- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Kebijakan Anggaran Jokowi: BBM Naik, PNS dikurangi & Renumerasinya dihapus?


TS
AkuCintaNanea
Kebijakan Anggaran Jokowi: BBM Naik, PNS dikurangi & Renumerasinya dihapus?

Kebijakan BBM Bersubsidi Bakal Persulit Pemerintahan Baru
Jumat, 18 Juli 2014 , 20:47:00
JAKARTA - Sikap DPR yang mengunci kuota BBM bersubsidi maksimal 46 juta kiloliter diperkirakan akan habis pada 19 Desember 2014. Kebijakan tersebut menurut Menteri Keuangan M Chatib Basri akan berimbas kepada pemerintahan baru nantinya. "DPR hanya menyetujui kuota BBM bersubsidi sebanyak 46 juta kiloliter. Pihak PT Pertamina memperkirakan kuota BBM bersubsidi tersebut akan habis pada 19 Desember 2014. Kebijakan tersebut akan mempersulit pemerintahan baru nantinya," kata M Chatib Basri, di Jakarta, Jumat (18/7).
Pemerintah lanjutnya, sudah memperingatkan DPR agar memberi ruang bagi pemerintahan mendatang. "Saya sudah mengingatkan DPR agar memberikan ruang pada pemerintahan baru untuk bergerak, ternyata mereka (DPR,red) tidak mau," ungkap Chatib.
Satu-satu cara mengantisipasi agar kuota BBM subsidi tersebut tidak habis pada 19 Desember, menurut Chatib menjadi tugas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk melakukan berbagai penghematan sektor BBM bersubsidi. "Jika tidak, BBM bersubsidi seperti premium dan solar akan hilang dari pasar," jelasnya.
Dua hari yang lalu lanjutnya, Menkeu telah bertemu dengan PT Pertamina dan Kementerian ESDM dan sepakat mengambil langkah-langkah penghematan BBM bersubsidi tetap di angka 46 juta kiloliter. "Bagaimana bentuk kebijakan yang akan dilakukan? Akan diumumkan oleh otoritas BBM, terutama masalah alokasi dan pendistribusian," ujarnya.
http://www.jpnn.com/read/2014/07/18/...rintahan-Baru-



Jokowi: Subsidi BBM harus dihapus dalam 4 tahun
Rabu, 30 April 2014 | 13:44 WIB
JAKARTA. Pemerintah saat ini tengah menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2015, serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019. Salah satu poin penting yang dibahas yakni mengenai pemberian subsidi bahan bakar minyak (BBM).
Gubernur DKI Jakarta yang juga calon presiden dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), menilai nilai subsidi harus dikurangi secara bertahap. Sebab, subsidi BBM menurutnya dianggap membebani anggaran negara. "Saya kira dalam empat tahun subsidi harus dikurangi bertahap, hingga habis," ujar Jokowi, Rabu (30/4) di Jakarta.
Jokowi menilai subsidi BBM selalu memberikan tekanan terhadap perekonomian nasional. Sehingga menimbulkan guncangan ekonomi maupun sosial. Meski demikian, subsidi tidak bisa dihapus seketika. Hanya saja, pemberian subsidi selama empat tahun itu harus diberikan kepada yang berhak.
Misalnya saja subsidi harus diberikan kepada kalangan petani, nelayan. Kelompok masyarakat itu dinilai masih membutuhkan subsidi. Hal itu disampaikan Jokowi di sela-sela acara pembukaan Musyawarah Rencana Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) 2014.
http://nasional.kontan.co.id/news/jo...-dalam-4-tahun
Beban Berat APBN, Salah Satunya Belanja Pegawai (PNS/TNI/Polri/Pensiunan)


Jokowi Dorong Pengurangan Rekrutmen PNS untuk Efisiensi
Minggu, 16/09/2012 20:42 WIB
Jakarta - Rekrutmen pegawai negeri sipil (PNS) di Pemrov DKI Jakarta sebaiknya dikurangi. Hal ini menurut cagub DKI, Jokowi, penting untuk efisiensi. "Birokrasi harus melayani, bukan mempersulit. Jumlah PNS yang ada sedikit demi sedikit dikurangi untuk efisiensi, pintar tapi kalau manajemen organisasi tidak dikerjakan detail, tidak diberi pekerjaan benar malah ganggu pelayanan," ujar Jokowi.
Hal itu disampaikan dia dalam debat cagub-cawagub DKI di studio Metro TV, Jakarta, Minggu (16/9/2012).
Dia mencontohkan dalam suatu kelurahan seharusnya pelayanan kepada masyarakat cukup dilakukan oleh 20 orang, namun malah ada 40 orang. Hal itu malah membuat pelayanan menjadi tidak efektif.
"Setiap tahun jangan ditambah, zero growth,"sambung Jokowi.
Menurut dia,yang paling penting adalah membangun sistem. Tanpa sistem yang baik, mustahil pelayanan birokrasi juga akan berjalan dengan baik.
http://news.detik.com/read/2012/09/1...49/2021084/10/
Gara-gara Renumerasi PNS/ & Sertifikasi Guru,
Pos Belanja Pegawai menelan porsi antara 60% sampai 90% anggaran di daerah (APBD),
dan prosentasenya cenderung terus menaik



Pos Belanja Pegawai menelan porsi antara 60% sampai 90% anggaran di daerah (APBD),
dan prosentasenya cenderung terus menaik



Tinjau Kembali Remunerasi PNS
Minggu, 28 Maret 2010 | 17:13 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus Gayus Tambunan yang membuka kebobrokan di lingkungan Pengadilan Pajak perlu dijadikan kesempatan untuk meninjau kembali program remunerasi di jajaran Pegawai Negeri Sipil atau PNS. Program remunerasi didesain khusus untuk menghilangkan perilaku korup pada PNS, namun kasus Gayus meruntuhkan cita-cita tersebut.
Anggota Badan Anggaran DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Bambang Soesatyo mengungkapkan hal tersebut di Jakarta, Minggu (28/3/2010). Menurut Dia, kasus Gayus Tambunan mengisyaratkan kegagalan program remunerasi dalam meredam perilaku korup dalam tubuh pemerintah. Presiden perlu mengoreksi kebijakan remunerasi ini agar tidak menjadi pemborosan anggaran.
Daripada memprioritaskan pada program remunerasi, akan lebih produktif jika memperbaiki pola rekruitmen PNS (Pegawai Negeri Sipil). "Misalnya, selain mencari calon PNS yang pintar, harus juga memprioritaskan aspek akhlak dan budi pekerti," ungkapnya.
Ini perlu ditekankan karena program remunerasi yang dimulai di Kementerian Keuangan tersebut akan diadposi oleh beberapa kementerian dan lembaga nonkementerian. Sengketa pajak menyebabkan realisasi penagihan tungakan pajak oleh pemerintah terhambat hingga 75 persen dari total pajak yang kurang bayar. Aparat pajak hanya bisa menagih kembali tunggakkan pajak maksimal 25-30 persen pada setiap tahunnya.
Sebab, jika ada perbedaan pendapat, antara aparat pajak dan wajib pajak, maka akan timbul sengketa pajak. Itu terjadi kalau wajib pajak merasa keberatan dengan besaran pajak yang ditagihkan. Keberatan tersebut biasanya dilimpahkan ke Pengadilan Pajak.
Direktorat Jenderal Pajak melaporkan, hingga 19 Februari 2010, ada 1,8 juta wajib pajak yang masih menunggak kewajiban senilai Rp 44 triliun. Piutang pajak ini timbul karena wajib pajak memilih bersengketa dengan Ditjen Pajak karena tidak terima dengan tagihan pajak yang mereka peroleh.
Sebelumnya, Ditjen Pajak memublikasikan tunggakan pajak wajib pajak badan mencapai Rp 17,5 triliun. Sekitar 33,7 persen dari total tunggakan pajak sebanyak Rp 52 triliun hingga akhir tahun 2009. Tunggakan pajak itu tercatat dari 100 perusahaan, yang dilaporkan dalam lima tahun terakhir 2009.
Sebagai penunggak, wajib pajak belum bisa dikenai tindak pidana pajak karena mereka masih berhak mengajukan keberatan atas tagihan pajak yang diterima Ditjen Pajak. Jika keputusan Ditjen Pajak atas keberatan itu tidak memuaskan, wajib pajak masih dapat mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atau kasasi hingga ke Mahkamah Agung.
Setelah proses di badan peradilan tuntas, maka kedua belah pihak, baik Ditjen Pajak maupun wajib pajak, harus mengikuti putusannya. Sebagai contoh, jika Ditjen Pajak dinyatakan menang di pengadilan pajak, wajib pajak wajib membayar tagihan yang dibebankan.
Jika dalam proses penagihan ada perlawanan dari wajib pajak, Ditjen Pajak akan meminta bantuan pihak kepolisian. Kerjasama dengan Polri dilakukan karena aparat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Ditjen Pajak tidak diberi kewenangan untuk menahan, menangkap, atau menyendera wajib pajak.
http://lipsus.kompas.com/gebrakan-jo...Remunerasi.PNS
Program Remunerasi Diyakini Lahirkan Mental PNS Melayani
05 Juli 2014 00:05 wib
Metrotvnews.com, Jakarta: Sosiolog Universitas Indonesia, Thamrin Amal Tamagola meyakini jika program penghargaan atas jasa (remunerasi) pegawai negeri sipil, TNI, dan Polri yang diusung Joko Widodo dan Jusuf Kalla, terwujud, maka revolusi mental bakal semakin nyata. "Kita meyakini mental PNS yang selama ini minta dilayani akan berubah menjadi mental melayani," kata Thamrin di Media Center Jokowi-JK, Jl Cemara 19 Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (4/7/2014).
Thamrin menyebut, untuk melaksanakan revolusi mental di kalangan pemerintahan, diperlukan adanya kompetensi moral (code of conduct), kesejahteraan, dan profesionalisme. Tahapan yang paling bawah, kata dia, adalah kompetensi moral yang dilengkapi dengan code of conduct yang terukur.
Jika aparat sudah memiliki kompetensi moral dan punya code of conduct, kata Thamrin, maka tahap berikutnya, mereka harus disejahterakan. Setelah sejahtera, tahap berikutnya, mereka akan profesional. "Jika sudah profesional, maka mereka akan memiliki jiwa melayani, tidak minta dilayani seperti sekarang ini," jelas dia.
Sebelumnya, calon presiden nomor urut 2, Jokowi mengungkapkan program nyata akan meningkatkan profesionalisme, menaikkan gaji dan kesejahteraan PNS, TNI dan Polri secara bertahap selama lima tahun. Program itu diungkapkan Jokowi saat berkampanye di Bandung, Jawa Barat, Kamis (3/7) kemarin. Jokowi pun menyatakan, program remunerasi akan dituntaskan di tingkat pusat dan diperluas sampai level daerah.
http://pemilu.metrotvnews.com/read/2...l-pns-melayani
POLITIK ANGGARAN VERSI JOKOWI
14/06/2014 11:15 ·
Politik anggaran Jokowi tentunya memiliki konsep yang berbeda dengan menerapkan sistem “Reward & Punishment” atau hukuman dan hadiah bagi pemerintah daerah yang produktif dalam penggunaan APBD, khususnya dari besaran transfer pemerintah pusat untuk pembangunan.
Sistem punishmet atau hukuman sudah pasti dikenakan bagi kepala daerah atau pejabat-pejabat daerah lain yang terlibat dalam penyalahgunaan APBD dan memperlambat pembangunan daerah.
Sistem Reward & Punishment ini bukan sistem yang baru. Namun, system lama ini membutuhkan sentuhan-sentuhan baru, perbaikan atau penyempurnaan. Karena sistem reward yang sudah ada saat ini dianggap kurang efektif. Reward yang diberikan kepada pejabat daerah yang berhasil meningkatkan percepatan pembangunan daerah diberikan sebesar Rp 25 milyar dengan kriteria pelaporan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Namun, untuk mendapatkan WTP yang memang mencapai jumlah cukup fantastis itu, tak jarang para pejabat daerah menyogok pemerintah pusat yang berwenang sehingga cenderung terjadi kecurangan. Hal ini akan menjadi kajian Jokowi untuk menata ulang sistem “Reward & Punishment” terhadap pengelolaan transfer anggaran sehingga memperkecil rasio korupsi atau membebaskan praktek korupsi di daerah.
Jokowi akan melakukan pemangkasan anggraan dan melihat skala prioritas berdasarkan potensi daerah yang maju atau berkembang sehingga transfer anggaran efektif dan tepat guna. Dalam pernyataannya Jokowi menuturkan “Karena 85 persen anggaran daerah dari pusat maka bisa diberikan punishment/insentif, gampang sekali, hal sederhana. Misal ada kebijakan pembangunan pelayanan terpadu satu pintu, daerah harus membuat itu kalau tidak dana alokasi khusus dipotong atau dikurangi,”.
Dengan pemanfaatan itu, celah bagi para pejabat untuk menyalahgunakan APBD semakin kecil atau bahkan ditiadakan. Terlebih lagi Jokowi akan menerapkan seluruh kontrol pemerintahan melalui program yang berbasis e-sistem, seperti e-budgeting, e-purchasing, e-audit, dan program-program keuangan digital yang akan memudahkan kontrol dari pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah.
“Politik Anggaran Jokowi” yang disampaikan dalam Debat Presiden mengundang pro kontra yang relative sengit seru di media on line. Berbagai tudingan dan tuduhan dialamatkan pada politik anggaran Jokowi yang dituduh hanya akan menimbulkan implikasi buruk dalam tata kelola peemrinmtahan daerah, dan hubungan pusat-daerah.
Kontroversi penuh curiga
Kontroversi mengenai sosok Jokowi, tak hanya seputar kehidupannya. Hingga akhirnya dia ditetapkan sebagai capres dengan nomor urut dua oleh KPU bersama Jusuf Kalla sebagai cawapres. Gagasan Jokowi sebagai praktek dari strategi besar untuk membangun pemerintahan yang bersih, hubungan pusat daerah yang harmoni dan produktif dalam membangun infrastruktur.
Tetapi, logika kebijakan konstruksi gagasan Jokowi tentang politik anggaran untuk mempercepat peran dan fungsi otda telah dipelintir dan diberi bumbu kebencian. Politik anggaran menuai protes dan kritis dari berbagai kalangan. Politik anggaran diangga akan menyebabkan :
1. GAJI PNS AKAN TERTAHAN
Reward & Punishment yang akan diberikan bagi pemerintah daerah yang tidak patuh oleh pemerintah pusat dalam politik anggaran Jokowi dinilai lawan politiknya Hatta Rajasa akan menuai banyak protes dari Pegawai Negeri Sipil (PNS). Pasalnya dengan adanya sedikit pelanggaran yang dilakukan oleh PNS maka punishment akan langsung berjalan melalui pemotongan anggaran, akibatnya para PNS yang membangkang bisa tidak mendapat gaji.
2. BERPOTENSI MENIMBULKAN DISINTEGRASI
Politik Anggaran Jokowi ini akan diterapkan untuk mnertibkan pengelolaan keuangan pemerintah daerah yang nakal, korup, dan tidak patuh oleh pemerintah pusat. Namun, ketegasan Politik Anggaran melalui Reward & Punishmentnya akan memicu disintegrasi bagi wilayah yang tidak mematuhi pemerintah pusat, dan bahkan berpotensi untuk memisahkan diri dari Indonesia.
Politik anggaran juga dinilai sebagai ksalahan besar dalam pengelolaan terhadap anggaran pemerintah daerah. Yang terjadi bukan ketertundukan kepada pemerintah pusat, tapi pemberontakan yang bisa memicu disintegrasi bangsa.
3. DIANGGAP SEBAGAI KEMUNDURAN REFORMASI BIROKRASI
Politik Anggaran memang sudah lama tidak dihidupkan kembali semenjak pelaksanaan otonomi daerah sejak tahun 2001. Kebijakan kembali dipegang pemerintah pusat sehingga daerah kurang bisa berkembang. Ini, bertolak belakang dengan amanat UU Otonomi Daerah. Pernyataan ini dapat disimpulkan bahwa “Politik Anggaran” Jokowi merupakan fase kemunduran birokrasi, saat kembali kebijakan-kebijakan lama sebelum otonomi daerah diberlakukan, yang memang sudah tidak diterapkan lagi dalam praktik otonomi.
4. MENGHAMBAT OTONOMI DAERAH
Politik Anggaran sejak reformasi memang membawa kemandirian bagi daerah untuk mengatur dan melaksanakan pemerintahnnya sendiri tanpa adanya campur tangan pemerintah pusat. Namun, penerapan “politik uang” untuk otonomi daerah, dinilai akan menghambat implementasi pembangunan daerah.
Politik anggaran sebagai solusi atas problem pengelolaan keuangan daerah, skala prioritas, kebijakan pro infrastruktur serta pemerintahan daerah—otda yang bebas korupsi. Kontrol anggaran yang ketat, sehingga otonomi daerah bisa berjalan sesuai dengan sistim yang disepakati. Dengan sistim politik anggaran ini. Korupsi sebagai “Kejahatan Luar Biasa” (Extraordinary Crime) tidak akan menimpa pada elit local atau daerah. Otda bukan lagi sebagai alat untuk memindahkan korupsi dari pusat ke daerah. Otda akan mencapai pada cita-cita pemerintah yang bersih, efisien dan efektif.
http://www.tempokini.com/2014/06/kon...ggaran-jokowi/
Ada Yang Ketakutan Bila Jokowi Jadi Presiden, Kenapa Dan Siapa Saja? Ini Pesannya
05 Juli 2014, 15:21 WIB
Bisnis.com, JAKARTA--Pendukung pasangan Joko Widodo- Jusuf Kalla mensinyalir kampanye hitam yang dihembuskan ke arah pasangan tersebut karena ada lima pihak yang ketakutan jika Jokowi-JK terpilih menjadi pemimpin Indonesia.
Melalui pesan berantai atau broadcast masengas yang disebar para relawan Sekretariat Nasional Jokowi Daerah Istimewa Yogyakarta, gerakan fitnah dan black campaign serta intimidasi yg semakin masif belakangan ini adalah didorong oleh ketakutan dari lima pihak.
Pesan berantai itu menyebut nama Aburizal Bakrie sangat takut jika Jokowi-JK menjadi pemimpin nasional karena Jokowi sudah menandatangani kontrak politik untuk menuntaskan kasus semburan lumpur di Sidoarjo.
Pihak lain yang turut dituding adalah Prabowo Soebianto yang dikatakan sangat takut karena Jokowi sudah menegaskan akan menuntaskan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) 1998 dengan membentuk engadilan ad hock.
Pihak lainnya adalah para Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang korup dan malas karena takut dipecat dan dipidanakan. “Selain PNS yang malas, sebagian bupati sampai gubernur yang malas dan lalai takut juga ketakutan karena bisa saja terbuka kesempatan lelang jabatan,” papar pesan berantai tersebut.
“Anda pun pasti tahu siapa yang ketakutan bila JK membongkar kasus Bank Century, karena JK mengetahui jelas apa yang terjadi pada kasus Bank Century,” tandasnya.
http://surabaya.bisnis.com/read/2014...a-ini-pesannya
--------------------------
Kasihan nasib PNS, ganti Presiden atau ganti rezim, bukannya bakalan tambah sejahtera tetapi malahan bakalan tambah kejepit dan sengsara?
Sebenarnya Pak Jokowi tak perlu terlalu 'menekan' PNS itu, kan masih bisa memperoleh duit APBN dari jual-jual BUMN besar seperti krakatau Steel, Pertamina, Garuda, dan banyak lagi. Atau utang ke IMF/World Bank sajalah lagi, minta tolong mbakyu Sri Mulyani. Itu pulau-pulau terluar yang dekat Malaysia, juga bisa kita "lego" selain kekayaan alam lainnya yang masih melimpah. Tenang aja, Pak!

Diubah oleh AkuCintaNanea 24-07-2014 02:04
0
25.1K
88


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan