Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

shopishieldsAvatar border
TS
shopishields
Jika Mega Tersangka KPK, Jokowi Berpeluang Jadi Ketum PDIP. Muluskan Koalisi Jokowi?
Jika Mega Tersangka, Jokowi Berpeluang Jadi Ketum PDIP
Selasa, 15 Juli 2014 17:02 wib

JAKARTA - Ketegasan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menuntaskan kasus dugaan korupsi pemberian Surat Keterangan Lunas Likuiditas Bank Indonesia (SK BLBI) bisa membuat internal PDIP goyang.

Jika Megawati Soekarnoputri ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut, maka Joko Widodo bisa mengambil alih kursi Ketua Umum. "Kalau Mbak Mega jadi tersangka ya bisa saja Jokowi miliki PDIP," kata pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah, Pangi Syarwi Chaniago, Selasa (15/7/2014).

Namun, Pangi memiliki beberapa catatan yang membuat Jokowi sulit memegang kendali PDI Perjuangan. "Pertama, Puan Maharani akan tetap menggantikan trah Soekarno. Megawati sudah membagun sistem oligarki kepartaian bukan membangun sistem demokrasi di kepartaian," terangnya.

Sebab, lanjutnya, PDIP bukanlah partai yang demokratis. "Sejak partai ini berdiri, Ketua Umum tetap Mbak Mega. Kalau demokratis seharusnya kan ada regenerasi kepemimpinan," imbuhnya.

Pangi memandang PDIP akan tetap didominasi trah Soekarno, dengan sosok Puan Maharani sebagai pengganti Megawati. Meski begitu, peluang Jokowi memimpin partai tetap terbuka. Karena, partai politik dalam undang-undang keterbukaan informasi publik maupun undang-undang parpol adalah milik publik bukan pribadi atau perorangan.

"Artinya adalah, PDIP boleh saja dimiliki oleh Jokowi, tidak harus trah Soekarno yang menjadi ketua umum parpol," kata Pangi.

"Jauh-jauh hari Mbak Mega sudah mengingatkan dan mewanti-wanti bahwa Jokowi jadi presiden tetap merupakan petugas partai yang menjalankan perintah partai, tujuannya supaya Jokowi enggak mengambil alih PDIP," sambungnya.

Menanggapi semua itu, Juru Bicara PDIP Eva Kusuma Sundari menyatakan isu tersebut hanya untuk memecah konsentrasi PDIP dalam menghadapi Pilpres 2014. "Itu bagian itu memecah konsentrasi saja. Kita banyak gangguan termasuk itu," terang Eva.

Eva tak mau ambil pusing atas ramainya pemberitaan yang menyatakan bahwa Abraham Samad Cs, tak ragu memeriksa Mega. "Enggak mau kita dipecahkan ke isu yang diskenariokan itu," terangnya.
http://news.okezone.com/read/2014/07...adi-ketum-pdip

Puan Pasti Tak Rela PDIP Diambil Alih Jokowi
Rabu, 16 Juli 2014 , 08:57:00 WIB

RMOL. Peluang calon presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengambil alih kursi Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) semakin terbuka.

Rencana KPK untuk menuntaskan kasus dugaan korupsi pemberian Surat Keterangan Lunas Likuiditas Bank Indonesia (SK BLBI) yang mencapai triliunan rupiah dapat membuat goyang PDIP. Dan manakala Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut, maka Jokowi selaku ikon partai bisa mengambil alih kekuasaan partai banteng moncong putih itu.

"Kalau Megawati jadi tersangka ya bisa saja Jokowi miliki PDIP dengan mengambil alih kursi Ketua Umum," kata pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pangi Syarwi Chaniago saat dihubungi wartawan, Rabu (16/7).

Namun, Pangi memiliki beberapa catatan yang membuat Jokowi masih kesulitan memegang kendali PDIP. Diantaranya Puan Maharani, putri Megawati. Cucu Bung Karno ini diyakini akan tetap mengamankan trah Soekarno untuk berada dalam pucuk pimpinan partai.

"Karena Mega sudah mengklaim bahwa PDIP pemilik 'saham' terbesarnya adalah Mega. Megawati sudah membagun sistem oligarki kepartaian bukan membangun sistem demokrasi di kepartaian," terang Pangi.

Dominasi trah Soekarno tersebut akan mengusung sosok Puan Maharani sebagai pengganti Megawati. Puan diyakini pasti tidak akan rela PDIP diambil alih oleh kelompok pembaharu dibawah gerbong Jokowi.

Meskipun begitu peluang Jokowi menjadi pemimpin partai menurut Pangi tetap terbuka. Karena partai politik dalam undang-undang keterbukaan informasi publik maupun undang-undang parpol adalah milik publik bukan pribadi atau perorangan.

"Artinya adalah PDIP boleh saja dimiliki oleh Jokowi, tidak harus trah Soekarno yang menjadi ketua umum parpol," kata Pangi.

Makanya menurut Pangi, sejak jauh-jauh Megawati sudah mengingatkan dan mewanti-wanti bahwa Jokowi jadi presiden tetap merupakan petugas partai yang menjalankan perintah partai. "Tujuannya saya kira, supaya Jokowi nggak mengambil alih PDIP," demikian Pangi.
http://politik.rmol.co/read/2014/07/...l-Alih-Jokowi-

Demokrat Nilai PDIP Panik Cari Kawan Koalisi
Thursday, 17 July 2014, 15:36 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Sekretaris Jendral DPP Partai Demokrat, Ramadhan Pohan menegaskan partainya tidak berkeinginan merapat ke kubu Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK). Dia menilai kabar Demokrat akan merapat ke Jokowi-JK sebagai simbol kepanikan PDI Perjuangan. "Kayaknya PDIP lagi panik," kata Ramadhan saat dihubungi wartawan di Jakarta, Kamis (17/7).

Ramadhan menjelaskan kepanikan PDI Perjuangan didasari sikap arogan mereka sendiri. PDI Perjuangan selalu gembar-gembor tidak butuh dukungan partai-partai dalam jumlah besar untuk mengusung Jokowi-JK. "Dulu terlalu arogan bilang tidak butuh koalisi. Cukup dua atau tiga (partai) saja. Sekarang mereka ketar-ketir," ujar Ramadhan.

Ramadhan menilai PDI Perjuangan sudah menyadari kekeliruan politik yang mereka buat. Kesadaran ini terbentuk setelah koalisi yang dibangun PDI Perjuangan kalah dalam pembahasan RUU MD3. "Mereka kuatir, jika nanti Jokowi menang Presiden, pemerintahan PDIP lemah dan rapuh," kata Ramadhan.

Wakil Ketua Komisi I DPR ini merasa puas dengan situasi politik yang mendera PDI Perjuangan. Menurutnya PDI Perjuangan belajar banyak dari sikap politik mereka yang mengecilkan pihak lawan. "Itulah politik. Janganlah pernah arogan, sombong dan tak respek pada pihak-pihak lain. Kini mereka kena batunya," ujarnya.

Sampai saat ini Demokrat masih konsisten bersama Prabowo-Hatta. Ramadhan juga memastikan deklarasi koalisi permanen di parlemen yang ditandatangani Ketua Fraksi Demokrat juga masih valid.
http://sumsel.tribunnews.com/2014/07...-butuh-koalisi


  • Jokowi cs diperingatkan ...

UU MD3 dan Kekalahan Pertama Kubu Jokowi-JK
Jul 13, 2014



DETEKSI – Sehari sebelum pemungutan suara presiden, DPR menggelar Rapat Paripurna. Sebuah gelaran yang sesungguhnya berkaitan dengan peta perpolitikan yang sedang panas-panasnya. Hanya saja perhatian masyarakat hampir semuanya tertuju pada pilpres. Sehingga kurang mendapat sorotan hingga beberapa hari kemudian.

Salah satu agenda pada Selasa (8/7/2014) di gedung DPR itu membahas pengambilan keputusan Rancangan Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Dan, pasal paling krusial adalah tentang pemilihan pimpinan DPR RI. Kalau sebelumnya, partai pemenang otomatis menjadi pimpinan DPR RI esuai urutan perolehan suara Pileg, tapi nanti kemungkinan berubah dan tidak otomatis PDIP menjadi Ketua DPR RI.

Wakil Ketua Panitia Khusus MD3 Ahmad Yani menegaskan, rapat panitia khusus dan rapat kerja yang dilaksanakan pada Senin (7/72014) malam belum menghasilkan titik temu terkait tata cara pemilihan ketua DPR, di mana partai pemenang pemilihan umum tidak otomatis terpilih menjadi ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI). Seperti dikutip dari laman edisinews.com (8/7/14)

Dalam Revisi UU Nomor 27 tahun 2009 tentang Kedudukan MPR, DPR,DPD, dan DPRD (MD3) tak pelak menjadi medan tempur antara kubu Prabowo dan kubu Jokowi. Partai koalisi pendukung Prabowo terlihat jelas mendominasi DPR saat ini. Mereka seolah ingin menunjukkan kekuatannya dengan menggeser hak PDIP menjadi ketua DPR periode mendatang. Apakah posisi PDIP di DPR terancam?

Sebelum UU yang akrab disebut UU MD3 ini direvisi, pimpinan DPR terdiri atas 1 orang ketua dan 4 wakil ketua yang berasal dari partai politik berdasarkan urutan perolehan kursi terbanyak (pasal 82 ayat 1 UU MD3). Sedangkan posisi ketua DPR otomatis menjadi jatah parpol pemenang Pemilu (ayat 2).

Sementara koalisi besar yang tergabung dalam tim sukses Prabowo-Hatta mendorong perubahan terkait posisi ketua DPR. Karena itu, posisi PDIP sulit, mengingat mayoritas kekuatan di DPR saat ini ada di pihak Prabowo-Hatta.

Partai koalisi pendukung Prabowo-Hatta kini terdiri dari Golkar, PD, PKS, PPP, Gerindra, dan PAN. Sementara parpol yang berkoalisi dengan PDIP di Pilpres 2014 adalah Hanura dan PKB. Sementara Partai NasDem belum masuk DPR periode ini. Kekuatan pun cukup njomplang.

Hal ini jelas menunjukkan peta politik di DPR berada dalam kontrol kubu Prabowo-Hatta. 2/3 anggota DPR di bawah koalisi permanen mereka, sedang kubu Jokowi-JK hanya 1/3 nya. Komposisi ini jelas juga sangat berpengaruh terhadap hubungan antar lembaga negara pada pemerintahan ke depan. Dan juga jelas akan berpengaruh terhadap jalannya pemerintahan.

Sesungguhnya dalam rapat pembahasan RUU MD3 tersebut membuktikan kondisi riil nantinya peta perpolitikan serta hubungan antar lembaga negara. Serta bukti riil kekalahan pertama kubu Jokowi-JK di parlemen menghadapi Prabowo-Hatta.
http://deteksi.co/2014/07/uu-md3-dan...ubu-jokowi-jk/

------------------------------

Bila tanggal 22 Juli nanti Jokowi akhirnya ditetapkan KPU sebagai pemenang pilpres 2014, ada masalah berat yang akan segera dihadapi mereka di DPR kelak, yaitu koalisi merah-putih. Jokowi-JK jelas memerlukan dukungan parlemen agar pemerintahannya stabil. Kasus lolosnya UU MD3 menjadi pelajaran penting bagi PDIP dan Jokowi-JK kelak, bahwa kekuatan lawan poltik tak bisa diremehkan. Koalisi mau tak mau menjadi syarat mutlak bagi stabilnya pemerintahan Jokowi-JK kelak.

Masalahnya itu, faktor Megawati yang kolot, konservatif dan kaku itu, tak begitu mudah menerima bentuk tawaran koalisi (bagi-bagi kursi kekuasaan). Megawati adalah batu besar di PDIP yang meskipun sudah tua, tapi masih dikenal berkepala batu. Menunggu dia meninggal dunia dulu, boleh jadi masih lama lagi, sementara kebutuhan kerja sama koalisi partai bagi kepentingan pemerintahan Jokowi tak bisa ditawar-tawar lagi. Maka satu-satunya jalan adalh melengserkannya secara konstitusionil. Dia dilengserkan paksa dengan sebab menjadi tersangka korupsi BLBI oleh KPK. Lalu dipenjara. Kosongnya jabatan Ketua Umum PDIP, otomatis bisa di isi oleh Jokowi (apalagi dia presiden), bukan Puan Maharani yang tak begitu memiliki skill memimpin parpol yang memadai.

Bila Jokowi bisa memegang jabatan Ketua Umum PDIP setelah Megawati lengser, apalagi kalau dia juga sebagai Presiden RI, akan mudah baginya mengendalikan tekanan DPR. Pembersihan yang dilakukannya hanya akan menambah barisan orang sakit hati. Jadi skenarionya kayaknya memang begitu
.


emoticon-Matabelo

Diubah oleh shopishields 17-07-2014 12:53
0
3.2K
30
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan