sindikatjogjaAvatar border
TS
sindikatjogja
Pesta Demokrasi atau Perang Politik
Pesta Demokrasi atau Perang Politik ?


Banyak kalangan menyesalkan istilah perang yang dikemukakan kubu prahara. Sedari awal bergabung, Mahfud MD menegaskan bahwa pemenangan tim Prabowo disusun dengan strategi perang. Pandangan itu diperkuat Amin Rais yang meminta para pendukung Prabowo menerapkan semangat perang Badar dalam Pilpres kali ini, yaitu perang antara kaum Muhajirin dan Anshar yang dimpimpin Nabi Muhammad melawan kaum Quraisy. Di sisi lain, Jokowi lebih suka menyebut Pemilu sebagai pesta demokrasi. Sudah tentu dalam sebuah pesta, kita harus bergembira, menikmati event langka yang hanya digelar sekali dalam lima tahun ini.

Tapi suka atau tidak, tampaknya nuansa peperangan semakin kental terasa. Harus diakui, sangat sulit mengajak para serdadu meletakkan senjata, turut menikmati hidangan pesta. Di sisi lain, ketika sekelompok orang asik berpesta, tiba-tiba datang rombongan yang mengajak berperang, hanya ada dua pilihan, yaitu melawan atau membubarkan pesta. Itulah perumpamaan yang terlihat dalam pesta demokrasi kita kali ini.

Di kubu Prabowo sendiri, semangat perang terlihat jelas dalam potongan video orasi di film dokumenter Batas Panggung. Dalam film yang beredar beberapa hari belakangan itu, Prabowo gamblang menjelaskan bahwa strategi bersifat bebas nilai, bisa mengabaikan kebenaran dan kebaikan universal. Dia mencontohkan satu poin strategi yang menganjurkan kita untuk menjarah rumah orang yang kebakaran. Dalam nilai kebaikan universal, tidak mengambil barang yang bukan hak, serta membantu orang kesusahan adalah suatu kewajiban. Tapi, dalam rumus strategi Prabowo, kita boleh menentang kebaikan universal itu demi mencapai tujuan.

Poin pemikiran Prabowo itu menunjukkan bahwa bagi dia, tak ada cara yang salah untuk mencapai tujuan. Jika ingin kaya, boleh merampok orang lain, asal tak ketahuan. Caranya, rampoklah orang yang sedang lengah, yang tak mampu memergoki aksi perampokan itu. Ingin jadi pemimpin, boleh menipu orang asal tak ketahuan. Caranya, menipu orang sambil menebar berita bahwa si korban itu adalah seorang penipu. Boleh juga memfitnah orang, asal tak ketahuan. Caranya, menyebarkan berita bahwa si korban adalah tukang fitnah. Menghalalkan segala cara, maling teriak maling, itulah dua frase yang tepat untuk menggambarkan strategi Prabowo dalam Pilpres kali ini. Kejam sekali kan?

Kalau ditinjau dari nilai moralitas universal, memang sangat kejam. Tapi, dalam rumus “ilmu strategi” yang dianut Prabowo, itu tidak kejam. Dalam rumus itu, tak ada istilah benar dan salah, yang ada hanya menang dan kalah. Dia sudah sangat biasa menjalankan prinsip itu dalam karir, bisnis, politik dan berbagai persoalan lain hidupnya. Persoalannya, dalam Pilpres dia tak mungkin berjalan sendiri. Dia butuh tim besar untuk mendukung setiap geraknya guna memenangkan pesta demokrasi ini. Lalu, bagaimana agar orang-orang dalam timnya juga bisa menerapkan rumus strategi Prabowo? Bagaimana agar para pengikutnya bisa mengikuti dia, menghalalkan segala cara untuk mencapai kemenangan?

Simple, yaitu mengkondisikan agar Pilpres 2014 ini menjadi layaknya sebuah perang. Di dalam perang, segala sesuatu dikerucutkan menjadi dua opsi hitam putih. Di sana hanya ada kawan dan lawan, menang dan kalah, hidup dan mati, loyalis dan penghianat, dan seterusnya. Pertama-tama, untuk membentuk pasukan yang solid, diperlukan satu doktrin untuk para pengikutnya. Dalam kerangka inilah Prabowo memainkan para ulama untuk mengeluarkan fatwa haram memilih Jokowi. Bagi yang non muslim, Prabowo pun mengeluarkan doktrin yang seolah-olah Indonesia akan runtuh jika tak dipimpin Prabowo, maka dia buat slogan Selamatkan Indonesia. Doktrin-doktrin itu otomatis membuat klaim kebenaran bahwa Prabowo berada di kubu Tuhan, sementara Jokowi musuh Tuhan.

Setelah nilai pembenaran terbentuk, langkah kedua Prabowo yaitu dengan membuat sistem komando terhadap timnya. Sistem ini biasa diterapkan dalam strategi militer, di mana semua kekuatan terpusat pada satu perintah atasan. Dengan begitu, para pendukung prabowo akan menjalankan segala gerakannya secara serempak dan terpimpin. Ketika komando memberi instruksi untuk melakukan kampanye hitam, maka seluruh timnya akan menebar kampanye hitam kepada Jokowi. Ketika komando memberi instruksi untuk menghujat, seluruh tim akan menghujat Jokowi. Begitu juga ketika komando memerintahkan timnya untuk bersikap simpatik, maka seluruh tim akan berlaku simpatik. Itulah strategi perang yang diterapkan Prabowo.

Ada satu hal yang menarik untuk diamati, dalam satu bulan terakhir, semenjak prahara resmi menjadi pasangan kandidat, mereka sangat agresif melakukan penyerangan. Strategi itu dijalankan dengan mengumbar kampanye hitam untuk menjelek-jelekkan Jokowi. Anehnya, semua materi kampanye hitam kubu Prahara itu sebenarnya cerminan dari perilaku tim Prabowo sendiri. Kita ambil tiga contoh kampanye hitam yang sangat nyaring diteriakkan, bahwa Jokowi haus kekuasaan, Jokowi main pencitraan, pendukung Jokowi adalah tukang fitnah.

Faktanya, Prabowo menghabiskan dana trilyunan untuk iklan-iklan gerindra dan dirinya. Video Prabowo yang menolak ajakan Jokowi berpelukan, tapi bersikap seolah sangat akrab di atas panggung sangat jelas menunjukkan aksi pencitraan Prabowo. Selain itu, kita semua tahu keberadaan akun-akun seperti @ronin1946, @triomacan2000, @pkspiyungan dan kawan-kawan yang gencar menebar fitnah, kampanye hitam buat Jokowi. Mulai dari tuduhan Jokowi kristen, asal-usulnya tak jelas, dan tuduhan lain yang tak ada buktinya. Singkat kata, semua dosa yang dituduhkan tim Prabowo terhadap Jokowi sebenarnya adalah dosa-dosa yang mereka lakukan sendiri. Justru untuk menutup aibnya itulah, Prabowo dan timnya mengumbar kabar secara masif bahwa Jokowi adalah pelaku semua dosa itu.

Sekarang kita bayangkan, ada seseorang berjalan sendiri, dan tiba-tiba dijambret sekelompok penjambret yang terdiri lima orang. Si korban berusaha melawan, tapi lima jambret itu kompak meneriaki si korban sebagai pelaku penjambretan. Dalam kondisi itu, bisa jadi orang lain yang tak tahu persis peristiwa itu akan terbawa provokasi dan justru memukuli si korban penjambretan. Kita ambil contoh lain, ketika orang-orang ramai menikmati makan siang di lantai tiga sebuah gedung. Tiba-tiba, seseorang lari turun dari lantai empat sambil berteriak ada teroris menguasai lantai atas. Saat itu, mungkin orang-orang belum percaya. Tapi, ketika beberapa detik kemudian ada orang lain menyusul sambil berteriak serupa, lalu disusul orang lain yang lebih banyak melakukan hal serupa, mungkin orang-orang yang tengah makan siang itu akan mengikuti mereka, lari menyelamatkan diri. Padahal, itu adalah aksi terorganisir sekelompok orang untuk menjarah barang-barang yang ditinggal orang-orang yang tengah menikmati santap siang itu.

Jadi tak usah heran, kalau selama ini pendukung Jokowi memberi kritik atau kampanye negatif terhadap Prabowo, para bigot Prabowo akan cepat mengatakan bahwa itu fitnah, black campaign, dan seterusnya. Maksud mereka, yaitu mempengaruhi orang yang belum tahu persis siapa Jokowi, siapa Prabowo untuk turut membenci Jokowi. Dalam strategi perang, semua tindakan musuh adalah serangan yang harus ditangkis dan dibalas lebih keras. Strategi offensif ini yang diterapkan Prabowo dan para pendukungnya selama satu bulan lalu. Namun, di sisi lain, Prabowo sendiri menerapkan strategi simpatik, sehingga dia akan terkesan aman dari semua dosa-dosa kampanye.

Dan tampaknya, dia akan merubah strateginya dalam setengah bulan terakhir menjelang pemungutan suara. Sistem komando perang Prabowo mulai memberikan instruksi agar para pendukungnya bersikap lebih simpatik. Tentu, strategi defensif ini bukan berarti tanpa penyerangan. Mereka justru akan menyerang dengan cara lebih halus. Setelah sebulan penuh tim prabowo menyerang kubu Jokowi habis-habisan, sehingga berhasil memancing emosi para pendukung Jokowi, sekarang mereka menerapkan strategi yang terkesan lebih simpatik. Bagi para pendukung Jokowi yang didominasi komunitas relawan, mungkin strategi semacam ini tak selalu terlihat dengan jelas. Strategi perang Prabowo hanya akrab bagi kalangan militer, profesional yang bergerak dengan sistem berbayar. Tanpa memahami strategi Prabowo, bisa saja para relawan Jokowi terseret skenario yang sengaja disusun dalam strategi perang Prabowo.

Dalam kondisi ini, setidaknya beberapa hal perlu digarisbawahi para relawan pendukung Jokowi:

1. Penekanan dukungan pada faktor-faktor obyektif, logis rasional, di mana data-data positif dan negatif kandidat harus benar-benar teruji dan jelas sumbernya.

2. Tetap menggunakan pendekatan empati, di mana Jokowi jauh lebih terbukti keteladanan dan keberpihakannya terhadap rakyat kecil, dan rakyat Indonesia secara umum. Logika bisa dipelintir, tapi empati lebih sulit dibohongi.

3. Tetap menganggap Pemilu sebagai pesta demokrasi, di mana kita terlibat untuk bergembira, sambil menyantap hidangan politik yang mendidik. Dalam pesta demokrasi, ada aroma dialog, diskusi, bahkan perdebatan. Tetaplah diskusi sambil tertawa, tak perlu terpancing emosi, karena ini adalah pesta, bukan perang.

Perlu penekanan, bahwa militansi tak harus emosi. Indonesia lebih membutuhkan cara-cara kreatif dan cerdas, dari pada saling umpat, hujatan amarah dan kedengkian. Jika selama ini ada pepatah latin berbunyi civis pacem, para bellum, jika ingin damai bersiaplah untuk berperang. Kali ini kita akan buat pepatah baru, “Jika ada yang mengajak berperang, kita jawab saja dengan perdamaian.” Peace, salam dua Jari.

http://nasional.kompas.com/read/2014...rategi.Perang.

http://pemilu.tempo.co/read/news/201...ais-Berlebihan

http://www.merdeka.com/pemilu-2014/j...ketakutan.html

[youtube]oEyIHBseRuY

http://wartatimur.com/ada-fatwa-hara...jokowi-jk.html

http://indonesia-baru.liputan6.com/r...rang-jokowi-jk

http://m.news.viva.co.id/news/read/1...di_di_yordania[/youtube]
0
1.9K
1
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan