- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Apasih Bea Cukai Itu?


TS
rafibelin
Apasih Bea Cukai Itu?
Oke kali ini kami akan mengepost seputar kegiatan di kepabeanan dan cukai yang kami khususkan pada bab mengenai "Pungutan Cukai".
Spoiler for :
Spoiler for CUSTOMS:
SEKILAS DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI



CUSTOMS (Instansi Kepabeanan) di mana pun di dunia ini adalah suatu organisasi yang keberadaannya amat essensial bagi suatu negara, demikian pula dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Instansi Kepabeanan Indonesia) adalah suatu instansi yang memiliki peran yang cukup penting dari negara dalam melakukan tugas dan fungsinya untuk :










CUSTOMS (Instansi Kepabeanan) di mana pun di dunia ini adalah suatu organisasi yang keberadaannya amat essensial bagi suatu negara, demikian pula dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Instansi Kepabeanan Indonesia) adalah suatu instansi yang memiliki peran yang cukup penting dari negara dalam melakukan tugas dan fungsinya untuk :
- Melindungi masyarakat dari masuknya barang-barang berbahaya
- Melindungi industri tertentu di dalam negeri dari persaingan yang tidak sehat dengan industri sejenis dari luar negeri
- Memberantas penyelundupan
- Melaksanakan tugas titipan dari instansi-instansi lain yang berkepentingan dengan lalu lintas barang yang melampaui batas-batas negara
- Memungut bea masuk dan pajak dalam rangka impor secara maksimal untuk kepentingan penerimaan keuangan negara.
Spoiler for CUSTOMS:
Peran Kebijakan Fiskal di Bidang Kepabeanan

Seperti diketahui bahwa perkembangan perdagangan internasional, baik yang menyangkut kegiatan di bidang impor maupun ekspor akhir-akhir ini mengalami kemajuan yang sangat pesat. Pesatnya kemajuan di bidang tersebut ternyata menuntut diadakannya suatu sistem dan prosedur kepabeanan yang lebih efektif dan efisien serta mampu meningkatkan kelancaran arus barang dan dokumen. Dengan kata lain, masalah birokrasi di bidang kepabeanan yang berbelit-belit merupakan permasalahan yang nantinya akan semakin tidak populer.
Adanya kondisi tersebut, tentunya tidak terlepas dari pentingnya pemerintah untuk terus melakukan berbagai kebijaksanaan di bidang ekonomi terutama dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian nasional. Apalagi dengan adanya berbagai prakarsa bilateral, regional, dan multilateral di bidang perdagangan yang semakin diwarnai oleh arus liberalisasi dan globalisasi perdagangan dan investasi, sudah barang tentu permasalahan yang timbul di bidang perdagangan akan semakin kompleks pula.
Perubahan-perubahan pada pola perdagangan internasional yang menggejala dewasa ini pada akhirnya akan memberikan peluang yang lebih besar bagi negara maju untuk memenangkan persaingan pasar. Disamping itu, pola perdagangan juga akan berubah pada konteks Borderless World, atau paling tidak pada nuansa liberalisasi perdagangan dan investasi dimana barriers atas perdagangan menjadi semakin tabu.
Untuk itu, kebijaksanaan Pemerintah dengan disahkannya UU No.10/1995 tentang Kepabeanan yang telah berlaku secara efektif tanggal 1 April 1997, yang telah direvisi dengan UU No. 17/2006 tentang perubahan Undang-Undang Kepabeanan, jelas merupakan langkah antisipatif yang menyentuh dimensi strategis, substantif, dan essensial di bidang perdangangan, serta diharapkan mampu menghadapi tantangan-tantangan di era perdagangan bebas yang sudah diambang pintu.
Pemberlakuan UU No.10/1995 tentang Kepabeanan juga telah memberikan konsekuensi logis bagi DJBC berupa kewenangan yang semakin besar sebagai institusi Pemerintah untuk dapat memainkan perannya sesuai dengan lingkup tugas dan fungsi yang diemban, dimana kewenangan yang semakin besar ini pada dasarnya adalah keinginan dari para pengguna jasa internasional ( termasuk dengan tidak diberlakukannya lagi pemeriksaan pra-pengapalan atau pre-shipment inspection oleh PT. Surveyor Indonesia, dan sepenuhnya dikembalikan kepada DJBC), yang nota bene bahwa kewenangan tersebut adalah kewenangan Customs yang universal, serta merupakan konsekuensi logis atas keikutsertaan Indonesia dalam meratifikasi GATT Agreement maupun AFTA, APEC, dan lain-lain.
Berbagai langkah persiapan telah dan terus dilakukan dengan tetap mempertimbangkan kerangka acuan yang diinginkan oleh ICC yang pada dasarnya mengajukan kriteria-kriteria yang sebaiknya dimiliki oleh Customs yang sifatnya modern.
Dengan beralihnya fungsi dan misi dari Tax Collector menjadi Trade Facilitator , maka sebagai institusi global, DJBC masa kini dan masa depan harus mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat umum yang bercirikan save time, save cost, sefety, dan simple. Semua ciri tersebut harus menjadi bagian yang integral dari sistem dan prosedur kepabeanan, jika DJBC ingin berperan dalam upaya pembangunan ekonomi secara umum dalam era persaingan yang semakin tajam, era liberalisasi perdagangan dan investasi serta globalisasi dalam arti seluas-luasnya.
Sejalan dengan itu, semakin beragamnya sentra-sentra pelayanan baik dari segi perlindungan terhadap Intellectual Property Rights, anti dumping, anti subsidi, self Assessment, maka secara ringkas DJBC diharapkan dapat do more with less ( berbuat lebih banyak dengan biaya lebih rendah ). DJBC juga dituntut untuk melakukan pelayanan yang time sensitive, predictable, available ( saat dibutuhkan ) dan adjustable.
Totalitas pelayanan ini kerangka dasarnya bersumber pada fenomena speed dan flexibility sebagai formula penting. Hal yang terpenting adalah bagaimana mengubah visi masa lalu yang amat dominan bahwa revenue collection dan law enforcement akan selalu mengakibatkan terhambatnya arus barang sehingga akan menimbulkan High Cost Economy yang pada konsekuensi selanjutnya mengakibatkan produk-produk dalam negeri tidak mampu bersaing di area perdagangan internasional. Selain itu, perlu juga diketahui bahwa bussiness operation akan semakin tergantung pada performance Customs dimanapun. Effisiensi usaha mereka juga tergantung pada mutu dan kecepatan pelayanan Customs.
Kegagalan Bea dan Cukai dalam menekan High Cost Economy tidak saja akan mengakibatkan kegagalan ekonomi Indonesia untuk menjerat oppotunity, mengubah keuntungan komparatif menjadi keuntungan kompetitif, tetapi juga secara substansial dapat mengakibatkan larinya para investor yang semula akan melakukan investasinya di Indonesia dengan segala implikasi ekonomis negatif lainnya.
Keinginan dan tuntutan dari para pengguna jasa internasional tersebut adalah syarat mutlak yang harus dipenuhi, dan sudah menjadi kewajiban moral bagi DJBC untuk melakukan berbagai perubahan yang cukup mendasar, baik dari segi penyempurnaan organisasi dan tatalaksana DJBC, simplifikasi dan sekaligus transparansi sistem dan prosedur Kepabeanan, serta pengembangan kualitas sumber daya manusia, sehingga diharapkan nantinya terdapat suatu keselarasan dengan jiwa dan kepentingan dari UU Kepabeanan itu sendiri.
Sebagai produk hukum nasional yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945, maka bentuk UU Kepabeanan yang bersifat proaktif dan antisipatif ini sangatlah sederhana namun memiliki jangkauan yang lebih luas dalam mengantisipasi terhadap perkembangan perdagangan internasional.
Hal-hal baru berupa kemudahan di bidang kepabeanan juga diatur, seperti penerapan sistem self Assessment, dan Post entry Audit yang merupakan back-up sistem atas sistem self Assessment. Post audit yang tidak lain bertujuan untuk mengetahui tingkat kepatuhan dari para pengguna jasa, ternyata juga mampu berperan ganda yaitu mengoptimalkan penerimaan negara dan meningkatkan kelancaran arus barang.
Disamping itu, untuk memberikan alternatif kepada para pengguna jasa dalam penyerahan pemberitahuan pabean, diterapkan pula EDI-system atau yang lebih dikenal dengan Electronic Data Interchange.
Adanya kemudahan-kemudahan di bidang kepabeanan ini juga telah menunjukkan kesungguhan DJBC untuk benar-benar serius dalam melakukan reposisi peran dan fungsinya dalam meningkatkan kualitas kualitas pelayanan, khususnya kepada para pengguna jasa kepabeanan.

Seperti diketahui bahwa perkembangan perdagangan internasional, baik yang menyangkut kegiatan di bidang impor maupun ekspor akhir-akhir ini mengalami kemajuan yang sangat pesat. Pesatnya kemajuan di bidang tersebut ternyata menuntut diadakannya suatu sistem dan prosedur kepabeanan yang lebih efektif dan efisien serta mampu meningkatkan kelancaran arus barang dan dokumen. Dengan kata lain, masalah birokrasi di bidang kepabeanan yang berbelit-belit merupakan permasalahan yang nantinya akan semakin tidak populer.
Adanya kondisi tersebut, tentunya tidak terlepas dari pentingnya pemerintah untuk terus melakukan berbagai kebijaksanaan di bidang ekonomi terutama dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian nasional. Apalagi dengan adanya berbagai prakarsa bilateral, regional, dan multilateral di bidang perdagangan yang semakin diwarnai oleh arus liberalisasi dan globalisasi perdagangan dan investasi, sudah barang tentu permasalahan yang timbul di bidang perdagangan akan semakin kompleks pula.
Perubahan-perubahan pada pola perdagangan internasional yang menggejala dewasa ini pada akhirnya akan memberikan peluang yang lebih besar bagi negara maju untuk memenangkan persaingan pasar. Disamping itu, pola perdagangan juga akan berubah pada konteks Borderless World, atau paling tidak pada nuansa liberalisasi perdagangan dan investasi dimana barriers atas perdagangan menjadi semakin tabu.
Untuk itu, kebijaksanaan Pemerintah dengan disahkannya UU No.10/1995 tentang Kepabeanan yang telah berlaku secara efektif tanggal 1 April 1997, yang telah direvisi dengan UU No. 17/2006 tentang perubahan Undang-Undang Kepabeanan, jelas merupakan langkah antisipatif yang menyentuh dimensi strategis, substantif, dan essensial di bidang perdangangan, serta diharapkan mampu menghadapi tantangan-tantangan di era perdagangan bebas yang sudah diambang pintu.
Pemberlakuan UU No.10/1995 tentang Kepabeanan juga telah memberikan konsekuensi logis bagi DJBC berupa kewenangan yang semakin besar sebagai institusi Pemerintah untuk dapat memainkan perannya sesuai dengan lingkup tugas dan fungsi yang diemban, dimana kewenangan yang semakin besar ini pada dasarnya adalah keinginan dari para pengguna jasa internasional ( termasuk dengan tidak diberlakukannya lagi pemeriksaan pra-pengapalan atau pre-shipment inspection oleh PT. Surveyor Indonesia, dan sepenuhnya dikembalikan kepada DJBC), yang nota bene bahwa kewenangan tersebut adalah kewenangan Customs yang universal, serta merupakan konsekuensi logis atas keikutsertaan Indonesia dalam meratifikasi GATT Agreement maupun AFTA, APEC, dan lain-lain.
Berbagai langkah persiapan telah dan terus dilakukan dengan tetap mempertimbangkan kerangka acuan yang diinginkan oleh ICC yang pada dasarnya mengajukan kriteria-kriteria yang sebaiknya dimiliki oleh Customs yang sifatnya modern.
Dengan beralihnya fungsi dan misi dari Tax Collector menjadi Trade Facilitator , maka sebagai institusi global, DJBC masa kini dan masa depan harus mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat umum yang bercirikan save time, save cost, sefety, dan simple. Semua ciri tersebut harus menjadi bagian yang integral dari sistem dan prosedur kepabeanan, jika DJBC ingin berperan dalam upaya pembangunan ekonomi secara umum dalam era persaingan yang semakin tajam, era liberalisasi perdagangan dan investasi serta globalisasi dalam arti seluas-luasnya.
Sejalan dengan itu, semakin beragamnya sentra-sentra pelayanan baik dari segi perlindungan terhadap Intellectual Property Rights, anti dumping, anti subsidi, self Assessment, maka secara ringkas DJBC diharapkan dapat do more with less ( berbuat lebih banyak dengan biaya lebih rendah ). DJBC juga dituntut untuk melakukan pelayanan yang time sensitive, predictable, available ( saat dibutuhkan ) dan adjustable.
Totalitas pelayanan ini kerangka dasarnya bersumber pada fenomena speed dan flexibility sebagai formula penting. Hal yang terpenting adalah bagaimana mengubah visi masa lalu yang amat dominan bahwa revenue collection dan law enforcement akan selalu mengakibatkan terhambatnya arus barang sehingga akan menimbulkan High Cost Economy yang pada konsekuensi selanjutnya mengakibatkan produk-produk dalam negeri tidak mampu bersaing di area perdagangan internasional. Selain itu, perlu juga diketahui bahwa bussiness operation akan semakin tergantung pada performance Customs dimanapun. Effisiensi usaha mereka juga tergantung pada mutu dan kecepatan pelayanan Customs.
Kegagalan Bea dan Cukai dalam menekan High Cost Economy tidak saja akan mengakibatkan kegagalan ekonomi Indonesia untuk menjerat oppotunity, mengubah keuntungan komparatif menjadi keuntungan kompetitif, tetapi juga secara substansial dapat mengakibatkan larinya para investor yang semula akan melakukan investasinya di Indonesia dengan segala implikasi ekonomis negatif lainnya.
Keinginan dan tuntutan dari para pengguna jasa internasional tersebut adalah syarat mutlak yang harus dipenuhi, dan sudah menjadi kewajiban moral bagi DJBC untuk melakukan berbagai perubahan yang cukup mendasar, baik dari segi penyempurnaan organisasi dan tatalaksana DJBC, simplifikasi dan sekaligus transparansi sistem dan prosedur Kepabeanan, serta pengembangan kualitas sumber daya manusia, sehingga diharapkan nantinya terdapat suatu keselarasan dengan jiwa dan kepentingan dari UU Kepabeanan itu sendiri.
Sebagai produk hukum nasional yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945, maka bentuk UU Kepabeanan yang bersifat proaktif dan antisipatif ini sangatlah sederhana namun memiliki jangkauan yang lebih luas dalam mengantisipasi terhadap perkembangan perdagangan internasional.
Hal-hal baru berupa kemudahan di bidang kepabeanan juga diatur, seperti penerapan sistem self Assessment, dan Post entry Audit yang merupakan back-up sistem atas sistem self Assessment. Post audit yang tidak lain bertujuan untuk mengetahui tingkat kepatuhan dari para pengguna jasa, ternyata juga mampu berperan ganda yaitu mengoptimalkan penerimaan negara dan meningkatkan kelancaran arus barang.
Disamping itu, untuk memberikan alternatif kepada para pengguna jasa dalam penyerahan pemberitahuan pabean, diterapkan pula EDI-system atau yang lebih dikenal dengan Electronic Data Interchange.
Adanya kemudahan-kemudahan di bidang kepabeanan ini juga telah menunjukkan kesungguhan DJBC untuk benar-benar serius dalam melakukan reposisi peran dan fungsinya dalam meningkatkan kualitas kualitas pelayanan, khususnya kepada para pengguna jasa kepabeanan.
Setelah kita mengetahui apa itu bea dan cukai,selanjutnya mari kita mengupas tuntas tentang pungutan cukai

Spoiler for seputar berita:
Spoiler for :
Menkeu Tetapkan Kebijakan Tarif Cukai MMEA Tahun 2014

Menteri Keuangan menetapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 207/PMK.011/2013 tentang Perubahan atas PMK Nomor 62/PMK.011/2010 tentang Tarif Cukai Etil Alkohol, Minuman yang Mengandung Etil Alkohol (MMEA) dan Konsentrat yang Mengandung Etil Alkohol. Peraturan tersebut ditetapkan pada 31 Desember 2013, dengan ketentuan tarif cukainya mulai berlaku pada 1 Januari 2014.
Terdapat beberapa hal pokok mengenai kebijakan cukai MMEA 2014 yang diatur dalam PMK tersebut. Pertama, sistem tarif cukai masih diterapkan secara spesifik, dengan maksud untuk memudahkan administrasi pemungutan, pengawasan, dan kepastian pendapatan negara. Kedua, kebijakan tarif cukai MMEA dirumuskan dalam bentuk kenaikan tarif cukai sesuai ketentuan perundang-undangan dengan mempertimbangkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan target penerimaan cukai MMEA dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2014.
Ketiga, kenaikan tarif cukai diterapkan untuk semua golongan MMEA, yaitu MMEA golongan A (kadar alkohol sampai dengan 5 persen), golongan B (kadar alkohol lebih dari 5 persen sampai dengan 20 persen), dan golongan C (kadar alkohol lebih dari 20 persen) dinaikkan secara moderat berkisar mulai Rp 2.000 hingga Rp 9.000 per liter, dengan rata-rata kenaikan sekitar 11,66 persen. Keempat, tidak ada perubahan tarif cukai untuk Etil Alkohol/Etanol dan Konsentrat yang Mengandung Etil Alkohol.
Kelima, tarif Cukai Etil Alkohol, MMEA, dan Konsentrat yang Mengandung Etil Alkohol dalam PMK Nomor 207/PMK.011/2013 tentang Perubahan Atas PMK Nomor 62/PMK.011/2010 tentang Tarif Cukai Etil Alkohol, Minuman yang Mengandung Etil Alkohol, dan Konsentrat Yang Mengandung Etil Alkohol diatur sebagai berikut: untuk Etil Alkohol atau Etanol dari semua jenis, kadar dan golongan, baik yang diproduksi di dalam negeri maupun yang diimpor dikenakan tarif cukai sebesar Rp20.000 per liter.
Untuk MMEA golongan A baik yang diproduksi di dalam negeri maupun yang diimpor, dikenakan tarif cukai Rp13.000 per liter; MMEA golongan B yang diproduksi di dalam negeri dikenakan tarif cukai Rp33.000 per liter, sementara yang diimpor dikenakan tarif cukai Rp44.000 per liter; MMEA golongan C yang diproduksi di dalam negeri dikenakan tarif cukai Rp80.000 per liter dan yang diimpor dikenakan tarif cukai Rp139.000 per liter. Sementara itu, Konsentrat yang mengandung Etil Alkohol dari semua jenis, kadar dan golongan sebagai bahan baku atau bahan penolong pembuatan MMEA dikenakan tarif cukai sebesar Rp100.000 per liter, baik yang diproduksi di dalam negeri maupun yang diimpor.
Dengan adanya peraturan baru tersebut, Kepala Kantor Pelayanan dan Pengawasan Bea dan Cukai (KPPBC) dan Kepala Kantor Pengawasan Utama Bea dan Cukai (KPUBC) menetapkan kembali tarif cukai etil alkohol, minuman yang mengandung etil alkohol, dan konsentrat yang mengandung etil alkohol yang pemberlakuannya mulai 1 Januari 2014. Untuk pita cukai yang telah dipesankan sebelum 31 Desember 2013 masih dapat dilekatkan sampai dengan 1 Februari 2014

Menteri Keuangan menetapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 207/PMK.011/2013 tentang Perubahan atas PMK Nomor 62/PMK.011/2010 tentang Tarif Cukai Etil Alkohol, Minuman yang Mengandung Etil Alkohol (MMEA) dan Konsentrat yang Mengandung Etil Alkohol. Peraturan tersebut ditetapkan pada 31 Desember 2013, dengan ketentuan tarif cukainya mulai berlaku pada 1 Januari 2014.
Terdapat beberapa hal pokok mengenai kebijakan cukai MMEA 2014 yang diatur dalam PMK tersebut. Pertama, sistem tarif cukai masih diterapkan secara spesifik, dengan maksud untuk memudahkan administrasi pemungutan, pengawasan, dan kepastian pendapatan negara. Kedua, kebijakan tarif cukai MMEA dirumuskan dalam bentuk kenaikan tarif cukai sesuai ketentuan perundang-undangan dengan mempertimbangkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan target penerimaan cukai MMEA dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2014.
Ketiga, kenaikan tarif cukai diterapkan untuk semua golongan MMEA, yaitu MMEA golongan A (kadar alkohol sampai dengan 5 persen), golongan B (kadar alkohol lebih dari 5 persen sampai dengan 20 persen), dan golongan C (kadar alkohol lebih dari 20 persen) dinaikkan secara moderat berkisar mulai Rp 2.000 hingga Rp 9.000 per liter, dengan rata-rata kenaikan sekitar 11,66 persen. Keempat, tidak ada perubahan tarif cukai untuk Etil Alkohol/Etanol dan Konsentrat yang Mengandung Etil Alkohol.
Kelima, tarif Cukai Etil Alkohol, MMEA, dan Konsentrat yang Mengandung Etil Alkohol dalam PMK Nomor 207/PMK.011/2013 tentang Perubahan Atas PMK Nomor 62/PMK.011/2010 tentang Tarif Cukai Etil Alkohol, Minuman yang Mengandung Etil Alkohol, dan Konsentrat Yang Mengandung Etil Alkohol diatur sebagai berikut: untuk Etil Alkohol atau Etanol dari semua jenis, kadar dan golongan, baik yang diproduksi di dalam negeri maupun yang diimpor dikenakan tarif cukai sebesar Rp20.000 per liter.
Untuk MMEA golongan A baik yang diproduksi di dalam negeri maupun yang diimpor, dikenakan tarif cukai Rp13.000 per liter; MMEA golongan B yang diproduksi di dalam negeri dikenakan tarif cukai Rp33.000 per liter, sementara yang diimpor dikenakan tarif cukai Rp44.000 per liter; MMEA golongan C yang diproduksi di dalam negeri dikenakan tarif cukai Rp80.000 per liter dan yang diimpor dikenakan tarif cukai Rp139.000 per liter. Sementara itu, Konsentrat yang mengandung Etil Alkohol dari semua jenis, kadar dan golongan sebagai bahan baku atau bahan penolong pembuatan MMEA dikenakan tarif cukai sebesar Rp100.000 per liter, baik yang diproduksi di dalam negeri maupun yang diimpor.
Dengan adanya peraturan baru tersebut, Kepala Kantor Pelayanan dan Pengawasan Bea dan Cukai (KPPBC) dan Kepala Kantor Pengawasan Utama Bea dan Cukai (KPUBC) menetapkan kembali tarif cukai etil alkohol, minuman yang mengandung etil alkohol, dan konsentrat yang mengandung etil alkohol yang pemberlakuannya mulai 1 Januari 2014. Untuk pita cukai yang telah dipesankan sebelum 31 Desember 2013 masih dapat dilekatkan sampai dengan 1 Februari 2014
Spoiler for :
Minuman Beralkohol Kena Tambahan Cukai Sampai Rp9 Ribu/Liter

JAKARTA - Sehubungan dengan kebijakan tarif cukai Minuman Yang Mengandung Etil Alkohol (MMEA) tahun 2014, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menetapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 207/PMK.011/2013 tentang Perubahan atas PMK Nomor 62/PMK.011/2010.
Aturan ini, berisikan tentang Tarif Cukai Etil Alkohol, Minuman Yang Mengandung Etil Alkohol, dan Konsentrat Yang Mengandung Etil Alkohol pada 31 Desember 2013, dengan ketentuan tarif cukainya mulai berlaku pada 1 Januari 2014.
Melansir keterangan yang diterbitkan Kemenkeu, Rabu (8/1/2014), sistem tarif cukai masih diterapkan secara spesifik dengan maksud agar memudahkan administrasi pemungutan, pengawasan, dan kepastian pendapatan negara.
Kebijakan tarif cukai MMEA, dirumuskan dalam bentuk kenaikan tarif cukai sesuai ketentuan perundang-undangan dengan mempertimbangkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan target penerimaan cukai MMEA dalam APBN Tahun Anggaran 2014.
Kenaikan tarif cukai diterapkan untuk semua golongan MMEA, yaitu MMEA golongan A, yakni kadar alkohol kurang dari 5 persen, golongan B lebih dari 5 persen sampai dengan 20 persen, dan golongan C di atas 20 persen), dinaikkan secara moderat berkisar mulai Rp2.000-Rp9.000 per liter dengan rata-rata kenaikan sekitar 11,66 persen.
Tarif cukai untuk Etil Alkohol/Etanol dan Konsentrat Yang Mengandung Etil Alkohol tidak dilakukan perubahan tarif.
Sedangkan Tarif Cukai Etil Alkohol, MMEA, dan Konsentrat Yang Mengandung Etil Alkohol dalam PMK Nomor 207/PMK.011/2013 tanggal 31 Desember 2013 Tentang Perubahan Atas PMK Nomor 62/PMK.011/2010 Tentang Tarif Cukai Etil Alkohol, Minuman Yang Mengandung Etil Alkohol, dan Konsentrat Yang Mengandung Etil Alkohol adalah sebagai berikut.
I. Etil Alkohol atau Etanol
Dari semua jenis etil alkohol, kadar, dengan tarif cukai per liter Rp20.000 untuk produksi dalam negeri maupun impor.
II. Minuman yang Mengandung Etil Alkohol
Golongan A dengan kadar etil alkohol Sampai dengan 5 persen, sebesar Rp13.000 untuk produksi dalam negeri maupun impor.
Golongan B dengan kadar etil alkohol lebih dari 5 persen sampai 20 persen, sebesar Rp33.000 untuk lokal, dan Rp44.000 untuk impor.
Golongan C dengan kadar etil alkohol lebih dari 20 persen, sebesar Rp80.000 untuk lokal, dan Rp139.000 untuk impor.
III. Konsentrat yang Mengandung Etil Alkohol
Dari semua jenis konsentrat, kadar, dan golongan, sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan minuman yang mengandung etil alkohol, sebesar Rp100 ribu untuk lokal maupun impor.
Dengan adanya peraturan baru ini, Kepala Kantor Pelayanan dan Pengawasan Bea dan Cukai (KPPBC) dan Kepala Kantor Pengawasan Utama menetapkan kembali tarif cukai etil alkohol, minuman yang mengandung etil alkohol, dan konsentrat yang mengandung etil alkohol yang pemberlakuannya mulai 1 Januari 2014. Untuk pita cukai yang telah dipesankan sebelum 31 Desember 2013 masih dapat dilekatkan sampai dengan 1 Februari 2014

JAKARTA - Sehubungan dengan kebijakan tarif cukai Minuman Yang Mengandung Etil Alkohol (MMEA) tahun 2014, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menetapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 207/PMK.011/2013 tentang Perubahan atas PMK Nomor 62/PMK.011/2010.
Aturan ini, berisikan tentang Tarif Cukai Etil Alkohol, Minuman Yang Mengandung Etil Alkohol, dan Konsentrat Yang Mengandung Etil Alkohol pada 31 Desember 2013, dengan ketentuan tarif cukainya mulai berlaku pada 1 Januari 2014.
Melansir keterangan yang diterbitkan Kemenkeu, Rabu (8/1/2014), sistem tarif cukai masih diterapkan secara spesifik dengan maksud agar memudahkan administrasi pemungutan, pengawasan, dan kepastian pendapatan negara.
Kebijakan tarif cukai MMEA, dirumuskan dalam bentuk kenaikan tarif cukai sesuai ketentuan perundang-undangan dengan mempertimbangkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan target penerimaan cukai MMEA dalam APBN Tahun Anggaran 2014.
Kenaikan tarif cukai diterapkan untuk semua golongan MMEA, yaitu MMEA golongan A, yakni kadar alkohol kurang dari 5 persen, golongan B lebih dari 5 persen sampai dengan 20 persen, dan golongan C di atas 20 persen), dinaikkan secara moderat berkisar mulai Rp2.000-Rp9.000 per liter dengan rata-rata kenaikan sekitar 11,66 persen.
Tarif cukai untuk Etil Alkohol/Etanol dan Konsentrat Yang Mengandung Etil Alkohol tidak dilakukan perubahan tarif.
Sedangkan Tarif Cukai Etil Alkohol, MMEA, dan Konsentrat Yang Mengandung Etil Alkohol dalam PMK Nomor 207/PMK.011/2013 tanggal 31 Desember 2013 Tentang Perubahan Atas PMK Nomor 62/PMK.011/2010 Tentang Tarif Cukai Etil Alkohol, Minuman Yang Mengandung Etil Alkohol, dan Konsentrat Yang Mengandung Etil Alkohol adalah sebagai berikut.
I. Etil Alkohol atau Etanol
Dari semua jenis etil alkohol, kadar, dengan tarif cukai per liter Rp20.000 untuk produksi dalam negeri maupun impor.
II. Minuman yang Mengandung Etil Alkohol
Golongan A dengan kadar etil alkohol Sampai dengan 5 persen, sebesar Rp13.000 untuk produksi dalam negeri maupun impor.
Golongan B dengan kadar etil alkohol lebih dari 5 persen sampai 20 persen, sebesar Rp33.000 untuk lokal, dan Rp44.000 untuk impor.
Golongan C dengan kadar etil alkohol lebih dari 20 persen, sebesar Rp80.000 untuk lokal, dan Rp139.000 untuk impor.
III. Konsentrat yang Mengandung Etil Alkohol
Dari semua jenis konsentrat, kadar, dan golongan, sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan minuman yang mengandung etil alkohol, sebesar Rp100 ribu untuk lokal maupun impor.
Dengan adanya peraturan baru ini, Kepala Kantor Pelayanan dan Pengawasan Bea dan Cukai (KPPBC) dan Kepala Kantor Pengawasan Utama menetapkan kembali tarif cukai etil alkohol, minuman yang mengandung etil alkohol, dan konsentrat yang mengandung etil alkohol yang pemberlakuannya mulai 1 Januari 2014. Untuk pita cukai yang telah dipesankan sebelum 31 Desember 2013 masih dapat dilekatkan sampai dengan 1 Februari 2014
Ember
Jangan lupa KOMEN gan....
yang jadi Silent Reader ane do'ain puasanya gak tahan sampe buka
0
4.7K
Kutip
14
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan