- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Giliran Warren Doull, Journalis Asing di Hong Kong yang misuh-misuhi Prabowo


TS
shantikem
Giliran Warren Doull, Journalis Asing di Hong Kong yang misuh-misuhi Prabowo

source: http://asiancorrespondent.com/124298...atile-package/
Media Hongkong Sebut Indonesia Akan Dapat Kado Pergolakan jika Prabowo Presiden
Tue, 01/07/2014 - 15:35 WIB
RIMANEWS- Media yang berbasis di Hongkong Asia Sentinel dalam salah satu artikelnya, Senin (30/6), menyebut Indonesia akan mendapat kado pergolakan andai Prabowo menjadi presiden. Media yang fokus pada pemberitaan yang bersifat analisis ini menilai bahwa masa lalu Prabowo di militer menjadi sebab utama.
Bahkan, penulisnya, Warren Doull, dengan tajam menyebut bahwa kampanye Prabowo sukses menenggelamkan sejumlah isu terkait masa lalunya itu. Dalam laporannya, Swarren menyebut sang jenderal berhasil mengontrol kritik dan persepsi publik terhadap dirinya.
Warren mengatakan prabowo basah dengan ketidakpatuhan kepada atasan dan melakukan pelanggaran HAM demi kekuasaan pribadi. Dia secara tegas mengkhawatirkan tindakan Prabowo, sekiranya menjadi presiden, akan berlanjut. Dia juga menyebut Prabowo sebagai sosok yang berbahaya.
Untuk menyebut tuduhan negatif kepada Prabowo, Warren menulis peristiwa penculikan aktivis pada1997-1998. Selain itu, pada September 1983 di Timor Timur, banyak orang meyakini Prabowo ada dibalik pembantaian di sebuah desa bernama Kraras. Di desa tersebut, tentara Indonesia dituduh membantai 287 penduduk, sebagai upaya balas dendam atas disersi tentara Timor dari kesatuan tentara Indonesia.
Tuduhan mengarah ke Prabowo karena beberapa warga tetangga desa tersebut mengenal dua tentara yang menjadi body guard Pabowo sebagai pemberi perintah.
Beberapa tahun kemudian, Prabowo diberitakan diwawancara secara khusus oleh seorang jurnalis asal Amerika, Allan Nairn. Dalam wawancara tersebut, Prabowo dikatakan mengeluarkan pernyataan bahwa pembunuhan warga sipil itu boleh asalkan “di sebuah desa yang tidak diketahui siapa pun, bukan di ibukota provinsi.” Prabowo juga disebut pernah mengatakan bahwa Indonesia belum siap dengan demokrasi.
Pada November 1991, sekitar 200 warga Timor tak bersenjata ditembak pada sebuah prosesi pemakaman di Santa Cruz. Tim pencari fakta yang dipimpin Jenderal Faisal Tanjung mengatakan yang bertanggungjawab adalah komandan wilayah Bali, Jenderal Sintong Panjaitan, dan komandan Dili, Rudy Warouw.
Akan tetapi, Sintong menegaskan bahwa para pelayat ditembaki oleh pasukan tak dikenal yang tidak di bawah komando Warouw. Sintong mengatakan bahwa menjelang pembantaian, Prabowo sering mengunjungi Dili walaupun dia tidak lagi bertugas di sana. Sintong menuding Prabowo merencanakan aksi tersebut untuk menghancurkan karirnya.
Warren juga menyebut kekhawatiran mantan Presiden Habibie bahwa Prabowo pernah merencanakan kudeta, ketika prabowo tidak mematuhi perintah atasannya, yaitu Wiranto, supaya tidak memobilisasi pasukan di Jakarta Pusat.
Warren lebih lanjut mempertanyakan mengapa banyak pensiunan jenderal tidak mendukung Prabowo yang berlatar belakang militer. Dia juga menulis bahwa keluarga Suharto pun tak berpihak padanya. Pada 20 Mei 1998 ketika berkunjung ke keluarga Suharto, Mamiek Suharto dikabarkan menghardik Prabowo, “Pengkhianat kamu. Jangan pernah injakkan kaki di rumahku lagi.”
Pernikahan Prabowo dengan Titiek yang kandas juga disnyalir karena “alasan politis.”
“Jika begitu banyak orang dari latar belakang berbeda tidak berpihak ke Prabowo, sepertinya tidak mungkin ini merupakan konspirasi tunggal untuk melawannya. Sepertinya hal tersebut karena mereka memiliki alasan yang baik untuk tidak mempercayainya,” tulis Warren.
http://www.rimanews.com/read/2014070...abowo-presiden

source: http://online.wsj.com/articles/widod...ncy-1404083047
Wall Street Journal: Jokowi Dulu Merajai, Kini Terseok
Selasa, 1 Juli 2014 − 17:46 WIB
JAKARTA - Media asing sepertinya terus mengamati perkembangan politik antara dua kandidat presiden menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 mendatang.
Setelah The Sydney Morning Herald, kini media Amerika Serikat, Wall Street Journal (WSJ), ikut mengulasnya. Dalam pemberitaan tanggal 29 Juni lalu, WSJ mengulas elektabilitas Joko Widodo (Jokowi).
Artikel berjudul, Widodo's Polls Lead Drops in Bid for Indonesia Presidency, WSJ menyoroti elektabilitas Jokowi yang kian waktu terus merosot. Tiga bulan lalu, hasil survei elektabilitas menunjukkan Jokowi jauh memimpin 25 poin dari pesaingnya, Prabowo Subianto. Kini, perbedaan itu kian tipis.
”Sampai-sampai pasar telah memposisikan (Joko Widodo) menang. Ada asumsi yang menyudutkan Prabowo yang disebut tidak bisa duduk nyaman dengan investor,” kata Wellian Wiranto, ekonom dari OCBC Bank, Singapura, seperti dikutip dari WSJ, Minggu 29 Juni lalu.
WSJ memberitakan, merosotnya elektabilitas Jokowi karena berbagai faktor. Salah satunya karena diisukan dia keturunan etnis China dan beragama non-muslim. Kemudian pamor Jokowi di media televisi mulai pudar. Media televisi kini cenderung bergeser ke capres Prabowo.
Merosotnya elektabilitas Jokowi ditengarai tak lepas dari kesalahan cara Timses Jokowi mematahkan serangan kampanye hitam. Misalnya menyebarkan fotokopi buku nikah Jokowi dan istrinya yang terbukti bukan etnis China. Kemudian, menyebarkan foto-foto Jokowi ketika berziarah ke Mekkah sebagai bukti Jokowi muslim.
Di sisi lain, Tim Prabowo tegas membantah sebagai pihak yang melakukan kampanye hitam kepada Jokowi. Upaya tim Jokowi untuk melawan berbagai kampanye hitam itu, dianggap sebagai salah langkah.
”Aturan nomor 1 dalam kampanye, jangan biarkan musuh ikut menentukan agenda Anda. Dia (Jokowi) masuk dalam perangkap itu,” kata Marcus Mietzner dari pakar dari Australian National University.
Menurut WSJ, merosotnya elektabilitas Jokowi juga disebabkan pudarnya kepercayaan para pemilih di perkotaan. Mereka mempertanyakan reputasi Jokowi yang tidak tuntas melakukan program-programnya.
Misal, proyek monorel pembangunan waduk di pinggir Jakarta untuk mengatasi permasalahan banjir di Ibu Kota, yang tidak ada kabarnya lagi. Sementara proyek MRT dikabarkan tertunda karena permasalahan pembebasan lahan.
"Mungkin lebih baik Pak Jokowi tetap menjadi gubernur untuk menuntaskan janji-janjinya. Kalau dia sudah bisa membuktikan janjinya, dia bisa mencalonkan diri Pilpres berikutnya," tutur salah seorang pekerja di Jakarta yang dikutip WSJ.
Sementara di sisi lain, Prabowo berhasil memosisikan dirinya sebagai capres yang tegas dan berpandangan luas. Rencananya membangun jalan, kilang minyak, pembangkit listrik, dan membuat Indonesia swasembada pangan dalam waktu 20 tahun mendatang, sangat mempengaruhi pemilih.
Prabowo juga didukung pemilik jaringan media yang juga pimpinan partai politik. "Tren pemilih mengarah ke Prabowo. Jokowi kehilangan pemilih dengan cepat," kata Doug Ramage, Analis Politik BowerGroupAsia Jakarta.
http://pemilu.sindonews.com/read/878...i-kini-terseok
-----------------------------
Ini jelas wartawan asing panastak yang kagak paham peta politik dalam negeri Indonesia mutakhir. Sebaliknya media utama di AS seperti 'Wall Street Journal (WSJ)', justru lebih mutakhir melaporkan perkembangan Pilpres di Indonesia itu

0
4.9K
29


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan