- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Balas dendam KUCING


TS
frutablend
Balas dendam KUCING


Quote:

Quote:

HALOO gan, thank sudah mau mampir dan baca trit sederhana ini.
daripada ane terus bicara gak jelas, dan para kaskuser keburu bosan, jadi langsung singkat saja ane jelaskan,,,,ane ingin membagikan sebuah cerita FIKSI, sesuai judul trit ini yaitu:

Spoiler for open BOOK:
BALAS DENDAM KUCING

[

Quote:
PROLOG
Tak ada yang menyangka bahwa kucing yang di anggap hewan lemah mampu membunuh manusia. Ini karena para kucing liar yang berkeliaran di seluruh pelosok negeri ini, terutama jakarta, akan mengalami serangan para kawanan kucing. mereka merasa terbuang dan di kucilkan dalam kehidupan seolah kehadiran mereka tak berarti lagi. sehingga kucing-kucing itu akan membuat serangan kepada manusia, mereka ingin balas dendam!.
para kucing ingin di hormati, di hargai serta layak mendapatkan pengakuan juga kasih sayang dari masyarakat.
Tak ada yang menyangka bahwa kucing yang di anggap hewan lemah mampu membunuh manusia. Ini karena para kucing liar yang berkeliaran di seluruh pelosok negeri ini, terutama jakarta, akan mengalami serangan para kawanan kucing. mereka merasa terbuang dan di kucilkan dalam kehidupan seolah kehadiran mereka tak berarti lagi. sehingga kucing-kucing itu akan membuat serangan kepada manusia, mereka ingin balas dendam!.
para kucing ingin di hormati, di hargai serta layak mendapatkan pengakuan juga kasih sayang dari masyarakat.
[
Spoiler for Episode 1:
Episode 1
Aku baru saja pulang dari rumah teman yang tidak jauh dari tempat tinggaku. Malam itu aku pulang sekitar pukul 10.00 malam, kebanyakan jam seperti ini semua orang sudah tertidur, dan kota Jakarta menjadi lebih sepi. Aku berjalan kaki sendirian Sekitar di Daan mogot raya. Aku suka suasana hening seperti ini, dalam situasi yang seperti ini akan membuat perasaan menjadi nyaman.
Dari kejauhan aku melihat beberapa kucing sedang berkumpul, terlihat juga seorang bapak tua yang sedang bersama kucing-kucing itu. Bapak tua itu speperti sedang berbicara kepada para kucing-kucing itu dan layaknya seorang komadan yang memberikan intruksi kepada pasukannya. Kucing-kucing berbaris rapi persis dengan pasukan tentara yang membentuk sebuah barisan.
Aku terpanah melihat pemandangan seperti itu. oleh karenanya aku menghentikan langkah untuk memperhatikan dengan seksama. Pamandangan yang luar bisa ini tak bisa kulewatkan begitu saja. Aku melihat jumlah kucing yang sangat banyak berkumpul bersama. Bapak tua itu bisa mengandalikan kucing-kucing yang biasanya berkeliaran di jalanan menjadi sejinak burung merpati.
Melihat kejadian ini, aku memiliki perasaan takut karena jumlah kucing yang menurut perkiraaanku, mencapai ratusan ekor kucing yang bisa saja menumbangkan seorang manusia dewasa. Aku merasa perlu berhati-hati dalam hal ini, kendati aku hanya sendirian di jalan raya ini.
Aku melihat jalanan Daan mogot kian sepi, walaupun sesekali terlihat beberapa motor dan mobil yang lewat begitu saja. jadi, aku memutuskan untuk menyeberang ke sisi jalan yang berlainan. Dengan cara ini aku tidak harus melewati kawanan kucing itu sedang berada . Aku merasa takut kali ini, bukan pada preman ataupun penjahat yang biasanya muncul di malam hari seperti yang marak terjadi di kota Jakarta.Tapi, aku takut para kucing itu akan menyerangku.
Aku berjalan pelan dan pura-pura tidak melihat ke Arah seberang sana. Setelah melewati kawanan kucing itu, Jarakku sekarang sudah 20 meter lebih dari perkumpulan kawanan kucing. Karena masih penasaran aku melihat ke arah belakang tempat bapak dan kucing itu berada. Terlihat seorang pria naik sepeda kebut di jalanan, dan dia tidak sengaja menabrak salah satu kucing tersebut. Dan jatuh dari sepedanya, mungkin karena terkejut. Aku melihat para kucing itu melihat ke arahnya orang yang jatuh tadi.
Kawanan kucing itu menghampirinyaberamai-ramai. Kucing-kucing itu terlihat marah pada orang itu. Pria itu bangkit dan berjalan, dia baru saja ingin berlari melihat ratusan kucing yang menghampirinya. Namun, kawanan kucing itu sudah menerkamnya lebih dulu. aku melihat pria yang itu berteriak kesakitan, dia masih berusaha meloloskan diri sambil menahan rasa sakit. Dia juga memberikan perlawanan kepada kawanan kucing itu.. Tapi tetap tidak bisa, jumlah kucing yang terlalu banyak menyerangnya habis-habisan-tanpa ampun.
Pada akhirnya pria itu tersungkur jatuh ke aspal jalanan. “para kucing itu sudah membunuhnya ?” aku bertanya dalam hati. Aku terkejut. “mengapa para kucing bisa melakukan hal itu pada manusia?”. Kawanan kucing itu masih mencabik-cabik tubuh pria itu, aku rasa pria terbunuh . Aku yang sedang menyaksikan hal itu. Tapi, tak akan bisa melakukan apa-apa. Aku sendiri sedang ketakutan, juga dalam keadaan yang bahaya.
Pada Saat yang sama salah-satu kucing itu melihatku dari kejauhan, sorot matanya tajam mengkilap layaknya mata kucing yang bersinar pada malam hari.
Bapak tua yang bersama kucing itu, mengarahkan telunjuknya ke arahku. Lalu, kucing-kucing itu mulai berlari ke arahku. Spontan, mengetahui para kucing itu akan menyerangku. Aku bergegasa lari menuju rumah, pikiranku mengatakan bahwa jika aku tak berhasil lolos. Maka, nasibku akan sama dengan seorang pria yang barusan di serang itu.
Jadi aku berlari sekuat tenaga. Saat sudah hampir dekat pagar rumah, aku bergegas membuka kunci pagar rumah. “aku kesulitan membukanya” tangan bergetar karena rasa takut. Akhir terbuka juga, dan aku langsung menutupnya kembali. Karena pintu pagar rumahku di tutupi trails. Para kucing itu melompat dan berusaha masuk untuk menerkamku. Tapi, lubang teralis terlalu kecil untuk mereka. akhirnya mereka berbalik arah dan pergi begitu saja.
Aku melihat kawanan kucing itu pergi satu-persatu, mungkin mereka tahu tak akan bisa masuk ke dalam sini. Aku tak tak pernah berpikir bahwa kucing bisa menjadi seganas ini. Jantungku masih berdebar kencang juga keringat yang bercucuran. “Baru pulang?” Tanya Ibuku yang mucul dari belakang secara tiba-tiba membuatku terkejut kembali. “Ya, bu” jawabku sambil masuk ke dalam rumah bersama ibu, tanpa memberitahukan apa yang terjadi barusan padaku.
SERANGAN TAK TERDUGA
Aku baru saja pulang dari rumah teman yang tidak jauh dari tempat tinggaku. Malam itu aku pulang sekitar pukul 10.00 malam, kebanyakan jam seperti ini semua orang sudah tertidur, dan kota Jakarta menjadi lebih sepi. Aku berjalan kaki sendirian Sekitar di Daan mogot raya. Aku suka suasana hening seperti ini, dalam situasi yang seperti ini akan membuat perasaan menjadi nyaman.
Dari kejauhan aku melihat beberapa kucing sedang berkumpul, terlihat juga seorang bapak tua yang sedang bersama kucing-kucing itu. Bapak tua itu speperti sedang berbicara kepada para kucing-kucing itu dan layaknya seorang komadan yang memberikan intruksi kepada pasukannya. Kucing-kucing berbaris rapi persis dengan pasukan tentara yang membentuk sebuah barisan.
Aku terpanah melihat pemandangan seperti itu. oleh karenanya aku menghentikan langkah untuk memperhatikan dengan seksama. Pamandangan yang luar bisa ini tak bisa kulewatkan begitu saja. Aku melihat jumlah kucing yang sangat banyak berkumpul bersama. Bapak tua itu bisa mengandalikan kucing-kucing yang biasanya berkeliaran di jalanan menjadi sejinak burung merpati.
Melihat kejadian ini, aku memiliki perasaan takut karena jumlah kucing yang menurut perkiraaanku, mencapai ratusan ekor kucing yang bisa saja menumbangkan seorang manusia dewasa. Aku merasa perlu berhati-hati dalam hal ini, kendati aku hanya sendirian di jalan raya ini.
Aku melihat jalanan Daan mogot kian sepi, walaupun sesekali terlihat beberapa motor dan mobil yang lewat begitu saja. jadi, aku memutuskan untuk menyeberang ke sisi jalan yang berlainan. Dengan cara ini aku tidak harus melewati kawanan kucing itu sedang berada . Aku merasa takut kali ini, bukan pada preman ataupun penjahat yang biasanya muncul di malam hari seperti yang marak terjadi di kota Jakarta.Tapi, aku takut para kucing itu akan menyerangku.
Aku berjalan pelan dan pura-pura tidak melihat ke Arah seberang sana. Setelah melewati kawanan kucing itu, Jarakku sekarang sudah 20 meter lebih dari perkumpulan kawanan kucing. Karena masih penasaran aku melihat ke arah belakang tempat bapak dan kucing itu berada. Terlihat seorang pria naik sepeda kebut di jalanan, dan dia tidak sengaja menabrak salah satu kucing tersebut. Dan jatuh dari sepedanya, mungkin karena terkejut. Aku melihat para kucing itu melihat ke arahnya orang yang jatuh tadi.
Kawanan kucing itu menghampirinyaberamai-ramai. Kucing-kucing itu terlihat marah pada orang itu. Pria itu bangkit dan berjalan, dia baru saja ingin berlari melihat ratusan kucing yang menghampirinya. Namun, kawanan kucing itu sudah menerkamnya lebih dulu. aku melihat pria yang itu berteriak kesakitan, dia masih berusaha meloloskan diri sambil menahan rasa sakit. Dia juga memberikan perlawanan kepada kawanan kucing itu.. Tapi tetap tidak bisa, jumlah kucing yang terlalu banyak menyerangnya habis-habisan-tanpa ampun.
Pada akhirnya pria itu tersungkur jatuh ke aspal jalanan. “para kucing itu sudah membunuhnya ?” aku bertanya dalam hati. Aku terkejut. “mengapa para kucing bisa melakukan hal itu pada manusia?”. Kawanan kucing itu masih mencabik-cabik tubuh pria itu, aku rasa pria terbunuh . Aku yang sedang menyaksikan hal itu. Tapi, tak akan bisa melakukan apa-apa. Aku sendiri sedang ketakutan, juga dalam keadaan yang bahaya.
Pada Saat yang sama salah-satu kucing itu melihatku dari kejauhan, sorot matanya tajam mengkilap layaknya mata kucing yang bersinar pada malam hari.
Bapak tua yang bersama kucing itu, mengarahkan telunjuknya ke arahku. Lalu, kucing-kucing itu mulai berlari ke arahku. Spontan, mengetahui para kucing itu akan menyerangku. Aku bergegasa lari menuju rumah, pikiranku mengatakan bahwa jika aku tak berhasil lolos. Maka, nasibku akan sama dengan seorang pria yang barusan di serang itu.
Jadi aku berlari sekuat tenaga. Saat sudah hampir dekat pagar rumah, aku bergegas membuka kunci pagar rumah. “aku kesulitan membukanya” tangan bergetar karena rasa takut. Akhir terbuka juga, dan aku langsung menutupnya kembali. Karena pintu pagar rumahku di tutupi trails. Para kucing itu melompat dan berusaha masuk untuk menerkamku. Tapi, lubang teralis terlalu kecil untuk mereka. akhirnya mereka berbalik arah dan pergi begitu saja.
Aku melihat kawanan kucing itu pergi satu-persatu, mungkin mereka tahu tak akan bisa masuk ke dalam sini. Aku tak tak pernah berpikir bahwa kucing bisa menjadi seganas ini. Jantungku masih berdebar kencang juga keringat yang bercucuran. “Baru pulang?” Tanya Ibuku yang mucul dari belakang secara tiba-tiba membuatku terkejut kembali. “Ya, bu” jawabku sambil masuk ke dalam rumah bersama ibu, tanpa memberitahukan apa yang terjadi barusan padaku.
Spoiler for Episode 2:
Episode 2
Namaku Sidis seorang remaja kelas 3 SMA, aku hanya tinggal bersama ibu. Kami tinggal di rumah peninggalan almarhum ayahku. Ibu bekerja sebagia pedagang kue di pasar, karenanya pagi-pagi dia sudah berangkat bekerja. Tapi, biasanya ibu sudah menyiapkan sarapan untukku terlebih dahulu.
Di sekolah, aku bertemu dengan Verdi yang baru saja sampai di sekolah. “Dis, kamu tahu gak di jalan Daan mogot raya ada berita di temukan mayat yang habis di koyak-koyak zombie”.ucapnya. Aku sudah bisa menebak mayat itu pasti pria tadi malam yang di serang kawanan kucing tersebut. “ya, aku tahu, dan aku ingin memberitahu padamu sesuatu yang berkaitan dengan hal itu”.
Aku menceritakan kepada Verdi tentang apa yang kualami semalam, dia terlihat meragukanku, antara percaya dan tidak sambil berkata, “masa kucing bisa bunuh orang?”. Aku terdiam saja, tidak ingin berdebat dengan Verdi. Ini memang hal yang sulit di percaya bahwa kucing memang bisa membunuh seorang manusia, meski begitu aku telah menjadi begitu yakin karena telah menjadi saksi pembunuhan kawanan kucing terhadap seorang manusia.
Dapidapa aku berdebat tanpa bukti,dan juga berbicara panjang lebar. Aku akan mencari kebenaran tentang apa yang baru kualami semalam. Lagipula ini memang hal yang tidak lazim terjadi di era modern seperti sekarang ini. walaupun begitu, masih banyak hal-hal yang belum di ketahui atau masih menjadi rahasia yang masih belum terungkap.
Dari jauh terlihat seorang teman berjalan ke arah kami, dia adalah Bery anak suka melucu saat berbicara. Beberapa saat kemudian terlihat Kevin dan David anak terpintar di kelasku, dan memililiki reputasi yang baik di SMA Black sentury ini. Meski sama-sama pintar ,sifat mereka berbeda satu-sama lainnya.
Dari arah sebelah kanan tampak Willy dan Wangki, Berry sering bercanda dan selalu berkata bahwa mereka hanya sebagai pelengkap pertemanan saja. Tapi, menurutku mereka adalah teman di masa depan yang bisa di andalkan. “mana si Acong?”( yang nama aslinya Hery)”. Tanya Verdi. Willy menjawab “itu di lobby, lagi aku kasih tantangan kenalan sama gadis-gadis SMP, kalau dia berhasil dapat goceng” katanya sambil tertawa. Kami semua pun ikut tertawa bersamanya.
Selang beberapa menit, terlihat Angga dan Adi. Mereka berdua sering terjadi perang dingin. Biasanya karena masalah wanita. Mereka selalu saja menaksir gadis yang sama, dan di antara mereka tidak ada yang mengalah. Aku masih berpikir apakah mereka akan terus memilki selera gadis yang sama di masa ketika kami sudah lulus dari SMA ini.
Total teman di gabung denganku menjadi sepuluh orang. Kami teman sekelas yang hampir tiap hari bermain dan kadang pergi bersama. Kami suka duduk di bawah pohon yang tidak jauh dari lobby halaman sekolah untuk bersantai, sambil melihat adik-adik kelas yang cantik lewat depan kami. Menurut temanku Berry, ini caranya menghilangkan stress saat merasa jenuh di sekolah.
Lalu, kami yang duduk di bawah pohon, melihat aksi si Acong yang berkenalan dengan siswi SMP. Terlihat satu-persatu menjauhinya, dia tetap tidak menyerah. Dia meneruskan aksinya, tanpa adanya rasa malu sedikitpun. Sampai semua siswi SMP yang duduk di lobby bubar semua.
“ha-ha-ha” Kami semua tertawa tebahak-bahak melihatnya kejadian itu. kadang memang ini permain kecil yang sering kami mainkan, jika sedang senggang, yakni Berkenalan dengan siswi di sekolah ini. meski ini permainan, rasa sakit yang di timbulkan ketika di tolak pasti tidaklah nyaman, apalagi masih ketemu terus dengan siswi yang di ajak kenalan itu.
Terkadang aku merasa permainan ini bisa saja menyakiti perasaan siswi yang di ajak kenalan tersebut, terutama jika mereka ternyata menjadi timbul persaan suka saat di ajak untuk berkelanan. Dan kami yang berkelanan biasanya akan tejebak juga oleh perasaan itu, dan malah menjadi suka beneran terhadap siswi yang di ajak berkenalan itu. Meskipun awalnya hanya permainan saja.
TEMAN-TEMAN DI SEKOLAH
Namaku Sidis seorang remaja kelas 3 SMA, aku hanya tinggal bersama ibu. Kami tinggal di rumah peninggalan almarhum ayahku. Ibu bekerja sebagia pedagang kue di pasar, karenanya pagi-pagi dia sudah berangkat bekerja. Tapi, biasanya ibu sudah menyiapkan sarapan untukku terlebih dahulu.
Di sekolah, aku bertemu dengan Verdi yang baru saja sampai di sekolah. “Dis, kamu tahu gak di jalan Daan mogot raya ada berita di temukan mayat yang habis di koyak-koyak zombie”.ucapnya. Aku sudah bisa menebak mayat itu pasti pria tadi malam yang di serang kawanan kucing tersebut. “ya, aku tahu, dan aku ingin memberitahu padamu sesuatu yang berkaitan dengan hal itu”.
Aku menceritakan kepada Verdi tentang apa yang kualami semalam, dia terlihat meragukanku, antara percaya dan tidak sambil berkata, “masa kucing bisa bunuh orang?”. Aku terdiam saja, tidak ingin berdebat dengan Verdi. Ini memang hal yang sulit di percaya bahwa kucing memang bisa membunuh seorang manusia, meski begitu aku telah menjadi begitu yakin karena telah menjadi saksi pembunuhan kawanan kucing terhadap seorang manusia.
Dapidapa aku berdebat tanpa bukti,dan juga berbicara panjang lebar. Aku akan mencari kebenaran tentang apa yang baru kualami semalam. Lagipula ini memang hal yang tidak lazim terjadi di era modern seperti sekarang ini. walaupun begitu, masih banyak hal-hal yang belum di ketahui atau masih menjadi rahasia yang masih belum terungkap.
Dari jauh terlihat seorang teman berjalan ke arah kami, dia adalah Bery anak suka melucu saat berbicara. Beberapa saat kemudian terlihat Kevin dan David anak terpintar di kelasku, dan memililiki reputasi yang baik di SMA Black sentury ini. Meski sama-sama pintar ,sifat mereka berbeda satu-sama lainnya.
Dari arah sebelah kanan tampak Willy dan Wangki, Berry sering bercanda dan selalu berkata bahwa mereka hanya sebagai pelengkap pertemanan saja. Tapi, menurutku mereka adalah teman di masa depan yang bisa di andalkan. “mana si Acong?”( yang nama aslinya Hery)”. Tanya Verdi. Willy menjawab “itu di lobby, lagi aku kasih tantangan kenalan sama gadis-gadis SMP, kalau dia berhasil dapat goceng” katanya sambil tertawa. Kami semua pun ikut tertawa bersamanya.
Selang beberapa menit, terlihat Angga dan Adi. Mereka berdua sering terjadi perang dingin. Biasanya karena masalah wanita. Mereka selalu saja menaksir gadis yang sama, dan di antara mereka tidak ada yang mengalah. Aku masih berpikir apakah mereka akan terus memilki selera gadis yang sama di masa ketika kami sudah lulus dari SMA ini.
Total teman di gabung denganku menjadi sepuluh orang. Kami teman sekelas yang hampir tiap hari bermain dan kadang pergi bersama. Kami suka duduk di bawah pohon yang tidak jauh dari lobby halaman sekolah untuk bersantai, sambil melihat adik-adik kelas yang cantik lewat depan kami. Menurut temanku Berry, ini caranya menghilangkan stress saat merasa jenuh di sekolah.
Lalu, kami yang duduk di bawah pohon, melihat aksi si Acong yang berkenalan dengan siswi SMP. Terlihat satu-persatu menjauhinya, dia tetap tidak menyerah. Dia meneruskan aksinya, tanpa adanya rasa malu sedikitpun. Sampai semua siswi SMP yang duduk di lobby bubar semua.
“ha-ha-ha” Kami semua tertawa tebahak-bahak melihatnya kejadian itu. kadang memang ini permain kecil yang sering kami mainkan, jika sedang senggang, yakni Berkenalan dengan siswi di sekolah ini. meski ini permainan, rasa sakit yang di timbulkan ketika di tolak pasti tidaklah nyaman, apalagi masih ketemu terus dengan siswi yang di ajak kenalan itu.
Terkadang aku merasa permainan ini bisa saja menyakiti perasaan siswi yang di ajak kenalan tersebut, terutama jika mereka ternyata menjadi timbul persaan suka saat di ajak untuk berkelanan. Dan kami yang berkelanan biasanya akan tejebak juga oleh perasaan itu, dan malah menjadi suka beneran terhadap siswi yang di ajak berkenalan itu. Meskipun awalnya hanya permainan saja.
Spoiler for Episode 3:
Episode 3
Saat dalam kelas di mana pelajaran Sejarah sedang di mulai, Kevin yang duduk sebangku denganku berbisik “apa benar tadi malam, kamu di serang kawanan kucing?”. Aku tahu sepertinya Verdi sudah menceritakan padanya. “ya, itu benar”. Jawabku pelan karena sedang ada guru yang mengajar. Setelah aku menjawab seperti itu pun, dia terlihat hanya sedikit percaya padaku.
Pada saat pulang sekolah, aku mengulang ceritaku pada semua temanku ini. “Kamu pasti bermimpi kali” ucap Berry. Aku berusaha menyakinkan kepada mereka tentang kebenaran dari ceritaku. Aku tak bisa menahan ceritaku meski aku belum cukup bukti untuk menunjukan pada mereka semua. aku menceritakan pada mereka, supaya mereka bisa berjaga-jaga.
Beberapa hari kemudian aku merasa hal ini sia-sia saja menjelaskan hal yang memang sulit untuk di percaya. Lalu secara tidak sengaja saat sedang berjalan, aku melihat sebuah Koran yang di jual di dekat sekolah, tentang kabar mayat itu lagi, “Manusia tewas di serang kucing ganas” tertulis di halaman depan. Karena penasaran aku langsung membelinya. Baru kali ini aku membeli Koran untuk kubaca. Jadi sampai di kelas, saat temanku yang baru sampai berkumpul membicarakan siswi-siswi di sekolah ini. aku sendiri sibuk duduk untuk membaca Koran.
Setalah kubaca lebih lanjut, ternyata seorang ahli forenski bernama Profesor Saud Purba menemukan kejanggalan terhadap luka yang di alami korban itu di serang oleh kucing ganas. Di sebut ganas mungkin karena kucing itu bisa sampai membunuh orang. Walaupun di Koran hanya mnenujukan dugaan sementara yang juga masih perlu uintuk di teliti lebih lanjut. Aku sudah mengklaimnya sebagai kejadian yang asli, karena aku berada di sana pada waktu kejadian itu. “widih..ada gerangan apa nih?” Tanya Willy yang melihatku sedang asyik membaca Koran. Dia memberitahu teman yang lain sedang berkumpul, “lihat Sidis baca Koran man..!”.
Lantas mereka langsung mendatangaiku secara ramai-ramai, aku seperti melakukan hal yang di anggap aneh oleh mereka. aku pun langsung memberitahukan kepada mereka tentang kejadian yang pernah kualami. “kalau sampai ahli forensik bilang begitu, kemungkinan besar ceritamu benar” ucap David sambil membaca koran milikku tadi.
Kemudian terlihat Wangki berkata “biasalah, kejadian ini paling cuma cari sensasi doang”. Mendengar semua itu, Teman teman yang lain percaya padanya begitu saja. padahal aku pikir bisa menyakinkan mereka dengan adanya Koran ini, makanya kubeli untuk di tunjukan pada mereka. sekali lagi aku masih gagal untuk menyakinkan mereka. aku kesal dengan Wangki yang berkata seperti itu karena telah meragukanku.
Bel jam istirahat berbunyi, tandanya kami bebas dari pelajaran sementara. Seperti biasa kami berdelapan berjalan bersama menuju kantin sekolah untuk mencari makan siang bersama. Di kantin sekolahku ini memang banyak sekali aneka jajanan yang bisa di beli, meskipun begitu, lama-kelamaan akan menjadi bosan juga. Terkadang kami juga mencari makan di luar sekolah. sekarang Kami membawa makanan yang sudah di beli, kami duduk di sekitar parkir motor di sebelah kantin.
Setelah selesai makan, kami duduk di bawah pohon dekat halaman lobby sekolah. “Cong, Udah siap buat tantangan baru hari ini?” Tanya Willy pada Hery. “siap dong” jawabnya pede. “Yang lainnya mau coba tantangan ini?” Willy. Tak ada jawaban dari yang lain kecuali Hery. “Dis, kamu boleh coba nih, daripada mikirin kucing melulu” keluh willy.
Aku berusaha tidak menyinggungnya untuk mengatakan “tidak” dengan alasan belum ada gadis yang membuatku tertarik di sekolah ini. padahal beberapa teman tahu bahwa aku terlalu malu untuk bisa berkenalan langsung pada seorang gadis. “kemarin aku melihat ada siswi yang cantik, aku mau coba kenalan dengannya” kata Hery dengan pedenya. “Terus gimana hasilnya?” Tanya Bery. “Dia pergi! pas aku berdiri di hadapannya” jawab Hery santai. Semuanya tertawa terbahak-bahak melihatnya berkata seperti itu.
Waktu terus berlalu, namun ingatanku tentang kejadian serangan kawanan kucing tak akan membuatku lupa. Jadi, setiap pagi aku membeli koran yang ada di dekat sekolahku. Ini kulakukan untuk mengetahui perkembangan kasus yang masih di tangani oleh Prof. Saud Purba seorang ahli forensik. Saat berada di kelas, aku langsung membaca berita yang ada pada koran. Tertulis juga bahwa orang-orang meragukan hasil penelitiannya.
Seperti hal seperti ini akan sulit di percaya tidak hanya pada teman-temanku. Tapi juga masyarakat. Dengan begini kawanan kucing dan bapak tua itu pasti bisa bergerak leluasa. Sebab masyarakat belum menyadari kejadian ini. bagaimanapun juga hal ini membuatku malas untuk membicarakan hal ini lagi. percuma karena tidak ada yang akan percaya…
MULAI MENCARI INFORMASI
Saat dalam kelas di mana pelajaran Sejarah sedang di mulai, Kevin yang duduk sebangku denganku berbisik “apa benar tadi malam, kamu di serang kawanan kucing?”. Aku tahu sepertinya Verdi sudah menceritakan padanya. “ya, itu benar”. Jawabku pelan karena sedang ada guru yang mengajar. Setelah aku menjawab seperti itu pun, dia terlihat hanya sedikit percaya padaku.
Pada saat pulang sekolah, aku mengulang ceritaku pada semua temanku ini. “Kamu pasti bermimpi kali” ucap Berry. Aku berusaha menyakinkan kepada mereka tentang kebenaran dari ceritaku. Aku tak bisa menahan ceritaku meski aku belum cukup bukti untuk menunjukan pada mereka semua. aku menceritakan pada mereka, supaya mereka bisa berjaga-jaga.
Beberapa hari kemudian aku merasa hal ini sia-sia saja menjelaskan hal yang memang sulit untuk di percaya. Lalu secara tidak sengaja saat sedang berjalan, aku melihat sebuah Koran yang di jual di dekat sekolah, tentang kabar mayat itu lagi, “Manusia tewas di serang kucing ganas” tertulis di halaman depan. Karena penasaran aku langsung membelinya. Baru kali ini aku membeli Koran untuk kubaca. Jadi sampai di kelas, saat temanku yang baru sampai berkumpul membicarakan siswi-siswi di sekolah ini. aku sendiri sibuk duduk untuk membaca Koran.
Setalah kubaca lebih lanjut, ternyata seorang ahli forenski bernama Profesor Saud Purba menemukan kejanggalan terhadap luka yang di alami korban itu di serang oleh kucing ganas. Di sebut ganas mungkin karena kucing itu bisa sampai membunuh orang. Walaupun di Koran hanya mnenujukan dugaan sementara yang juga masih perlu uintuk di teliti lebih lanjut. Aku sudah mengklaimnya sebagai kejadian yang asli, karena aku berada di sana pada waktu kejadian itu. “widih..ada gerangan apa nih?” Tanya Willy yang melihatku sedang asyik membaca Koran. Dia memberitahu teman yang lain sedang berkumpul, “lihat Sidis baca Koran man..!”.
Lantas mereka langsung mendatangaiku secara ramai-ramai, aku seperti melakukan hal yang di anggap aneh oleh mereka. aku pun langsung memberitahukan kepada mereka tentang kejadian yang pernah kualami. “kalau sampai ahli forensik bilang begitu, kemungkinan besar ceritamu benar” ucap David sambil membaca koran milikku tadi.
Kemudian terlihat Wangki berkata “biasalah, kejadian ini paling cuma cari sensasi doang”. Mendengar semua itu, Teman teman yang lain percaya padanya begitu saja. padahal aku pikir bisa menyakinkan mereka dengan adanya Koran ini, makanya kubeli untuk di tunjukan pada mereka. sekali lagi aku masih gagal untuk menyakinkan mereka. aku kesal dengan Wangki yang berkata seperti itu karena telah meragukanku.
Bel jam istirahat berbunyi, tandanya kami bebas dari pelajaran sementara. Seperti biasa kami berdelapan berjalan bersama menuju kantin sekolah untuk mencari makan siang bersama. Di kantin sekolahku ini memang banyak sekali aneka jajanan yang bisa di beli, meskipun begitu, lama-kelamaan akan menjadi bosan juga. Terkadang kami juga mencari makan di luar sekolah. sekarang Kami membawa makanan yang sudah di beli, kami duduk di sekitar parkir motor di sebelah kantin.
Setelah selesai makan, kami duduk di bawah pohon dekat halaman lobby sekolah. “Cong, Udah siap buat tantangan baru hari ini?” Tanya Willy pada Hery. “siap dong” jawabnya pede. “Yang lainnya mau coba tantangan ini?” Willy. Tak ada jawaban dari yang lain kecuali Hery. “Dis, kamu boleh coba nih, daripada mikirin kucing melulu” keluh willy.
Aku berusaha tidak menyinggungnya untuk mengatakan “tidak” dengan alasan belum ada gadis yang membuatku tertarik di sekolah ini. padahal beberapa teman tahu bahwa aku terlalu malu untuk bisa berkenalan langsung pada seorang gadis. “kemarin aku melihat ada siswi yang cantik, aku mau coba kenalan dengannya” kata Hery dengan pedenya. “Terus gimana hasilnya?” Tanya Bery. “Dia pergi! pas aku berdiri di hadapannya” jawab Hery santai. Semuanya tertawa terbahak-bahak melihatnya berkata seperti itu.
Waktu terus berlalu, namun ingatanku tentang kejadian serangan kawanan kucing tak akan membuatku lupa. Jadi, setiap pagi aku membeli koran yang ada di dekat sekolahku. Ini kulakukan untuk mengetahui perkembangan kasus yang masih di tangani oleh Prof. Saud Purba seorang ahli forensik. Saat berada di kelas, aku langsung membaca berita yang ada pada koran. Tertulis juga bahwa orang-orang meragukan hasil penelitiannya.
Seperti hal seperti ini akan sulit di percaya tidak hanya pada teman-temanku. Tapi juga masyarakat. Dengan begini kawanan kucing dan bapak tua itu pasti bisa bergerak leluasa. Sebab masyarakat belum menyadari kejadian ini. bagaimanapun juga hal ini membuatku malas untuk membicarakan hal ini lagi. percuma karena tidak ada yang akan percaya…
Spoiler for EPISODE 4:
Episode 4
Benar-benar aneh, “kenapa peryataan seorang ahli pun masih di ragukan?” tanyaku dalam hati. “Hei Dis, baca koran melulu” tegur temanku, Verdi. Teman-temanku yang lain berkumpul di dekatku. Mereka tiba-tiba saja memulai sebuah permainan wajib yang biasa kami mainkan, yakni: berkenalan dengan siswi. “sudah lengkap” ucap Berry. Kami semua duduk membuat lingkaran untuk memulai permainan. “ jika mata bolpint berhenti atau menunjuk ke arah orang tersebut, maka ialah yang akan berkenalan dengan siswi di sekolah ini. lanjut Berry.
Permainan pun di mulai, bolpointnya di mulai putar semuanya merasa tegang. Dan terpilih Si willy yang harus berkelanan, karena mata bolpoint berhenti tepat di depannya. “baiklah, tidak masalah” kata Willy. Lalu kami mengikutinya berjalan keluar kelas untuk melihatnya beraksi. Dia terlihat menunggu siswi mana yang akan menjadi incarannya. Dengan cepat dia menghadang seorang adik kelas yang hendak ingin masuk ke kelas, “Hi, boleh kenalan, aku Willy?”. Siswi itu melewatinya begitu saja, dia mengacuhkan Willy seperti orang yang meminta-minta yang tidak di pedulikan. Meski begitu, Willy telah selesai dengan permainan ini. tidak peduli dia akan di terima atau tidak. karena yang di perlukan permainan ini hanya cukup berkelanan dengan siswi.
Willy menghadap ke arah kami sambil terseyum malu, kami semua biasa saja. karena kami semua juga akan mengalami hal yang sama. “will, sabar ya, dia hanya belum tahu siapa kau yang sebenarnya” ucap Bery menghibur. “memang siapa dia?” Tanya Hery. “ dia orang yang di tolak barusan” jawab Bery tertawa geli. Sekali lagi kami semua tertawa, semua siswa-siswi melihat tingkah kami yang tidak jelas. Karena kami tidak bisa menahan tawa kami lagi, suara tawa tersebut bisa sampai terdengar di seluruh lantai tiga gedung sekolah ini.
Permainan ini membautku cukup terhibur untuk sementara aku tak perlu pusing soal ancaman serangan kucing. Pikiranku setidaknya menjadi lebih rilek dan siap untuk memikirkan hal apa yang harus di lakukan untuk ke depannya. Akan tiba saatnya semua orang di sini tak akan bisa bersenang-senang lagi. Jika dugaanku mengenai penyerangan kucing terhadap umat manusia memang akan terjadi nanti.
“Jadi nanti malam aka nada acara ke mana?” Tanya Verdi di tengah lamunanku. “waduh…jangan malam ini, lagi krisis nih” jawab Bery. akhir kami semua hanya duduk di halaman lobby saat pulang sekolah, kembali melihat pertunjukan para siswi yang pulang sekolah, melewati kami. jika di pikir, kami ini terlihat seperti para idiot yang tak bisa berhenti melihat atau membicarakan gadis. Itu menjadi tidak masalah lagi, ketika kamu hanya berkumpul bersama sambil melihat-lihat. Apalagi David dan Kevin anak teladan sekolah ini berada di pihak kami. “ha-ha-ha” sungguh menarik bukan?
PERMAINAN WAJIB
Benar-benar aneh, “kenapa peryataan seorang ahli pun masih di ragukan?” tanyaku dalam hati. “Hei Dis, baca koran melulu” tegur temanku, Verdi. Teman-temanku yang lain berkumpul di dekatku. Mereka tiba-tiba saja memulai sebuah permainan wajib yang biasa kami mainkan, yakni: berkenalan dengan siswi. “sudah lengkap” ucap Berry. Kami semua duduk membuat lingkaran untuk memulai permainan. “ jika mata bolpint berhenti atau menunjuk ke arah orang tersebut, maka ialah yang akan berkenalan dengan siswi di sekolah ini. lanjut Berry.
Permainan pun di mulai, bolpointnya di mulai putar semuanya merasa tegang. Dan terpilih Si willy yang harus berkelanan, karena mata bolpoint berhenti tepat di depannya. “baiklah, tidak masalah” kata Willy. Lalu kami mengikutinya berjalan keluar kelas untuk melihatnya beraksi. Dia terlihat menunggu siswi mana yang akan menjadi incarannya. Dengan cepat dia menghadang seorang adik kelas yang hendak ingin masuk ke kelas, “Hi, boleh kenalan, aku Willy?”. Siswi itu melewatinya begitu saja, dia mengacuhkan Willy seperti orang yang meminta-minta yang tidak di pedulikan. Meski begitu, Willy telah selesai dengan permainan ini. tidak peduli dia akan di terima atau tidak. karena yang di perlukan permainan ini hanya cukup berkelanan dengan siswi.
Willy menghadap ke arah kami sambil terseyum malu, kami semua biasa saja. karena kami semua juga akan mengalami hal yang sama. “will, sabar ya, dia hanya belum tahu siapa kau yang sebenarnya” ucap Bery menghibur. “memang siapa dia?” Tanya Hery. “ dia orang yang di tolak barusan” jawab Bery tertawa geli. Sekali lagi kami semua tertawa, semua siswa-siswi melihat tingkah kami yang tidak jelas. Karena kami tidak bisa menahan tawa kami lagi, suara tawa tersebut bisa sampai terdengar di seluruh lantai tiga gedung sekolah ini.
Permainan ini membautku cukup terhibur untuk sementara aku tak perlu pusing soal ancaman serangan kucing. Pikiranku setidaknya menjadi lebih rilek dan siap untuk memikirkan hal apa yang harus di lakukan untuk ke depannya. Akan tiba saatnya semua orang di sini tak akan bisa bersenang-senang lagi. Jika dugaanku mengenai penyerangan kucing terhadap umat manusia memang akan terjadi nanti.
“Jadi nanti malam aka nada acara ke mana?” Tanya Verdi di tengah lamunanku. “waduh…jangan malam ini, lagi krisis nih” jawab Bery. akhir kami semua hanya duduk di halaman lobby saat pulang sekolah, kembali melihat pertunjukan para siswi yang pulang sekolah, melewati kami. jika di pikir, kami ini terlihat seperti para idiot yang tak bisa berhenti melihat atau membicarakan gadis. Itu menjadi tidak masalah lagi, ketika kamu hanya berkumpul bersama sambil melihat-lihat. Apalagi David dan Kevin anak teladan sekolah ini berada di pihak kami. “ha-ha-ha” sungguh menarik bukan?
WARNING/PERHATIAN
Spoiler for Klik for Lanjutan cerita:
Quote:
gimana gan??
ok gan...ane nulis sampai di sini dulu...
karena jika ane tulis panjang-panjang dan tidak ada peminat di forum ini maka tulisan ini akan terasa sia-sia.
karena itu, mohon agan berkomentar supaya tulisan untuk cerita ini bisa di lanjutkan...
ok gan...ane nulis sampai di sini dulu...
karena jika ane tulis panjang-panjang dan tidak ada peminat di forum ini maka tulisan ini akan terasa sia-sia.
karena itu, mohon agan berkomentar supaya tulisan untuk cerita ini bisa di lanjutkan...
Quote:
SILAKAN ctrl+D supaya bisa mengikuti cerita ini untuk selanjutnya




Diubah oleh frutablend 25-07-2014 16:17
0
7K
Kutip
59
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan