- Beranda
- Komunitas
- Pilih Capres & Caleg
5 Dampak jokowi jadi presiden


TS
hudsonh
5 Dampak jokowi jadi presiden
Dalam debat capres cawapres perdana
yang diselenggarakan KPU, pasangan
Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla
(JK) mengutarakan sejumlah gagasannya
jika berhasil terpilih menjadi presiden
dan wakil presiden di Pilpres 2014.
Salah satunya, tentang kebijakan politik
anggaran Jokowi yang akan memotong
anggaran yang diberikan pusat ke
daerah jika pemerintah daerah tidak
ikuti aturan yang sudah ditetapkan
pusat.
Jokowi mempunyai cara jitu untuk
menghadapi masalah pemda yang
mbalelo itu, yakni dengan politik
anggaran. "Rata-rata 85 persen
anggaran daerah berasal dari pusat.
Kalau tidak mau (sejalan), beri
punishment, daerah diperintah, bisa
DAK (Dana Alokasi Khusus) dipotong,
DAK dikurangi," kata Jokowi di Balai
Sarbini, Jakarta, Senin (9/6).
Bagi Jokowi yang pernah memimpin Solo
dan DKI Jakarta, pemotongan DAK itu
sesuatu yang mengerikan bagi
pemerintah daerah. "Ini agar daerah
seiring dengan pemerintah pusat," tegas
Jokowi.
Soal peraturan yang seringkali tumpang
tindih antara pusat dan daerah, Jokowi
menyodorkan solusi satu pintu. "Sebab
kalau semua bisa mengeluarkan, banyak
peraturan daerah yang bertentangan
dengan pusat," kata Jokowi. "Pintunya
harus diberi satu."
Hal ini dinilai sebagai sebuah gagasan
yang blunder dan akan membuat kacau
koordinasi antara pusat dan daerah.
Sebab, Jokowi tidak bisa dengan begitu
saja memotong anggaran ke daerah
hanya karena perbedaan pendapat soal
kebijakan.
Dengan kebijakan Jokowi yang dinilai
arogan ini, para pegawai negeri sipil di
daerah nantinya akan terancam tidak
bisa gajian karena Jokowi memotong
anggaran tersebut. Hal ini juga akan
membuat disintegrasi bangsa.
Berikut dampak yang akan terjadi
terhadap arogansi Jokowi tentang
kebijakan politik anggaran daerah:
PNS daerah tidak bisa gajian
Salah satu tanggapan pesimis keluar dari
mulut Cawapres Hatta Rajasa. Pasangan
Prabowo Subianto itu mengaku khawatir
terhadap politik anggaran yang
diwacanakan Jokowi-JK tersebut.
Menurut dia, salah satu dampak terbesar
dari kebijakan yang ingin dilakukan
Jokowi-JK itu adalah tertundanya gaji
para PNS di daerah.
"Saya khawatir nanti kalau sampai
misalkan ada kesalahan dikit terus
uangnya ditahan, bagaimana orang mau
gajian," kata Hatta di Rumah Polonia,
Jakarta Timur, Selasa (10/6).
Kepala daerah khawatir, Jokowi rugi
Direktur Eksekutif Komite Pemantau
Pelaksanaan Otonomi Daerah, Robert
Endi Jaweng mengatakan Jokowi
melakukan blunder politik. Menurut dia,
Jokowi tidak bisa main potong anggaran
begitu saja, karena itu uang rakyat.
"Pernyataan Pak Jokowi soal potong
anggaran itu blunder, itu kan uang
rakyat, kok main potong," ujar Robert
dalam dialog kenegaraan di DPD RI,
Rabu (11/6).
Menurut dia, pernyataan Jokowi itu
tidak menguntungkan bagi dirinya
selaku capres, karena kepala daerah
akan khawatir kalau pemotongan itu
benar dilakukan, kelak jika Jokowi
terpilih.
"Ide potong anggaran membuat daerah
berpikir ulang, khawatir kalau benar
terjadi. Ide ini merugikan Jokowi
sendiri," kata Robert.
Robert mengakui jika sistem reward and
punishment dalam pemerintahan itu
biasa. Namun jangan seperti potong
anggaran. Sebab dia menilai,
ketidaktaatan daerah dengan kebijakan
pusat sering terjadi. Dia mencontohkan,
karena adanya tabrakan aturan UU,
adanya inkonsistensi pusat dan daerah,
yang semuanya harus dibenahi.
Tabrak Undang-Undang
Timses Prabowo-Hatta Farouk
Muhammad mengatakan, pernyataan
Jokowi soal potong anggaran itu jadi
blunder. Akibatnya, menjadi
pembicaraan di daerah.
"Itu uang rakyat, kok main potong itu
jadi beban. Itu kan sudah persetujuan
DPR, tidak bisa Mendagri memotong apa
yang dianggarkan lewat UU," kata
Farouk.
Menurut dia, Jokowi boleh jadi dianggap
bisa bertindak tegas, tapi dalam kasus
potong anggaran ini, tidak ada ketegasan
itu. Dia melihat, kebijakan itu sama
sekali tidak benar.
"Saya tidak melihat ada ketegasan, yang
ada adalah blunder, karena yang
dikatakan tidak benar," katanya.
Aceh, Papua, Riau bisa minta merdeka
Wakil Ketua Umum PAN, Dradjad
Wibowo melihat gagasan Jokowi tersebut
berbahaya. Dia yakin daerah-daerah
yang sudah lama ingin memisahkan diri
dari Indonesia akan semakin
mengancam dengan adanya kebijakan
ini.
"Pernyataan ini berbahaya buat
persatuan bangsa karena bagaimana
kalau yang dikenakan sanksi atau yang
dikatakan tidak patuh itu adalah dareah-
daerah yang selama ini sudah
mengancam mau memisahkan diri
seperti Papua, Papua Barat, Riau dan
Aceh?" kata Dradjad saat dihubungi
wartawan, Kamis (11/6).
Pernyataan itu, kata dia, juga bisa
menimbulkan kerusuhan sosial. Hal ini
menurutnya karena daerah-daerah
masih mengandalkan pemerintah pusat
untuk membayar beberapa
kewajibannya seperti gaji pegawai.
"Yang namanya hukuman dengan
pemotongan pasti juga nilainya besar
karena kalau potongan kecil tentunya
tidak memberikan efek jera. Nah kalau
pemotongannya besar, bagaimana
daerah membayar gaji guru, gaji dokter,
gaji perawat dan sebagainya? Ini akan
menimbulkan kerusuhan sosial," tegas
dia.
Rakyat jadi korban
Sekjen Partai Golkar Idrus Marham
mengatakan, politik anggaran Jokowi
bersifat otoriter. Menurut dia, cara itu
bisa membuat rakyat jadi korban.
"Jadi tidak bisa (cara seperti itu). Kalau
menggunakan anggaran untuk menekan
bupati, sebagai presiden rakyat yang
jadi korban," kata Idrus usai deklarasi
sahabat ARB dukung Prabowo-Hatta di
Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat, Selasa
(10/6).
Idrus menyebut, cara itu sama seperti
hanya mengandalkan kekuasaan yang
tak lain menekan bawahan. "Itu
menunjukkan cara-cara kekuasaan.
Kepemimpinan hari ini adalah
pendekatan fungsional atas dasar
kesadaran bukan kekuasaan," ujarnya.
Menurut dia, gagasan itu tak masuk akal
jika dilakukan oleh seorang presiden.
"Saya tidak mengatakan otoriter. Saya
hanya mengatakan apa namanya itu
tidak otoriter? Logis enggak seorang
presiden menekan anggaran bupati atau
kepala daerah? Ya enggak logis kan,"
bebernya dengan emosi.
yang diselenggarakan KPU, pasangan
Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla
(JK) mengutarakan sejumlah gagasannya
jika berhasil terpilih menjadi presiden
dan wakil presiden di Pilpres 2014.
Salah satunya, tentang kebijakan politik
anggaran Jokowi yang akan memotong
anggaran yang diberikan pusat ke
daerah jika pemerintah daerah tidak
ikuti aturan yang sudah ditetapkan
pusat.
Jokowi mempunyai cara jitu untuk
menghadapi masalah pemda yang
mbalelo itu, yakni dengan politik
anggaran. "Rata-rata 85 persen
anggaran daerah berasal dari pusat.
Kalau tidak mau (sejalan), beri
punishment, daerah diperintah, bisa
DAK (Dana Alokasi Khusus) dipotong,
DAK dikurangi," kata Jokowi di Balai
Sarbini, Jakarta, Senin (9/6).
Bagi Jokowi yang pernah memimpin Solo
dan DKI Jakarta, pemotongan DAK itu
sesuatu yang mengerikan bagi
pemerintah daerah. "Ini agar daerah
seiring dengan pemerintah pusat," tegas
Jokowi.
Soal peraturan yang seringkali tumpang
tindih antara pusat dan daerah, Jokowi
menyodorkan solusi satu pintu. "Sebab
kalau semua bisa mengeluarkan, banyak
peraturan daerah yang bertentangan
dengan pusat," kata Jokowi. "Pintunya
harus diberi satu."
Hal ini dinilai sebagai sebuah gagasan
yang blunder dan akan membuat kacau
koordinasi antara pusat dan daerah.
Sebab, Jokowi tidak bisa dengan begitu
saja memotong anggaran ke daerah
hanya karena perbedaan pendapat soal
kebijakan.
Dengan kebijakan Jokowi yang dinilai
arogan ini, para pegawai negeri sipil di
daerah nantinya akan terancam tidak
bisa gajian karena Jokowi memotong
anggaran tersebut. Hal ini juga akan
membuat disintegrasi bangsa.
Berikut dampak yang akan terjadi
terhadap arogansi Jokowi tentang
kebijakan politik anggaran daerah:
PNS daerah tidak bisa gajian
Salah satu tanggapan pesimis keluar dari
mulut Cawapres Hatta Rajasa. Pasangan
Prabowo Subianto itu mengaku khawatir
terhadap politik anggaran yang
diwacanakan Jokowi-JK tersebut.
Menurut dia, salah satu dampak terbesar
dari kebijakan yang ingin dilakukan
Jokowi-JK itu adalah tertundanya gaji
para PNS di daerah.
"Saya khawatir nanti kalau sampai
misalkan ada kesalahan dikit terus
uangnya ditahan, bagaimana orang mau
gajian," kata Hatta di Rumah Polonia,
Jakarta Timur, Selasa (10/6).
Kepala daerah khawatir, Jokowi rugi
Direktur Eksekutif Komite Pemantau
Pelaksanaan Otonomi Daerah, Robert
Endi Jaweng mengatakan Jokowi
melakukan blunder politik. Menurut dia,
Jokowi tidak bisa main potong anggaran
begitu saja, karena itu uang rakyat.
"Pernyataan Pak Jokowi soal potong
anggaran itu blunder, itu kan uang
rakyat, kok main potong," ujar Robert
dalam dialog kenegaraan di DPD RI,
Rabu (11/6).
Menurut dia, pernyataan Jokowi itu
tidak menguntungkan bagi dirinya
selaku capres, karena kepala daerah
akan khawatir kalau pemotongan itu
benar dilakukan, kelak jika Jokowi
terpilih.
"Ide potong anggaran membuat daerah
berpikir ulang, khawatir kalau benar
terjadi. Ide ini merugikan Jokowi
sendiri," kata Robert.
Robert mengakui jika sistem reward and
punishment dalam pemerintahan itu
biasa. Namun jangan seperti potong
anggaran. Sebab dia menilai,
ketidaktaatan daerah dengan kebijakan
pusat sering terjadi. Dia mencontohkan,
karena adanya tabrakan aturan UU,
adanya inkonsistensi pusat dan daerah,
yang semuanya harus dibenahi.
Tabrak Undang-Undang
Timses Prabowo-Hatta Farouk
Muhammad mengatakan, pernyataan
Jokowi soal potong anggaran itu jadi
blunder. Akibatnya, menjadi
pembicaraan di daerah.
"Itu uang rakyat, kok main potong itu
jadi beban. Itu kan sudah persetujuan
DPR, tidak bisa Mendagri memotong apa
yang dianggarkan lewat UU," kata
Farouk.
Menurut dia, Jokowi boleh jadi dianggap
bisa bertindak tegas, tapi dalam kasus
potong anggaran ini, tidak ada ketegasan
itu. Dia melihat, kebijakan itu sama
sekali tidak benar.
"Saya tidak melihat ada ketegasan, yang
ada adalah blunder, karena yang
dikatakan tidak benar," katanya.
Aceh, Papua, Riau bisa minta merdeka
Wakil Ketua Umum PAN, Dradjad
Wibowo melihat gagasan Jokowi tersebut
berbahaya. Dia yakin daerah-daerah
yang sudah lama ingin memisahkan diri
dari Indonesia akan semakin
mengancam dengan adanya kebijakan
ini.
"Pernyataan ini berbahaya buat
persatuan bangsa karena bagaimana
kalau yang dikenakan sanksi atau yang
dikatakan tidak patuh itu adalah dareah-
daerah yang selama ini sudah
mengancam mau memisahkan diri
seperti Papua, Papua Barat, Riau dan
Aceh?" kata Dradjad saat dihubungi
wartawan, Kamis (11/6).
Pernyataan itu, kata dia, juga bisa
menimbulkan kerusuhan sosial. Hal ini
menurutnya karena daerah-daerah
masih mengandalkan pemerintah pusat
untuk membayar beberapa
kewajibannya seperti gaji pegawai.
"Yang namanya hukuman dengan
pemotongan pasti juga nilainya besar
karena kalau potongan kecil tentunya
tidak memberikan efek jera. Nah kalau
pemotongannya besar, bagaimana
daerah membayar gaji guru, gaji dokter,
gaji perawat dan sebagainya? Ini akan
menimbulkan kerusuhan sosial," tegas
dia.
Rakyat jadi korban
Sekjen Partai Golkar Idrus Marham
mengatakan, politik anggaran Jokowi
bersifat otoriter. Menurut dia, cara itu
bisa membuat rakyat jadi korban.
"Jadi tidak bisa (cara seperti itu). Kalau
menggunakan anggaran untuk menekan
bupati, sebagai presiden rakyat yang
jadi korban," kata Idrus usai deklarasi
sahabat ARB dukung Prabowo-Hatta di
Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat, Selasa
(10/6).
Idrus menyebut, cara itu sama seperti
hanya mengandalkan kekuasaan yang
tak lain menekan bawahan. "Itu
menunjukkan cara-cara kekuasaan.
Kepemimpinan hari ini adalah
pendekatan fungsional atas dasar
kesadaran bukan kekuasaan," ujarnya.
Menurut dia, gagasan itu tak masuk akal
jika dilakukan oleh seorang presiden.
"Saya tidak mengatakan otoriter. Saya
hanya mengatakan apa namanya itu
tidak otoriter? Logis enggak seorang
presiden menekan anggaran bupati atau
kepala daerah? Ya enggak logis kan,"
bebernya dengan emosi.
0
2.4K
5
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan