- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
13 Alasan Saya Tidak Setuju Jokowi Jadi Presiden


TS
widodolipret
13 Alasan Saya Tidak Setuju Jokowi Jadi Presiden
Repost dari FB
Komen yang cerdas ya jangan asal komen
Lanjut di bawah
Komen yang cerdas ya jangan asal komen
Spoiler for :
Sudah hampir satu minggu ini pro kontra mengenai pencalonan Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo atau yang biasa disapa dengan Jokowi, untuk menjadi calon presiden dari PDIP cukup banyak menghiasi timeline baik di media sosial ataupun headline media cetak.
Di wall pribadi saya pun juga beberapa kali saya tampilkan link-link berita yang cenderung kontra (tidak setuju) dengan berita pencapresan Jokowi tersebut. Dan karena seringnya saya menuliskan link-link tersebut sampai ada yang menilai bahwa saya menjadi Jokowi Haters, hehehe...
Uuuuupppss, jangan salah menilai dulu tanpa tahu sebab musababnya. Jauh sebelumnya sesungguhnya saya justru fans berat Jokowi. Terlebih lagi ketika dulu booming-boomingnya Mobil Esemka yang sempat di-endorse oleh Pak Jokowi, dan digadang-gadang akan dijadikan sebagai proyek mobil nasional.
Wooooww, langsung saja hal itu membuat saya termehek-mehek. Berbagai berita tentang Jokowi selalu saya ikuti. Cerita kesuksesannya di Solo yg legendaris dengan memindah ratusan bahkan ribuan PKL itu menjadi salah satu kisah yang menarik. Hingga akhirnya Jokowi akan maju sebagai Cagub DKI pun ada rasa bangga.
"Wah kapan lagi DKI bisa 'diperbaiki' oleh anak daerah yang berprestasi?", itu pikiran saya dulu. Harapan besar agar Jokowi bisa menang dalam Pilgub DKI sangat menggodaku untuk menularkan virus Jokowi ini. Video kampanya Tim Jakarta Baru yang bisa dilihat di Youtube dan berdurasi sekitar satu jam-an itu juga saya download dan saya lihat berkali-kali tanpa bosan. Dalam benak pikiran saya pun mengatakan : "Nah, sepertinya ini pemimpin yang ideal yang bisa memperbaiki Jakarta".
Bahkan di twitter, akun @triomacan2000 yang saat putaran pertama sangat memuja-muja Jokowi dan di putaran kedua berbalik arah menyudutkan Jokowi pun bisa membuat saya muak. "Ah, Pak Jokowi tuh nggak seperti yang di-tweet-kan @triomacan2000 itu"
Itu dulu. Sekali lagi, itu dulu. Beda dengan sekarang...
Setelah akhirnya Jokowi bisa duduk manis sebagai Gubernur DKI, dipercaya dan diberikan amanah oleh sebagian besar rakyat Jakarta yang berharap banyak Jokowi bisa mengabdikan diri buat Jakarta, ternyata belum ada 2 tahun masa jabatannya Jokowi sudah mulai 'berulah'. Mulai melirik rumput yang lebih hijau yaitu dengan menjadi Calon Presiden RI.
Hingga akhirnya memang Megawati berbesar hati memberikan mandatnya untuk mencalonkan Jokowi sebagai calon presiden dari PDIP. Dan siapa sangka, justru hal inilah yang akhirnya justru membuat saya yang dulu termehek-mehek sama Jokowi jadi antiklimaks, tidak respek sama sekali.
Tentu saja menjadi tidak respeknya saya terhadap Jokowi itu bukannya tanpa alasan. Ada banyak penyebabnya yang mengakibatkan saya menjadi tidak respek tadi. Dan tidak respeknya itupun juga sambung-menyambung sejak mengendorse Esemka hingga menjabat sebagai Gubernur DKI dan diberi mandat sebagai capres oleh Megawati.
Setidaknya saya mencatat ada 13 hal yang menyebabkan saya yang dulunya termehek-mehek sama Jokowi akhirnya menjadi antiklimaks menjadi tidak respek lagi. Sekali lagi yang saya catat dan saya tuliskan ini adalah berdasarkan sisi penglihatan saya sebagai orang awam, Anda boleh saja setuju ataupun tidak setuju. Kalaupun Anda tidak setuju ya itu adalah hak Anda, tidak perlu berdebat kusir, silakan saja membuat tulisan Anda sendiri dengan argumen Anda sendiri. Simpel.
Oke, tidak perlu berlama-lama, yuk kita bahas 13 hal yang menjadi alasan mengapa saya tidak setuju Jokowi untuk jadi presiden yaitu :
1. Mendongkrak Popularitas Dengan Mendompleng Esemka
Mau tidak mau, setuju tidak setuju, pamor Jokowi di perpolitikan tingkat nasional dimulai ketika muncul berita Walikota Solo (saat itu dijabat Jokowi) menggunakan mobil esemka, yang diklaim sebagai hasil karya anak bangsa. Bahkan gak tanggung-tanggung impian memiliki mobil nasional seakan menjadi didepan mata.
Bahkan saking hebatnya dan menjadi lebih populer lagi, Jokowi merencanakan kalo mobil esemka akan dijadikan mobil dinas walikota dan wakil walikota solo. Bangga menggunakan mobil karya anak negeri, kira-kira begitu. Dan bisa ditebak, masyarakat yang mengikuti berita tersebut langsung jatuh cinta. Baru kali ini ada walikota yang membela produk lokal, dan bahkan akan menggunakannya sebagai mobil dinas..!! Kesan yang tampak di masyarakat sudah pasti adalah sebuah figur pemimpin yang sederhana dan pro rakyat. Kesan sebagai pejabat yang biasa menggunakan fasilitas mewah (termasuk diantaranya mobil dinas) dengan mudah bisa dilepaskan oleh Jokowi.
Sekarang kenyataannya kita pertanyakan lagi komitmennya, benarkah esemka sudah dijadikan mobil dinas walikota dan wakil walikota solo? Sudahkah ada perkembangan sejauh mana proyek esemka menjadi mobil masional itu dilakukan? Anda bisa menilainya sendiri...
Dan dari sini saya pribadi berpendapat, Jokowi telah memanfaatkan Esemka yang diklaim sebagai produk lokal untuk mendongkrak popularitasnya..!! Setelah target popularitas tercapai dan kursi DKI 1 ditangan, esemka hanya tinggal kenangan...
2. Menelantarkan 'Nasib' Esemka
Saat booming-boomingnya Esemka dan ada berita bahwa Jokowi ingin menjadikan proyek mobil nasional, saya langsung terbayang mimpi-mimpi yang hebat terhadap rencana tersebut. Akan membuka banyak lowongan kerja yang baru dan bisa mengurangi pengangguran. Itu sudah pasti.
Perusahaan-perusahaan pengecoran logam bisa dijadikan partner untuk memproduksi spare part-nya, anak-anak lulusan SMK bisa banyak ditampung bekerja, bila bisa berjalan tentu bisa menggerakkan lagi roda perekonomian di Kota Solo, dan masih banyak lainnya.
Namun seperti peribahasa, "Habis Manis Sepah Dibuang", ternyata ada benarnya. Begitu target yang diinginkan sudah tercapai, berhasil meraih popularitas dengan menunggang esemka, dan bisa meraih kursi DKI-1, akhirnya Esemka ditinggalkan begitu saja. Entah, kelanjutan untuk diproduksi massal sebagai mobil nasional bisa jadi hanya sekedar mimpi besar di siang bolong saja.
Nasib beberapa pesanan yang sudah sempat masuk ordernya saat booming itu akhirnya dikerjakan dan disupport habis sama Jokowi atau tidak, itu juga menjadi tanda tanya besar. Hal ini menjadi salah satu alasan yang menyebabkan saya menjadi tidak respek dengan Jokowi lagi. Memberi harapan kepada sesuatu (dalam hal ini Esemka dan Pak Sukiyat) namun tidak direalisasi, bahkan malah cenderung ditelantarkan.
3. Mudah Mengkhianati Amanah Yang Telah Diberikan Oleh Rakyatnya
Bila diberi amanah maka dia berkhianat. Saya ingat sekali dengan kata-kata itu, yang sering dijadikan bahan khutbah atau disampaikan dalam pelajaran agama. Ini bukan hal yang sepele dan ringan. Ini masalah tanggung jawab yang besar seseorang terhadap Tuhannya..!!
Ya, kita tahu bahwa Jokowi telah menjadi Walikota Solo 2 periode. Yang pertama diselesaikan dengan sempurna. Yang kedua, belum selesai masa jabatannya sudah lompat pagar menjadi Gubernur DKI. Dan sekarang sudah jadi Gubernur DKI, belum selesai masa jabatannya sudah mau lompat lagi menjadi calon presiden..!!
Ckckckckck... Kok ya bisa, semudah itu untuk mengkhianati amanah yang telah diberikan oleh rakyat kepadanya?
Untuk kasus yang di Solo ke Jakarta waktu itu saya masih berusaha untuk menerimanya. "Ah gak papa, toh yang periode pertama sudah selesai sampai akhir masa jabatannya, dan yang periode yang kedua pak wakil walikotanya sudah paham dengan cara kerja walikota". Itu pendapat saya dulu.
Lha, sekarang kok terjadi lagi. Belum selesai masa jabatannya, baru juga 1.5 tahun menjabat sebagai Gubernur DKI, lha kok sudah mau lompat lagi menjadi calon presiden? Sungguh tingkah yang dimata saya tidak profesional. Apakah tidak berpikir bahwa rakyat Jakarta memilihnya dalam Pilgub DKI itu tentu mereka memiliki harapan yang besar bahwa dalam 5 tahun kepemimpinannya bisa membawa perubahan yang signifikan untuk Jakarta. Pilgub yang di biayai menggunakan uang rakyat dan jumlahnya milyaran seakan-akan tidak dihiraukan lagi.
Tidak ingat lagi bahwa Jokowi dipilih oleh rakyat, dan rakyat memberikan amanahnya untuk menjadi pemimpinnya. Semudah itukah mengkhianati amanah yang sudah diberikan oleh rakyat yang sudah banyak berharap agar pemimpinnya bisa memberikan yang terbaik kepada rakyatnya hingga selesai akhir masa jabatannya?
Hmmmm, silakan Anda pikirkan sendiri, kalo saya yang pasti gemas..!
4. Tidak Berjiwa Nasionalis
Coba Anda telusuri berita-berita yang heboh mengenai monorel jakarta dan bus transjakarta. Kira-kira monorel yang dipakai serta bus transjakarta yang dipesan itu hasil produksi dari mana?
Jawabannya satu : Dari CHINA..!!
Ya, monorel jakarta dan bus transjakarta yang digunakan itu adalah produksi dari China. Ini yang saya tidak habis pikir, kenapa kok malah menggunakan produk dari negara lain? Kok tidak menggunakan hadil produksi dari karoseri lokal saja? Biasanya alasannya adalah itu sudah sesuai dengan prosedur tender. Produsen lokal ada yang tidak memenuhi beberapa syaratnya, dan harganyapun lebih mahal. Sedangkan produk yang dari China itu harganya lebih murah.
Hmmmmm.. Kalo menurut saya ini alasan yang diada-adakan. Andai pemimpin yang memiliki jiwa nasionalis tentu akan lebih mementingkan produksi anak bangsa lebih dulu. Kenapa? Sebab uangnya bisa berputar disini, uangnya digunakan untuk membayar jam kerja para buruh disini, uangnya dipakai untuk membayar kesejahteraan saudara sendiri di negeri sendiri. Bukan membayar jam kerja orang lain di negara orang lain..!!
Ada juga berita yang saya baca adalah produk dari China itu harganya lebih murah 50 jutaan per unitnya, kalo sekian ratus atau sekian ribu yang dipesan, harapannya bisa menghemat sekian milyarrrr..!! Eh, tau-tau malah bus yang didapat malah bus rekondisi yang sudah karatan dan rusak..!!
Bahkan dalam beberapa berita juga saya temukan bahwa pemenang tender bus transjakarta itu kantornya saja susah ditemukan. Sekalinya ditemukan, kantornya tidak meyakinkan. Masa ada pemenang tender yang nilainya ratusan milyar kantornya cuma di ruko saja?
Ah entahlah yang jelas disini saya tidak menemukan sisi nasionalisnya Jokowi lagi seperti diwaktu dia mau menggandeng Esemka, dimana aroma jiwa nasionalisnya kental terasa.
5. Bukan Contoh Pemimpin Yang Gentleman
Masih teringat jelas ketika 'the busway gate' rame jadi berita, baik di media online atau media cetak. Dalam kacamata saya, dengan munculnya pemberitaan kasus 'the busway gate' ini sangat jelas sekali membuktikan bahwa Jokowi bukanlah contoh pemimpin yang gantleman?
Pasti Anda akan bertanya, Apa alasannya?
Oke. Skandal bus transjakarta yang menggunakan dana milyaran itu ternyata bermasalah. Budget pembelian busway untuk setiap bus-nya diatas angka 3 milyar. Sekali lagi budgetnya adalah lebih dari 3 Milyar per bus. Bahkan dalam sebuah berita ada yang menyebut kalau Ahok menginginkan bisa mendapatkan bus yang kualitasnya selevel volvo atau mercedes. Namun pada kenyataannya ternyata malah mendapatkan bus dari China yang rekondisi dan sudah berkarat pula.
Dalam kasus ini Kadis Perhubungan DKI Jakarta, Udar Pristono, menyatakan bahwa terjadinya kerusakan (berkarat)-nya busway yang diimpor dari China tersebut karena terkena percikan air laut pada saat proses ekspedisi ke Indonesia. Jelas saja menurut saya ini adalah sebuah alasan yang sangat tidak masuk diakal. Mana bisa bus yang saat pengiriman tersebut berada di dalam kapal, tapi masih juga terpercik air laut? Hehehe...
Alih-alih langsung dengan gentleman mengklarifikasi kejadian sesungguhnya, dengan gentle minta maaf atau mengambil tanggung jawab anak buahnya itu, tetapi malah mencari cari kesalahan dan kambing hitam. Hingga akhirnya berujung mutasi jabatan si Kadis Perhubungan tersebut. Bukannya seharusnya untuk proyek yang nilainya milyarnya, terlebih pengadaan barang, semua spesifikasinya akan disebutkan dengan jelas dan lengkap? Harusnya antara Kadis dan Gubernur akan tahu semuanya. Apabila ternyata tertulisnya adalah produk yang berkualitas selevel volvo atau Mercedes namun akhirnya hanya dibelikan bus China, sudah pasti ini ada hal yang salah.
Nah, dimata saya pribadi langkah memutasi Pak Kadis karena dianggap bersalah dalam kasus ini tentu bukan hal yang baik. Akan lebih baik jika Jokowi langsung mengambil alih tanggung jawab. Mengakui ada kesalahan. Mengakui bahwa (barangkali) ada yang gak bener dalam proses pengadaannya, dan minta maaf. Bukan malah mencari kambing hitam..!!
6. Lebih Mementingkan Mandat atau Kepentingan Partai
Dulu saya berpikir bahwa Jokowi orangnya tegas dan sulit diintervensi oleh partainya bila berhubungan dengan pekerjaan. Maksudnya akan lebih mengutamakan pekerjaannya sebagai Gubernur dulu daripada untuk kepentingan partainya. Namun ternyata dugaan saya itu salah. Salahnya saja salah besar..!!! Ternyata Jokowi lebih mementingkan mandat adat kepentingan partai daripada kepentingan rakyat yang telah memberikannya amanah untuk menjadi pemimpinnya.
Rame-rame ada pemilihan gubernur di Jawa Barat dan diminta untuk 'jualan' di Jawa Barat ayuuuuukk..
Rame-rame ada pemilihan gubernur di Jawa Tengah dan diminta untuk 'jualan' di Jawa Tengah ayuuuuuukk...
Rame-rame ada pemilihan gubernur di Sumatra Utara dan diminta untuk 'jualan' di Sumatra Utara ayuuuuuuukk...
Saat jam kerja diajak ziarah ke makam Bung Karno di Blitar, ayuuuuuuuuukk...
Saat jam kerja sowan ke Gus Mus di Rembang, okeeeeeeee...
Hmmmmm, hal-hal sepele seperti ini yang akhirnya malah membuat ilfil. Pemimpin yang seolah-olah tidak ada wibawanya sama sekali. Sedikit-sedikit 'sendhiko dhawuh' sama perintah partai...
Padahal seharusnya sebisa mungkin seorang pemimpin itu mengedepankan kepentingan rakyatnya terlebih dahulu yang sudah memberikan amanah kepadanya. Okelah gak perlu munafik, partai juga perlu, tapi mbok ya diatur waktunya dengan baik dan elegan. Gunakanlah waktu diluar jam kerja untuk mengurusi partai. Atau gunakan hari libur untuk kepentingan partai. Jadi ketika melihat Jokowi dengan mudahnya diatur-atur partai untuk kepentingan partainya dulu, dari situ pula respek saya ke Jokowi mulai pudar.
Hal ini bertolak belakang dengan Ahok, Wakil Gubernurnya. Meskipun sama-sama berangkat sebagai kader partai dan berbeda partai, Ahok lebih bisa mengedepankan kepentingan rakyatnya dulu dibanding partainya.
7. Berbohong Dengan Memainkan Sandiwara Politik
Masih ingatkah Anda jauh-jauh hari sebelum mandat pencalonan presiden oleh Megawati dibacakan? Setiap kali ditanya oleh wartawan soal peluang Jokowi akan maju sebagai calon presiden ada beberapa jawaban yang selalu diberikan.
"Copras Capres Copras Capres ......."
"Nggak Mikir... Nggak Mikir... Nggak Mikir..."
"Tiap hari mikirin banjir, macet, PKL, lha kok suruh mikir copras capres..."
"Jokowi itu komitmen..!"
Bahkan dalam kampanyenya dalam pilgub dulu, "Jokowi itu komitmen, tidak akan tergoda capres-capresan". Sandiwara itu tersaji dengan apik dan sempurna. Rakyat disajikan sandiwara yang diperankan oleh seseorang yang kelihatannya lugu namun ternyata juga menyimpan ambisi terpendam yang luar biasa. Lengkap sudah.
Dengan komentarnya yang "Nggak Mikir... Nggak Mikir... Nggak Mikir..." itu rakyat, lebih khususnya rakyat Jakarta, dibuat 'bingung'. Disatu sisi, Jokowi ini memang bener-bener nggak mikir menjadi calon presiden ataukah saat ini masih belum mikir tapi nanti tetep mau juga menjadi calon presiden.
Selama Jokowi masih menjawab "nggak mikir.. nggak mikir.." itu setidaknya Jokowi mungkin masih bermaksud 'ngedem-ngedemke' atine rakyat Jakarta. Nggak mungkinlah Jokowi meninggalkan rakyat Jakarta yang sudah memberinya amanah untuk menjadi pemimpinnya.
Namun apa mau dikata, ternyata sekuel demi sekuel sandiwara politiknya itu terjawab sudah. Ternyata jawaban "nggak mikir.. nggak mikir.." itu hanyalah isapan jempol saja. Kenyataannya akhirnya 'takluk' dengan menerima atau mau melaksanakan mandat Megawati daripada melaksanakan mandat rakyat yang memilihnya.
Poin ini tentu menjadi krusial. Bukan menjadi contoh yang baik apabila ternyata pemimpinnya malah mengajarkan berbohong dan memainkan sandiwara politik demi ambisi partai ataupun ambisi pribadi. Inilah salah satu poin yang membuat saya menjadi kehilangan respek kepada Jokowi.
8. Hanya Menjadi Wayang atau Boneka Saja
Pada poin ini lebih ditekankan pada ketegasan seorang pemimpin yang wajib memiliki integritas dan bebas dari intervensi kepentingan seseorang atau kepentingan kelompok/partai. Di media sosial banyak sekali yang menyoroti tentang hal ini, yaitu apabila Jokowi terpilih menjadi presiden mendatang dikhawatirkan hanya akan menjadi simbol atau boneka saja. Dimana yang menjadi dalang atau 'presiden' sesungguhnya adalah orang yang memiliki kepentingan dibaliknya..!!
Salah satu hal yang masih saya ingat adalah ketika rame-rame pilgub DKI tempo hari itu. Katanya Jokowi didanai oleh seorang konglomerat. Milyaran rupiah digelontorkan untuk mendanai kampanye Jokowi. Dan singkat kata Jokowi terpilih menjadi Gubernur. Seiring berjalannya waktu, proyek monorel Jakarta akhirnya akan dilanjutkan lagi. Siapa yang mendapatkan proyeknya itu? Anda pasti tahu. Yang jelas Grup Bukaka-nya Jusuf Kalla kalah dalam proyek ini.
Mungkin bisa kita otak atik gathuk lagi. Sebelum mandat pencalonan presiden Megawati kepada Jokowi dibacakan, Megawati masih belum sepenuhnya ikhlas untuk melepaskan peluang menjadi calon presiden itu kepada Jokowi. Diluar alasan memutus mata rantai trah Soekarno di PDIP, dalam internal PDIP menggadang-gadang akan mencalonkan seorang jendral yang akan menjadi calon presidennya.
Stop sampai disini dulu. Lalu, beberapa hari sebelum pembacaan mandat itu, Megawati menemui puluhan pengusaha etnis China, yang tentu saja dimintai untuk peran sertanya demi kesuksesan PDIP dalam pemilu tahun ini. Entah kenapa, tidak berselang lama mandat itu dibacakan oleh Megawati. Dan sesaat setelah pembacaan mandat, Jokowipun menerima dan siap melaksanakan mandat tersebut.
Hebatnya, begitu pembacaan mandat dan Jokowi menerima mandat, tiba-tiba direspon positif oleh pasar. Indeks IHSG naik dan nilai tukar dollar juga naik.
Terbacakah oleh Anda benang merahnya itu? Wallahu 'alam..
Yang jelas saya takut andaikata Jokowi menjadi presiden dan akhirnya hanya menjadi presiden boneka saja.
Kalo saya, daripada jadi presiden boneka, mending jualan boneka aja. Ini lagi laris-larisnya jualan Boneka Teddy Bear dan Boneka Pinokio..
Di wall pribadi saya pun juga beberapa kali saya tampilkan link-link berita yang cenderung kontra (tidak setuju) dengan berita pencapresan Jokowi tersebut. Dan karena seringnya saya menuliskan link-link tersebut sampai ada yang menilai bahwa saya menjadi Jokowi Haters, hehehe...
Uuuuupppss, jangan salah menilai dulu tanpa tahu sebab musababnya. Jauh sebelumnya sesungguhnya saya justru fans berat Jokowi. Terlebih lagi ketika dulu booming-boomingnya Mobil Esemka yang sempat di-endorse oleh Pak Jokowi, dan digadang-gadang akan dijadikan sebagai proyek mobil nasional.
Wooooww, langsung saja hal itu membuat saya termehek-mehek. Berbagai berita tentang Jokowi selalu saya ikuti. Cerita kesuksesannya di Solo yg legendaris dengan memindah ratusan bahkan ribuan PKL itu menjadi salah satu kisah yang menarik. Hingga akhirnya Jokowi akan maju sebagai Cagub DKI pun ada rasa bangga.
"Wah kapan lagi DKI bisa 'diperbaiki' oleh anak daerah yang berprestasi?", itu pikiran saya dulu. Harapan besar agar Jokowi bisa menang dalam Pilgub DKI sangat menggodaku untuk menularkan virus Jokowi ini. Video kampanya Tim Jakarta Baru yang bisa dilihat di Youtube dan berdurasi sekitar satu jam-an itu juga saya download dan saya lihat berkali-kali tanpa bosan. Dalam benak pikiran saya pun mengatakan : "Nah, sepertinya ini pemimpin yang ideal yang bisa memperbaiki Jakarta".
Bahkan di twitter, akun @triomacan2000 yang saat putaran pertama sangat memuja-muja Jokowi dan di putaran kedua berbalik arah menyudutkan Jokowi pun bisa membuat saya muak. "Ah, Pak Jokowi tuh nggak seperti yang di-tweet-kan @triomacan2000 itu"
Itu dulu. Sekali lagi, itu dulu. Beda dengan sekarang...
Setelah akhirnya Jokowi bisa duduk manis sebagai Gubernur DKI, dipercaya dan diberikan amanah oleh sebagian besar rakyat Jakarta yang berharap banyak Jokowi bisa mengabdikan diri buat Jakarta, ternyata belum ada 2 tahun masa jabatannya Jokowi sudah mulai 'berulah'. Mulai melirik rumput yang lebih hijau yaitu dengan menjadi Calon Presiden RI.
Hingga akhirnya memang Megawati berbesar hati memberikan mandatnya untuk mencalonkan Jokowi sebagai calon presiden dari PDIP. Dan siapa sangka, justru hal inilah yang akhirnya justru membuat saya yang dulu termehek-mehek sama Jokowi jadi antiklimaks, tidak respek sama sekali.
Tentu saja menjadi tidak respeknya saya terhadap Jokowi itu bukannya tanpa alasan. Ada banyak penyebabnya yang mengakibatkan saya menjadi tidak respek tadi. Dan tidak respeknya itupun juga sambung-menyambung sejak mengendorse Esemka hingga menjabat sebagai Gubernur DKI dan diberi mandat sebagai capres oleh Megawati.
Setidaknya saya mencatat ada 13 hal yang menyebabkan saya yang dulunya termehek-mehek sama Jokowi akhirnya menjadi antiklimaks menjadi tidak respek lagi. Sekali lagi yang saya catat dan saya tuliskan ini adalah berdasarkan sisi penglihatan saya sebagai orang awam, Anda boleh saja setuju ataupun tidak setuju. Kalaupun Anda tidak setuju ya itu adalah hak Anda, tidak perlu berdebat kusir, silakan saja membuat tulisan Anda sendiri dengan argumen Anda sendiri. Simpel.
Oke, tidak perlu berlama-lama, yuk kita bahas 13 hal yang menjadi alasan mengapa saya tidak setuju Jokowi untuk jadi presiden yaitu :
1. Mendongkrak Popularitas Dengan Mendompleng Esemka
Mau tidak mau, setuju tidak setuju, pamor Jokowi di perpolitikan tingkat nasional dimulai ketika muncul berita Walikota Solo (saat itu dijabat Jokowi) menggunakan mobil esemka, yang diklaim sebagai hasil karya anak bangsa. Bahkan gak tanggung-tanggung impian memiliki mobil nasional seakan menjadi didepan mata.
Bahkan saking hebatnya dan menjadi lebih populer lagi, Jokowi merencanakan kalo mobil esemka akan dijadikan mobil dinas walikota dan wakil walikota solo. Bangga menggunakan mobil karya anak negeri, kira-kira begitu. Dan bisa ditebak, masyarakat yang mengikuti berita tersebut langsung jatuh cinta. Baru kali ini ada walikota yang membela produk lokal, dan bahkan akan menggunakannya sebagai mobil dinas..!! Kesan yang tampak di masyarakat sudah pasti adalah sebuah figur pemimpin yang sederhana dan pro rakyat. Kesan sebagai pejabat yang biasa menggunakan fasilitas mewah (termasuk diantaranya mobil dinas) dengan mudah bisa dilepaskan oleh Jokowi.
Sekarang kenyataannya kita pertanyakan lagi komitmennya, benarkah esemka sudah dijadikan mobil dinas walikota dan wakil walikota solo? Sudahkah ada perkembangan sejauh mana proyek esemka menjadi mobil masional itu dilakukan? Anda bisa menilainya sendiri...
Dan dari sini saya pribadi berpendapat, Jokowi telah memanfaatkan Esemka yang diklaim sebagai produk lokal untuk mendongkrak popularitasnya..!! Setelah target popularitas tercapai dan kursi DKI 1 ditangan, esemka hanya tinggal kenangan...
2. Menelantarkan 'Nasib' Esemka
Saat booming-boomingnya Esemka dan ada berita bahwa Jokowi ingin menjadikan proyek mobil nasional, saya langsung terbayang mimpi-mimpi yang hebat terhadap rencana tersebut. Akan membuka banyak lowongan kerja yang baru dan bisa mengurangi pengangguran. Itu sudah pasti.
Perusahaan-perusahaan pengecoran logam bisa dijadikan partner untuk memproduksi spare part-nya, anak-anak lulusan SMK bisa banyak ditampung bekerja, bila bisa berjalan tentu bisa menggerakkan lagi roda perekonomian di Kota Solo, dan masih banyak lainnya.
Namun seperti peribahasa, "Habis Manis Sepah Dibuang", ternyata ada benarnya. Begitu target yang diinginkan sudah tercapai, berhasil meraih popularitas dengan menunggang esemka, dan bisa meraih kursi DKI-1, akhirnya Esemka ditinggalkan begitu saja. Entah, kelanjutan untuk diproduksi massal sebagai mobil nasional bisa jadi hanya sekedar mimpi besar di siang bolong saja.
Nasib beberapa pesanan yang sudah sempat masuk ordernya saat booming itu akhirnya dikerjakan dan disupport habis sama Jokowi atau tidak, itu juga menjadi tanda tanya besar. Hal ini menjadi salah satu alasan yang menyebabkan saya menjadi tidak respek dengan Jokowi lagi. Memberi harapan kepada sesuatu (dalam hal ini Esemka dan Pak Sukiyat) namun tidak direalisasi, bahkan malah cenderung ditelantarkan.
3. Mudah Mengkhianati Amanah Yang Telah Diberikan Oleh Rakyatnya
Bila diberi amanah maka dia berkhianat. Saya ingat sekali dengan kata-kata itu, yang sering dijadikan bahan khutbah atau disampaikan dalam pelajaran agama. Ini bukan hal yang sepele dan ringan. Ini masalah tanggung jawab yang besar seseorang terhadap Tuhannya..!!
Ya, kita tahu bahwa Jokowi telah menjadi Walikota Solo 2 periode. Yang pertama diselesaikan dengan sempurna. Yang kedua, belum selesai masa jabatannya sudah lompat pagar menjadi Gubernur DKI. Dan sekarang sudah jadi Gubernur DKI, belum selesai masa jabatannya sudah mau lompat lagi menjadi calon presiden..!!
Ckckckckck... Kok ya bisa, semudah itu untuk mengkhianati amanah yang telah diberikan oleh rakyat kepadanya?
Untuk kasus yang di Solo ke Jakarta waktu itu saya masih berusaha untuk menerimanya. "Ah gak papa, toh yang periode pertama sudah selesai sampai akhir masa jabatannya, dan yang periode yang kedua pak wakil walikotanya sudah paham dengan cara kerja walikota". Itu pendapat saya dulu.
Lha, sekarang kok terjadi lagi. Belum selesai masa jabatannya, baru juga 1.5 tahun menjabat sebagai Gubernur DKI, lha kok sudah mau lompat lagi menjadi calon presiden? Sungguh tingkah yang dimata saya tidak profesional. Apakah tidak berpikir bahwa rakyat Jakarta memilihnya dalam Pilgub DKI itu tentu mereka memiliki harapan yang besar bahwa dalam 5 tahun kepemimpinannya bisa membawa perubahan yang signifikan untuk Jakarta. Pilgub yang di biayai menggunakan uang rakyat dan jumlahnya milyaran seakan-akan tidak dihiraukan lagi.
Tidak ingat lagi bahwa Jokowi dipilih oleh rakyat, dan rakyat memberikan amanahnya untuk menjadi pemimpinnya. Semudah itukah mengkhianati amanah yang sudah diberikan oleh rakyat yang sudah banyak berharap agar pemimpinnya bisa memberikan yang terbaik kepada rakyatnya hingga selesai akhir masa jabatannya?
Hmmmm, silakan Anda pikirkan sendiri, kalo saya yang pasti gemas..!
4. Tidak Berjiwa Nasionalis
Coba Anda telusuri berita-berita yang heboh mengenai monorel jakarta dan bus transjakarta. Kira-kira monorel yang dipakai serta bus transjakarta yang dipesan itu hasil produksi dari mana?
Jawabannya satu : Dari CHINA..!!
Ya, monorel jakarta dan bus transjakarta yang digunakan itu adalah produksi dari China. Ini yang saya tidak habis pikir, kenapa kok malah menggunakan produk dari negara lain? Kok tidak menggunakan hadil produksi dari karoseri lokal saja? Biasanya alasannya adalah itu sudah sesuai dengan prosedur tender. Produsen lokal ada yang tidak memenuhi beberapa syaratnya, dan harganyapun lebih mahal. Sedangkan produk yang dari China itu harganya lebih murah.
Hmmmmm.. Kalo menurut saya ini alasan yang diada-adakan. Andai pemimpin yang memiliki jiwa nasionalis tentu akan lebih mementingkan produksi anak bangsa lebih dulu. Kenapa? Sebab uangnya bisa berputar disini, uangnya digunakan untuk membayar jam kerja para buruh disini, uangnya dipakai untuk membayar kesejahteraan saudara sendiri di negeri sendiri. Bukan membayar jam kerja orang lain di negara orang lain..!!
Ada juga berita yang saya baca adalah produk dari China itu harganya lebih murah 50 jutaan per unitnya, kalo sekian ratus atau sekian ribu yang dipesan, harapannya bisa menghemat sekian milyarrrr..!! Eh, tau-tau malah bus yang didapat malah bus rekondisi yang sudah karatan dan rusak..!!
Bahkan dalam beberapa berita juga saya temukan bahwa pemenang tender bus transjakarta itu kantornya saja susah ditemukan. Sekalinya ditemukan, kantornya tidak meyakinkan. Masa ada pemenang tender yang nilainya ratusan milyar kantornya cuma di ruko saja?
Ah entahlah yang jelas disini saya tidak menemukan sisi nasionalisnya Jokowi lagi seperti diwaktu dia mau menggandeng Esemka, dimana aroma jiwa nasionalisnya kental terasa.
5. Bukan Contoh Pemimpin Yang Gentleman
Masih teringat jelas ketika 'the busway gate' rame jadi berita, baik di media online atau media cetak. Dalam kacamata saya, dengan munculnya pemberitaan kasus 'the busway gate' ini sangat jelas sekali membuktikan bahwa Jokowi bukanlah contoh pemimpin yang gantleman?
Pasti Anda akan bertanya, Apa alasannya?
Oke. Skandal bus transjakarta yang menggunakan dana milyaran itu ternyata bermasalah. Budget pembelian busway untuk setiap bus-nya diatas angka 3 milyar. Sekali lagi budgetnya adalah lebih dari 3 Milyar per bus. Bahkan dalam sebuah berita ada yang menyebut kalau Ahok menginginkan bisa mendapatkan bus yang kualitasnya selevel volvo atau mercedes. Namun pada kenyataannya ternyata malah mendapatkan bus dari China yang rekondisi dan sudah berkarat pula.
Dalam kasus ini Kadis Perhubungan DKI Jakarta, Udar Pristono, menyatakan bahwa terjadinya kerusakan (berkarat)-nya busway yang diimpor dari China tersebut karena terkena percikan air laut pada saat proses ekspedisi ke Indonesia. Jelas saja menurut saya ini adalah sebuah alasan yang sangat tidak masuk diakal. Mana bisa bus yang saat pengiriman tersebut berada di dalam kapal, tapi masih juga terpercik air laut? Hehehe...
Alih-alih langsung dengan gentleman mengklarifikasi kejadian sesungguhnya, dengan gentle minta maaf atau mengambil tanggung jawab anak buahnya itu, tetapi malah mencari cari kesalahan dan kambing hitam. Hingga akhirnya berujung mutasi jabatan si Kadis Perhubungan tersebut. Bukannya seharusnya untuk proyek yang nilainya milyarnya, terlebih pengadaan barang, semua spesifikasinya akan disebutkan dengan jelas dan lengkap? Harusnya antara Kadis dan Gubernur akan tahu semuanya. Apabila ternyata tertulisnya adalah produk yang berkualitas selevel volvo atau Mercedes namun akhirnya hanya dibelikan bus China, sudah pasti ini ada hal yang salah.
Nah, dimata saya pribadi langkah memutasi Pak Kadis karena dianggap bersalah dalam kasus ini tentu bukan hal yang baik. Akan lebih baik jika Jokowi langsung mengambil alih tanggung jawab. Mengakui ada kesalahan. Mengakui bahwa (barangkali) ada yang gak bener dalam proses pengadaannya, dan minta maaf. Bukan malah mencari kambing hitam..!!
6. Lebih Mementingkan Mandat atau Kepentingan Partai
Dulu saya berpikir bahwa Jokowi orangnya tegas dan sulit diintervensi oleh partainya bila berhubungan dengan pekerjaan. Maksudnya akan lebih mengutamakan pekerjaannya sebagai Gubernur dulu daripada untuk kepentingan partainya. Namun ternyata dugaan saya itu salah. Salahnya saja salah besar..!!! Ternyata Jokowi lebih mementingkan mandat adat kepentingan partai daripada kepentingan rakyat yang telah memberikannya amanah untuk menjadi pemimpinnya.
Rame-rame ada pemilihan gubernur di Jawa Barat dan diminta untuk 'jualan' di Jawa Barat ayuuuuukk..
Rame-rame ada pemilihan gubernur di Jawa Tengah dan diminta untuk 'jualan' di Jawa Tengah ayuuuuuukk...
Rame-rame ada pemilihan gubernur di Sumatra Utara dan diminta untuk 'jualan' di Sumatra Utara ayuuuuuuukk...
Saat jam kerja diajak ziarah ke makam Bung Karno di Blitar, ayuuuuuuuuukk...
Saat jam kerja sowan ke Gus Mus di Rembang, okeeeeeeee...
Hmmmmm, hal-hal sepele seperti ini yang akhirnya malah membuat ilfil. Pemimpin yang seolah-olah tidak ada wibawanya sama sekali. Sedikit-sedikit 'sendhiko dhawuh' sama perintah partai...
Padahal seharusnya sebisa mungkin seorang pemimpin itu mengedepankan kepentingan rakyatnya terlebih dahulu yang sudah memberikan amanah kepadanya. Okelah gak perlu munafik, partai juga perlu, tapi mbok ya diatur waktunya dengan baik dan elegan. Gunakanlah waktu diluar jam kerja untuk mengurusi partai. Atau gunakan hari libur untuk kepentingan partai. Jadi ketika melihat Jokowi dengan mudahnya diatur-atur partai untuk kepentingan partainya dulu, dari situ pula respek saya ke Jokowi mulai pudar.
Hal ini bertolak belakang dengan Ahok, Wakil Gubernurnya. Meskipun sama-sama berangkat sebagai kader partai dan berbeda partai, Ahok lebih bisa mengedepankan kepentingan rakyatnya dulu dibanding partainya.
7. Berbohong Dengan Memainkan Sandiwara Politik
Masih ingatkah Anda jauh-jauh hari sebelum mandat pencalonan presiden oleh Megawati dibacakan? Setiap kali ditanya oleh wartawan soal peluang Jokowi akan maju sebagai calon presiden ada beberapa jawaban yang selalu diberikan.
"Copras Capres Copras Capres ......."
"Nggak Mikir... Nggak Mikir... Nggak Mikir..."
"Tiap hari mikirin banjir, macet, PKL, lha kok suruh mikir copras capres..."
"Jokowi itu komitmen..!"
Bahkan dalam kampanyenya dalam pilgub dulu, "Jokowi itu komitmen, tidak akan tergoda capres-capresan". Sandiwara itu tersaji dengan apik dan sempurna. Rakyat disajikan sandiwara yang diperankan oleh seseorang yang kelihatannya lugu namun ternyata juga menyimpan ambisi terpendam yang luar biasa. Lengkap sudah.
Dengan komentarnya yang "Nggak Mikir... Nggak Mikir... Nggak Mikir..." itu rakyat, lebih khususnya rakyat Jakarta, dibuat 'bingung'. Disatu sisi, Jokowi ini memang bener-bener nggak mikir menjadi calon presiden ataukah saat ini masih belum mikir tapi nanti tetep mau juga menjadi calon presiden.
Selama Jokowi masih menjawab "nggak mikir.. nggak mikir.." itu setidaknya Jokowi mungkin masih bermaksud 'ngedem-ngedemke' atine rakyat Jakarta. Nggak mungkinlah Jokowi meninggalkan rakyat Jakarta yang sudah memberinya amanah untuk menjadi pemimpinnya.
Namun apa mau dikata, ternyata sekuel demi sekuel sandiwara politiknya itu terjawab sudah. Ternyata jawaban "nggak mikir.. nggak mikir.." itu hanyalah isapan jempol saja. Kenyataannya akhirnya 'takluk' dengan menerima atau mau melaksanakan mandat Megawati daripada melaksanakan mandat rakyat yang memilihnya.
Poin ini tentu menjadi krusial. Bukan menjadi contoh yang baik apabila ternyata pemimpinnya malah mengajarkan berbohong dan memainkan sandiwara politik demi ambisi partai ataupun ambisi pribadi. Inilah salah satu poin yang membuat saya menjadi kehilangan respek kepada Jokowi.
8. Hanya Menjadi Wayang atau Boneka Saja
Pada poin ini lebih ditekankan pada ketegasan seorang pemimpin yang wajib memiliki integritas dan bebas dari intervensi kepentingan seseorang atau kepentingan kelompok/partai. Di media sosial banyak sekali yang menyoroti tentang hal ini, yaitu apabila Jokowi terpilih menjadi presiden mendatang dikhawatirkan hanya akan menjadi simbol atau boneka saja. Dimana yang menjadi dalang atau 'presiden' sesungguhnya adalah orang yang memiliki kepentingan dibaliknya..!!
Salah satu hal yang masih saya ingat adalah ketika rame-rame pilgub DKI tempo hari itu. Katanya Jokowi didanai oleh seorang konglomerat. Milyaran rupiah digelontorkan untuk mendanai kampanye Jokowi. Dan singkat kata Jokowi terpilih menjadi Gubernur. Seiring berjalannya waktu, proyek monorel Jakarta akhirnya akan dilanjutkan lagi. Siapa yang mendapatkan proyeknya itu? Anda pasti tahu. Yang jelas Grup Bukaka-nya Jusuf Kalla kalah dalam proyek ini.
Mungkin bisa kita otak atik gathuk lagi. Sebelum mandat pencalonan presiden Megawati kepada Jokowi dibacakan, Megawati masih belum sepenuhnya ikhlas untuk melepaskan peluang menjadi calon presiden itu kepada Jokowi. Diluar alasan memutus mata rantai trah Soekarno di PDIP, dalam internal PDIP menggadang-gadang akan mencalonkan seorang jendral yang akan menjadi calon presidennya.
Stop sampai disini dulu. Lalu, beberapa hari sebelum pembacaan mandat itu, Megawati menemui puluhan pengusaha etnis China, yang tentu saja dimintai untuk peran sertanya demi kesuksesan PDIP dalam pemilu tahun ini. Entah kenapa, tidak berselang lama mandat itu dibacakan oleh Megawati. Dan sesaat setelah pembacaan mandat, Jokowipun menerima dan siap melaksanakan mandat tersebut.
Hebatnya, begitu pembacaan mandat dan Jokowi menerima mandat, tiba-tiba direspon positif oleh pasar. Indeks IHSG naik dan nilai tukar dollar juga naik.
Terbacakah oleh Anda benang merahnya itu? Wallahu 'alam..
Yang jelas saya takut andaikata Jokowi menjadi presiden dan akhirnya hanya menjadi presiden boneka saja.
Kalo saya, daripada jadi presiden boneka, mending jualan boneka aja. Ini lagi laris-larisnya jualan Boneka Teddy Bear dan Boneka Pinokio..
Lanjut di bawah
Diubah oleh widodolipret 07-07-2014 16:07
0
5.5K
Kutip
65
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan