- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
DUO PEMECAH BELAH BANGSA INDONESIA


TS
agusmputra
DUO PEMECAH BELAH BANGSA INDONESIA
Ada dua orang Amerika Serikat yang terlibat cukup serius dalam perhelatan akbar pilpres 2014 kali ini, yakni Allan Nairn dan Rob Allyn. Namun, kedua orang AS ini mempunyai perspektif yang berbeda dalam melibatkan diri. Nairn terpanggil atas kesadaran intelektual untuk menghentikan kemungkinan berkuasanya rejim otoriter Sebaliknya, Rob Allyn bekerja atas dasar panggilan material. Allyn bekerja karena dia dibayar untuk memenangkan Prabowo-Hatta. Allan Nairn bekerja sebagai seorang jurnalistik professional, sebaliknya Rob Allyn bekerja sebagai seorang konsultan politik professional. Tak ada yang salah dari kedua pilihan itu.
Lepas dari itu, pilpres 2014 merupakan pemilu yang paling menguras tenaga, pikiran, dan emosi banyak orang. Dan, dalam pemilu kali ini dua orang Amerika pun berada dalam kubu yang saling berhadap-hadapan.

Di Indonesia, nama Allan Nairn lebih dahulu kondang daripada Rob Allyn. Nairn pertama kali mengemuka ke publik adalah ketika dia bersama Amy Goodman melaporkan insiden pembantaian berdarah sebanyak 270 orang Timor dengan menggunakan senapan M16 di sebuah makam di Santa Cruz, Dili Timor-Timur. Sontak, laporan jurnalistik Allan Nairn dan Amy Goodman berjudul Massacre : The Story of East Timor itu membuka mata dunia bahwa di Timor-Timur telah terjadi pembunuhan keji yang didalangi oleh Negara. Dampak dari pemberitaan Allan Nairn ini sangat besar yang bahkan direspon berbagai demonstrasi di beberapa belahan dunia untuk menuntut pengusutan kasus 12 November 1991 itu.
Merespon apa yang terjadi di Timor Timur itu, Presiden AS, Bill Clinton menunjukkan keprihatinannya. Clinton bertutur :
“I’m very concerned about what’s happened in East Timor. We have ignored it so far in ways that I think are unconscionable.”
(Saya sangat prihatin tentang apa yang terjadi di Timor Timur. Kami telah mengabaikannya begitu jauh dengan cara yang saya pikir tidak bermartabat.”
Praktis, laporan dari Allan Nairn ini menjadikan posisi Indonesia mendapat perhatian serius dalam hal pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Dan, mendorong beberapa intelektual masyarakat sipil (termasuk Noam Chomsky) untuk bergerak, mendirikan sebuah lembaga bernama the East Timor and Indonesia Action Network (ETAN), yang concern mengangkat berbagai isu tentang pelanggaran HAM di Timor Timur dan Indonesia. Sejak itulah, Allan Nairn menjadi salah-satu jurnalis asing yang menjadi musuh rejim Soeharto.
Belakangan, nama Allan Nairn kembali mengemuka dan mengguncang publik ketika melalui blog pribadinya, allannairn.org, dia memposting wawancara off the record antara dirinya dengan Prabowo Subijanto, salah-satu kandidat presiden yang sedang berkompetisi merebut kursi RI-1. Dalam wawancara off the record yang pertama kali ia unggah pada tanggal 22 Juni 2014 itu, Allan Nairn menulis beberapa statemen Prabowo tentang pembunuhan oleh tentara, demokrasi, dan otoritarianisme. Secara jelas, dalam wawancara itu, Prabowo member dukungan atas pembunuhan-pembunuhan yang dilakukan militer asalkan dilaksanakan di tempat-tempat yang terpencil. Prabowo juga member penegasan bahwa demokrasi tidak cocok diterapkan di Indonesia, yang kemudian muncul istilah “benign authoritarian”, yang menurut Prabowo dianggap cocok bagi Indonesia. Dalam postingan pertama itu juga terungkap ketidak-sukaan Prabowo terhadap Gus Dur yang buta, yang – menurut Prabowo – memalukan dan tidak pantas jadi presiden.
Tentu saja, postingan Allan Nairn di blog pribadinya itu mengundang beragam perdebatan dan sekaligus sinisme. Kubu Prabowo sangat gusar dengan postingan tersebut. Tetapi, Allan Nairn mempunyai alasan sendiri. Nairn merasa risau atas kemungkinan terpilihnya seorang pembunuh menjadi presiden. Allan Nairn bertutur dalam sebuah wawancara :
“Jokowi dikellingi oleh para jenderal pembunuh (Hendropriyono dan Wiranto – pen), tetapi Prabowo adalah pembunuh itu sendiri”.
Pernyataan itu menunjukkan bahwa Allan Nairn mempunyai tanggung-jawab moral untuk menghentikan kemungkinan kembalinya rejim otoritarinisme yang anti penegakan HAM di Indonesia. Meski demikian, sinisme terhadap Allan Nairn masih sangat kuat, terutama berkaitan dengan pertanyaan mengapa dia baru mengungkap hal ini sekarang ? tidak dulu-dulu, saat Prabowo maju menjadi wakil presiden mendampingi Megawati pada pilpres 2009. Mengenai hal ini, Allan Nairn menjawab (Tempo/7/7/2014) :
“waktu itu Prabowo hanya calon wakil presiden. Akhirnya toh mereka kalah. Waktu itu saya yakin mereka tidak akan menang”.
Artinya, potensi Prabowo Subijanto memenangi pilpres 2014 sangat terbuka dan itulah yang merisaukan Allan Nairn.

Orang Amerika Serikat kedua yang secara intensif juga terlibat dalam “keributan” kampanye pilpres adalah Rob Allyn. Jauh sebelum pilpres, nama Rob Allyn sebenarnya telah terlebih dahulu mengemuka di Indonesia melalui karya trilogi film Merah-Putih.
Rob Allyn adalah seorang sineas yang memiliki rumah produksi Margate House. Film trilogy Merah Putih merupakan proyek kolaborasi antara rumah produksi milik Rob Allyn dengan Media Desa Indonesia milik Hashim Djoyohadikusumo, adi kandung Prabowo Djoyohadikusumo. Trilogi Merah Putih merupakan film yang sangat ambisius sekaligus sangat mahal. Rp. 60 Milliar dihabiskan untuk memproduksi dan promosi film itu. Tetapi, angka yang fantastis itu terbayar lunas. Kualitas film Merah Putih sangat baik dan mendapat respon positif dari penonton, meskipun tidak mendapat untung besar pada sesi pemutaran di bioskop.
Lantas, apa hubungannya seorang sineas dengan pilpres 2014 ? Di samping sebagai seorang sineas, Rob Allyn juga seorang yang bekerja menawarkan jasa sebagai konsultan politik. Rob Allyn mempunyai perusahaan konsultan politik bernama Allyn & Company Inc, yang bergerak di bidang public relation, periklanan, public affairs, dan media politik.
Melalui perusahaan konsultan politik Allyn & Company Inc itulah, Rob Allyn berkontribusi besar menjadi pemoles citra sekaligus strategi pemenangan pasangan Prabowo-Hatta. Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya Suhardi (Tempo, 5/7/2014) membenarkan bahwa Rob Allyn sebagai salah satu konsultan politik Prabowo-Hatta.
Terdapat sebuah ciri khas dari Allyn & Company Inc dalam usahanya memenangkan klien yang memakai jasanya, yakni melalui negative campaign dan black campaign yang massif. Melalui cara ini, Rob Allyn pernah berhasil menaikkan seorang Vicente Fox untuk menduduki posisi sebagai Presiden Mexico pada tahun 2001 dan juga membantu George W Bush untuk menjadi presiden AS pada tahun 2000.
Saat membantu memenangkan George W Bush menjadi presiden, Allyn menyebar berita buruk terhadap rival Bush, yakni McCain. Salah-satu bentuk kampanye hitam adalah menyebarkan isu bahwa Mc Cain menjalin hubungan dengan perempuan negro dan sekaligus mempunyai anak kulit hitam dari hasil hubungan itu. Untuk menguatkan, berita ini sekaligus disertai dengan foto keluarga McCain bersama anak kulit hitam yang diisyaratkan sebagai anak di luar nikah. Praktis, berita ini menggerus sedemikian rupa suara McCain dan menjadi salah-satu factor kekalahannya dalam perebutan kursi presiden AS. Padahal, kenyataannya, anak kulit hitam itu adalah anak adopsi keluarga McCain, tak berhubungan sama sekali dengan hasil hubungan di luar nikah.
Taktik yang sama juga dilakukan oleh Rob Allyn saat menjadi konsultan Vicente Fox dalam pilpres di Mexico., yakni dengan menyebar negative campaign dan black campaign. Dan, taktik itu juga dilakukan oleh Rob Allyn di Indonesia dalam upayanya untuk memenangkan Prabowo-Hatta. Berbagai bentuk negative campaign dan balck campaign yang menjurus pada smear campaign sangat massif diarahkan pada Jokowi. Mulai dari Jokowi adalah seorang keturunan Cina, anti-Islam, tidak bisa sholat, tidak bisa wudhu, sampai menyebar berita bahwa Jokowi adalah komunis.
Dibantu dengan portal-portal media online yang berafiliasi dengan kubu Prabowo-Hatta, kampanye ala Rob Allyn ini menyebar begitu luas di masyarakat. Targetnya jelas, yakni untuk melakukan pembunuhan karakter terhadap Jokowi. Dalam kadar tertentu, kampanye model ini memang cukup signifikan pengaruhnya, Prabowo-Hatta sanggup mengejar ketertinggalannya dari Jokowi-JK dalam hal elektabilitas. Namun, dalam kadar yang lain, kampaye seperti ini sangat tidak produktif dalam membangun keberadaban demokrasi.
SUBUR: http://www.siperubahan.com/read/1132...n-Vs-Rob-Allyn
Lepas dari itu, pilpres 2014 merupakan pemilu yang paling menguras tenaga, pikiran, dan emosi banyak orang. Dan, dalam pemilu kali ini dua orang Amerika pun berada dalam kubu yang saling berhadap-hadapan.
Quote:
ALLAN NAIRIN

Di Indonesia, nama Allan Nairn lebih dahulu kondang daripada Rob Allyn. Nairn pertama kali mengemuka ke publik adalah ketika dia bersama Amy Goodman melaporkan insiden pembantaian berdarah sebanyak 270 orang Timor dengan menggunakan senapan M16 di sebuah makam di Santa Cruz, Dili Timor-Timur. Sontak, laporan jurnalistik Allan Nairn dan Amy Goodman berjudul Massacre : The Story of East Timor itu membuka mata dunia bahwa di Timor-Timur telah terjadi pembunuhan keji yang didalangi oleh Negara. Dampak dari pemberitaan Allan Nairn ini sangat besar yang bahkan direspon berbagai demonstrasi di beberapa belahan dunia untuk menuntut pengusutan kasus 12 November 1991 itu.
Merespon apa yang terjadi di Timor Timur itu, Presiden AS, Bill Clinton menunjukkan keprihatinannya. Clinton bertutur :
“I’m very concerned about what’s happened in East Timor. We have ignored it so far in ways that I think are unconscionable.”
(Saya sangat prihatin tentang apa yang terjadi di Timor Timur. Kami telah mengabaikannya begitu jauh dengan cara yang saya pikir tidak bermartabat.”
Praktis, laporan dari Allan Nairn ini menjadikan posisi Indonesia mendapat perhatian serius dalam hal pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Dan, mendorong beberapa intelektual masyarakat sipil (termasuk Noam Chomsky) untuk bergerak, mendirikan sebuah lembaga bernama the East Timor and Indonesia Action Network (ETAN), yang concern mengangkat berbagai isu tentang pelanggaran HAM di Timor Timur dan Indonesia. Sejak itulah, Allan Nairn menjadi salah-satu jurnalis asing yang menjadi musuh rejim Soeharto.
Belakangan, nama Allan Nairn kembali mengemuka dan mengguncang publik ketika melalui blog pribadinya, allannairn.org, dia memposting wawancara off the record antara dirinya dengan Prabowo Subijanto, salah-satu kandidat presiden yang sedang berkompetisi merebut kursi RI-1. Dalam wawancara off the record yang pertama kali ia unggah pada tanggal 22 Juni 2014 itu, Allan Nairn menulis beberapa statemen Prabowo tentang pembunuhan oleh tentara, demokrasi, dan otoritarianisme. Secara jelas, dalam wawancara itu, Prabowo member dukungan atas pembunuhan-pembunuhan yang dilakukan militer asalkan dilaksanakan di tempat-tempat yang terpencil. Prabowo juga member penegasan bahwa demokrasi tidak cocok diterapkan di Indonesia, yang kemudian muncul istilah “benign authoritarian”, yang menurut Prabowo dianggap cocok bagi Indonesia. Dalam postingan pertama itu juga terungkap ketidak-sukaan Prabowo terhadap Gus Dur yang buta, yang – menurut Prabowo – memalukan dan tidak pantas jadi presiden.
Tentu saja, postingan Allan Nairn di blog pribadinya itu mengundang beragam perdebatan dan sekaligus sinisme. Kubu Prabowo sangat gusar dengan postingan tersebut. Tetapi, Allan Nairn mempunyai alasan sendiri. Nairn merasa risau atas kemungkinan terpilihnya seorang pembunuh menjadi presiden. Allan Nairn bertutur dalam sebuah wawancara :
“Jokowi dikellingi oleh para jenderal pembunuh (Hendropriyono dan Wiranto – pen), tetapi Prabowo adalah pembunuh itu sendiri”.
Pernyataan itu menunjukkan bahwa Allan Nairn mempunyai tanggung-jawab moral untuk menghentikan kemungkinan kembalinya rejim otoritarinisme yang anti penegakan HAM di Indonesia. Meski demikian, sinisme terhadap Allan Nairn masih sangat kuat, terutama berkaitan dengan pertanyaan mengapa dia baru mengungkap hal ini sekarang ? tidak dulu-dulu, saat Prabowo maju menjadi wakil presiden mendampingi Megawati pada pilpres 2009. Mengenai hal ini, Allan Nairn menjawab (Tempo/7/7/2014) :
“waktu itu Prabowo hanya calon wakil presiden. Akhirnya toh mereka kalah. Waktu itu saya yakin mereka tidak akan menang”.
Artinya, potensi Prabowo Subijanto memenangi pilpres 2014 sangat terbuka dan itulah yang merisaukan Allan Nairn.
ROB ALLYN

Orang Amerika Serikat kedua yang secara intensif juga terlibat dalam “keributan” kampanye pilpres adalah Rob Allyn. Jauh sebelum pilpres, nama Rob Allyn sebenarnya telah terlebih dahulu mengemuka di Indonesia melalui karya trilogi film Merah-Putih.
Rob Allyn adalah seorang sineas yang memiliki rumah produksi Margate House. Film trilogy Merah Putih merupakan proyek kolaborasi antara rumah produksi milik Rob Allyn dengan Media Desa Indonesia milik Hashim Djoyohadikusumo, adi kandung Prabowo Djoyohadikusumo. Trilogi Merah Putih merupakan film yang sangat ambisius sekaligus sangat mahal. Rp. 60 Milliar dihabiskan untuk memproduksi dan promosi film itu. Tetapi, angka yang fantastis itu terbayar lunas. Kualitas film Merah Putih sangat baik dan mendapat respon positif dari penonton, meskipun tidak mendapat untung besar pada sesi pemutaran di bioskop.
Lantas, apa hubungannya seorang sineas dengan pilpres 2014 ? Di samping sebagai seorang sineas, Rob Allyn juga seorang yang bekerja menawarkan jasa sebagai konsultan politik. Rob Allyn mempunyai perusahaan konsultan politik bernama Allyn & Company Inc, yang bergerak di bidang public relation, periklanan, public affairs, dan media politik.
Melalui perusahaan konsultan politik Allyn & Company Inc itulah, Rob Allyn berkontribusi besar menjadi pemoles citra sekaligus strategi pemenangan pasangan Prabowo-Hatta. Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya Suhardi (Tempo, 5/7/2014) membenarkan bahwa Rob Allyn sebagai salah satu konsultan politik Prabowo-Hatta.
Terdapat sebuah ciri khas dari Allyn & Company Inc dalam usahanya memenangkan klien yang memakai jasanya, yakni melalui negative campaign dan black campaign yang massif. Melalui cara ini, Rob Allyn pernah berhasil menaikkan seorang Vicente Fox untuk menduduki posisi sebagai Presiden Mexico pada tahun 2001 dan juga membantu George W Bush untuk menjadi presiden AS pada tahun 2000.
Saat membantu memenangkan George W Bush menjadi presiden, Allyn menyebar berita buruk terhadap rival Bush, yakni McCain. Salah-satu bentuk kampanye hitam adalah menyebarkan isu bahwa Mc Cain menjalin hubungan dengan perempuan negro dan sekaligus mempunyai anak kulit hitam dari hasil hubungan itu. Untuk menguatkan, berita ini sekaligus disertai dengan foto keluarga McCain bersama anak kulit hitam yang diisyaratkan sebagai anak di luar nikah. Praktis, berita ini menggerus sedemikian rupa suara McCain dan menjadi salah-satu factor kekalahannya dalam perebutan kursi presiden AS. Padahal, kenyataannya, anak kulit hitam itu adalah anak adopsi keluarga McCain, tak berhubungan sama sekali dengan hasil hubungan di luar nikah.
Taktik yang sama juga dilakukan oleh Rob Allyn saat menjadi konsultan Vicente Fox dalam pilpres di Mexico., yakni dengan menyebar negative campaign dan black campaign. Dan, taktik itu juga dilakukan oleh Rob Allyn di Indonesia dalam upayanya untuk memenangkan Prabowo-Hatta. Berbagai bentuk negative campaign dan balck campaign yang menjurus pada smear campaign sangat massif diarahkan pada Jokowi. Mulai dari Jokowi adalah seorang keturunan Cina, anti-Islam, tidak bisa sholat, tidak bisa wudhu, sampai menyebar berita bahwa Jokowi adalah komunis.
Dibantu dengan portal-portal media online yang berafiliasi dengan kubu Prabowo-Hatta, kampanye ala Rob Allyn ini menyebar begitu luas di masyarakat. Targetnya jelas, yakni untuk melakukan pembunuhan karakter terhadap Jokowi. Dalam kadar tertentu, kampanye model ini memang cukup signifikan pengaruhnya, Prabowo-Hatta sanggup mengejar ketertinggalannya dari Jokowi-JK dalam hal elektabilitas. Namun, dalam kadar yang lain, kampaye seperti ini sangat tidak produktif dalam membangun keberadaban demokrasi.
SUBUR: http://www.siperubahan.com/read/1132...n-Vs-Rob-Allyn
Diubah oleh agusmputra 18-07-2014 21:58
0
5.5K
Kutip
31
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan