- Beranda
- Komunitas
- Pilih Capres & Caleg
Memilih untuk Tidak Memilih Adalah Juga Suatu Pilihan


TS
the.black.B
Memilih untuk Tidak Memilih Adalah Juga Suatu Pilihan
Sedikit opini dari saya tentang pilpres tahun ini yang sungguh sangat heboh 
Salam damai...
==========================================================
Sejujurnya, saya sungguh tidak tertarik dengan politik. Namun mengikuti maraknya “perang” di dunia maya maupun media mengenai pilpres tahun ini sungguh membuat saya muak. Saya muak melihat adu argumentasi yang menjurus ke debat kusir yang pada intinya menutup mata dengan kekurangan pihak yang dipilih dan berusaha menjatuhkan sejatuh-jatuhnya pihak yang lain. Saya muak melihat foto yang disebelahnya berwarna merah bertuliskan angka 1 atau 2 dan embel-embel “I Stand on the Right Side”. Saya muak melihat pertemanan yang harus rusak hanya karena perbedaan pilihan. Saya muak melihat pendukung dua pihak saling menjatuhkan.
Sampai saat ini saya belum memutuskan untuk mendukung Capres Nomor 1 atau Capres Nomor 2. Ada banyak pertimbangan dalam otak saya yang berkecamuk karena menurut saya kedua capres ini masih mempunyai banyak kekurangan. Namun pada akhirnya pun nanti tanggal 9 Juli 2014 saya harus menentukan pilihan, apakah Nomor 1 atau Nomor 2 atau mungkin tidak memilih diantara keduanya. Toh tidak memilih juga merupakan suatu pilihan bukan?
Sebagai salah satu rakyat di bumi nusantara ini, saya mempunyai mimpi. Mimpi tentang Indonesia yang damai. Mimpi tentang bumi nusantara yang gemah ripah loh jinawi. Mimpi tentang toleransi beragama. Mimpi tentang Bhinneka Tunggal Ika. Mimpi tentang penegakan ideologi Pancasila dan UUD ’45 yang sudah mulai ditinggalkan.
Di awal masa pencalonan presiden dahulu, saya sungguh antusias menyambut Pak Prabowo Subianto. Dalam impian saya saat itu hanya Pak Prabowo-lah yang mampu mengelola dan mengatur negara Indonesia yang sudah sungguh kebablasan dalam reformasi. Beliau mempunyai dasar militer yang kuat, yang memang diperlukan untuk mengatur Nusantara yang terdiri dari banyak pulau. Beliau mempunyai ketegasan sebagai pimpinan menilik latar belakangnya sebagai aparatur negara. Saya kesampingkan semua masalah HAM yang pernah terjadi di tahun 1998, toh di tahun 2009 yang lalu pun beliau menjadi calon wakil presiden mendampingi Ibu Megawati Soekarnoputri, dan kasus HAM tersebut tidak diungkit-ungkit. Apalagi bakal calon lain yang ada waktu itu menurut saya sama sekali tidak dapat memenuhi semua impian saya diatas.
Saat PDIP mencalonkan Pak Joko Widodo sebagai capres, saya berpikir, “Apalagi yang diinginkan orang ini? Jadi Walikota Solo belum selesai periode ke 2 sudah ditinggal ke Jakarta. Di Jakarta baru menjabat kurang dari 2 tahun sudah masuk ke pencalonan Presiden? Target-target selama menjadi gubernur Jakarta pun baru selesai setengah, atau mungkin seperempat dan bahkan ada yang belum terlaksana. Ambisius sekali!” Saya memandang sebelah mata ke Pak Jokowi.
Seiring terbentuknya koalisi otak saya semakin bertambah ruwet. Pihak yang dulu saya harapkan bisa membawa Indonesia menjadi lebih baik justru menerima ajakan kerjasama dari partai-partai yang notabene mempunyai masalah serius. Partai yang pimpinannya mempunyai masalah lumpur yang tidak kunjung selesai sejak 2006 sampai hari ini, partai yang pimpinannya terbentur korupsi ibadah haji, partai yang pimpinannya terbentur korupsi impor daging ditambah calon wakilnya adalah notabene tangan kanan mafia migas. Belum lagi dukungan ormas garis keras yang semakin menciutkan nyali saya untuk memilih calon yang saya harapkan.
Sementara dikubu yang lain, saya masih pesimis dengan komitmennya. Saya masih kecewa dengan keputusan beliau menerima penunjukan oleh pimpinan partainya. Boneka? Mungkin saja. Di satu sisi, Jakarta masih belum selesai masalahnya. Macet masih dimana-mana. Transportasi massal masih belum beres. Kampung deret belum terlihat efeknya. Waduk-waduk belum 100% rampung dibebaskan, banjir masih muncul setiap hujan deras turun. Wakilnya adalah kakek-kakek berusia 72 tahun yang langsung jatuh sakit setelah mengikuti acara Debat Capres.
Namun saya mengerti keputusan beliau menerima penunjukannya sebagai calon presiden. Mungkin memang beliau pantas menjadi pemimpin di Indonesia yang carut-marut ini. Mungkin memang ini jalan beliau untuk membangun Indonesia yang lebih baik. Mungkin memang dengan menjadi Presiden semua birokrasi warisan orde lama, orde baru dan orde reformasi keblinger ini dapat diperbaiki dan diperbaharui. Mungkin memang beliau adalah satria piningit yang ada dalam ramalan Ranggawarsita.
Dalam imajinasi saya, Indonesia saat ini adalah kota Troya yang diperebutkan dua pihak. Para calon Presiden yang berkompetisi sekarang saya ibaratkan sebagai Kuda Troya yang didalamnya banyak orang-orang yang berkepentingan untuk menguasai kota. Rakyat yang ada didalam kota dibutakan oleh kemegahan dan keindahan Kuda Troya yang diberikan sebagai hadiah dari pihak musuh dan membawanya masuk ke dalam kota. Saat Kuda Troya itu berhasil masuk kedalam kota maka orang-orang yang ada didalam kuda tersebut masuk dan menguasai kota. Dan lagi-lagi, rakyatlah yang menjadi korban kebengisan penguasa. Semoga imajinasi saya ini hanyalah imajinasi belaka.
Akhirnya, saya hanya berharap semoga siapapun yang terpilih menjadi pemimpin Negara Republik Indonesia yang saya cintai ini bisa membawa negara ini menjadi lebih baik, menjadi lebih indah dan dapat mewujudkan dan menegakkan kembali cita-cita Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 yang sudah susah payah dirumuskan oleh para pahlawan bangsa ini.
Dan sekali lagi, sampai saat ini saya belum memutuskan untuk memilih siapa. Keputusan itu akan saya buat pada hari Rabu tanggal 9 Juli 2014 nanti. Jangan paksa saya untuk mengikuti pilihan anda. Saya akan memilih salah satu dari 2 calon tersebut berdasarkan pikiran dan perasaan saya sendiri, tidak perlu bantuan intervensi dari orang lain.
Untuk saudara-saudara saya bangsa Indonesia yang sudah menentukan pilihan, santunlah dalam bersikap, bertutur kata dan berpendapat. Semoga pilihan anda memang yang terbaik untuk bangsa dan negara ini, bangsa dan negara Indonesia yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Amin.
Sumur

Salam damai...

==========================================================
Sejujurnya, saya sungguh tidak tertarik dengan politik. Namun mengikuti maraknya “perang” di dunia maya maupun media mengenai pilpres tahun ini sungguh membuat saya muak. Saya muak melihat adu argumentasi yang menjurus ke debat kusir yang pada intinya menutup mata dengan kekurangan pihak yang dipilih dan berusaha menjatuhkan sejatuh-jatuhnya pihak yang lain. Saya muak melihat foto yang disebelahnya berwarna merah bertuliskan angka 1 atau 2 dan embel-embel “I Stand on the Right Side”. Saya muak melihat pertemanan yang harus rusak hanya karena perbedaan pilihan. Saya muak melihat pendukung dua pihak saling menjatuhkan.
Sampai saat ini saya belum memutuskan untuk mendukung Capres Nomor 1 atau Capres Nomor 2. Ada banyak pertimbangan dalam otak saya yang berkecamuk karena menurut saya kedua capres ini masih mempunyai banyak kekurangan. Namun pada akhirnya pun nanti tanggal 9 Juli 2014 saya harus menentukan pilihan, apakah Nomor 1 atau Nomor 2 atau mungkin tidak memilih diantara keduanya. Toh tidak memilih juga merupakan suatu pilihan bukan?
Sebagai salah satu rakyat di bumi nusantara ini, saya mempunyai mimpi. Mimpi tentang Indonesia yang damai. Mimpi tentang bumi nusantara yang gemah ripah loh jinawi. Mimpi tentang toleransi beragama. Mimpi tentang Bhinneka Tunggal Ika. Mimpi tentang penegakan ideologi Pancasila dan UUD ’45 yang sudah mulai ditinggalkan.
Di awal masa pencalonan presiden dahulu, saya sungguh antusias menyambut Pak Prabowo Subianto. Dalam impian saya saat itu hanya Pak Prabowo-lah yang mampu mengelola dan mengatur negara Indonesia yang sudah sungguh kebablasan dalam reformasi. Beliau mempunyai dasar militer yang kuat, yang memang diperlukan untuk mengatur Nusantara yang terdiri dari banyak pulau. Beliau mempunyai ketegasan sebagai pimpinan menilik latar belakangnya sebagai aparatur negara. Saya kesampingkan semua masalah HAM yang pernah terjadi di tahun 1998, toh di tahun 2009 yang lalu pun beliau menjadi calon wakil presiden mendampingi Ibu Megawati Soekarnoputri, dan kasus HAM tersebut tidak diungkit-ungkit. Apalagi bakal calon lain yang ada waktu itu menurut saya sama sekali tidak dapat memenuhi semua impian saya diatas.
Saat PDIP mencalonkan Pak Joko Widodo sebagai capres, saya berpikir, “Apalagi yang diinginkan orang ini? Jadi Walikota Solo belum selesai periode ke 2 sudah ditinggal ke Jakarta. Di Jakarta baru menjabat kurang dari 2 tahun sudah masuk ke pencalonan Presiden? Target-target selama menjadi gubernur Jakarta pun baru selesai setengah, atau mungkin seperempat dan bahkan ada yang belum terlaksana. Ambisius sekali!” Saya memandang sebelah mata ke Pak Jokowi.
Seiring terbentuknya koalisi otak saya semakin bertambah ruwet. Pihak yang dulu saya harapkan bisa membawa Indonesia menjadi lebih baik justru menerima ajakan kerjasama dari partai-partai yang notabene mempunyai masalah serius. Partai yang pimpinannya mempunyai masalah lumpur yang tidak kunjung selesai sejak 2006 sampai hari ini, partai yang pimpinannya terbentur korupsi ibadah haji, partai yang pimpinannya terbentur korupsi impor daging ditambah calon wakilnya adalah notabene tangan kanan mafia migas. Belum lagi dukungan ormas garis keras yang semakin menciutkan nyali saya untuk memilih calon yang saya harapkan.
Sementara dikubu yang lain, saya masih pesimis dengan komitmennya. Saya masih kecewa dengan keputusan beliau menerima penunjukan oleh pimpinan partainya. Boneka? Mungkin saja. Di satu sisi, Jakarta masih belum selesai masalahnya. Macet masih dimana-mana. Transportasi massal masih belum beres. Kampung deret belum terlihat efeknya. Waduk-waduk belum 100% rampung dibebaskan, banjir masih muncul setiap hujan deras turun. Wakilnya adalah kakek-kakek berusia 72 tahun yang langsung jatuh sakit setelah mengikuti acara Debat Capres.
Namun saya mengerti keputusan beliau menerima penunjukannya sebagai calon presiden. Mungkin memang beliau pantas menjadi pemimpin di Indonesia yang carut-marut ini. Mungkin memang ini jalan beliau untuk membangun Indonesia yang lebih baik. Mungkin memang dengan menjadi Presiden semua birokrasi warisan orde lama, orde baru dan orde reformasi keblinger ini dapat diperbaiki dan diperbaharui. Mungkin memang beliau adalah satria piningit yang ada dalam ramalan Ranggawarsita.
Dalam imajinasi saya, Indonesia saat ini adalah kota Troya yang diperebutkan dua pihak. Para calon Presiden yang berkompetisi sekarang saya ibaratkan sebagai Kuda Troya yang didalamnya banyak orang-orang yang berkepentingan untuk menguasai kota. Rakyat yang ada didalam kota dibutakan oleh kemegahan dan keindahan Kuda Troya yang diberikan sebagai hadiah dari pihak musuh dan membawanya masuk ke dalam kota. Saat Kuda Troya itu berhasil masuk kedalam kota maka orang-orang yang ada didalam kuda tersebut masuk dan menguasai kota. Dan lagi-lagi, rakyatlah yang menjadi korban kebengisan penguasa. Semoga imajinasi saya ini hanyalah imajinasi belaka.
Akhirnya, saya hanya berharap semoga siapapun yang terpilih menjadi pemimpin Negara Republik Indonesia yang saya cintai ini bisa membawa negara ini menjadi lebih baik, menjadi lebih indah dan dapat mewujudkan dan menegakkan kembali cita-cita Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 yang sudah susah payah dirumuskan oleh para pahlawan bangsa ini.
Dan sekali lagi, sampai saat ini saya belum memutuskan untuk memilih siapa. Keputusan itu akan saya buat pada hari Rabu tanggal 9 Juli 2014 nanti. Jangan paksa saya untuk mengikuti pilihan anda. Saya akan memilih salah satu dari 2 calon tersebut berdasarkan pikiran dan perasaan saya sendiri, tidak perlu bantuan intervensi dari orang lain.
Untuk saudara-saudara saya bangsa Indonesia yang sudah menentukan pilihan, santunlah dalam bersikap, bertutur kata dan berpendapat. Semoga pilihan anda memang yang terbaik untuk bangsa dan negara ini, bangsa dan negara Indonesia yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Amin.
Sumur
Diubah oleh the.black.B 04-07-2014 15:42
0
2.6K
8
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan