- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Salah sendiri, mau jadi juara kok gak pake minta izin ndoro ...


TS
peyotpetot
Salah sendiri, mau jadi juara kok gak pake minta izin ndoro ...
Quote:
Jumat, 11/07/2014 15:55 WIB
Persiapan AS Terbuka, Tami Grende Belum Dapat Restu dari Pelti?
Mercy Raya - detikSport

Jakarta - Menjuarai nomor ganda putri junior di Wimbledon tahun ini, petenis Indonesia Tami Grende membidik pula turnamen AS Terbuka. Namun, ada masalah menghadang. Apa?
Diungkapkan ayah Tami, Olivier Grende, Pengurus Pusat (PP) Persatuan Lawn Tennis Indonesia (Pelti) hingga kini belum memberi kepastian apakah akan mendaftarkan anaknya itu ke turnamen tersebut.
"Sebenarnya Tami akan dipersiapkan untuk ikut Youth Olimpic di Nanjing, China. Tapi dari sejumlah nama yang didaftarkan tidak ada nama Tami (Grende).
“Kami tidak mengerti kenapa, padahal Tami ini peringkat 53 dunia. Dia harusnya main Olimpic, tapi tidak didaftarkan oleh PP Pelti. Saya tidak tahu kenapa," kata Olivier Grende saat dihubungi detiksport, Jumat (11/7/2014).
Ia lalu menambahkan, jika memang sudah tidak mungkin mengikuti Youth Olimpic yang akan berlangsung 16-28 Agustus mendatang, Tami diharapkan didukung penuh Pelti untuk memenuhi undangan International Tennis Federation (ITF) untuk tampil di AS Terbuka.
"Ya, mungkin yang Olimpic tidak bisa lagi. Tapi US Open, yang merupakan undangan juga dari ITF, Pelti juga tidak merespons. Mereka seperti coba memblokir kami seperti waktu ke Wimbledon,” sahutnya.
Olivier mengatakan, sebenarnya persoalan tersebut sempat sejak beberapa waktu lalu. Namun ia tidak mengerti kenapa hal seperti ini terus berulang.
"Waktu di Roland Garros saya sudah hadir untuk meeting dengan ITF untuk menyelesaikan masalah perizinan. Bahkan kami juga sudah menghubungi Maman Wirjawan (Ketua Umum PP Pelti) melalui conference call. Dia bilang sudah diizinkan, sudah oke.
"Tapi kenapa setelah kami tiba di Indonesia, semua jadi tidak oke. Kami diblok supaya tidak ke US Open. Saya tidak mengerti kenapa," paparnya.
Meski begitu, Olivier berkukuh untuk memberangkatkan Tami ke AS Terbuka walau denga biaya sendiri.
"Kalau masalah US Open saya akan tetap memberangkatkan Tami. Saya akan usaha untuk mencari dana. Yang masalah Nanjing saya tidak tahu harus bagaimana lagi," simpulnya.
Quote:

Tami Grende, Petenis Putri Indonesia yang Juara Wimbledon Junior
Diam-Diam Tampil tanpa ’’Restu’’ PP Pelti
12 Juli 2014 10:46 WIB
Setelah era Yayuk Basuki dan Angelique Widjaja, Indonesia kembali punya petenis belia bertalenta. Dia adalah Tami Grende, petenis asal Bali yang baru saja menjuarai Wimbledon untuk ganda putri junior. Dia berpasangan dengan petenis Tiongkok Qiu Yu Ye.
***
JAJARAN trofi, medali, dan penghargaan tertata rapi di lemari khusus ruang tamu rumah orang tua Tami Grende di kompleks perumahan Puri Suwung, Sesetan, Denpasar, Bali. Begitu pula, foto-foto penampilan Tami sejak masih kecil hingga ketika mengikuti seri grand slam terpajang rapi di ruang tamu itu.
Foto dan berbagai penghargaan tersebut, kata Tami, merupakan deretan prestasi yang didapatnya sejak 2006, saat pertama dirinya meraih gelar juara dalam sebuah turnamen tenis di Magelang, Jawa Tengah. Dari sana, prestasi demi prestasi dibukukan dara 17 tahun tersebut sampai yang terakhir menjuarai Wimbledon 2014.
’’Ini masih sebagian. Pialanya ada yang tinggi-tinggi sehingga lemarinya nggak cukup. Jadi, ditaruh di boks,’’ kata Tami saat ditemui Jawa Pos di rumahnya, Jumat (11/7).
Perjuangan berat dan dedikasi Tami untuk tenis dan negaranya ternyata nyaris kandas di tengah jalan. Sebab, PP Pelti (Persatuan Lawn Tenis Indonesia) tidak merestui dan memandang sebelah mata anak pasangan gado-gado Bali-Italia, Luh Kertiadi-Oliver Nicholas Grende, tersebut. Seandainya saja Tami tidak menjuarai Wimbledon, mungkin kerja keras dan perjuangannya selama ini tidak pernah terungkap.
Orang tua Tami merasa anaknya seakan hendak dijegal agar tidak bisa tampil dalam ajang turnamen tenis bergengsi di Inggris tersebut. Namun, nasib berkata lain. Berawal dari prestasinya menjadi juara tunggal putri di Chief Minister Cup 2014 (turnamen grade I) di Sarawak, Malaysia, Maret lalu, Tami mendapat undangan untuk tampil di turnamen grand slam Wimbledon.
Tetapi, saat orang tuanya meminta surat pengantar dari PP Pelti selaku otoritas tenis di Indonesia, surat itu tidak kunjung didapat. Untungnya, ayah Tami, Oliver Nicholas Grende, dihubungi kembali dan ditanya oleh otoritas tenis dunia (ITF) soal alasan Tami yang sampai tidak bisa berangkat ke Wimbledon dan belum turunnya surat Pelti.
Setelah Oliver menjelaskan alasan itu dan panjang lebar menceritakan nasib anaknya, ITF akhirnya memutuskan tetap mengundang Tami untuk tampil dalam dua major event tenis, Rolland Garros (Prancis Terbuka) dan Wimbledon (Inggris). Seluruh biaya ditanggung ITF.
Ada kejadian menarik saat Tami mengikuti Prancis Terbuka di Paris. Ketua Pelti Maman Wirjawanditelepon pengurus ITF di Prancis secara teleconference. Awalnya, pengurus ITF menanyakan kepada Maman soal Tami. Spontan Maman bilang, ’’Tami menolak dikirim untuk membela Indonesia.’’ Tetapi, saat pengurus ITF mengatakan bahwa Tami sudah di Paris, Maman tampak kebakaran jenggot.
’’Oke kita peace ya, kita peace ya. Sudah selesai semua,’’ ucap ayah Tami menirukan pernyataan Maman.
Di Prancis Terbuka, Tami yang baru pertama turun dalam ajang seri grand slam mendapat pengalaman yang tidak ternilai. Meski gugur dalam babak kualifikasi tunggal putri junior, dia merasa mendapat kehormatan bisa tampil di event itu.
Barulah, ketika tampil di Wimbledon, dia mulai menemukan feel-nya. Memulai dari babak pertama tunggal putri junior, dia berhasil menaklukkan Anna Bondar (Hungaria) yang merupakan unggulan ke-15 dengan skor 6-1, 6-4.
’’Tapi, setelah itu saya kalah di babak kedua melawan petenis tuan rumah Gabriella Taylor dengan angka 6-4, 6-4. Saya baru merasakan suasana yang luar biasa. Penonton ikut memberikan tekanan,’’ ucap petenis berperingkat ke-53 dunia ITF putri junior tersebut.
Namun, nasib Tami di nomor ganda tidak seburuk di nomor tunggal. Berpasangan dengan Qiu Yu Ye dari Tiongkok, perjalanan Tami mulus sejak babak pertama. Setelah menaklukkan lawan berat di babak perempat final melawan unggulan pertama Anhelina Kalinina (Ukraina)/Irina Shymanovich (Belarusia) dengan 7-6 (3), 7-5, dia terus melaju.
Di final, kualitas Tami/Ye ditunjukkan dengan mengandaskan Marie Bouzkova (Republik Ceko)/Dalma Galfi (Hungaria) dengan skor 6-2, 7-6 (5).
’’Sangat senang rasanya. Setelah prestasi ini, saya semakin terpacu untuk meraih gelar-gelar berikutnya. Saya optimistis dan yakin bisa terus bersaing bahwa petenis Indonesia bisa juara,’’ ujar siswa kelas XI SMA Cahaya Harapan Indonesia Sejahtera (CHIS) Denpasar itu.
Tami mengaku puas dengan capaiannya meraih gelar ganda putri junior itu. Dia pun ingin terus memperbaiki prestasinya di nomor tunggal. Sebab, tren positif yang ditunjukkan selama dua kali tampil di grand slam membuat Tami semakin penasaran untuk meningkatkan level permainannya.
Apa rahasia gadis yang juga hobi basket itu bisa bersaing dan berprestasi sejauh ini? Dia ternyata tidak hanya menjalani latihan di Indonesia, tetapi juga di luar negeri. Terutama bila menghadapi turnamen penting.
Layaknya atlet profesional, fisik Tami akan digembleng secara khusus beberapa hari di Bali. Yang melatih adalah ayahnya sendiri, mantan instruktur diving profesional. Untuk urusan teknik, orang tua Tami menyerahkan kepada pelatih berpengalaman, Nunung Sinuraya.
Setelah itu, petenis bertinggi 176 cm tersebut melanjutkan pemusatan latihan dan persiapan khusus di Thailand. Di Negeri Gajah Putih tersebut, dia akan ditangani pelatih ternama yang selama ini juga menjadi pelatih timnas Thailand, Paul Dale.
Menurut Oliver, pemusatan latihan di Thailand biasanya dilakukan tiga minggu menjelang turnamen. Di sana, lanjut dia, Tami mendapat latihan teknik yang bagus. Selain itu, dia mendapat lawan sparring yang berbeda-beda.
’’Saya kerja keras untuk Tami. Saya berusaha agar dia bisa terus maksimal persiapan sehingga dapat prestasi bagus,’’ tutur Oliver yang sejak 1995 tinggal di Bali.
Ke depan, target Oliver adalah membawa sang anak masuk top ten (sepuluh besar) dunia. Untuk itu, perlu banyak kejuaraan yang mesti diikuti Tami. Mengejar itu memang tidak mudah. Sebab, kejuaraan yang diikuti harus berlevel grade I atau grand slam.
Nah, untuk itu, Tami sadar bahwa dirinya tidak bisa terus-menerus hanya bersaing di level regional. Sulung tiga bersaudara tersebut ingin tampil dalam ajang yang lebih bergengsi, yakni di AS. Dengan poin 450 yang dimiliki saat ini, Tami mengejar perolehan sampai 800-an poin untuk bisa masuk dalam peringkat sepuluh besar dunia. Terdekat, dia ingin tampil di US Open dan dua turnamen di Kanada.
’’Kalau bisa juara di sana, peringkat saya bisa naik. Perhitungan poin akan nambah banyak kalau minimal bisa masuk perempat final. Tapi, saya ingin juara,’’ terang dara kelahiran 22 Juni 1997 tersebut optimistis.
Namun, usaha Tami untuk bisa tampil di US Open bisa saja tidak terwujud. Pertama, dari sisi biaya, dana yang besar sekitar Rp 200 juta belum tersedia.
’’Ada dana, tapi tidak banyak. Kalau memang tidak bisa, jalan terakhir saya akan menjual mobil kecil itu (sembari menunjuk mobil keluaran Korsel 2010/KIA Picanto),’’ ungkap Oliver.
Selain biaya, sikap PP Pelti belum melunak. Buktinya, surat pengantar yang diminta Oliver kepada PP Pelti untuk mengikutsertakan anaknya di US Open hingga kini belum turun.
’’Saya tidak minta dana ke Pelti. Saya cuma minta surat pengantar agar anak saya bisa tampil mewakili Indonesia. Tapi, kenapa sampai sekarang (surat itu) belum keluar? Jangan blokir jalan anak saya untuk menjadi petenis profesional. Dia kan juga mewakili Indonesia,’’ ujarnya dengan suara berat dan mata berkaca-kaca.
Menurut Oliver, ini bukan kali pertama anaknya dipersulit PP Pelti. Saat ke Eropa, Tami memang bisa bertanding dan meraih gelar di Wimbledon. Tetapi, setelah kejadian unik teleconference itu, keputusan mengejutkan kembali dikeluarkan PP Pelti. Indonesia yang lolos dan memiliki jatah untuk tampil di Youth Olympic di Nanjing, Tiongkok, 22 Agustus nanti, ternyata tidak mengirimkan wakil. Padahal, Oliver sudah siap mengirimkan anaknya untuk tampil, meski tanpa bantuan dana dari PP Pelti.
’’Padahal, PP Pelti hanya cukup membuatkan surat pengantar. Untuk biaya, biar saya carikan sendiri,’’ tegasnya.
Melihat performa Tami di level regional, Olivier yakin anaknya bisa bersaing. Sebab, saat menjuarai turnamen grade I di Serawak, Malaysia, Tami sukses membungkam Xu Shilin, petenis peringkat ke-13 dunia.
Saat disinggung mengenai nasibnya itu, Tami hanya tersenyum. ’’Kalau soal politis itu, biarkan ayah yang lebih paham dan menyelesaikannya. Saya fokus berlatih dan meraih prestasi. Jujur, saya ingin bisa terus berkompetisi, menjadi petenis profesional dari Indonesia,’’ tuturnya dengan mata berkaca-kaca.
Sebagai atlet Indonesia, Tami mengakui bahwa perhatian dan fasilitas untuk pemain seperti dirinya belum maksimal. Namun, minimnya fasilitas itu, menurut dia, bukan halangan untuk berprestasi karena bisa disiasati. Hanya, sikap PP Pelti yang kurang ramah terhadap upayanya mengharumkan nama bangsa itu membuat dirinya sedih.
’’Saya masih muda. Saya ingin berkembang. Saya ingin kompetisi yang lebih besar. Tapi, kenapa saya dihalangi? Kenapa pemain muda tidak didukung?’’ ungkapnya. (Muhammad Amjad/c5/ari)
Orang Indonesia kalo mau berhasil harus izin dulu ke pejabat ...

0
6.7K
Kutip
42
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan