- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Kemandirian itu butuh perjuangan dan harus dipaksakan Bung !!


TS
denyrosadi
Kemandirian itu butuh perjuangan dan harus dipaksakan Bung !!
Kemandirian itu butuh perjuangan dan harus dipaksakan, karena memang cuma terpaksa itulah jalan satu-satunya yg mendorong semangat saya. Saya yg menjalani keterpaksaan itu amat menderita, yg memaksa itupun tak kalah menderita. Yakin, tak ada orangtua yg menginginkan anaknya menderita.
Saya pernah dalam posisi terpaksa, terpaksa ikut orang, terpaksa ikut saudara, dan terpaksa ikut kerja paksa. Benar-benar kerja paksa. Terpaksa, karena pekerjaan lain sepertinya tidak ada untuk saya yg hanya lulusan SMK saat itu. Pekerjaanya berat, angkat-angkat dus dan galon setiap hari, sering masuk angin, tidak bergengsi, kecil upahnya, panjang waktunya, singkat istirahatnya, dan acak adut hari liburnya. Hari raya pun tidak boleh libur, usai sholat Ied, jam 9 wajib buka toko. Saking beratnya, saya hanya kuat bekerja selama 3 bulan saja. Dengan penuh keyakinan saya akhirnya memajukan diri (bukan mengundurkan diri), karena mimpi saya ingin maju saat itu, Itupun masih juga direpotkan dengan urusan pengambilan ijazah yg ditahan pihak outsourcing saat itu. Dengan gagah saya buat surat resign, saya pede keluar tanpa gaji, pede tapi sengsara.
Saya pernah ikut paman hanya agar bisa numpang tidur dan makan di Karawang. Rasanya nggak enak sekali. Tidur tidak tenang karena harus bangun tepat waktu, makan tidak tenang, karena tidak boleh banyak-banyak. Saya pernah bekerja dengan pekerjaan yang tidak saya senangi. Rasanya menderita. Karena tidak senang dengan pekerjaan itu, saya jadi tidak senang dengan orang-orang disekitarnya. Maka double lah penderitaan saya. Tersiksa dalam pekerjaan, tersiksa dalam pertemanan.
Dari semua kejadian itu saya mengambil ibroh, karena baru jelas sebanarnya dibalik keterpaksaan-keterpaksaan itu. Ia adalah modal hidup. Kerja 3 bulan di retail adalah elemen dasar hidup di kemudian hari sampai dengan posisi saya hari ini.
Photo credit by : wallseemly
Saya pernah dalam posisi terpaksa, terpaksa ikut orang, terpaksa ikut saudara, dan terpaksa ikut kerja paksa. Benar-benar kerja paksa. Terpaksa, karena pekerjaan lain sepertinya tidak ada untuk saya yg hanya lulusan SMK saat itu. Pekerjaanya berat, angkat-angkat dus dan galon setiap hari, sering masuk angin, tidak bergengsi, kecil upahnya, panjang waktunya, singkat istirahatnya, dan acak adut hari liburnya. Hari raya pun tidak boleh libur, usai sholat Ied, jam 9 wajib buka toko. Saking beratnya, saya hanya kuat bekerja selama 3 bulan saja. Dengan penuh keyakinan saya akhirnya memajukan diri (bukan mengundurkan diri), karena mimpi saya ingin maju saat itu, Itupun masih juga direpotkan dengan urusan pengambilan ijazah yg ditahan pihak outsourcing saat itu. Dengan gagah saya buat surat resign, saya pede keluar tanpa gaji, pede tapi sengsara.
Saya pernah ikut paman hanya agar bisa numpang tidur dan makan di Karawang. Rasanya nggak enak sekali. Tidur tidak tenang karena harus bangun tepat waktu, makan tidak tenang, karena tidak boleh banyak-banyak. Saya pernah bekerja dengan pekerjaan yang tidak saya senangi. Rasanya menderita. Karena tidak senang dengan pekerjaan itu, saya jadi tidak senang dengan orang-orang disekitarnya. Maka double lah penderitaan saya. Tersiksa dalam pekerjaan, tersiksa dalam pertemanan.
Dari semua kejadian itu saya mengambil ibroh, karena baru jelas sebanarnya dibalik keterpaksaan-keterpaksaan itu. Ia adalah modal hidup. Kerja 3 bulan di retail adalah elemen dasar hidup di kemudian hari sampai dengan posisi saya hari ini.
Photo credit by : wallseemly

0
1.3K
2


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan