Kaskus

Hobby

alfan6688200Avatar border
TS
alfan6688200
Orentasi PUNAKAWAN
Orentasi PUNAKAWAN

Panakawan (diambil dari bahasa Jawa) atau punakawan
KBBI adalah sebutan umum untuk para pengikut kesatria
dalam khasanah kesusastraan Indonesia, terutama di
Jawa. Pada umumnya para panakawan ditampilkan dalam
pementasan wayang , baik itu wayang kulit , wayang
golek , ataupun wayang orang sebagai kelompok penebar
humor untuk mencairkan suasana. Namun di samping itu,
para panakawan juga berperan penting sebagai penasihat
nonformal kesatria yang menjadi asuhan mereka.
Peran Panakawan
Istilah panakawan berasal dari kata pana yang
bermakna "paham", dan kawan yang bermakna "teman".
Maksudnya ialah, para panakawan tidak hanya sekadar
abdi atau pengikut biasa, namun mereka juga memahami
apa yang sedang menimpa majikan mereka. Bahkan
seringkali mereka bertindak sebagai penasihat majikan
mereka tersebut.
Hal yang paling khas dari keberadaan panakawan adalah
sebagai kelompok penebar humor di tengah-tengah
jalinan cerita. Tingkah laku dan ucapan mereka hampir
selalu mengundang tawa penonton. Selain sebagai
penghibur dan penasihat, adakalanya mereka juga
bertindak sebagai penolong majikan mereka di kala
menderita kesulitan. Misalnya, sewaktu Bimasena
kewalahan menghadapi Sangkuni dalam perang
Baratayuda , Semar muncul memberi tahu titik kelemahan
Sangkuni.
Dalam percakapan antara para panakawan tidak jarang
bahasa dan istilah yang mereka pergunakan adalah
istilah modern yang tidak sesuai dengan zamannya.
Namun hal itu seolah sudah menjadi hal yang biasa dan
tidak dipermasalahkan. Misalnya, dalam pementasan
wayang, tokoh Petruk mengaku memiliki mobil atau
handphone , padahal kedua jenis benda tersebut
tentu belum ada pada zaman pewayangan.
Sejarah Panakawan
Pementasan wayang hampir selalu dibumbui dengan
tingkah laku lucu para panakawan. Pada umumnya kisah
yang dipentaskan bersumber dari naskah
Mahabharata dan Ramayana yang berasal dari
India . Meskipun demikian, dalam kedua naskah tersebut
sama sekali tidak dijumpai adanya tokoh panakawan.
Hal ini dikarenakan panakawan merupakan unsur lokal
ciptaan pujangga Jawa sendiri.
Menurut sejarawan Slamet Muljana , tokoh panakawan
muncul pertama kali dalam karya sastra berjudul
Ghatotkacasraya karangan Empu Panuluh pada
zaman Kerajaan Kadiri . Naskah ini menceritakan tentang
bantuan Gatotkaca terhadap sepupunya, yaitu Abimanyu
yang berusaha menikahi Ksitisundari, putri Sri Kresna.
Dikisahkan Abimanyu memiliki tiga orang panakawan
bernama:
Jurudyah
Punta
Prasanta
Ketiganya dianggap sebagai panakawan pertama dalam
sejarah kesusastraan Jawa. Dalam kisah tersebut peran
ketiganya masih belum seberapa, seolah hanya sebagai
pengikut biasa.
Panakawan selanjutnya adalah Semar, yang muncul
dalam karya sastra berjudul Sudamala dari zaman
Kerajaan Majapahit . Dalam naskah ini, Semar lebih
banyak berperan aktif daripada ketiga panakawan di
atas. Pada zaman selanjutnya, untuk menjaga
keterkaitan antara kedua golongan panakawan
tersebut, para dalang dalam pementasan wayang
seringkali menyebut Jurudyah Puntaprasanta sebagai
salah satu nama sebutan lain untuk Semar.
Gara-Gara
Para dalang dalam setiap bagian pertengahan
pementasan wayang , hampir selalu mengisahkan adanya
peristiwa gara-gara (baca: goro-goro seperti
melafalkan 'gorong-gorong'; dari bahasa Jawa) yaitu
sebuah keadaan saat terjadi bencana besar menimpa
bumi. Antara lain gunung meletus , banjir, gempa bumi ,
bahkan sampai korupsi yang merajalela. Panjang-pendek
serta keindahan tata bahasa yang diucapkan untuk
melukiskan keadaan gara-gara tidak ada standar
baku, karena semuanya kembali pada kreativitas dalang
masing-masing.
Para dalang kemudian mengisahkan bahwa setelah
gara-gara berakhir, para panakawan muncul dengan
ekspresi bahagia, menebar humor, dan bersenda gurau.
Hal ini merupakan simbol bahwa setelah munculnya
peristiwa kekacauan atau kerusuhan yang menimpa suatu
negara, maka diharapkan rakyat kecil adalah pihak
pertama yang mendapatkan keuntungan, bukan
sebaliknya.
Akibat kesalahpahaman, istilah gara-gara saat ini
dianggap sebagai saat kemunculan para panakawan.
Gara-gara dianggap sebagai waktu untuk dalang
menghentikan sementara kisah yang sedang dipentaskan,
dan menggantinya dengan sajian musik dan hiburan bagi
para penonton.
Daftar Nama para Panakawan
Dalam pementasan wayang, baik itu gaya Yogyakarta ,
Surakarta , Sunda , ataupun Jawa Timuran, tokoh Semar
dapat dipastikan selalu ada, meskipun dengan pasangan
yang berbeda-beda.
Pewayangan gaya Jawa Tengah menampilkan empat
orang panakawan golongan kesatria, yaitu Semar dengan
ketiga anaknya, yaitu Gareng , Petruk , dan Bagong.
Selain itu terdapat pula panakawan golongan raksasa,
yaitu Togog dan Bilung.
Pada zaman pemerintahan Amangkurat I raja Kesultanan
Mataram tahun 1645-1677 , seni pewayangan sempat
terpecah menjadi dua, yaitu golongan yang pro-Belanda,
dan golongan yang anti-Belanda. Golongan pertama
menghapus tokoh Bagong karena tidak disukai Belanda,
sedangkan golongan kedua mempertahankannya.
Dalam pementasan wayang golek gaya Sunda, ketiga
anak Semar memiliki urutan yang lain dengan di Jawa
Tengah. Para panakawan versi Sunda bernama Semar,
Cepot , Dawala, dan Gareng . Sementara itu pewayangan
gaya Jawa Timuran menyebut pasangan Semar hanya
Bagong saja, serta anak Bagong yang bernama Besut.
Dalam pewayangan Bali, tokoh panakawan untuk
golongan kesatria bernama Tualen dan Merdah ,
sedangkan pengikut golongan jahat bernama Delem dan
Sangut.
Dalam pementasan ketoprak juga dikenal adanya
panakawan, namun nama-nama mereka tidak pasti,
tergantung penulis naskah masing-masing. Meskipun
demikian terdapat dua pasang panakawan yang namanya
sudah ditentukan untuk dua golongan tertentu pula.
Mereka adalah Bancak dan Doyok untuk kisah-kisah
Panji, serta Sabdapalon dan Nayagenggong untuk kisah-
kisah Damarwulan dan Brawijaya . Bawor adalah wayang
kulit Banyumasan atau punakawan Banyumas: kisah kisah
bawor dadi ratu.
0
3.2K
8
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan