harus mencerna rambut itu agar menjadi satu dengan
dirinya.
Rambut anak perempuannya itu harus dicukur sampai habis dan
ibunya akan menatap ke dalam cermin di meja rias,
memakannya seolah-olah ia dalam keadaan kesurupan. Apa yang
anak perempuannya hanya bisa lakukan hanyalah menatapnya.
Akhirnya saat ibu tersebut selesai memakan rambut, pada saat itu
ia akan mengatakan nama asli anak gadisnya itu.
Saat itu akan menjadi pertama sekaligus terakhir kalinya ia
mendengar namanya yang sesungguhnya.
Namun kenyataan yang menunggu setelah upacara itu selesai
sangatlah mengerikan. Mulai hari itu, sang ibu bukanlah manusia
lagi, melainkan sebuah “cangkang” kosong. Ia akan terus
mengunyah rambut anaknya siang dan malam, seolah-olah jiwa
dan kesadarannya tak ada lagi. Ia harus dibawa ke suatu tempat
dimana tidak ada seorangpun yang tahu. Ia juga harus hidup
dalam isolasi seumur hidupnya, tak boleh bertemu dan
berhubungan dengan siapapun. Semua upacara ini bertujuan
menyiapkan ibu tersebut ke tempatnya, yakni “surga” dalam
keadaan murni dan suci.
Bagaimana dengan anak perempuannya? Ia akan dibawa untuk
diasuh oleh bibinya. Oleh sebab itu, keluarga pada zaman itu
memilih untuk memiliki lebih dari satu anak perempuan. Ia akan
diasuh oleh bibinya itu sementara ibunya dipercaya “menghilang
ke surga”.
Sang anak kemudian akan tumbuh dewasa, menemukan lelaki
yang cocok dengan dirinya, menikah, dan memiliki anak.
Kemudian siklus ini akan diulang terhadap putrinya sendiri.
Hanya itu yang berhasil kuperoleh tentang keluarga-keluarga ini.
Ada banyak detail sebenarnya, namun terlalu panjang jika
kujelaskan di sini. Aku tahu banyak yang tak mengerti, akupun
juga. Namun ini adalah kunci untuk memahami apa yang berada
di dalam rumah itu dan apa yang terjadi pada Saori.
TO BE CONTINUED

THREAD SEBELUMNYA
Diubah oleh ryyoortega 01-08-2014 11:57
0
2.3K
6
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan