- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Keprihatinan SBY bila JKW jadi RI-1, sampai Sulit Tidur! Perintahkan Dukung Penuh PRB


TS
yinluck
Keprihatinan SBY bila JKW jadi RI-1, sampai Sulit Tidur! Perintahkan Dukung Penuh PRB
SBY Instruksikan Kader Demokrat Dukung Prabowo
30 Jun 2014 17:06
Liputan6.com, Jakarta - Ketua Harian Partai Demokrat Syarief Hasan mengungkapkan, seluruh kader partainya telah mendapat instruksi untuk mendukung pasangan Prabowo-Hatta dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) yang akan digelar pada 9 Juli. Keputusan ini kata Syarief, sudah disetujui oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai Ketua Umum.
"DPP Partai Demokrat memutuskan dan menginstruksikan kepada seluruh pimpinan DPD, DPC, PAC seluruh simpatisan termasuk organisasi sayap se-Indonesia agar memberi dukungan penuh dan suara kepada Prabowo-Hatta dalam pilpres," ujar Syarief Hasan di Kantor DPP Partai Demokrat, Kramat, Jakarta, Senin (30/6/2014).
Menurut Syarief, instruksi tersebut merupakan keputusan partainya yang berlaku bagi kader mulai tingkat Pengurus Anak Cabang hingga Dewan Pengurus Pusat.
"Petinggi partai komplit. Di Partai Demokrat struktur mekanismenya jelas, semua dalam satu kontrol di bawah SBY," kata Syarief.
Dukungan kepada Prabowo-Hatta ini lanjut Syarief, diputuskan berdasarkan paparan visi dan misi yang dilakukan pasangan capres nomor urut 1 di hadapan seluruh kader Demokrat pada 1 Juni lalu.
"Partai Demokrat mempelajari, mengamati setiap orasi selama masa kampanye Prabowo-Hatta, menurut Partai Demokrat, Prabowo-Hatta mendukung dan melanjutkan program ekonomi pemerintahan SBY," pungkas Syarief.
http://indonesia-baru.liputan6.com/r...dukung-prabowo
Presiden SBY Tak Bisa Tidur Bayangkan Nasib Bangsa Jika Jokowi Jadi Presiden
17 Juni 2014 20:31 wib
JAKARTA (voa-islam.com) - Presiden RI periode 2004-2014, Susilo Bambang Yudhoyono dalam sebuah pertemuan dengan Prof. Dr. M. Amien Rais mengatakan, beberapa hari belakangan ia tidak bisa tidur karena membayangkan tanggal 20 Oktober nanti. SBY tidak mengharapkan ia akan menyerahkan tampuk ke pemimpinan negeri ini kepada seorang Jokowi.
Menurut SBY, bagaimana mungkin seorang antek asing seperti Jokowi yang sudah disiapkan jauh-jauh hari untuk menguasai bangsa Indonesia bisa menjadi Presiden. Selain itu, Jokowi dikenal sebagai duta Gereja, yang bagi kristen hampir-hampir diangap sebagai juru selamat.
Presiden SBY pun telah mengetahui sepak terjang tim Jokowi yang telah 'membeli' 80 Pimred Media Massa "Sulit sekali membendung dukungan rakyat kepada Jokowi. Bus karatan, banjir Jakarta, tidak akan mempan untuk menurunkan dukungan rakyat. Karena, Jokowi dan kroninya telah berhasil membeli 80 Pimred media massa di Indonesia" lanjut SBY. Rakyat telah ditipu oleh megaproyek pencitraan Jokowi yang di danai oleh asing.
Kini terungkap Jokowi dan istrinya Iriana ternyata mantan pengurus dan juga anggota kehormatan Rotary Club. Sebagaimana diketahui, Rotary Club adalah lembaga kepanjangan tangan yahudi dan zionis di seluruh dunia.
Salah satu cara menghadang Jokowi dengan menyadarkan umat Islam Indonesia yang populasinya mencapai 85% lebih. Umat Islam harus disadarkan bahwa Jokowi membawa kepentingan asing dan -tentu- kepentingan non Muslim di Indonesia. Nah lho, lagi-lagi ada asing, aseng, dan antek, bukannya sama-sama ya Pak? Wallahu alam
http://www.voa-islam.com/read/indone....vBm606R2.dpbs
Tolak Berkoalisi, Megawati Persoalkan Moral SBY
Sat, 05/03/2011 - 06:43 WIB

JAKARTA, RIMANEWS- Bujukan berkali-kali dari kubu koalisi pemerintah terbukti tidak ampuh. Sudah tepat langkah dan gaya politik PDI Perjuangan dalam ranah perpolitikan Indonesia untuk tetap jadi oposisi pemerintahan SBY.
"Jika Megawati Sukarnoputri (Ketua Umum PDIP) tetap pada posisi oposisi terhadap pemerintahan SBY, maka Megawati merupakan satu-satunya pemimpin dan tokoh yang punya prinsip dalam berpolitik," ujar Direktur Eksekutif Indonesia Development Monitoring, Munatsir Mustaman, Jumat (4/3), seperti dilansir Rakyat Merdeka Online.
Ia yakin, PDIP akan menarik suara rakyat banyak, karena dinilai sebagai partai yang paling konsisten dengan sikap politik dan tidak semata mata mencari kekuasaan. Ia menambahkan, sikap kukuh Megawati dan PDIP terhadap ajakan SBY masuk ke dalam pemerintahan bukanlah persoalan dendam semata.
"Megawati tidak ingin berkoalisi dengan SBY, karena persoalan moral SBY. Konon SBY yang dahulu dimanusiakan oleh Megawati dan jadi menteri kesayangan Megawati sewaktu jadi Presiden sudah berbohong kepada Megawati, untuk tidak maju sebagai Capres 2004," terangnya.
http://www.rimanews.com/read/2011030...lkan-moral-sby
Tolak SBY, Megawati Memang Bukan Soekarno
05 Mei 2014 13:46

SBY bertemu Megawati ketika melayat almarhum Taufik Kiemas.
JAKARTA - Keinginan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang sekaligus Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat menemui Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, kandas di tengah jalan. Tokoh PDI Perjuangan, Panda Nababan dan Eva Kusuma Sundari sebagaimana dilansir Sinar Harapan, Rabu (30/4), mengatakan alasannya: SBY belum menjawab jujur enam pertanyaan mendasar Megawati Soekarnoputri pada 2006.
Panda Nababan dan Eva Kusuma Sundari, mengatakan, enam pertanyaan itu menyangkut isu sensitif yang berkembang ketika Megawati Soekarnoputri masih menjabat presiden dan SBY sebagai menteri koordinator bidang politik dan keamanan pada 2004. Ini beberapa bulan menjelang Pemilihan Langsung Presiden pertama kali dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia.
Sulit Berakhir
PDI Perjuangan, kata Panda Nababan dan Eva Kusuma Sundari, lebih fokus menghadapi Pemilihan Presiden pada 9 Juli 2014, sehingga tidak ingin terhanyut oleh isu keinginan SBY menemui Megawati. Konflik Megawati Soekarnoputri dan SBY, sesama petinggi partai politik nasionalis, sangat sulit berakhir di dalam waktu relatif singkat. Bahkan mungkin tidak akan berakhir hanya dalam satu dekade.
Pangkal konflik antarkeduanya tidak mungkin dijelaskan secara transparan di muka publik, karena sama sulitnya menjelaskan kenapa Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Joko Widodo yang tiba-tiba diusung PDI Perjuangan dan Partai Nasional Demokrat (NasDem) menjadi calon presiden di tengah-tengah masa jabatannya baru berjalan dua tahun dari lima tahun. Salah satu hal sensitif yang sangat sulit dijelaskan, ketika Jenderal TNI Susilo Bambang Yudhoyono mengundurkan diri menjadi menko polkam ketika pemerintahan Presiden Megawati Soekarno tengah mempersiapkan opsi operasi militer untuk menumpas separatis Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Provinsi Nangroe Aceh.
Jalan Pintas
Permasalahan menjadi runyam, setelah SBY menghentikan operasi militer di Aceh di tengah-tengah peta kekuatan GAM sudah sangat lemah, setelah terpilih menjadi Presiden Indonesia tahun 2004. Kalangan PDI Perjuangan naik pitam, setelah Presiden Susilo terlalu banyak berharap untuk mendapat hadiah Nobel Perdamaian, setelah berdamai dengan GAM di Aceh. Kekesalan Megawati dikemukakan lewat Sony Keraf, salah satu tokoh senior PDI Perjuangan, karena menjadi preseden buruk di dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di kemudian hari.
PDI Perjuangan menilai, jalan pintas SBY setelah terpilih menjadi presiden dalam menangani GAM di Aceh, akan membangkitkan radikalisme dan separatisme di daerah lain di Indonesia. Ini benar, implikasinya terus menjadi pembahasan serius di lingkungan pejabat teras TNI dan Polri.
Bukan Soekarno
Megawati Soekarnoputri, memang anak biologis Presiden pertama Indonesia, Soekarno, 1945-1966. Tapi, humanisme dan gaya manajerial pemerintahan Megawati Soekarnoputri memang bukan seperti Soekarno, tokoh kharismatik Indonesia. Konflik Megawati Soekarnoputri dan SBY, mengingatkan kita semua tentang sikap kenegarawanan, kejujuran dan keteladanan dwitunggal Soekarno-Mohammad Hatta di saat-saat masa sulit bangsa Indonesia menghadapi operasi intelijen asing yang nyata-nyata membiayai gerakan pemberontakan bersenjata di dalam negeri.
Ketika itu, terjadi pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sumatra, Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta) di Sulawesi, Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di Jawa Barat. Tanggal 1 Desember 1956, secara mengejutkan Mohammad Hatta menyatakan mundur sebagai wakil presiden, sebagai salah satu sikap protes terhadap Presiden Soekarno yang tidak bisa menjaga jarak dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Ketika Poros Jakarta-Peking memang benar sebagai bentuk protes hegemoni Amerika Serikat dan United of Soviet Socialist Republics (USSR) cenderung ingin dimanfaatkan PKI, sebagai tulang punggung kekuatan mereka walau akhirnya tidak berhasil, Mohammad Hatta bisa memahami langkah koleganya itu dalam takaran tertentu. Mohammad Hatta, tokoh anti-PKI, mengingatkan bahwa pembukaan Poros Jakarta-Peking (Republik Rakyat Tionghok), merupakan ekses dari semangat revolusi yang tidak kunjung selesai, implikasi bentuk protes Presiden Soekarno terhadap imprealisme barat.
Pada awal 1964 Mohammad Hatta yang saat itu sudah tidak lagi menjabat sebagai wakil presiden, sakit keras sehingga
perlu berobat ke Swedia. Penghargaan tinggi dari Presiden Soekarno atas sikap Mohammad Hatta terlihat dari perintahnya kepada beberapa menteri di kabinet terkait agar memberikan fasilitas maksimal bagi perawatan Mohammad Hatta hingga sembuh.
Hubungan Kemanusiaan
Maret 1964 setelah sembuh dari sakit, Mohammad Hatta menemui Presiden Soekarno di Istana Negara. Keeseokan harinya, Presiden Soekarno yang berkunjung ke kediaman Mohammad Hatta di Jakarta. Hubungan kemanusiaan Soekarno-Hatta tetap baik, meski diwarnai oleh berbagai pertentangan politik di dalam negeri. Hal tersebut semata-mata karena kesadaran kedua pemimpin bangsa itu bahwa hal yang terpenting adalah kepentingan nasional (national interest) di atas kepentingan pribadi.
Hikmah dari aspek humanisme Soekarno-Hatta, adalah masyarakat di NKRI membutuhkan kejujuran, keteladanan, kenegarawanan, dan sikap mengutamakan kepentingan nasional dari para tokoh politik nasional.
http://sinarharapan.co/news/read/140...Bukan-Soekarno
--------------------------
Kalau Prabowo akhirnya presiden menggantikan SBY, alamat orang-orang PDIP akan berpuasa kekuasaan lagi 5 tahun ke depan. Yang mengerikan itu kalau Jokowi yang akhirnya menang, maka sulit diduga apa yang terjadi ke depan ini. Bayangkan Golkar terdepak dari kekuasaan, PKS kembali miskin karena tak masuk lagi di kekuasaan, Demokrat keleleran dan elitnya terancam diciduki KPK (kasus Hambalang atau Bank Century), dan Parpol-parpol Islam jadi oposisi di parlemen.
Sementara itu elit dan politisi PDIP yang lapar kekuasaan karena 10 tahun berpuasa itu, kalau moralnya masih seperti zaman Megawati berkuasa di Pemerintahan jilid I dulu, yang korup, dan main jual asset Negara seenaknya, DPR yang dikuasai PDIP ternyata hanya melahirkan UU pro-asing yang merugikan kepentingan nasional, dan pemerintahan lemah, kemudian itu yang diwarisi Jokowi kelak, alangkah mengerikannya. Maka wajarlah kalau SBY tak bisa tidur memikirkan negara bila Jokowi naik presiden menggantikannya. Jelas Pemerintahan Jokowi akan mereka 'pencundangi" setiap hari, seperti gus Dur dulu. Sudahkah kita siap menerima realitas itu?

30 Jun 2014 17:06
Liputan6.com, Jakarta - Ketua Harian Partai Demokrat Syarief Hasan mengungkapkan, seluruh kader partainya telah mendapat instruksi untuk mendukung pasangan Prabowo-Hatta dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) yang akan digelar pada 9 Juli. Keputusan ini kata Syarief, sudah disetujui oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai Ketua Umum.
"DPP Partai Demokrat memutuskan dan menginstruksikan kepada seluruh pimpinan DPD, DPC, PAC seluruh simpatisan termasuk organisasi sayap se-Indonesia agar memberi dukungan penuh dan suara kepada Prabowo-Hatta dalam pilpres," ujar Syarief Hasan di Kantor DPP Partai Demokrat, Kramat, Jakarta, Senin (30/6/2014).
Menurut Syarief, instruksi tersebut merupakan keputusan partainya yang berlaku bagi kader mulai tingkat Pengurus Anak Cabang hingga Dewan Pengurus Pusat.
"Petinggi partai komplit. Di Partai Demokrat struktur mekanismenya jelas, semua dalam satu kontrol di bawah SBY," kata Syarief.
Dukungan kepada Prabowo-Hatta ini lanjut Syarief, diputuskan berdasarkan paparan visi dan misi yang dilakukan pasangan capres nomor urut 1 di hadapan seluruh kader Demokrat pada 1 Juni lalu.
"Partai Demokrat mempelajari, mengamati setiap orasi selama masa kampanye Prabowo-Hatta, menurut Partai Demokrat, Prabowo-Hatta mendukung dan melanjutkan program ekonomi pemerintahan SBY," pungkas Syarief.
http://indonesia-baru.liputan6.com/r...dukung-prabowo
Presiden SBY Tak Bisa Tidur Bayangkan Nasib Bangsa Jika Jokowi Jadi Presiden
17 Juni 2014 20:31 wib
JAKARTA (voa-islam.com) - Presiden RI periode 2004-2014, Susilo Bambang Yudhoyono dalam sebuah pertemuan dengan Prof. Dr. M. Amien Rais mengatakan, beberapa hari belakangan ia tidak bisa tidur karena membayangkan tanggal 20 Oktober nanti. SBY tidak mengharapkan ia akan menyerahkan tampuk ke pemimpinan negeri ini kepada seorang Jokowi.
Menurut SBY, bagaimana mungkin seorang antek asing seperti Jokowi yang sudah disiapkan jauh-jauh hari untuk menguasai bangsa Indonesia bisa menjadi Presiden. Selain itu, Jokowi dikenal sebagai duta Gereja, yang bagi kristen hampir-hampir diangap sebagai juru selamat.
Presiden SBY pun telah mengetahui sepak terjang tim Jokowi yang telah 'membeli' 80 Pimred Media Massa "Sulit sekali membendung dukungan rakyat kepada Jokowi. Bus karatan, banjir Jakarta, tidak akan mempan untuk menurunkan dukungan rakyat. Karena, Jokowi dan kroninya telah berhasil membeli 80 Pimred media massa di Indonesia" lanjut SBY. Rakyat telah ditipu oleh megaproyek pencitraan Jokowi yang di danai oleh asing.
Kini terungkap Jokowi dan istrinya Iriana ternyata mantan pengurus dan juga anggota kehormatan Rotary Club. Sebagaimana diketahui, Rotary Club adalah lembaga kepanjangan tangan yahudi dan zionis di seluruh dunia.
Salah satu cara menghadang Jokowi dengan menyadarkan umat Islam Indonesia yang populasinya mencapai 85% lebih. Umat Islam harus disadarkan bahwa Jokowi membawa kepentingan asing dan -tentu- kepentingan non Muslim di Indonesia. Nah lho, lagi-lagi ada asing, aseng, dan antek, bukannya sama-sama ya Pak? Wallahu alam
http://www.voa-islam.com/read/indone....vBm606R2.dpbs
Tolak Berkoalisi, Megawati Persoalkan Moral SBY
Sat, 05/03/2011 - 06:43 WIB

JAKARTA, RIMANEWS- Bujukan berkali-kali dari kubu koalisi pemerintah terbukti tidak ampuh. Sudah tepat langkah dan gaya politik PDI Perjuangan dalam ranah perpolitikan Indonesia untuk tetap jadi oposisi pemerintahan SBY.
"Jika Megawati Sukarnoputri (Ketua Umum PDIP) tetap pada posisi oposisi terhadap pemerintahan SBY, maka Megawati merupakan satu-satunya pemimpin dan tokoh yang punya prinsip dalam berpolitik," ujar Direktur Eksekutif Indonesia Development Monitoring, Munatsir Mustaman, Jumat (4/3), seperti dilansir Rakyat Merdeka Online.
Ia yakin, PDIP akan menarik suara rakyat banyak, karena dinilai sebagai partai yang paling konsisten dengan sikap politik dan tidak semata mata mencari kekuasaan. Ia menambahkan, sikap kukuh Megawati dan PDIP terhadap ajakan SBY masuk ke dalam pemerintahan bukanlah persoalan dendam semata.
"Megawati tidak ingin berkoalisi dengan SBY, karena persoalan moral SBY. Konon SBY yang dahulu dimanusiakan oleh Megawati dan jadi menteri kesayangan Megawati sewaktu jadi Presiden sudah berbohong kepada Megawati, untuk tidak maju sebagai Capres 2004," terangnya.
http://www.rimanews.com/read/2011030...lkan-moral-sby
Tolak SBY, Megawati Memang Bukan Soekarno
05 Mei 2014 13:46

SBY bertemu Megawati ketika melayat almarhum Taufik Kiemas.
JAKARTA - Keinginan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang sekaligus Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat menemui Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, kandas di tengah jalan. Tokoh PDI Perjuangan, Panda Nababan dan Eva Kusuma Sundari sebagaimana dilansir Sinar Harapan, Rabu (30/4), mengatakan alasannya: SBY belum menjawab jujur enam pertanyaan mendasar Megawati Soekarnoputri pada 2006.
Panda Nababan dan Eva Kusuma Sundari, mengatakan, enam pertanyaan itu menyangkut isu sensitif yang berkembang ketika Megawati Soekarnoputri masih menjabat presiden dan SBY sebagai menteri koordinator bidang politik dan keamanan pada 2004. Ini beberapa bulan menjelang Pemilihan Langsung Presiden pertama kali dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia.
Sulit Berakhir
PDI Perjuangan, kata Panda Nababan dan Eva Kusuma Sundari, lebih fokus menghadapi Pemilihan Presiden pada 9 Juli 2014, sehingga tidak ingin terhanyut oleh isu keinginan SBY menemui Megawati. Konflik Megawati Soekarnoputri dan SBY, sesama petinggi partai politik nasionalis, sangat sulit berakhir di dalam waktu relatif singkat. Bahkan mungkin tidak akan berakhir hanya dalam satu dekade.
Pangkal konflik antarkeduanya tidak mungkin dijelaskan secara transparan di muka publik, karena sama sulitnya menjelaskan kenapa Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Joko Widodo yang tiba-tiba diusung PDI Perjuangan dan Partai Nasional Demokrat (NasDem) menjadi calon presiden di tengah-tengah masa jabatannya baru berjalan dua tahun dari lima tahun. Salah satu hal sensitif yang sangat sulit dijelaskan, ketika Jenderal TNI Susilo Bambang Yudhoyono mengundurkan diri menjadi menko polkam ketika pemerintahan Presiden Megawati Soekarno tengah mempersiapkan opsi operasi militer untuk menumpas separatis Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Provinsi Nangroe Aceh.
Jalan Pintas
Permasalahan menjadi runyam, setelah SBY menghentikan operasi militer di Aceh di tengah-tengah peta kekuatan GAM sudah sangat lemah, setelah terpilih menjadi Presiden Indonesia tahun 2004. Kalangan PDI Perjuangan naik pitam, setelah Presiden Susilo terlalu banyak berharap untuk mendapat hadiah Nobel Perdamaian, setelah berdamai dengan GAM di Aceh. Kekesalan Megawati dikemukakan lewat Sony Keraf, salah satu tokoh senior PDI Perjuangan, karena menjadi preseden buruk di dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di kemudian hari.
PDI Perjuangan menilai, jalan pintas SBY setelah terpilih menjadi presiden dalam menangani GAM di Aceh, akan membangkitkan radikalisme dan separatisme di daerah lain di Indonesia. Ini benar, implikasinya terus menjadi pembahasan serius di lingkungan pejabat teras TNI dan Polri.
Bukan Soekarno
Megawati Soekarnoputri, memang anak biologis Presiden pertama Indonesia, Soekarno, 1945-1966. Tapi, humanisme dan gaya manajerial pemerintahan Megawati Soekarnoputri memang bukan seperti Soekarno, tokoh kharismatik Indonesia. Konflik Megawati Soekarnoputri dan SBY, mengingatkan kita semua tentang sikap kenegarawanan, kejujuran dan keteladanan dwitunggal Soekarno-Mohammad Hatta di saat-saat masa sulit bangsa Indonesia menghadapi operasi intelijen asing yang nyata-nyata membiayai gerakan pemberontakan bersenjata di dalam negeri.
Ketika itu, terjadi pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sumatra, Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta) di Sulawesi, Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di Jawa Barat. Tanggal 1 Desember 1956, secara mengejutkan Mohammad Hatta menyatakan mundur sebagai wakil presiden, sebagai salah satu sikap protes terhadap Presiden Soekarno yang tidak bisa menjaga jarak dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Ketika Poros Jakarta-Peking memang benar sebagai bentuk protes hegemoni Amerika Serikat dan United of Soviet Socialist Republics (USSR) cenderung ingin dimanfaatkan PKI, sebagai tulang punggung kekuatan mereka walau akhirnya tidak berhasil, Mohammad Hatta bisa memahami langkah koleganya itu dalam takaran tertentu. Mohammad Hatta, tokoh anti-PKI, mengingatkan bahwa pembukaan Poros Jakarta-Peking (Republik Rakyat Tionghok), merupakan ekses dari semangat revolusi yang tidak kunjung selesai, implikasi bentuk protes Presiden Soekarno terhadap imprealisme barat.
Pada awal 1964 Mohammad Hatta yang saat itu sudah tidak lagi menjabat sebagai wakil presiden, sakit keras sehingga
perlu berobat ke Swedia. Penghargaan tinggi dari Presiden Soekarno atas sikap Mohammad Hatta terlihat dari perintahnya kepada beberapa menteri di kabinet terkait agar memberikan fasilitas maksimal bagi perawatan Mohammad Hatta hingga sembuh.
Hubungan Kemanusiaan
Maret 1964 setelah sembuh dari sakit, Mohammad Hatta menemui Presiden Soekarno di Istana Negara. Keeseokan harinya, Presiden Soekarno yang berkunjung ke kediaman Mohammad Hatta di Jakarta. Hubungan kemanusiaan Soekarno-Hatta tetap baik, meski diwarnai oleh berbagai pertentangan politik di dalam negeri. Hal tersebut semata-mata karena kesadaran kedua pemimpin bangsa itu bahwa hal yang terpenting adalah kepentingan nasional (national interest) di atas kepentingan pribadi.
Hikmah dari aspek humanisme Soekarno-Hatta, adalah masyarakat di NKRI membutuhkan kejujuran, keteladanan, kenegarawanan, dan sikap mengutamakan kepentingan nasional dari para tokoh politik nasional.
http://sinarharapan.co/news/read/140...Bukan-Soekarno
--------------------------
Kalau Prabowo akhirnya presiden menggantikan SBY, alamat orang-orang PDIP akan berpuasa kekuasaan lagi 5 tahun ke depan. Yang mengerikan itu kalau Jokowi yang akhirnya menang, maka sulit diduga apa yang terjadi ke depan ini. Bayangkan Golkar terdepak dari kekuasaan, PKS kembali miskin karena tak masuk lagi di kekuasaan, Demokrat keleleran dan elitnya terancam diciduki KPK (kasus Hambalang atau Bank Century), dan Parpol-parpol Islam jadi oposisi di parlemen.
Sementara itu elit dan politisi PDIP yang lapar kekuasaan karena 10 tahun berpuasa itu, kalau moralnya masih seperti zaman Megawati berkuasa di Pemerintahan jilid I dulu, yang korup, dan main jual asset Negara seenaknya, DPR yang dikuasai PDIP ternyata hanya melahirkan UU pro-asing yang merugikan kepentingan nasional, dan pemerintahan lemah, kemudian itu yang diwarisi Jokowi kelak, alangkah mengerikannya. Maka wajarlah kalau SBY tak bisa tidur memikirkan negara bila Jokowi naik presiden menggantikannya. Jelas Pemerintahan Jokowi akan mereka 'pencundangi" setiap hari, seperti gus Dur dulu. Sudahkah kita siap menerima realitas itu?

Diubah oleh yinluck 01-07-2014 08:33
0
5.4K
44


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan