- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Surat Terbuka Kader Muhammadiyah untuk Amien Rais


TS
okbatik
Surat Terbuka Kader Muhammadiyah untuk Amien Rais
Surat Terbuka Kader Muhammadiyah untuk Amien Rais
Saya Muhammad Nur Sahid sebagai kader Muhammadiyah mempunyai kewajiban mengingatkan Pak Amien melalui surat terbuka.
Pak Amien yang terhormat, saya telah lama mengikuti pemikirannya mulai sejak di Yogyakarta sampai sekarang. Tetapi ada yang sangat mencolok perubahan Pak Amien setelah masuk partai dan mendirikan Partai Amanat Rakyat (PAN).
Dan yang perlu diingatkan saat Pilpres 2014. Pak Amien dalam pernyataannya tidak konsisten. Pada awalnya mengkritik Jokowi dengan tudingan kader PDIP itu tidak beres dalam mengatasi masalah kemiskinan di Solo.
Tak lama berselang, Pak Amien menilai Jokowi sangat cocok berpasangan dengan Hatta Rajasa di Pilpres 2014. Pak Amien tentu masih ingat pelajaran yang disampaikan di Pondok Pesantren Mahasiswa Budi Mulya, bagaimana ciri-ciri munafik itu. Apakah Pak Amien masuk dalam kategori ciri-ciri munafik? Biar masyarakat yang menilai.
Terus terang, secara pribadi saya tidak punya urusan dengan Pak Amien. Justru Pak Amien lah yang banyak membantu saya secara keuangan waktu saya jadi mahasiswa.
Pak Amien juga yang mendorong saya aktif di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Saya sudah ikut pelatihan kader IMM sampai Darul Arqom Madya (DAM). Saat ini, DPD IMM melaksanakan DAM di Wisma Djasman Al Kindi Kaliurang Yogyakarta. Banyak bantuan keuangan dari Pak Amien maupun tokoh-tokoh Muhammdiyah lainnya sehingga acara itu bisa berlangsung.
Pak Amien itu orang suka membantu orang. Mahasiswa yang datang ke rumahnya termasuk saya selalu ditanya masalah keuangan. Kebetulan saya banyak dibantu bidang pendidikan oleh Muhammadiyah, maka sebagai kader saya pun sering silaturahim.
Hubungan saya dengan Pak Amien dimulai 1990-an, saat itu Pak Amien masih "galak-galaknya" dengan Rezim Soeharto. Beliau selalu mengusung kalimat suksesi nasional saat ceramah di kampus-kampus.
Memang, di kalangan kader Muhammadiyah banyak yang menyayangkan anak-anak Pak Amien. Mas Hanafi sejak muda tidak pernah ikut organisasi Muhammadiyah baik IMM, Pemuda Muhammadiyah, IRM.
Begitu juga saat Mas Hanafi jadi mahasiswa Hubungan Internasional (HI) UGM sama sekali tidak aktif di UGM. Padahal waktu itu, IMM UGM membutuhkan sosok seperti Mas Hanafi.
Mas Hanafi lebih banyak berkutat dengan akademis dan diskusi. Ia pun kerap menjadi pembica diskusi di kalangan IMM, tetapi tidak mau masuk organisasi IMM.
Selain itu, Pak Amien melakukan blunder politik dengan memaksakan Mas Ahmad Mumtaz menjadi caleg 2009-2014. Saat itu menjadi Caleg daerah Dapil Jateng VIII meliputi Banyumas dan Cilacap.
Selama di Senayan, Mas Mumtaz tidak terdengar suaranya. Begitu pula saat rapat-rapat di komisi, Mas Mumtaz tidak banyak usul.
Nampaknya, Pak Amien terlalu memaksakan agar anaknya bisa meneruskan karir perjuangannya di dunia politik.
Mas Mumtaz masuk PAN sangat instan dan terlibat dalam perdebatan di internal yang sangat kuat, termasuk gesekan. Mas Mumtaz hanya menumpang nama besar bapaknya di PAN.
Pak Amien pun berupaya menaikkan anaknya Mas Hanafi menjadi pemimpin lokal jadi calon wali kota Yogyakarta. Mas Hanafi maju calon Walikota Yogyakarta 2011.
Kalau dilihat kampanyenya sangat luar biasa. Berbagai macam acara banyak yang diadakan selalu ada hadiah menarik seperti sepeda motor.
Saat itu saya pun bertanya-tanya duit dari mana Mas Hanafi bisa berkampanye yang ditaksir mencapai miliaran rupiah, padahal dia khan hanya dosen UGM.
Kabarnya masuknya Hanafi jadi dosen Fisipol UGM karena bapaknya yang juga sesepuh Fisipol UGM.
Setelah gagal jadi wali kota Yogyakarta, Mas Hanafi mencoba peruntungan menjadi anggota DPR.
Mas Hanafi berhasil masuk ke senayan dengan suaranya yang sangat menyakinkan 197.915 untuk kota yogya. Gunung Kidul, Kulonprogo, Sleman, dan Bantul.
Tetapi kemenangan Mas Hanafi ternoda dengan ditemukan uang Rp510 juta yang diduga sebagai money politics.
Saya pun geleng-geleng kepala, kampanye Mas Hanafi itu ditaksir menghabiskan miliaran rupiah. Uangnya dari mana? Selama ini pekerjaannya hanya dosen UGM.
Saya pun masih menunggu kiprah Mas Hanafi di pentas nasional di Gedung Wakil Rakyat. Atau jangan-jangan Mas Hanafi mengikuti jejak adiknya Mas Mumtaz yang tidak terdengar suaranya?
Billahi Fii Sabiilil Haq Fastabiqul Khoirot
Muhammad Nur Sahid
Pinggiran Jawa Tengah, 2 Juli 2014
sumber
Saya Muhammad Nur Sahid sebagai kader Muhammadiyah mempunyai kewajiban mengingatkan Pak Amien melalui surat terbuka.
Pak Amien yang terhormat, saya telah lama mengikuti pemikirannya mulai sejak di Yogyakarta sampai sekarang. Tetapi ada yang sangat mencolok perubahan Pak Amien setelah masuk partai dan mendirikan Partai Amanat Rakyat (PAN).
Dan yang perlu diingatkan saat Pilpres 2014. Pak Amien dalam pernyataannya tidak konsisten. Pada awalnya mengkritik Jokowi dengan tudingan kader PDIP itu tidak beres dalam mengatasi masalah kemiskinan di Solo.
Tak lama berselang, Pak Amien menilai Jokowi sangat cocok berpasangan dengan Hatta Rajasa di Pilpres 2014. Pak Amien tentu masih ingat pelajaran yang disampaikan di Pondok Pesantren Mahasiswa Budi Mulya, bagaimana ciri-ciri munafik itu. Apakah Pak Amien masuk dalam kategori ciri-ciri munafik? Biar masyarakat yang menilai.
Terus terang, secara pribadi saya tidak punya urusan dengan Pak Amien. Justru Pak Amien lah yang banyak membantu saya secara keuangan waktu saya jadi mahasiswa.
Pak Amien juga yang mendorong saya aktif di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Saya sudah ikut pelatihan kader IMM sampai Darul Arqom Madya (DAM). Saat ini, DPD IMM melaksanakan DAM di Wisma Djasman Al Kindi Kaliurang Yogyakarta. Banyak bantuan keuangan dari Pak Amien maupun tokoh-tokoh Muhammdiyah lainnya sehingga acara itu bisa berlangsung.
Pak Amien itu orang suka membantu orang. Mahasiswa yang datang ke rumahnya termasuk saya selalu ditanya masalah keuangan. Kebetulan saya banyak dibantu bidang pendidikan oleh Muhammadiyah, maka sebagai kader saya pun sering silaturahim.
Hubungan saya dengan Pak Amien dimulai 1990-an, saat itu Pak Amien masih "galak-galaknya" dengan Rezim Soeharto. Beliau selalu mengusung kalimat suksesi nasional saat ceramah di kampus-kampus.
Memang, di kalangan kader Muhammadiyah banyak yang menyayangkan anak-anak Pak Amien. Mas Hanafi sejak muda tidak pernah ikut organisasi Muhammadiyah baik IMM, Pemuda Muhammadiyah, IRM.
Begitu juga saat Mas Hanafi jadi mahasiswa Hubungan Internasional (HI) UGM sama sekali tidak aktif di UGM. Padahal waktu itu, IMM UGM membutuhkan sosok seperti Mas Hanafi.
Mas Hanafi lebih banyak berkutat dengan akademis dan diskusi. Ia pun kerap menjadi pembica diskusi di kalangan IMM, tetapi tidak mau masuk organisasi IMM.
Selain itu, Pak Amien melakukan blunder politik dengan memaksakan Mas Ahmad Mumtaz menjadi caleg 2009-2014. Saat itu menjadi Caleg daerah Dapil Jateng VIII meliputi Banyumas dan Cilacap.
Selama di Senayan, Mas Mumtaz tidak terdengar suaranya. Begitu pula saat rapat-rapat di komisi, Mas Mumtaz tidak banyak usul.
Nampaknya, Pak Amien terlalu memaksakan agar anaknya bisa meneruskan karir perjuangannya di dunia politik.
Mas Mumtaz masuk PAN sangat instan dan terlibat dalam perdebatan di internal yang sangat kuat, termasuk gesekan. Mas Mumtaz hanya menumpang nama besar bapaknya di PAN.
Pak Amien pun berupaya menaikkan anaknya Mas Hanafi menjadi pemimpin lokal jadi calon wali kota Yogyakarta. Mas Hanafi maju calon Walikota Yogyakarta 2011.
Kalau dilihat kampanyenya sangat luar biasa. Berbagai macam acara banyak yang diadakan selalu ada hadiah menarik seperti sepeda motor.
Saat itu saya pun bertanya-tanya duit dari mana Mas Hanafi bisa berkampanye yang ditaksir mencapai miliaran rupiah, padahal dia khan hanya dosen UGM.
Kabarnya masuknya Hanafi jadi dosen Fisipol UGM karena bapaknya yang juga sesepuh Fisipol UGM.
Setelah gagal jadi wali kota Yogyakarta, Mas Hanafi mencoba peruntungan menjadi anggota DPR.
Mas Hanafi berhasil masuk ke senayan dengan suaranya yang sangat menyakinkan 197.915 untuk kota yogya. Gunung Kidul, Kulonprogo, Sleman, dan Bantul.
Tetapi kemenangan Mas Hanafi ternoda dengan ditemukan uang Rp510 juta yang diduga sebagai money politics.
Saya pun geleng-geleng kepala, kampanye Mas Hanafi itu ditaksir menghabiskan miliaran rupiah. Uangnya dari mana? Selama ini pekerjaannya hanya dosen UGM.
Saya pun masih menunggu kiprah Mas Hanafi di pentas nasional di Gedung Wakil Rakyat. Atau jangan-jangan Mas Hanafi mengikuti jejak adiknya Mas Mumtaz yang tidak terdengar suaranya?
Billahi Fii Sabiilil Haq Fastabiqul Khoirot
Muhammad Nur Sahid
Pinggiran Jawa Tengah, 2 Juli 2014
sumber
0
3.4K
24


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan