- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Analisis Psikologi – Kepribadian Capres-Cawapres RI 2014


TS
asinabutar
Analisis Psikologi – Kepribadian Capres-Cawapres RI 2014
Quote:

Spoiler for Pembukaan:
Tahun ini merupakan puncak dari pesta demokrasi di Indonesia. Tak jarang rakyat sebagai pemilih memilih berdasarkan selera dan informasi yang telah diterimanya. Terlebih pada 9 Juli nanti diadakan pemilihan Presiden RI sebagai penghujung pesta. Banyak sekali variabel yang dapat diatribusikan ke masing-masing calon mulai dari track record, visi dan misi, agama, kesamaan ras, kepribadian dan variabel-variabel lainnya. Sebanyak 56,8% masyarakat mengatakan akan memilih presiden dan wakil presiden karena menyukai kepribadian bakal capres-cawapres, berbanding jauh dengan perolehan masyarakat karena menyukai program yang dicanangkan sebesar 35,8%[1]. Selanjutnya kepribadian masing-masing calon akan dibahas dalam tulisan ini.
Metode yang dipakai untuk menganalisis kepribadian masing-masing calon adalah dengan pendekatan psikoanalisis Sigmund Freud sederhana[2] dan analisis psikologi Carl Jung yang disempurnakan menjadi tes MBTI yang cukup populer di khalayak umum[3]. Selain itu juga akan ada analisis model kepemimpinan yang didasari oleh teori kepemimpinan kontemporer. Maksud kontemporer di sini adalah teori abad 20-an yang cenderung mematok dua ektrim kepemimpinan yakni kepemimpinan yang humanis dan kepemimpinan yang berorientasikan kerja. Sedangkan untuk data didasari oleh analisis media dan berdasarkan asumsi penulis.
Metode yang dipakai untuk menganalisis kepribadian masing-masing calon adalah dengan pendekatan psikoanalisis Sigmund Freud sederhana[2] dan analisis psikologi Carl Jung yang disempurnakan menjadi tes MBTI yang cukup populer di khalayak umum[3]. Selain itu juga akan ada analisis model kepemimpinan yang didasari oleh teori kepemimpinan kontemporer. Maksud kontemporer di sini adalah teori abad 20-an yang cenderung mematok dua ektrim kepemimpinan yakni kepemimpinan yang humanis dan kepemimpinan yang berorientasikan kerja. Sedangkan untuk data didasari oleh analisis media dan berdasarkan asumsi penulis.
Spoiler for Pict:

Spoiler for Prabowo Subianto:
Prabowo Subianto
Prabowo Subianto (selanjutnya disingkat Prabowo) merupakan pribadi yang cenderung tertutup dan memiliki pemikiran sendiri. Bahasa Sundanya keukeuh atau berpendirian batu. Tipikal pemikiran dari Prabowo sendiri adalah pemikiran konseptual yang dapat memahami gambar luar dan makro. Kekurangan dari tipe berpikir seperti ini adalah kurang bisa menyentuh hal-hal detil. Sangat biasa kritik media terhadap Prabowo yang tidak pernah terjun langsung ke lapangan dan memahami apa yang sebenarnya terjadi. Biasanya tipe berpikir seperti ini memiliki daya intuisi yang tinggi namun keberperasaan yang rendah. Untuk ilustrasi tentang perasaan, apabila kita menyentuh benda yang kasar, kita akan berkata bahwa permukaan benda ini rasanya kasar, namun bukan ini yang dimaksud tentang keberperasaan. Ini cenderung mengarah hal penginderaan. Perasaan adalah hal-hal yang transedens dan saling memahami satu sama lain dan ada keterikatan yang tidak tampak. Sedangkan untuk intuisi adalah seperti ketika kita me’rasa’ akan hujan padahal matahari sedang terik-teriknya. Beberapa saat kemudian hujan. Hal ini adalah hal-hal yang intuitif dan di luar pengertian keberperasaan tadi. Dan yang terakhir adalah dua ekstrim antara judgmental dan perceiving. Tidak perlu dibahas lebih lanjut karena pribadi Prabowo cenderung ke arah judgmental. Singkatnya Prabowo Subianto memiliki kombinasi kepribadian Introvert-Intuitive-Thinking-Judgmental.
Untuk memahami proses kognitif Prabowo, kita harus menyelami latar belakang Prabowo yang berasal dari keluarga yang mapan, seorang anak dari pakar ekonomi Indonesia, Prof. Dr. Raden Mas Soemitro Djojohadikoesoemo. Untuk masalah nasionalisme terlebih patriotisme tidak perlu dibahas lebih lanjut, latar belakangnya di bidang militer cukup merepresentasikan hal terkait. Prabowo adalah sosok patriot Bangsa yang siap berkorban demi stabilitas Bangsa. Dengan latar belakang seperti ini kecenderungan proses kognitif Prabowo akan menuju pada militaristic-command. Logika militer ini adalah perintah satu arah dan apabila terjadi kepenolakan akan mengarah ke hukuman. Namun, berita di media cukup beragam karena ada sejumlah media yang memberitakan bahwa Prabowo kerapkali membangkang komando atasannya. Berdasarkan ulasan di atas, Prabowo adalah pribadi yang tangguh dan kuat. Selanjutnya untuk masalah temperamen Prabowo adalah sosok yang koleris – melankolis. Melankolis ini bukan dalam konteks pemahaman umum bahwa melankolis adalah pribadi yang rapuh dan romantic, namun dibalik hal itu melankolis adalah pribadi yang sangat kuat dalam konsep dan memahami suatu permasalahan dengan cakupan helicopter-view yang lebih tinggi.
Freud menegaskan bahwasanya motif untuk membentuk sikap seseorang didasari oleh dua hal, pertama adalah eros (cinta dan hasrat seksual) dan thanatos (death-drive). Untuk hal yang pertama adalah salah tau hal yang sering dipermasalahkan oleh khalayak kebanyakan karena Prabowo tidak memiliki istri. Sebagai pembanding kita bisa menghadirkan presiden pendahulu yaitu sosok SBY yang memiliki keluarga yang harmonis dan Ibu Ani Yudhoyono yang sangat mengayomi keluarganya. Ibu Ani tentunya juga menjadi rem tertentu dan menjadi pundak untuk berbagi lelah untuk Bapak SBY. Sebagai pembanding lagi ada Bapak B. J. Habibie dengan sosok Ainun yang benar-benar mengajarkan apa itu romantisme dan apa itu kesetiaan. Terlebih dengan menjadikan Bapak Habibie menjadi pujangga dengan sajak yang teramat dalam saat kehilangan sosok Ainun. Lantas menjadi sebuah tanda tanya besar ketika Prabowo mendapati pertanyaan-pertanyaan terkait hal ini. Siapakah yang akan menjadi rem ketika Prabowo dalam amarah yang tak terbendung? Mungkin akan menjadi pertanyaan kepada siapakah Prabowo akan pulang dan berkisah tentang hal-hal terkait emosi? Yang selanjutnya menjadi sulit dipersalahkan apabila banyak sekali media yang berasumsi bahwa Prabowo adalah seorang fasis. Untuk hal yang kedua tidak perlu dibahas lebih dalam karena dalam latar belakang Prabowo di bidang militer sudah merepresentasikan bagaimana kecenderungan Prabowo dalam bersikap ketika dirundung situasi berat dan memerlukan keputusan yang spontan.
Spoiler for Joko Widodo:
Joko Widodo
Cukup sulit memastikan Joko Widodo (selanjutnya disingkat Jokowi) adalah seorang yang ekstrovert atau introvert karena Joko Widodo adalah sosok yang sangat open terhadap orang-orang di sekitarnya tapi juga pribadi yang terlihat ingin punya banyak waktu untuk sendiri. Namun didasari oleh temperamen Jokowi yang cenderung plegmatis, Jokowi cenderung mengarah ke introvert. Untuk masalah kecenderungan berpikir jelas Jokowi adalah sosok yang berpikir analitis, taktis dalam bertindak, berorientasi pada langsung pada pengerjaan sehingga mempertegas bahwa Jokowi adalah sosok yang mengandalkan Sensing atau penginderaan, berbeda dengan Prabowo yang cenderung intuitif. Dengan latar belakang Jokowi yang suka blusukan dan memahami masyarakat daripada menduga-duga, Jokowi jelas lebih melibatkan afeksi daripada sekadar kognisi. Dengan demikian Jokowi lebih cenderung ke arahFeeling daripada Thinking meskipun kecenderungan berpikirnya yang analitis. Untuk sosok Jokowi yang sanguinis – plegmatis, Jokowi adalah pribadi yang cukup unik karena Jokowi memiliki kecenderungan yang Judgmental daripada Perceiving. Hal ini mengindikasikan bahwa Jokowi adalah pribadi yang cukup teguh pendirian. Simpul kata, Joko Widodo memiliki kombinasi kepribadian Introvert-Sensing-Feeling-Judgmental.
Jokowi adalah sosok yang sangat merepresentasikan teori kepemimpinan Robert K. Greenleaf yaituServant Leadership[4] di mana Jokowi banyak melakukan kegiatan yang melibatkan empati sebagai tumpuannya. Dengan dua ektrim antara pribadi humanis dan orientasi bekerja sebenarnya sangat sulit menempatkan Jokowi di ekstrim yang mana karena Jokowi sangat imbang keduanya namun juga sangat menitikberatkan pada keduanya. Sangat terlihat dengan pribadi Jokowi yang jauh dari formalitas dan protokoler tapi juga terus bekerja. Namun hal inilah yang juga sering kali disorot media karena Servant Leadership ini dapat dijadikan modal untuk semakin populis. Citra kedekatan dengan rakyat ini sangat kental dengan Jokowi kini. Baiknya Jokowi lebih memahami apa yang terjadi di belakang layar partai politiknya bahkan pendana kampanya partai politik pengusungnya karena sekadar bekerja dan berkarya untuk tataran kepemimpinan seorang presiden adalah hal yang kurang. Terlebih Jokowi yang terlihat cenderung tidak mempedulikan apa kata media dan memilih untuk fokus pada mandat partai politik pengusungnya. Hal inilah yang biasanya diangkat media bahwa Jokowi merupakan sekadar wayang yang dimainkan dalang yakni partai pengusung utamanya terlebih Megawati sebagai ketuanya.
Spoiler for Hatta Rajasa:
Hatta Rajasa
Hatta Rajasa (yang selanjutnya disingkat Hatta) ialah pribadi yang mudah berinteraksi dengan banyak orang. Ektroversi seorang Hatta rasanya tidak perlu diragukan lagi mengingat banyaknya afiliasi organisasi yang ia miliki mulai dari organisasi kepartaian, organisasi keagamaan dan lain sebagainya. Layaknya seorang yang berpikiran ke arah yang lebih konseptual beliau memiliki kecenderungan intuitif dan lebih melibatkan pikiran dibanding perasaan. Keunikan Hatta dibanding calon yang lain adalahperceiving karena ia jarang ditemui melontarkan hal-hal judgmental apalagi memojokkan satu pihak. Simpulannya Hatta Rajasa memiliki kombinasi kepribadian Extrovert-Intuitive-Thinking-Perceiving.
Hatta merupakan pribadi yang tidak neko-neko, dalam bahasa abundance mentality David L. Dotlich[5], Hatta merupakan pemimpin yang memiliki ketiga kombinasi head, heart and guts: 1. Cerdas pemikirannya, 2. Bersih hatinya dan 3. Berani mengambil keputusan. Dibandingkan ketiga calon yang lain Hatta cenderung lebih jauh dari kampanye hitam maupun politisasi kasus-kasus yang pernah dia hadapi.
Spoiler for Jusuf Kalla:
Jusuf Kalla
Jusuf Kalla (yang selanjutnya disingkat JK) adalah saudagar ulung. Ektroversi dalam diri JK sangat tinggi. JK jelas adalah sosok bertemperamen kombinasi antara koleris dan sanguinis. Sebenarnya juga amat sulit memetakan JK sebagai pribadi yang lebih mengarah ke penginderaan atau ke arah yang lebih intuitif karena biasanya seorang saudagar adalah seseorang intuitif dan sensing sekaligus. Namun dengan latar belakang JK yang cenderung berpikir secara analitis seperti Jokowi yang lebih suka do ketimbang berdiam diri, penulis lebih berasusmi bahwa JK seorang yang lebih sensing sama dengan Jokowi. JK pun merupakan sosok yang lebih berlandaskan feeling seperti kebanyakan orang sanguinis. Tidak perlu penjelasan yang lebih lanjut, telah jelas bahwa JK adalah pribadi yang sangat judgmental terhadap hal-hal yang kurang cocok baginya. Simpul kata Jusuf Kalla memiliki kombinasi kepribadian Extrovert-Sensing-Feeling-Judgmental.
Sama halnya dengan Jokowi, JK merupakan pemimpin yang sama-sama menitikberatkan orientasinya pada dua ekstrim tadi, humanis dan orientasi terhadap kerja. Tentang humanisme JK dapat dikaitkan dengan keterlibatan beliau sebagai Ketua Palang Merah Indonesia yang sering kali diberitakan cepat tanggap dalam isu-isu kemanusiaan yang sedang panas seperti Rohingya dan lain sebagainya. Tentang humanisme JK juga terrepresentasikan dalam temperamennya yang cenderung sanguinis tadi. Dan selanjutnya JK merupakan tokoh yang sama dengan Jokowi dengan Servant Leadership-nya.
Spoiler for Sekapur Sirih:
Sekapur sirih dari penulis
Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK memiliki beberapa perbedaan ekstrim dalam kepribadian dan kecenderungan dalam penyikapan. Untuk kepribadian Prabowo-Hatta adalah kombinasi Intuitive-Thinkingyang merupakan modal besar dalam memahami masalah dalam cakupan yang lebih makro dan luas sangat terkait dengan conceptual thinking Prabowo-Hatta.. Sedangkan Jokowi-JK memiliki kesamaanSensing-Feeling yang juga merupakan modal besar dalam memahami masyarakat Indonesia yang kemudian pasangan Jokowi-JK ini memiliki kecenderungan lebih memilih memahami cakupan yang lebih mikro atau detil teknis suatu masalah. Hal ini sejalan dengan kesamaan analytical thinking mereka. Kemudian terlihat Hatta yang cenderung Perceive dalam menghadapi persoalan, hal ini penulis nilai baik karena bisa menjadi penyeimbang Prabowo yang berkepribadian Judgmental. Kedua Capres-Cawapres ini memiliki kelebihan masing-masing dalam kepribadian dan yang pastinya juga memiliki kekurangan dalam kepribadiannya. Secara kepribadian penulis menilai bahwa kedua calon memiliki keunikan masing-masing yang tentunya pasti mengantarkan Indonesia menjadi lebih baik, terlepas dari apapun definisi lebih baik dari persepsi pembaca masing-masing.
Pelajari Psikologinya
Pilih Capresmu yang menurutmu tepat
Demi Indonesia yang lebih baik
Pilih Capresmu yang menurutmu tepat
Demi Indonesia yang lebih baik

0
2.9K
Kutip
5
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan