- Beranda
- Komunitas
- Pilih Capres & Caleg
Tanya buat Pendukung Pak Prabowo,apakah anda siap membela dia bila dia jadi Diktator?


TS
sopyanfight
Tanya buat Pendukung Pak Prabowo,apakah anda siap membela dia bila dia jadi Diktator?
saya serius nanya gan? apakah kalian siap belain kalo presiden anda jadi diktator?
Spoiler for Ambisi Pak Wowo?:
Prabowo Sebut Indonesia Butuh Pemimpin Diktator
SABTU, 28 JUNI 2014 | 06:33 WIB
Prabowo Subianto. TEMPO/Dhemas Reviyanto
TEMPO.CO, Jakarta - Prabowo Subianto, calon presiden nomor urut satu, pernah menyatakan bahwa Indonesia butuh kepemimpinan yang diktator dan otoriter seperti Jenderal Pervez Musharraf dari Pakistan.
Keinginannya itu ia sampaikan kepada Allan Nairn, jurnalis asal Amerika Serikat, pada sekitar pertengahan 2001, atau dua tahun tepat setelah Prabowo pulang dari Yordania. Saat itu Allan mewawancarai Prabowo di Mega Kuningan, Jakarta Selatan, dan menuliskannya kembali dalam laman pribadinya, allanneirn.org. (Baca: Wartawan Investigasi Bongkar Rahasia Prabowo)
Prabowo, tulis Allan, menggambarkan keberanian Musharraf saat menjatuhkan perdana menteri negaranya yang berasal dari sipil. Lebih lanjut, Allan menggambarkan bagaimana Prabowo kelihatan berpikir keras apakah dapat seperti sosok yang diidolakannya itu.
"Apa saya cukup punya nyali," tanya Prabowo. "Apa saya siap jika disebut 'diktator fasis'?" Prabowo mengatakan, tulis Allan, Musharraf punya nyali. Namun, terkait dirinya sendiri, Prabowo membiarkan pertanyaan tersebut tak terjawab.
Keinginan Prabowo tersebut, tulis Allan, disampaikan saat membicarakan bagaimana model pimpinan Indonesia ke depannya. Allan menulis bekas Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus tersebut tak sepakat dengan presiden yang berasal dari sipil.
"Militer pun bahkan tunduk pada presiden buta! Bayangkan! Coba lihat dia, bikin malu saja!" kata Prabowo yang ditulis kembali Allan. "Lihat Tony Blair, Bush, Putin. Mereka muda, ganteng—dan sekarang presiden kita buta!”
Allan menulis, dalam perbincangan tersebut Prabowo tak henti-hentinya mengecam Gus Dur dan demokrasi. “Indonesia belum siap untuk demokrasi,” kata bekas Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus seperti yang dituliskan Allan. Sebaliknya, tulis Allan, Prabowo malah rezim otoriter “Bukan keragaman etnis,” kata Prabowo.
Sebetulnya, jurnalis yang didapuk penghargaan Robbert F. Kennedy Memorial ini mengaku bahwa Prabowo bersedia diwawancarai asalkan semua informasi yang diberikan tak disebarluaskan atau off the record. Namun, hasil wawancara 13 tahun silam itu sengaja Allan keluarkan lantaran Prabowo hendak menjadi Presiden Republik Indonesia.
“Saya pikir kerugian yang saya hadapi ketika melanggar anonimitas tidak sebanding dengan kerugian yang lebih besar jika rakyat Indonesia pergi ke tempat pemungutan suara tanpa mengetahui fakta-fakta penting yang selama ini tidak bisa mereka akses,” tulis Allan dalam laman pribadinya itu.
Di lain pihak, Ketua Umum Partai Gerakan Indonesi Raya Suhardi tak mau berkomentar banyak tentang hal tersebut. “Kok, jadi seperti pepatah gajah di pelupuk mata tak tampak, semut di seberang lautan tampak, ya?” kata Suhardi sambil tertawa kecil saat dihubungi.
Guru besar di Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada tersebut tak mau berkomentar lebih lanjut ihwal tudingan Allan kepada Prabowo. “Saya tak begitu dan tak punya komentar soal ini,” kata Suhardi.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengatakan tidak pernah mengenal jurnalis investigatif Amerika, Allan Nairn. Anggota tim pemenangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, calon presiden dan wakil presiden nomor urut 1, ini tidak yakin terhadap tulisan yang dipublikasikan Alan di sebuah blog. ”Kami tidak tahu tulisan hasil wawancara itu benar atau tidak. Saya rasa tidak benar,” ujar Fadli saat dihubungi, Jumat, 27 Juni 2014. (Baca: Tim Prabowo Bantah Diwawancarai Allan Nairn)
sumber; http://pemilu.tempo.co/read/news/201...impin-Diktator
Wartawan Investigasi Bongkar Rahasia Prabowo
JUM'AT, 27 JUNI 2014 | 07:32 WIB
Prabowo Subianto. REUTERS/Tim Chong
TEMPO.CO, Jakarta - Rahasia Prabowo Subianto dibongkar wartawan investigasi Allan Nairn. Melalui blog, wartawan kelahiran Morristown, New Jersey, Amerika Serikat, itu mengungkap sisi gelap pemikiran calon presiden dari Partai Gerakan Indonesia Raya itu.
Nairn mewawancarai Prabowo sekitar Juni dan Juli 2001. Menurut wartawan kawakan yang meraih sejumlah penghargaan itu, wawancara tatap muka dilakukan di kantor perusahaan milik Prabowo di Mega Kuningan, Jakarta.
Prabowo diharapkan mau membuka informasi soal kasus pembantaian di Dili pada 12 November 1991 (dikenal sebagai Insiden Santa Cruz) secara off the record. Namun, eks Komandan Jenderal Kopassus itu tak mau membuka banyak informasi. Prabowo, kata Nairn, malah mengalihkan pembicaraan ke permasalahan lain.
"Prabowo berbicara tentang fasisme, demokrasi, kebijakan membunuh dalam tubuh TNI/ABRI, serta hubungan antara dirinya dengan Pentagon dan intelijen Amerika," ujar Nairn, melalui sebuah tulisan yang diterbitkan di blog-nya pada 22 Juni 2014.
Menurut Nairn, Prabowo banyak melontarkan pemikiran ekstrem dalam wawancara itu. Prabowo, misalnya, mengecam demokrasi, menyebut mendiang Abdurrahman Wahid alias Gus Dur sebagai presiden buta, dan membayangkan diri menjadi seorang diktator.
Koordinator Prabowo Media Center, Budi Purnomo Karjodihardjo, menyangkal Prabowo pernah melecehkan Gus Dur. Dia malah balik menyerang Nairn sebagai wartawan perang yang memiliki hubungan tak baik dengan TNI. "Pernyataan Allan Nairn adalah bagian dari black campaign dari orang yang tidak menghendaki Prabowo menjadi presiden," katanya kepada Tempo ketika dihubungi pada Jumat, 27 Juni 2014.
Nairn berpendapat pemikiran Prabowo yang disampaikan pada 2001 tadi relevan untuk diketahui publik yang akan menjalani pemilihan presiden pada 9 Juli nanti. Di sisi lain, wawancaranya dengan Prabowo bersifat off the record. Nairn lantas menghubungi Prabowo untuk meminta izin membuka wawancara itu ke publik. Namun, Prabowo tidak memberikan balasan. Nairn memutuskan tetap membuka ke publik dengan pertimbangan demi kepentingan khalayak Indonesia.
sumber :
http://pemilu.tempo.co/read/news/201...ahasia-Prabowo
1088SABTU, 28 JUNI 2014 | 06:33 WIB
Prabowo Subianto. TEMPO/Dhemas Reviyanto
TEMPO.CO, Jakarta - Prabowo Subianto, calon presiden nomor urut satu, pernah menyatakan bahwa Indonesia butuh kepemimpinan yang diktator dan otoriter seperti Jenderal Pervez Musharraf dari Pakistan.
Keinginannya itu ia sampaikan kepada Allan Nairn, jurnalis asal Amerika Serikat, pada sekitar pertengahan 2001, atau dua tahun tepat setelah Prabowo pulang dari Yordania. Saat itu Allan mewawancarai Prabowo di Mega Kuningan, Jakarta Selatan, dan menuliskannya kembali dalam laman pribadinya, allanneirn.org. (Baca: Wartawan Investigasi Bongkar Rahasia Prabowo)
Prabowo, tulis Allan, menggambarkan keberanian Musharraf saat menjatuhkan perdana menteri negaranya yang berasal dari sipil. Lebih lanjut, Allan menggambarkan bagaimana Prabowo kelihatan berpikir keras apakah dapat seperti sosok yang diidolakannya itu.
"Apa saya cukup punya nyali," tanya Prabowo. "Apa saya siap jika disebut 'diktator fasis'?" Prabowo mengatakan, tulis Allan, Musharraf punya nyali. Namun, terkait dirinya sendiri, Prabowo membiarkan pertanyaan tersebut tak terjawab.
Keinginan Prabowo tersebut, tulis Allan, disampaikan saat membicarakan bagaimana model pimpinan Indonesia ke depannya. Allan menulis bekas Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus tersebut tak sepakat dengan presiden yang berasal dari sipil.
"Militer pun bahkan tunduk pada presiden buta! Bayangkan! Coba lihat dia, bikin malu saja!" kata Prabowo yang ditulis kembali Allan. "Lihat Tony Blair, Bush, Putin. Mereka muda, ganteng—dan sekarang presiden kita buta!”
Allan menulis, dalam perbincangan tersebut Prabowo tak henti-hentinya mengecam Gus Dur dan demokrasi. “Indonesia belum siap untuk demokrasi,” kata bekas Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus seperti yang dituliskan Allan. Sebaliknya, tulis Allan, Prabowo malah rezim otoriter “Bukan keragaman etnis,” kata Prabowo.
Sebetulnya, jurnalis yang didapuk penghargaan Robbert F. Kennedy Memorial ini mengaku bahwa Prabowo bersedia diwawancarai asalkan semua informasi yang diberikan tak disebarluaskan atau off the record. Namun, hasil wawancara 13 tahun silam itu sengaja Allan keluarkan lantaran Prabowo hendak menjadi Presiden Republik Indonesia.
“Saya pikir kerugian yang saya hadapi ketika melanggar anonimitas tidak sebanding dengan kerugian yang lebih besar jika rakyat Indonesia pergi ke tempat pemungutan suara tanpa mengetahui fakta-fakta penting yang selama ini tidak bisa mereka akses,” tulis Allan dalam laman pribadinya itu.
Di lain pihak, Ketua Umum Partai Gerakan Indonesi Raya Suhardi tak mau berkomentar banyak tentang hal tersebut. “Kok, jadi seperti pepatah gajah di pelupuk mata tak tampak, semut di seberang lautan tampak, ya?” kata Suhardi sambil tertawa kecil saat dihubungi.
Guru besar di Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada tersebut tak mau berkomentar lebih lanjut ihwal tudingan Allan kepada Prabowo. “Saya tak begitu dan tak punya komentar soal ini,” kata Suhardi.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengatakan tidak pernah mengenal jurnalis investigatif Amerika, Allan Nairn. Anggota tim pemenangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, calon presiden dan wakil presiden nomor urut 1, ini tidak yakin terhadap tulisan yang dipublikasikan Alan di sebuah blog. ”Kami tidak tahu tulisan hasil wawancara itu benar atau tidak. Saya rasa tidak benar,” ujar Fadli saat dihubungi, Jumat, 27 Juni 2014. (Baca: Tim Prabowo Bantah Diwawancarai Allan Nairn)
sumber; http://pemilu.tempo.co/read/news/201...impin-Diktator
Wartawan Investigasi Bongkar Rahasia Prabowo
JUM'AT, 27 JUNI 2014 | 07:32 WIB
Prabowo Subianto. REUTERS/Tim Chong
TEMPO.CO, Jakarta - Rahasia Prabowo Subianto dibongkar wartawan investigasi Allan Nairn. Melalui blog, wartawan kelahiran Morristown, New Jersey, Amerika Serikat, itu mengungkap sisi gelap pemikiran calon presiden dari Partai Gerakan Indonesia Raya itu.
Nairn mewawancarai Prabowo sekitar Juni dan Juli 2001. Menurut wartawan kawakan yang meraih sejumlah penghargaan itu, wawancara tatap muka dilakukan di kantor perusahaan milik Prabowo di Mega Kuningan, Jakarta.
Prabowo diharapkan mau membuka informasi soal kasus pembantaian di Dili pada 12 November 1991 (dikenal sebagai Insiden Santa Cruz) secara off the record. Namun, eks Komandan Jenderal Kopassus itu tak mau membuka banyak informasi. Prabowo, kata Nairn, malah mengalihkan pembicaraan ke permasalahan lain.
"Prabowo berbicara tentang fasisme, demokrasi, kebijakan membunuh dalam tubuh TNI/ABRI, serta hubungan antara dirinya dengan Pentagon dan intelijen Amerika," ujar Nairn, melalui sebuah tulisan yang diterbitkan di blog-nya pada 22 Juni 2014.
Menurut Nairn, Prabowo banyak melontarkan pemikiran ekstrem dalam wawancara itu. Prabowo, misalnya, mengecam demokrasi, menyebut mendiang Abdurrahman Wahid alias Gus Dur sebagai presiden buta, dan membayangkan diri menjadi seorang diktator.
Koordinator Prabowo Media Center, Budi Purnomo Karjodihardjo, menyangkal Prabowo pernah melecehkan Gus Dur. Dia malah balik menyerang Nairn sebagai wartawan perang yang memiliki hubungan tak baik dengan TNI. "Pernyataan Allan Nairn adalah bagian dari black campaign dari orang yang tidak menghendaki Prabowo menjadi presiden," katanya kepada Tempo ketika dihubungi pada Jumat, 27 Juni 2014.
Nairn berpendapat pemikiran Prabowo yang disampaikan pada 2001 tadi relevan untuk diketahui publik yang akan menjalani pemilihan presiden pada 9 Juli nanti. Di sisi lain, wawancaranya dengan Prabowo bersifat off the record. Nairn lantas menghubungi Prabowo untuk meminta izin membuka wawancara itu ke publik. Namun, Prabowo tidak memberikan balasan. Nairn memutuskan tetap membuka ke publik dengan pertimbangan demi kepentingan khalayak Indonesia.
sumber :
http://pemilu.tempo.co/read/news/201...ahasia-Prabowo
0
8.3K
Kutip
148
Balasan
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan