- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Serba-Serbi Urban Lejen/Riddle


TS
edosaysgrazie
Serba-Serbi Urban Lejen/Riddle


Quote:

URBANLEJEN sejatinya diambil dari kata urban legend dalam pengucapan bahasa Indonesia, yang berarti sebuah legenda perkotaan, mitos, kisah, atau cerita yang sementara berkembang di masyarakat. Sebuah bentuk dari cerita rakyat modern yang tidak harus atau mungkin dipercaya kebenarannya.
URBAN RIDDLE sendiri sama seperti cerita seram biasa, cuman di riddle sendiri letak kengerianya tersembunyi. jadi ente harus nemuin letak kengerian tersebut dengan membaca cerita itu dengna teliti. Oke cekidot guys :3.
Spoiler for CONTOH BEBERAPA URBAN LEJEN:
Spoiler for Telepon Misterius:
Telepon Misterius

Suatu sore yang hujan ketika saya di rumah, saya melihat ibu sedang bergegas keluar.
“Apa yang kau lakukan? Paman baru saja meninggal. Ayo cepat! Kita pergi.” Katanya
Apa? Paman kenapa? Saya terheran-heran, tapi saya mulai ikut bergegas seperti yang disuruhnya. Kemudian telepon berdering.
“Halo? Siapa ini?”
Di belakangku saya mendengar ibu hanya menggumam sesuatu sendiri dan mendengar langkahnya mondar-mandir.
“Halo? Ini saya. Jangan panik, dengar …”
Suara seseorang di ujung telepon, berbicara seolah dia sangat terburu-buru.
Mm … siapa orang ini? Suaranya terdengar aneh jika dia hanya ingin memberitahu tentang kematian pamanku. Dan suara itu terdengar familiar.
“Ibulah yang sudah meninggal! Jangan menoleh, oke? Jangan pernah menoleh sampai saya tiba di sana!”
Oh … suara ini suara kakakku. Sekarang saya tahu bahwa suara itu adalah suara kakakku yang meninggal tahun lalu karena kecelakaan.
Tubuhku membeku dan saya tidak bisa bergerak sedikit pun. Apa yang terjadi? Keheningan mendadak tercipta di sekelilingku dan tidak ada suara berisik apa pun seperti sebelumnya.
“Apa yang kau lakukan? Cepat, bergegaslah … (untuk mati) …”
Sebuah suara berbisik di telingaku dan saya kemudian tidak sadarkan diri. Saya tidak ingat lagi apa yang terjadi berikutnya, yang saya tahu saya ditemukan terbaring di depan telepon rumahku. Ibu mengguncang tubuhku agar sadar dan mengatakan padaku bahwa dia baru saja pulang setelah keluar dengan temannya.
Jadi siapa orang yang tadi bersamaku di rumah? Dan suara itu benar-benar suara dari kakak – yang sudah meninggal.
“Apa yang kau lakukan? Paman baru saja meninggal. Ayo cepat! Kita pergi.” Katanya
Apa? Paman kenapa? Saya terheran-heran, tapi saya mulai ikut bergegas seperti yang disuruhnya. Kemudian telepon berdering.
“Halo? Siapa ini?”
Di belakangku saya mendengar ibu hanya menggumam sesuatu sendiri dan mendengar langkahnya mondar-mandir.
“Halo? Ini saya. Jangan panik, dengar …”
Suara seseorang di ujung telepon, berbicara seolah dia sangat terburu-buru.
Mm … siapa orang ini? Suaranya terdengar aneh jika dia hanya ingin memberitahu tentang kematian pamanku. Dan suara itu terdengar familiar.
“Ibulah yang sudah meninggal! Jangan menoleh, oke? Jangan pernah menoleh sampai saya tiba di sana!”
Oh … suara ini suara kakakku. Sekarang saya tahu bahwa suara itu adalah suara kakakku yang meninggal tahun lalu karena kecelakaan.
Tubuhku membeku dan saya tidak bisa bergerak sedikit pun. Apa yang terjadi? Keheningan mendadak tercipta di sekelilingku dan tidak ada suara berisik apa pun seperti sebelumnya.
“Apa yang kau lakukan? Cepat, bergegaslah … (untuk mati) …”
Sebuah suara berbisik di telingaku dan saya kemudian tidak sadarkan diri. Saya tidak ingat lagi apa yang terjadi berikutnya, yang saya tahu saya ditemukan terbaring di depan telepon rumahku. Ibu mengguncang tubuhku agar sadar dan mengatakan padaku bahwa dia baru saja pulang setelah keluar dengan temannya.
Jadi siapa orang yang tadi bersamaku di rumah? Dan suara itu benar-benar suara dari kakak – yang sudah meninggal.
Spoiler for “Unsolved Mystery No. 108 – The Bite Marks”:
“Unsolved Mystery No. 108 – The Bite Marks”

Pada bulan Mei 1951, sebuah peristiwa aneh terjadi di kota Manila di Filipina. Suatu malam, seorang petugas kepolisian sedang berpatroli ketika dia bertemu dengan seorang anak gadis berusia 18 tahun yang tersandung di sebuah jalan. Gadis itu mengenakan pakaian yang tipis dan kelihatan sedang berbicara sendiri. Dia mendengar gadis itu mengatakan, “Tolong aku! Tolong aku! Seseorang menggigitku!”
Polisi itu mencurigai gadis itu tengah dalam pengaruh obat-obatan dan mengalami halusinasi, jadi dia menahannya dan membawanya ke kantor polisi. Namun, ketika dia melepaskan borgolnya dikantor dan mencoba mengambil sidik jari, gadis itu tiba-tiba berteriak.
“Dia disini! Dia disini! Tolong aku! Dia mengejarku!” tangisnya, sebelum pingsan dilantai.
Polisi itu kemudian mengangkatnya dari lantai, namun ada sesuatu yang membuatnya ketakutan. Tepat didepan matanya, sebuah bekas gigitan yang masih baru terlihat di lengan dan punggung gadis tersebut. Lukanya sangat dalam dan mengeluarkan darah. Polisi itu tidak percaya dengan apa yang dilihatnya dan segera menghubungi kepala polisinya.
Atasannya ini sangat marah karena telah diganggu ditengah malam begini. Dia bangkit dari tempat tidurnya dan langsung menuju ke kantornya untuk melihat ada masalah apa. Awalnya, dia menganggap gadis ini pasti telah menggigit dirinya sendiri, tapi ketika dia memperhatikannya secara seksama, dia kemudian menyadari bahwa bekas gigitan yang ada ditubuh gadis itu berada di tempat yang tak mungkin dijangkaunya.
“Kau tidak bisa menggigit punggungmu sendiri,” dia menggumam, seraya menggosok-gosok kepalanya.
Mereka kemudian memutuskan untuk menjaga gadis itu semalaman di kantor polisi dan menempatkannya di sebuah sel disitu. Selama sisa malam itu, seorang petugas polisi ditugaskan untuk menjaganya dan memastikan bahwa dia tidak melukai dirinya sendiri selama dibawah pengawasan kepolisian. Ketika subuh hari telah tiba, gadis itu tengah tertidur nyenyak, jadi polisi yang menjaganya itu memutuskan untuk istirahat sejenak dengan secangkir kopi.
Ketika dia baru saja menuangkan kopi dalam cangkirnya, dia mendengar gadis itu berteriak lagi.
“Dia kembali! DIA KEMBALI!”
Jeritannya sangat mengerikan dan petugas polisi itu terkejut mendengarnya sampai dia menjatuhkan kopinya. Cangkir ditangannya menghantam lantai dan dia berusaha menemukan kunci di sakunya. Teriakan dari arah sel penjara tersebut, membuatnya dia yakin bahwa gadis itu mengalami ketakutan terbesar dalam hidupnya.
Ketika polisi itu akhirnya dapat membuka pintu yang menuju ke selnya, jeritan itu terhenti. Kemudian dia menemukan gadis itu telah bermandikan darah. Lehernya tercabik-cabik dan ada bekas gigitan di seluruh leher belakangnya.
Tak lama, kepala polisi itu datang kembali ke kantornya, kali ini membawa petugas forensik untuk bersama-sama menyelidiki mayat gadis itu. Mereka berdua tidak bisa menjelaskan bagaimana dia terbunuh sementara dia berada dalam sel yang kosong. Tiap petugas di kantornya menjadi gemetar ketakutan.
Menurut legendanya, pihak kepolisian menutup peristiwa aneh ini dan menetapkan kematian gadis tersebut sebagai sebuah bunuh diri. Namun, rincian dari kasus ini tercatat di kantor kepolisian Manila dengan catatan khusus, rahasia, dan diberi judul “Unsolved Mystery No. 108 – The Bite Marks”.

Pada bulan Mei 1951, sebuah peristiwa aneh terjadi di kota Manila di Filipina. Suatu malam, seorang petugas kepolisian sedang berpatroli ketika dia bertemu dengan seorang anak gadis berusia 18 tahun yang tersandung di sebuah jalan. Gadis itu mengenakan pakaian yang tipis dan kelihatan sedang berbicara sendiri. Dia mendengar gadis itu mengatakan, “Tolong aku! Tolong aku! Seseorang menggigitku!”
Polisi itu mencurigai gadis itu tengah dalam pengaruh obat-obatan dan mengalami halusinasi, jadi dia menahannya dan membawanya ke kantor polisi. Namun, ketika dia melepaskan borgolnya dikantor dan mencoba mengambil sidik jari, gadis itu tiba-tiba berteriak.
“Dia disini! Dia disini! Tolong aku! Dia mengejarku!” tangisnya, sebelum pingsan dilantai.
Polisi itu kemudian mengangkatnya dari lantai, namun ada sesuatu yang membuatnya ketakutan. Tepat didepan matanya, sebuah bekas gigitan yang masih baru terlihat di lengan dan punggung gadis tersebut. Lukanya sangat dalam dan mengeluarkan darah. Polisi itu tidak percaya dengan apa yang dilihatnya dan segera menghubungi kepala polisinya.
Atasannya ini sangat marah karena telah diganggu ditengah malam begini. Dia bangkit dari tempat tidurnya dan langsung menuju ke kantornya untuk melihat ada masalah apa. Awalnya, dia menganggap gadis ini pasti telah menggigit dirinya sendiri, tapi ketika dia memperhatikannya secara seksama, dia kemudian menyadari bahwa bekas gigitan yang ada ditubuh gadis itu berada di tempat yang tak mungkin dijangkaunya.
“Kau tidak bisa menggigit punggungmu sendiri,” dia menggumam, seraya menggosok-gosok kepalanya.
Mereka kemudian memutuskan untuk menjaga gadis itu semalaman di kantor polisi dan menempatkannya di sebuah sel disitu. Selama sisa malam itu, seorang petugas polisi ditugaskan untuk menjaganya dan memastikan bahwa dia tidak melukai dirinya sendiri selama dibawah pengawasan kepolisian. Ketika subuh hari telah tiba, gadis itu tengah tertidur nyenyak, jadi polisi yang menjaganya itu memutuskan untuk istirahat sejenak dengan secangkir kopi.
Ketika dia baru saja menuangkan kopi dalam cangkirnya, dia mendengar gadis itu berteriak lagi.
“Dia kembali! DIA KEMBALI!”
Jeritannya sangat mengerikan dan petugas polisi itu terkejut mendengarnya sampai dia menjatuhkan kopinya. Cangkir ditangannya menghantam lantai dan dia berusaha menemukan kunci di sakunya. Teriakan dari arah sel penjara tersebut, membuatnya dia yakin bahwa gadis itu mengalami ketakutan terbesar dalam hidupnya.
Ketika polisi itu akhirnya dapat membuka pintu yang menuju ke selnya, jeritan itu terhenti. Kemudian dia menemukan gadis itu telah bermandikan darah. Lehernya tercabik-cabik dan ada bekas gigitan di seluruh leher belakangnya.
Tak lama, kepala polisi itu datang kembali ke kantornya, kali ini membawa petugas forensik untuk bersama-sama menyelidiki mayat gadis itu. Mereka berdua tidak bisa menjelaskan bagaimana dia terbunuh sementara dia berada dalam sel yang kosong. Tiap petugas di kantornya menjadi gemetar ketakutan.
Menurut legendanya, pihak kepolisian menutup peristiwa aneh ini dan menetapkan kematian gadis tersebut sebagai sebuah bunuh diri. Namun, rincian dari kasus ini tercatat di kantor kepolisian Manila dengan catatan khusus, rahasia, dan diberi judul “Unsolved Mystery No. 108 – The Bite Marks”.
Spoiler for Foto hitam Putih:
FOTO HITAM PUTIH
Foto Hitam Putih adalah cerita seram tentang sekumpulan muda-mudi yang pergi berkemah dan tanpa sengaja lewat di depan sebuah gubuk tua di pegunungan. Cerita ini berdasarkan cerita yang ada di Jepang.
Ketika saya masih sekolah, saya pergi berkemah di gunung dengan ketiga teman baikku. Setelah kami mendirikan tenda, kami berncana untuk mengarungi area sekitarnya. Setelah berjalan-jalan selama satu jam, kami mulai lelah dan langit juga sudah mulai gelap. Saat itu memang sudah waktunya untuk kembali ke kemah.
Lalu kemudian, tanpa sengaja kami melewati sebuah gubuk tua yang terbengkalai. Penasaran, kami semua memutuskan untuk memeriksanya. Ketika saya mengingat kembali tentangnya, seharusnya saat itu kami meninggalkan tempat itu begitu saja dan kembali ke kemah kami.
Gubuk tua itu sudah sangat buruk dan kayu-kayunya sudah mulai lapuk dan membusuk. Salah satu temanku mencoba untuk membuka pintunya, tapi pintu itu terasa sulit untuk dibuka. Kami semua kemudian beramai-ramai untuk menariknya dan memaksa pintunya terbuka.
Di dalam gubuk itu, debu dan sampah berserakan di lantainya. Ada sebuah meja di sana dan di sampingnya, sekumpulan kertas suratkabar tersusun di sana. Tampaknya tempat ini sudah lama tidak ditinggali pemiliknya.
Saat temanku melihat-lihat sekeliling gubuk itu, saya mengambil salah satu suratkabar yang ada di sana. Tanggalnya menunjukkan tahun 1961. Saya kemudian penasaran siapa yang tinggal di gubuk ini di tahun itu.
Saya membuka halaman demi halaman dari suratkabar itu hingga saya sampai di salah satu halamannya – yang paling belakang. Ada sebuah artikel di halaman depannya yang tampak familiar. Saya melihat tanggal dari suratkabar itu dan menyadari bahwa suratkabar itu baru saja di sini beberapa hari yang lalu.
Ada seseorang yang benar-benar tinggal di sini.
Saya merasa tidak nyaman, perutku terasa mual.
Tidak lama kemudian, salah satu dari temanku menyahut, “Wow!”
“Ada apa?” tanyaku.
“Ketika aku membuka laci mejanya, keluar ini …” katanya, seraya menunjuk ke foto-foto hitam putih yang ada di lacinya.
Dia mengambil foto-foto itu keluar dan kami semua melihatnya. Awalnya saya tidak tahu apa yang ku lihat. Ada gambar-gambar dari dua orang gadis yang duduk di kursi. Foto-foto itu tampaknya diambil dalam gubuk itu. Ketika melihatnya lebih dekat, saya lalu menyadari bahwa gadis-gadis itu tengah diikat dan ditawan. Mimik wajah mereka mengerikan.
“Oh, Tuhan!” sahut salah satu temanku.
“Ini aneh,” kataku. “Ayo cepat keluar dari sini … lekas!”
Kami meninggalkan gubuk itu secepatnya dan mulai menyusuri perjalanan panjang ke tempat berkemah kami. Saat itu langit sudah gelap dan kami terbiasa melihat dari balik pundak kami ke belakang – memastikan tidak seorang pun mengikuti.
Malam itu, tidak satu pun dari kami bisa terlelap. Kami terus terjaga di dalam tenda dan mengobrol tentang foto-foto hitam putih yang aneh itu. Kami semua ketakutan karenanya.
“Mungkin kita harus melaporkan hal ini kepada polisi.” saranku.
“Mari lupakan semua yang terjadi hari ini.” timpal temanku.
Semuanya lalu sepakat.
Keesokan paginya, kami mengepak barang-barang kami dan berkendara pulang ke rumah. Temanku menurunkanku di depan rumahku. Ayah dan ibu sedang keluar untuk berakhir pekan, jadi saya masuk sendiri mengangkat tasku dan langsung naik ke atas untuk segera mandi.
Ketika saya membuka pintu kamarku, saya benar-benar terperanjat.
Di dindingnya berbaris foto-foto hitam putih. Foto-foto yang sama yang kami temukan di dalam gubuk itu.
Spoiler for Dompet Kulit:
Dompet Kulit
Dompet Kulit adalah sebuah cerita menakutkan tentang dua orang saudari yang menemukan sebuah dompet pria dalam bus. Di dalamnya, mereka kemudian menemukan sebuah catatan yang aneh, tertulis dalam bahasa Latin. Cerita ini bedasarkan cerita yang beredar di negara Filipina.
Saudariku Maria satu tahun lebih tua dariku. Saat itu kami tinggal di asrama sekolah yang sama. Tiap akhir pekan, kami diijinkan untuk pulang dan mengunjungi ibu.
Suatu minggu di petang hari, saudariku dan aku pergi berbelanja di kota. Ketika kami ingin pulang, kami menghentikan sebuah bus. Maria lalu menemukan sebuah domper kulit di lantai tepat di bawah tempat duduk kami. Dompet itu sangat tua dan kelihatannya sudah rusak. Ada 20 dollar di dalamnya.
Aku mengatakan kepadanya bahwa kita harus membagi uang itu, tapi saudariku menolak. Dia memang tipe orang yang selalu jujur. Dia berkata bahwa kita harus mengembalikan domper itu ke pemiliknya.
Ketika kami tiba di rumah, rumah kami kosong. Ada sebuah catatan di meja dapur dari ibu yang memberitahu kami agar menjaga diri sementara dia keluar. Dia pergi berlibur selama dua minggu dengan pacar barunya.
Maria lalu membuka dompet kulit itu dan mulai memeriksa apa yang ada di dalamnya. Ada sebuah kartu ATM tanpa nama di situ, sebuah tiket bus, sebuah foto hitam putih dari seorang pria, dan sekumpulan kertas-kertas catatan. Dia mengeluarkan kertas itu dan melihatnya.
“Apa yang tertulis di situ?” tanyaku.
“Aku tidak tahu,” jawab Maria. “Aku rasa ini bahasa Latin.”
Aku mengambil catatan itu dan mulai membacanya “MORITVM TE SALVTAMVS, EST DEXTRVMI CVRITE… AVE VERSUS CRISTUS, VERUM DE TREVI, VERMI EST REFLEXUM, ARUM DRI TRIPUM… DEXTRUMI LENTENUM, AVE SATANI.”
“Bukan, konyol.” saudariku itu tertawa. “Kau salah menyebutkannya semua. Apakah kau tidak mengetahuinya? Ketika orang Roma menulis dalam bahasa Latin, mereka menggunakan V sebagai pengganti U. Semua V itu disebutkan menjadi U.”
“OK, jika kau begitu pintar, bacalah.” timpalku.
Maria merenggut potongan kertas itu dari tanganku dan membacanya keras-keras.
“Apa artinya itu?” tanyaku.
“Aku tak tahu,” jawabnya. “Kita belajar bahasa Latin di sekolah, tapi tidak mengenal satu pun dari kata-kata itu.”
Dia menaruh kertas-kertas itu kembali ke dalam dompet kulitnya dan meninggalkannya di meja ranjangnya – memberitahuku bahwa dia akan membawanya ke kantor polisi di minggu berikutnya.
Sepanjang malam itu, ketika aku sudah hampir terlelap, aku mendengar Maria tiba-tiba melompat keluar dari ranjangnya dan berlari ke kamar mandi. Dia muntah di dalam toilet.
Terkejut, aku lalu turun dari ranjang dan pergi melihat apakah dia baik-baik saja. Aku menemukan dirinya sudah tertunduk di wadah toilet, menahan tubuhnya dengan satu tangan. Dia menangis.
“Apa yang terjadi?” Aku bertanya. “Maria, ada apa denganmu?”
Dia tidak menjawab dan hanya pergi berlalu melewatiku.
Esok paginya, Maria mengalami demam. Dia bilang bahwa dia merasa pusing dan tidak mampu bangun ke sekolah. Dia ingin aku pergi sendiri dan memberitahukan guru kami bahwa dia sedang sakit dan baru akan masuk ke sekolah besok hari.
Aku menghabiskan sisa minggu itu di asrama sekolah, tapi Maria tidak pernah datang. Aku terus mengirim sebuah pesan singkat padanya – menanyakan keberadaannya, tapi dia tidak pernah membalasnya.
Minggu berikutnya – ketika aku pulang ke rumah, aku menemukan rumah dalam keadaan gelap. Ada bau busuk yang sangat menyengat dari udara yang mengalir di dalamnya. Tercium seperti daging yang membusuk.
“Maria! Maria!” Aku menyahut. “Dimana kau? Sangat busuk di sini!”
Ketika aku pergi ke lantai atas, saudariku itu tiba-tiba muncul dari kamar mandi.
“Maria, apa yang begitu busuk?” tanyaku, menutup hidung. “Baunya seperti tikus busuk.”
Dia menganggukkan kepalanya. “Bau itu dari rumah sebelah,” katanya. “Anjing mereka mati. Tertabrak oleh mobil. Setelah mobil itu melarikan diri, anjing itu masih bisa berjalan masuk ke kandangnya dan mati di sana.”
“Mengapa mereka tidak menguburnya?” tanyaku.
“Tetangga itu sedang pergi berlibur. Sudah berapa hari berlalu dan dia belum pulang juga. Pagarnya terkunci dan tak seorang pun dapat masuk ke dalamnya.”
“Benarkah, pagarnya terkunci? Tapi bagaimana anjing itu bisa kembali ke dalam?”
“Coba tebak.”
“Baiklah, biarkan jendela-jendela tertutup rapat jadi bau busuk itu takkan masuk ke dalam,” kataku. “Bau itu cukup dapat membuatmu muntah.”
Maria berjalan ke sekeliling rumah menutup seluruh jendela. Sesaat kemudian, aku menyediakan makan malam dan memanggil saudariku itu. Dia mengatakan bahwa dia tidak ingin makan apapun karena telah kehilangan selera makan. Aku makan sendiri akhirnya.
Malam itu, ketika aku tengah terbaring di ranjang, aku masih bisa mencium mayat anjing tetangga sebelah. Bau busuk itu sangat menyengat. Aku bangkit dan menyemprot kamar dengan pengharum ruangan.
Hari berikutnya, bau itu masih tercium. Aku berjalan-jalan keluar, hanya untuk menghindari bau busuk yang menjijikkan itu. Maria tinggal dalam kamarnya sepanjang hari. Dia bilang dia harus mengejar mata pelajaran sekolah yang dia tinggalkan.
Pada Minggu petang hari, aku mengatur pakaianku dan bersiap menuju ke asrama. Aku tidak melihat Maria merapikan apapun.
“Apa kau ikut denganku?” tanyaku.
“Tidak. Aku masih belum sembuh benar,” jawabnya. “Seragam sekolahku masih kotor. Aku akan mencucinya sebentar.”
Aku pergi kembali ke sekolah, tapi minggu itu, Aku tidak pernah mendengar kabar apapun dari saudariku. Aku mengirimkan pesan untuknya hingga pulsaku habis tapi dia tidak pernah menjawabnya.
Suatu pagi, aku terbangun dan menemukan sebuah pesan singkat di telepon genggamku. Itu dari ibu. Ketika aku membukanya, aku tidak percaya apa yang kubaca.
“PULANGLAH SEGERA. KAKAKMU MENINGGAL. IBU.”
Teleponku jatuh dari tanganku yang gemetar dan aku merasa sangat pusing. Aku harus duduk. Saat itu aku seperti sedang berada dalam mimpi buruk yang mengerikan. Aku terus berharap untuk dapat bangun dan menemukan bahwa dirinya masih hidup. Sayangnya, tidak seperti itu.
Aku mengepak beberapa pakaianku dan langsung pulang ke rumah.
Ketika aku tiba, aku melihat pagar kami telah terbuka dan ada beberapa orang berkumpul di sana. Ibu berdiri di jalan, menangis dan menggenggam secarik kertas di tangannya.
“Bu… apa yang terjadi?” tanyaku, meledak dalam tangis.
Ibu memeluk dan memegangku erat-erat.
“Maria sudah meninggal. Dia tewas tiga belas hari yang lalu. Aku menemukan mayatnya di bawah kasur. Tubuhnya sudah membusuk… Baunya sangat menyengat… Di mana kau? Kenapa kau tidak mencarinya?”
Tubuhku bergetar. Bulu kudukku berdiri tegang.
Siapakah yang bersamaku terakhir kali aku pulang ke rumah?
Siapa yang tidur di ranjang tepat di sampingku?
Aku melihat sekeliling dan mendapati tetangga kami sedang berdiri di pekarangannya. Anjingnya duduk di kakinya. Anjing yang sama yang Maria katakan telah mati dan menyebabkan bau busuk itu.
Tidak seorang pun yang tahu apa yang terjadi pada saudariku. Itu masih sebuah misteri besar. Aku curiga ada sesuatu dengan catatan yang dibacanya dalam bahasa Latin itu. Aku sampai lelah mencari artinya di internet.
Menurut penemuanku, inilah arti dari kata-kata itu;
MORITVM berarti mati
SALVTMVS berarti menghormati atau memberi hormat
TREVI berarti hidup
AVE VERSVS CRISTVS berarti menyambut anti Kristus
REFLEXVM berarti bayangan
DEXTRVMI LENTENVM berarti akan ada kebangkitan setelah hari tiga belas
AVE SATANI berarti menyembut Setan
Dengan kata lain, ini adalah sebuah mantera pengikut setan… Sebuah ejaan ilmu hitam…
Menurut apa yang telah kubaca, mantera ini digunakan oleh orang yang ingin mati. Mereka menghafal ejaan itu untuk mengadakan sebuah perjanjian dengan Setan… menawari jiwa mereka untuk iblis. Setelah membaca mantera itu, jiwa mereka lambat laun akan merosot dan meninggal. Dalam waktu tiga belas hari kau akan melihat orang yang mengucapkan kata-kata itu, tapi sesungguhnya, mereka hanyalah sebuah bayangan dari pemiliknya yang terdahulu. Hantu. Lalu, setelah tiga belas hari, mayat mereka akan menampakkan diri.
Ada satu hal yang masih membuatku heran. Aku membaca catatan itu juga, kenapa hal ini tidak berpengaruh padaku? Mengapa aku tidak mengalami hal yang sama dengan saudariku tercinta?
Apakah karena caraku membacanya? Mungkin ketidakpedulianku terhadap bahasa Latin yang menyelamatkan hidupku.
Tapi tunggu sebentar…
Ketika kau membaca ini…
Apa kau melafalkan kata-kata Latin?
Apa kau salah membacanya seperti aku membacanya?
Aku harap begitu…
Aku harap kau tidak membacanya dengan benar…
Bukan begitu?
Spoiler for MACAM MACAM Urban Riddle kamu harus Pecahkan:
Spoiler for Lukisan yang Aneh:
Lukisan yang Aneh
Cerita ini tentang lukisan aneh yang terdapat di sebuah sekolah. Jika kamu jeli, cerita ini bisa menjadi sangat menyeramkan. Mari kita lihat apakah kamu bisa menemukan keanehannya.
Spoiler for Pervert:
Pervert
Seorang pria membawa seorang gadis kecil berusia 8 tahun ke dalam hutan.
Gadis itu berkata, “Takut. Aku takut.” dan mulai menangis.
Pria itu lalu berkata, “Takut? Aku lebih takut dari pada kau, karena akan pulang sendirian.”
Quote:


Quote:
JANGAN LUPA
-




Ane tidak menerima cendol / BATCOL (BATA COLLECTOR)
-




-





Ane tidak menerima cendol / BATCOL (BATA COLLECTOR)
-





0
5.7K
Kutip
10
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan